Allah maha mematikan dijelaskan dalam Al quran surah Az- Zumar Ayat

Tafsir Surat Az-Zumar: 41-42 Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri; dan siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. Allah ﷻ berfirman kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad ﷺ: Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk manusia dengan membawa kebenaran. (Az-Zumar: 41) kepada semua makhluk, manusia, dan jin, agar kamu memberi peringatan kepada mereka dengan Al-Qur'an itu. siapa yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri. (Az-Zumar: 41) Yakni sesungguhnya manfaat dari petunjuk itu kembali kepada dirinya sendiri. dan siapa yang sesat, maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri. (Az-Zumar: 41) Artinya, sesungguhnya kerugian dari akibat perbuatannya itu menimpa dirinya sendiri. dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka. (Az-Zumar: 41) Yaitu diserahi tanggung jawab agar mereka mendapat petunjuk, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu. (Hud: 12) Dan firman Allah ﷻ karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40) Kemudian Allah ﷻ menceritakan perihal diri-Nya, bahwa Dialah Yang mengatur seluruh alam wujud ini menurut apa yang dikehendaki-Nya, dan bahwa Dialah yang mematikan manusia dengan menugaskan para malaikat pencabut nyawa untuk mencabut roh mereka dari tubuhnya. Ini disebut kematian besar. Ada juga yang dinamakan kematian kecil, yaitu di saat yang bersangkutan tidur. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Aliahlah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (Al-An'am: 60-61) Dalam ayat ini disebutkan dua kematian, yaitu kematian kecil, kemudian kematian besar. Sedang dalam surat Az-Zumar disebutkan sebaliknya, yaitu pada mulanya disebut kematian besar, kemudian kematian kecil, melalui firman-Nya: Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. (Az-Zumar: 42) Di dalam makna ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa semua roh dikumpulkan di mala-ul a'la, seperti yang disebutkan di dalam hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dan lain-lainnya. Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Ubaidillah ibnu Umar, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila seseorang di antara kalian menempati peraduannya, hendaklah terlebih dahulu menyapu tempat tidurnya dengan bagian dalam kainnya, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui kotoran apa yang telah ditinggalkannya pada peraduannya itu. Kemudian hendaklah ia mengucapkan doa, "Dengan menyebut nama Engkau, ya Tuhanku, aku letakkan lambungku dan dengan menyebut nama Engkau aku mengangkat (membangunkan)nya. Jika Engkau memegang jiwaku, maka kasihanilah ia; dan jika Engkau melepaskannya, maka peliharalah ia sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang saleh. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa arwah orang-orang yang mati dicabut bila mereka mati, begitu pula arwah orang-orang yang hidup dicabut bila mereka tidur, lalu mereka saling kenal menurut apa yang telah dikehendaki oleh Allah ﷻ maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya. (Az-Zumar: 42) Yakni arwah orang yang telah mati dan melepaskan arwah orang yang hidup sampai waktu yang ditentukan. As-Saddi mengatakan sampai tiba saat ajalnya. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Allah menahan jiwa orang yang telah mati dan melepaskan jiwa orang yang hidup, dan tidak pernah terjadi kekeliruan dalam hal ini. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (Az-Zumar: 42)"

Karena Nabi Muhammad dinyatakan tidak bertanggung jawab atas kesesatan manusia, ayat ini menegaskan bahwa hanya Allah saja yang bertanggung jawab dan menggenggam hidup manusia, semenjak kehidupan dunia sampai ke kehidupan akhirat. Hanya Allah-lah yang memegang nyawa seseorang pada saat kematiannya dan nyawa seseorang yang belum mati ketika dia tidur, maka Dia tahan nyawa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya ketika dia mati, dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan ketika dia tidur. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang mau berpikir. 43. Kendatipun sudah dijelaskan berulang-ulang bahwa Allah itu Mahakuasa lagi Mahaperkasa yang mengatur perjalanan alam semesta dan hidup manusia, namun orang-orang musyrik Mekah itu tetap saja tidak mau mengakuinya. mengapa demikian' Ataukah hal itu disebabkan karena mereka telah mengambil berhala-berhala sebagai penolong selain Allah' Katakanlah wahai Nabi Muhammad, 'Apakah kamu masih mengambilnya juga sebagai perantara meskipun mereka berhala-berhala itu tidak memiliki sesuatu apa pun dan juga tidak mengerti karena memang berhala-berhala itu hanyalah benda mati''.

Pada ayat ini, Allah menerangkan satu macam kekuasaan-Nya yang sempurna dan sifat-Nya yang mengagumkan. Yaitu Dialah yang memegang roh manusia ketika tiba ajalnya dengan memutuskan hubungan roh dengan raganya dan memegang roh orang itu pada lahirnya saja sehingga tidak dapat mengemudikan raganya, akan tetapi hubungan di antaranya tetap masih ada. Allah menahan jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dengan tidak mengembalikan roh itu, dan melepaskan jiwa yang lain dengan mengembalikan jiwa ke dalam raganya, sehingga ia dapat bangun dari tidurnya sampai kepada waktu yang ditentukan. Orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya dan orang yang belum mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali ke raganya lagi. Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa dalam tubuh manusia itu ada jiwa dan roh yang hubungannya seperti sinar matahari. Akal dan jiwa dapat berpikir dan menentukan pilihan, sedang rohnya yang menyebabkan ia dapat hidup dan bergerak. Kedua-duanya dimatikan ketika tiba ajalnya, dan dimatikan jiwanya saja ketika ia tidur, sedang rohnya tetap masih ada. Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah yang berbunyi: Rasulullah ﷺ bersabda, "Jika salah seorang di antara kamu akan tidur, maka hendaklah ia meniupkan ke dalam pakaiannya di sebelah dalam, karena ia tidak mengetahui apa yang tertinggal di dalamnya, kemudian hendaklah ia mengucapkan, "Ya Tuhanku dengan nama-Mu aku meletakkan lambungku ini, dan dengan nama-Mu pula aku mengangkatnya. Jika Engkau menahan jiwaku maka sayangilah dia, dan jika Engkau melepaskannya kembali, maka peliharalah dia seperti Engkau memelihara orang-orang yang saleh." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim) Imam al-Bukhari, A.hmad, Abu Dawud, dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Qatadah. yang berbunyi: Sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda kepada para sahabat pada malam (ketika tidur)di lembah, "Sesungguhnya Allah menahan roh kamu bila dikehendaki-Nya, dan mengembalikannya bila dikehendaki-Nya.".

DI ANTARA MATI DAN TIDUR


Ayat 42

“Allah-lah yang memelihara jiwa-jiwa ketika matinya."

Maka apabila seseorang telah meninggal dunia, mengembuskan napasnya yang penghabisan, bukanlah berarti bahwa jiwanya atau nyawanya telah habis saja dalam embusan angin, laksana habisnya nyala korek api bila apinya telah padam. Di dalam surah as-Sajdah ayat 9 (Juz 21) Allah telah menjelaskan juga bahwa setelah tubuh manusia dibentuk Allah di dalam rahim ibu, ditiupkanlah padanya Ruh-Nya, tegasnya bahwa ruh manusia itu Allah yang empunya. Kalau di waktu permulaan kejadian Allah yang memasangkannya pada tubuh maka ketika manusia meninggal, Allah pula yang memeliharanya atau menyimpannya baik-baik. “Dan yang tidak mati dalam masa tidurnya." Di waktu manusia tertidur samalah keadaannya dengan mati, yaitu bahwa hanya napasnya saja yang turun naik. Adapun kesadarannya sebagai insan, kesadaran yang tersebab dan adanya jiwa pada waktu itu tidak ada pada dirinya. Dia pun sedang dalam pemeliharaan Allah. “Lalu Dia tahan jiwa yang Dia putuskan mati atasnya dan Dia lepaskan yang lain sampai suatu masa yang telah di-tentukan."

Dengan keterangan itu samalah keadaannya orang yang mati dengan orang yang tidur, sama-sama dicabut kesadaran sebagai sifat khas dan jiwa. Mana yang sudah keputusan Allah bahwa waktu matinya telah datang, jiwa itu ditahan dalam pemeliharaan Allah, tidak dikembalikan lagi. Mana yang belum ada keputusan Allah bahwa dia telah dipanggil pulang buat selamanya, jiwa itu dilepaskan kembali ke dalam jasmani atau tubuh yang menjadi “sangkarnya" itu. Dan dia masih akan hidup sampai suatu waktu yang telah ditentukan, yaitu apa yang disebut ajal atau janji yang tidak saat dilambatkan barang satu saat pun dan tidak pula saat dipercepat. Ilmu tentang itu pun hanya pada Allah.

Memang sementara waktu dengan memberikan pompaan atau injeksi darah atau memberikan zat asam ingatlah orang itu bernapas sementara. Tetap orang yang hadir, apalah lagi dokter-dokter yang menyaksikan telah maklum sendiri bahwa itu hanya pertahanan sementara, memperlambat putus nyawa. Banyak yang telah berjam-jam, bahkan ada yang beberapa hari tidak sadar lagi akan dirinya, tetapi masih bernapas tetapi buat mengatakan bahwa orang itu diharapkan hidup lagi adalah harapan yang sia-sia.

“Sesungguhnya pada yang demikian menjadi tanda-tanda bagi kaum yang berbudi."

Benar-benarlah soal hidup dan mati saat menjadi tanda bagi orang yang berpikir bahwa kekuasaan mutlak ada di tangan Allah.

“Berapa banyaknya orang segar bugar meninggal tidak, ada penyakit. Dan berapa banyaknya orang yang lama menderita masih hidup bertahun-tahun."

Kadang-kadang sedang orang enak-enak tidur terus tidur tidak bangun lagi. Setelah diperhatikan ternyata sudah mati. Dan tidak pula kurang orang yang telah pingsan berhari-hari pingsan, kadang-kadang disambung ditambah darah, ditambah infus, namun dia tidak diharap akan hidup lagi, tetapi belum meninggal. Sehingga tidak jarang kejadian bahwa keluarga yang akan ditinggal sudah bertanya-tanya, mengapa belum juga, mengapa terlalu lama dia menderita.

Oleh sebab itu maka akan insaflah orang-orang yang beriman lalu mereka mempergunakan kesempatan hidup yang diberikan Allah ini untuk mengisinya dengan amal saleh sebaik-baiknya, sehingga tidak ada yang terbuang percuma. Sehingga jika tiba-tiba seketika panggilan Allah datang disaati dia masih tetap dalam kesibukan mengisi hidup dengan amal yang berfaedah.

Selain dari itu adalah beberapa kaifiyat (cara) yang ditunjukkan oleh Rasulullah ﷺ apabila kita hendak tidur; mana tahu dengan tidur itu nyawa kita akan disimpan terus dan tidak akan dikembalikan lagi ke tubuh dan hanya di hari Kiamat (berbangkit) saja kelak baru bangun kembali.

“Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, ‘Apabila seorang di antara kamu pergi tidur ke tempat tidurnya, hendaklah dia kirapkan tempat tidurnya itu dengan ujung kainnya (selimutnya) tiga kali dan hendaklah baca, ‘Dengan nama Engkau, ya Tuhanku aku letakkan badanku, dengan nama Engkau pula akan aku angkatkan dia. Jika nyawaku akan Engkau tahan, beri ampun dia dan jika hendak Engkau lepaskan dia maka sudilah memeliharanya dengan apa yang Engkau peliharakan dengan dia hamba-hamba Engkau yang saleh.'" (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah)

Dan sebuah hadits lagi dari al-Bara' r.a., ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

Apabila engkau datang ke tempat tidurmu, hendaklah lebih dahulu engkau berwudhu sebagai wudhumu untuk shalat, kemudian berbaringlah menghadapi ke kanan setelah itu bacalah, ‘Ya Tuhanku! Aku serahkan wajahku kepada Engkau, aku pulangkan urusanku kepada Engkau, aku sandarkan diriku kepada Engkau, dengan penuh harapan dan ketakutan kepada Engkau, tidak ada tempat berlindung dan tidak ada tempat lari dari Engkau kecuali kepada Engkau. Aku percaya kepada kitab Engkau yang Engkau turunkan dan kepada Nabi Engkau yang Engkau utus.' Maka jika engkau meninggal pada malam itu adalah engkau meninggal dalam fitrah (kemurnian). Dan jadikanlah dia kata-kata yang akhir sekali engkau ucapkan.'" (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawaud, Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah)

Kemudian itu ada juga diajarkan Rasulullah yang akan dibaca setelah bangun dari tidur. Dari Huzaifah bin al-Yaman dan Abu Dzar al-Ghiffari (ridha Allah atas beliau keduanya), berkata keduanya, “Adalah Rasulullah ﷺ apabila telah bangun dari tidurnya membaca,

“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kita sesudah Dia mematikan kita dan kepada-Nya jua kita akan kembali." (HR Bukhari)

Dan satu bacaan lagi dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi ﷺ, bahwa beliau bersabda,

“Apabila seorang di antara kamu bangun dari tidurnya, hendaklah membaca, ‘Segala puji bagi Allahyang telah mengembalikan ruhku kepadaku dan yang telah menyegarkan pada tubuhku dan telah memberi izin akan daku menyebut nama-Nya." (HR Ibnu Sunni)

Tetapi seperti teiah kita terangkan di atas, ketika menafsirkan ayat 36 bacaan doa barulah berarti apabila ibadah yang pokok telah dijalankan lebih dahulu, yang berarti hubungan kita telah lancar terlebih dahulu dengan Allah. Sebab bacaan-bacaan doa bukanlah dianggap sebagai mantra atau ucapan-ucapan sim sala-bim tukang sulap, tetapi hubungan jiwa yang penuh iman, tawakal, dan ridha terhadap Allah. Kunci hubungan doa dengan ibadah tersimpul di dalam ayat 5 dari al-Faatihah,

“Kepada Engkau saja kami memperhambakan diri, dan kepada Engkau saja kami memohonkan pertolongan." (al-Faatihah: 5)

Yang berarti memperhambakan diri lebih dahulu kepada-Nya saja, baru kemudian memohon pertolongan kepada-Nya saja. Bukan sebaliknya.

Ayat 43

“Ataukah mereka adakan selain dari Allah menjadi perantara."

Bersifat pertanyaan, tetapi penyesalan. Diha... kan kepada kaum musyrikin tadi juga. Tadi di dalam ayat 38 sudah dinyatakan, kalau ditanyakan kepada mereka dari hati ke hati siapakah yang menciptakan semua langit dan bumi, mereka pasti akan menjawab bahwa Allah-lah yang menciptakannya semuanya. Maka kalau sudah mereka akui sendiri dan rasakan sendiri bahwa Maha Pencipta itu hanya Allah semata-mata, mengapa lagi mesti menyembah dan memohon kepada Maha Pencipta itu dengan memakai perantaraan atau syafi'? Mengapa lagi memakai perantara dengan berhala, dengan patung persembahan. Mereka sudah mengakui bahwa tidak ada barang sesuatu pun di dalam alam ini sesuatu pun yang sama derajatnya dengan Allah, bahkan semuanya adalah makhluk dari Allah. Dan Allah mengirimkan rasul-rasul-Nya buat menyampaikan seruan agar semua hamba-hamba Allah berhubungan langsung de ngan Allah; rnengapa lagi mesti mencari orang lain atau barang lain jadi perantaraan? “Katakanlah, Apakah kalau keadaan mereka itu,'" -yaitu yang diambil jadi perantaraan itu, menjadi syafi' yang diharapkan syafaatnya itu-

“Tidak menguasai sesuatu pun dan tidak berakal?"

Yang dijadikan perantara itu berhala yang membikinnya ialah tangan manusia sendiri. Yang mengatakan dia bertuah hanyalah khayat mereka sendiri. Dia dibuat dari batu atau dari kayu, disaat dan dilukis, diberi berhidung, bermata, berbibir, berkaki dan bertangan dan berjari. Tetapi dia tersandar saja, sebab dia tidak bernyawa. Dia tidak mempunyai kekuasaan buat berganjak dari tempatnya dan dia tidak berakal. Kalau dia manusia itu pun lemah tidak berdaya dan tidak berupaya kalau bukan karena kasihan Allah. Allah memanggil semua hamba-Nya, marilah dekati Aku, sembah Aku sendiri, ibadah kepada-Ku saja. Hikmah tertinggi dari Allah ialah supaya jiwa itu bebas dari pengaruh segala yang masih alam. Karena selain dari Allah adalah alam belaka. Selain dari Allah sebagai Khaliq (Maha Pencipta) adalah makhluk (ciptaan) belaka. Allah mau mengangkat derajat manusia supaya tinggi, mendekati Allah (taqarrub'), mengapa dia sendiri merendahkan jiwanya ke bawah lalu dia pergi berlindung kepada alam bikinan Allah? Manusia ada akal, mengapa dia meminta syafaat kepada yang tidak berakal?


Ayat 44

“Katakanlah, ‘Kepunyaan Allah-lah perantaraan itu semuanya.'"

Artinya, bahwasanya perantaraan itu tidak ada sama sekali, syafaat adalah langsung pada Allah, mutlak kepunyaan Allah. Memang ada dalam ayat-ayat yang lain, seumpama dalam ayat al-Kursi (al-Baqarah ayat 255), Allah bertanya siapa pula yang berhak memberi syafaat kalau tidak dengan izin dari sisi Allah? Maka kalau orang memikirkan ayat ini secara mendalam, jelas bahwa Allah sendiri sudi mengaruniakan syafaat itu kepada barang-siapa yang dikehendaki oleh Allah sendiri. Kalau demikian halnya mengapa maka tidak langsung diminta kepada Allah supaya Allah memberikan karunia keizinan syafaat itu untuk dirimu sendiri, tidak dengan mengharapkan agar orang lain yang diberi Allah keizinan memberi syafaat itu yang kamu jadikan perantara? Allah dengan tegas mengatakan,


“Bagi-Nyalah semua kekuasaan di semua langit dan bumi dan kepada-Nyalah kamu sekalian akan kembali."

Sudah begitu jelas keterangan dan Allah maka siapa lagi yang akan kita percayai selain dari Allah? Adakah berhala-berhala atau manusia-manusia yang kamu jadikan thagut itu memberikan jaminan sebagaimana yang diberikan oleh Allah? Kalau mereka memberikan jaminan sampai sebagai jaminan Allah itu, mana yang kamu pilih? Kalau kamu lebih percaya perkataan mereka, tentu perkataan Allah kalian bohongkan maka kafirlah kalian. Kalau kalian pun mengakui bahwa memang kekuasaan mutlak hanya ada pada Allah dan hanya kepada Allah saja makhluk sekaliannya akan kembali, nyatalah bahwa perbuatan memuja yang lain dan mensyafaatkan yang lain suatu perbuatan yang sangat menurunkan martabat perikemanusiaan.

Di zaman sekarang teringatlah hampir di seluruh dunia Islam orang-orang yang menghormati kuburan orang-orang yang telah meninggal dunia, sama saja dengan kaum musyrikin menyembah berhala. Kuburan itu mereka hiasi dengan berbagai hiasan, mereka bernazar kalau maksudnya tercapai akan pergi ziarah mengucapkan syukur kepada kuburan itu. Bahkan ada kuburan itu yang sampai diberi kelambu seperti kelambu pengantin. Mereka katakan bahwa Tuan Syekh atau Waiiyullah yang berkubur di sana akan menjadi syafaat di akhirat kelak, atau permintaan dan doa di waktu di dunia ini pun sebaiknya jangan langsung kepada Allah, lebih baik dengan “berkat jaah (kebesaran) beliau" yang berkubur itu. Tiap tahun berkumpul ramAl-ramai di sana, makan dan minum, berhari raya, berkenduri, berdzikir, berdoa, sehingga sama keadaannya dengan Ka'bah kecil-kecilan.

Kalau mereka mengakui diri orang Islam, mengapa mereka tidak saja memohon kepada Allah, dengan tidak usah meminta syafaat kubur itu, padahal ayat-ayat ini sudah terang mengatakan bahwa seluruh kekuasaan di langit dan di bumi adalah mutlak dengan tangan Allah?

Sedang Rasulullah ﷺ sendiri mengakui bahwa beliau adalah manusia seperti kita ini juga, bisa benar dan bisa salah. Pernah khilaf sehingga shalat empat rakaat beliau terlupa lalu beliau kerjakan tiga rakaat. Sedangkan Nabi lagi begitu, apalah lagi orang-orang yang dianggap keramat itu.

Dan mengapa mesti ke kuburnya? Padahal doa kita didengar Allah walau di mana kita ucapkan!

Oleh sebab itu maka tepat sekalilah apa yang dikisahkan Allah tentang nasihat Luqman kepada putranya tentang berbahaya mempersekutukan Allah,

“Sesungguhnya syirik itu adalah aniaya yang paling besar." (Luqmaan: 13)


Ayat 45

“Dan apabila disebut orang nama Allah sendiri saja, mendongkollah sekalian hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat itu."

Di dalam ayat bertemu kalimat isy-ma-azzat yang kita mencoba mencari artinya yang tepat dalam bahasa Indonesia yang terpakai secara umum sekarang, yaitu mendongkol.

Mujahid memberi arti kecewa, as-Suddi memberi arti menjauh. Qatadah memberi arti kafir dan menyombong.

Dalam ayat 5 dari surah Shaad kemen-dongkolan mereka itu telah digambarkan dengan ucapan mereka sendiri, “Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu hanya satu tuhan? Sungguh ini adalah suatu yang sangat mencengangkan!" Dan pada ayat selanjutnya, ayat 6 mereka bertekad akan memperjuangkan pendirian itu dan jalan terus dan sabar mempertahankannya,

“Dan apabila disebut yang lain-lain selain Dia, segeralah mereka itu bergembira."


Inilah ciri-ciri yang khas dari orang musyrikin di mana-mana saja dan bila saja di dunia ini. Senang sekali hati mereka bila tuhan-tuhan mereka disebut dan berhala mereka dihargai. Sehingga dalam masa hebatnya Rasulullah ﷺ menegakkan keyakinan dan aqidah tauhid itu di Mekah, yang di waktu itu berhala-berhala masih bersandaran di dinding-dinding Ka'bah, sedang Muhammad ﷺ dan orang-orang yang telah beriman thawaf juga mengelilinginya menurut manasik ajaran Ibrahim, sekilas pun Nabi saw, tidak pernah menoleh mukanya kepada berhala-berhala itu. Sehingga yang demikian itu wajiblah dijadikan contoh oleh umat Muhammad sejati di dalam mempertahankan tauhid. Mereka tidak boleh bertolak angsur, demi karena hendak mengambil muka atau menarik hati pihak yang mempertahankan syirik itu, tidaklah boleh umat tauhid menunjukkan persetujuannya dalam perbuatan yang bersifat atau menunjukkan atau saat ditafsirkan syirik.

Ayat 46

“Katakanlah, ‘Wahai Tuhan Pencipta semua langit dan bumi!'"

Di sini Allah menyuruhkan Rasul-Nya agar membaca, atau mendoa sebagaimana yang Dia ajarkan. Agar Nabi menyeru Allah sebagai Pencipta. Dalam ayat ini Allah disebut Faathir.

Kalimat Faathir di sini kita artikan dengan Pencipta. Di dalam kamus Arab dijelaskan tentang Faathir.

Fatharahu, artinya memperbuatnya, memulainya, dan menimbulkannya.

Tetapi kalimat lain, yaitu Khalaqa kita artikan pencipta juga. Di kamus dijelaskan Khalaqaha, artinya mengadakannya dan membikinnya dari tidak ada sama sekali.

Maka khalaqa dengan fathara setelah kita pahamkan dalam logat Indonesia kita anggap mutaradif yaitu berbilang kalimat untuk arti yang satu, sama dengan persamaan arti tidur dengan lelap.

“Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata." Yang gaib atau tersembunyi bagi kita manusia, bagi Allah tidak ada yang tersembunyi dan tidak tidak ada yang gaib. Bagi Allah semuanya nyata. Penglihatan Allah meliputi masa lampau, masa kini, dan masa depan. Mengumpulkan seluruh ruang angkasa di atas di bawah, di muka di belakang.

“Engkaulah yang akan menghukum di antara hamba-hamba-Mu tentang apa-apa yang mereka persengketakan."

Inilah doa yang diajarkan Allah kepada Rasul-Nya bilamana Rasul menghadapi persengketaan di antara hamba-hamba Allah di atas dunia ini karena perlainan pensaat perbedaan pikiran dan berbagai ragam pandangan atas soal-soal di dalam hidup ini. Baik penilaian tentang aqidah ataupun sikap hidup. Kadang-kadang timbullah sengketa, yang satu menyalahkan yang lain dan menganggap … sendirilah yang benar dan orang lain salah. Dalam ayat ini Rasul diperingatkan oleh Allah agar jangan terlibat dalam persengketaan di antara hamba-hamba Allah itu, jangan berpihak ke sana atau kemari, melainkan mohonlah langsung petunjuk kepada Allah. Sebab Dialah Maha Pencipta dari seluruh alam ini. Sebab itu Dia pulalah yang lebih mengetahui akan segala apa jua pun yang ada dalam alam itu. Tidak ada yang gaib bagi Allah, bahkan semuanya syahadah, semuanya Dia saksikan, Dia lihat dan Dia dengar dengan teliti sampai kepada yang sekecil-kecilnya.

Maka segala sengketa pertengkaran dan selisih di antara hamba-hamba di dalam dunia ini dan masing-masing mendakwakan diri di pihak yang benar, ingatlah bahwa Allah sendirilah yang akan menentukan hukumnya kelak di hari akhirat mana yang benar di antara pihak-pihak yang berselisih itu.

Gunanya ialah agar menghindarkan manusia yang tekun dan taat kepada Allah daripada terseret ke dalam suasana bertengkar, membuang tempo dalam mempertahankan pensaat yang kadang-kadang sampai menimbulkan permusuhan di antara satu golongan dengan golongan yang lain. Dan ayat ini pun saat membawa hamba Allah ke dalam suasana tenteram, sejuk, bebas dari pertengkaran yang saat menimbulkan hawa nafsu.

Ditanyai orang Aisyah r.a., “Dengan apakah Rasulullah memulai membuka shalat, kalau beliau bangun tengah malam (tahajud)?" Berkatalah beliau, “Adalah Rasulullah apabila berdiri shalat malam, memulai shalatnya dengan,

“Ya Tunan! Tuhan jibril, Mikail, dan isra'il, pencipta semua langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Engkaulah yang menghukum di antara hamba-hamba Engkau pada apa-apa yang mereka perselisihkan. Tunjukilah aku tentang yang mereka perselisihan itu, mana yang benar, dengan izin Engkau. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.'" (HR Muslim)

Ada sebuah hadits lagi dari Abdullah bin Mas'ud r.a., bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda,

“Barangsiapa yang menyebut, ‘Ya Tuhanku, pencipta semua langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata: aku janjikan di hadapan Engkau di dunia ini bahwa aku telah naik saksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Engkau, Maha Esa Engkau, tidak ada sekutu bagi Engkau dan bahwa Muhammad adalah hamba Engkau dan utusan Engkau. Maka jika Engkau lepaskan saja aku menuruti diriku niscaya Engkau dekatkan aku kepada yang jahat dan jauhkan aku dari yang baik, sedang aku tidaklah ada yang saat aku pegang kecuali rahmat Engkau. Maka bermohonlah aku agar disediakan di sisi Engkau untuk aku jaminan yang akan Engkau penuhkan dianya kepadaku di hari Kiamat.'" Kalau doa ini diucapkan, niscaya Allah akan berfirman kepada malaikat-Nya di hari Kiamat, “Sesungguhnya hamba-Ku itu telah berjanji dengan Daku maka penuhilah janji itu kepadanya. Lalu dia dimasukkan Allah ke surga." (HR Imam Ahmad)


Ayat 47

“Dan kalau sekirenya ada pada orang-orang yang zalim itu apa yang di bumi sekaliannya dan bersama itu sebanyak itu pula, niscaya akan mereka tebuslah diri mereka dengan dia dari sangat sakitnya adzab di hari Kiamat."

Di pangkal ayat ini diterangkanlah bagaimana besarnya tanggung jawab yang akan dihadapi oleh orang-orang yang zalim itu kelak kemudian hari, yaitu di hari Kiamat Orang yang zalim ialah yang telah mempersekutukan Allah di masa hidupnya, yang menyembah berhala atau yang mengambil yang lain jadi perantara akan menghubungkan dengan Allah. Di dalam surah an-Nisaa'sampai dua kali Allah menjelaskan (ayat 48 dan 116) bahwa Allah tidak saat memberi ampun kalau Dia dipersekutukan dengan yang lain, sedang dosa-dosa lain dari syirik saat Dia beri ampun. Maka kalau manusia yang musyrik itu diha... kan di hadapan mahkamah Allah kelak di akhirat akan terasalah olehnya betapa besar tindihan perasaan berdosa itu atas dirinya, sehingga misalnya adalah padanya kekayaan sepenuh bumi dan ditambah sepenuh bumi lagi, artinya dua kali lipat, maulah dia rasanya menebus kesalahan itu dengan harta itu.


“Dan nyatalah bagi mereka, dari Allah, barang yang tadinya tidak mereka perkirakan."

Artinya ialah bahwa pada waktu itulah mereka akan melihat dengan nyata betapa besarnya adzab yang akan mereka derita karena kezaliman di masa hidup itu. Dahulu disangka amalan itu tidak begitu berbahaya, kesalahannya tidak begitu besar. Rupanya suatu perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah, sehingga mau rasanya menebus dengan kekayaan sepenuh dunia tambah dua kali dan itu tidak terkabul.


Ayat 48

‘Dan jelaslah bagi mereka kejahatan-kejahatan dari apa yang telah mereka usahakan."

Artinya, dijelaskanlah satu demi satu hukuman yang diterima dan apa sebab dihukum. Kesalahan yang mana dan yang kapan. Sehingga terasalah bahwa hukuman yang dijatuhkan Allah bukanlah dengan sembarangan saja, melainkan semuanya berlaku menurut garis keadilan dan kebenaran Ilahi belaka.


“Dan telah berada di keliling mereka apa-apa yang pernah mereka perolok-olokkan itu."

Karena dahulu semasa di dunia bukan sekali dua kali mereka memperolok-olokkan keterangan Nabi. Di antaranya sebagaimana yang disebutkan di dalam surah Yaasiin ayat 78, ada yang membawa sebuah pecahan tulang orang yang telah mati ke hadapan Nabi ﷺ lalu dia bertanya sambil mengolok-olok."Siapakah yang akan menghidupkan tulang-tulang ini, padahal dia telah jadi abu?" Maka akan datanglah masanya mereka akan dikelilingi oleh segala hal yang jadi olok-olokkannya di masa dahulu itu. Ajakan dan dakwah yang sungguh-sungguh dari Allah, yang timbul dari rahman dan rahim Ilahi kepada hamba-Nya, lalu mereka terima dengan olok-olok.

Ayat 49

“Dan apabila disinggung manusia oleh suatu bahaya, dia menyeru Kami."

Ini pun suatu contoh jalan berpikir mereka yang buruk. Yaitu kalau mereka disinggung oleh kesusahan, misalnya kemiskinan, penderitaan, penyakit yang menimpa dirinya, kerugian yang tidak terelakkan; ketika itu mereka serulah Allah Ta'aala. Ketika itu tidak ada lagi pikirannya teringat kepada yang lain yang akan saat menolongnya, hanya Allah sajalah yang akan saat membebaskannya dari segala penderitaan itu. “Kemudian apabila Kami karuniakan kepadanya nikmat dari Kami, dia berkata, ‘Sesungguhnya saya diberi, lain tidak adalah karena kepintaranku!'"

Kalau tadi di waktu susah mereka ingat hanya meminta kepada Allah, namun setelah lepas dan bahaya, sesudah menderita kemelaratan dia menjadi kaya, sesudah menderita sakit dia menjadi sembuh, sesudah rugi berturut-turut dia mensaat keuntungan, bukanlah dia bersyukur kepada Allah, melainkan berani dia mengatakan bahwa perubahan baik yang diterimanya itu adalah karena kebijaksanaannya sendiri. Karena ikhtiarnya, karena usahanya. Allah memberikan peringatan, “Bahkan dia adalah percobaan." Artinya, bahwa perubahan dari keadaan yang buruk kepada yang baik itu belum tentu akan menetap. Itu baru percobaan. Yang sewaktu-waktu bisa pula berubah.

“Akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui"

Diperingatkan kepada orang yang beriman bahwasanya bahaya yang sedang menyinggung adalah percobaan, apakah engkau sabar menerimanya. Dan bilamana kesusahan berganti dengan kemudahan, itu pun adalah percobaan, adakah engkau bersyukur. Sakit badan yang diderita adalah percobaan, sabarkah engkau? Sembuh dari sakit adalah percobaan, syukurkah engkau? Hidup selanjutnya adalah pergantian di antara sabar dan syukur, atau di dalam syukur hendaklah sabar, di dalam sabar hendaklah syukur. Memang banyak orang yang tidak mengetahui ini, sehingga di dalam susah penuhlah hidupnya dengan keluhan dan di dalam kedatangan nikmat lupalah dia kepada Allah.


Ayat 50

“Sudah pennah dikatakan begitu oleh orang-orang yang sebelum mereka."

Yang dekat dalam ingatan ialah perkataan Qarun salah seorang dari kaum Nabi Musa, tetapi kemudian dia menentang Musa dan memilih maunya sendiri lalu dicobanya mengumpulkan kekayaan, sehingga dia diberi oleh Allah kekayaan yang berlipat ganda sehingga terbungkuk-bungkuk beberapa orang yang diupah istimewa buat membawa kunci-kunci kekayaannya saja. Maka menyombonglah dia dengan kekayaannya itu dan jika dia ditegur orang jangan menyombong mentang-mentang kaya, dia menjawab bahwa kekayaan yang disaatnya itu adalah semata-mata karena keahliannya belaka, tidak ada Allah campur tangan menolong dia dalam hal kekayaan itu.

Inilah satu di antara orang-orang yang sebelum mereka yang mengatakan bahwa kekayaan dan kemegahan disaatnya adalah semata-mata karena kepintaran dan keahliannya.


“Maka tidaklah berguna bagi mereka apa yang telah mereka usahakan."

Artinya bagaimanapun berlimpah ruah banyaknya harta dan kekayaan, tidaklah harta dan kekayaan itu akan berguna, tidaklah akan saat menolong kalau kehendak Allah akan berlaku untuk menimpakan suatu bahaya.

Misalnya jika penyakit yang berat datang menyerang, berapalah harga harta di waktu itu?

Tering ingatlah kita kisah ketika alim pendeta Ibnus Samaak yang terkenal datang ke dalam majelis Raja Harun al-Rasyid. Raja meminta agar Baginda diberi pengajaran, diberi ceramah agama. Ketika itu hari sedang tengah hari di musim panas. Ketika mendengar ceramah itu Raja terasa haus. Lalu Baginda titahkan seorang khadam mengambil air dingin buat diminum. Setelah khadam itu datang membawakan air dan seketika Raja akan meminum air itu, bertanyalah Ibnus Samaak, “Tuanku! Patik hendak bertanya. Jika tidak segera saat air yang Tuanku minta itu, padahal Tuanku sedang sangat haus, bagaimanakah sikap Tuanku?"

Raja menjawab, “Akan aku perintahkan orang mencari air itu di mana saja di seluruh dunia walaupun akan habis separuh dari kekayaanku buat belanja mencari air itu!"

Maka perkataan itu disambut oleh Syekh Ibnus Samaak, ‘Tuanku, kalau demikian halnya, adakalanya segelas air lebih mahal daripada separuh kekayaan!"

Raja menganggukkan kepala tanda setuju bahwa kadang-kadang seteguk air lebih mahal dari separuh kerajaan Baginda.

Lalu Baginda pun terus meminum air itu hingga habis.

Setelah air itu habis diminum oleh Baginda, Ibnus Samaak sekali lagi bertanya, “Tuanku, masih ada pertanyaan hamba! Jika sekiranya air yang segelas yang Tuanku minum sebentar ini, tidak mau keluar dari dalam tubuh Tuanku, bagaimana akal Tuanku?"

“Itu adalah penyakit amat berbahaya."

“Kalau misalnya kejadian demikian itu, bagaimana ikhtiar Tuanku?"

“Saya akan suruh cari dokter yang ahli di mana saja walaupun dia berada di ujung bumi ini. Aku suruh datangkan kemari buat mengobatiku. Seluruh kekayaanku ini pun tidak mengapa licin tandas, asal segelas air itu saat keluar kembali dari badanku!"

“Maafkan daku, Tuanku!" sambung Ibnus Samaak selanjutnya."ingatlah kiranya Tuanku berpikir bahwa kadangkala segelas air najis, lebih mahal harganya dari seluruh kerajaan Tuanku. Apalah guna kerajaan kalau badan tidak ada kesehatannya lagi."

Raja termenung mendengarkan.


Ayat 51

“Maka menimpalah kepada mereka akibat buruk dari apa yang mereka usahakan itu."

Mereka mempunyai kekayaan, namun kekayaan itu telah mereka pergunakan untuk usaha yang buruk, yaitu usaha mendurhakai Allah. Mereka sangka dengan mempergunakan harta benda kekayaan maksud mereka yang buruk akan tercapai. Ternyata bahwa tidaklah berhasil apa yang mereka citakan dan tidaklah menolong harta benda yang banyak itu. Malahan sebaliknya, yaitu akibat buruklah yang mereka terima sebagai hasil dari usaha yang salah. Sebab orang yang bertanam lalang, tidaklah akan membuahkan padi."Dan orang-orang yang zalim dari antara mereka itu akan menimpalah kepada mereka bekas buruk dari apa yang mereka usahakan." Diulangkan peringatan dua kali dalam satu ayat, yaitu usaha yang buruk pastilah membawa akibat yang buruk dan panjang ekornya di belakang. Tidak ada suatu kecurangan yang membawa laba, melainkan rugi yang berturut-turut dan kadang-kadang turun-temurun.


“Dan tidaklah mereka akan saat melepaskan diri."

Artinya ialah bahwa adalah suatu yang sia-sia saja kalau mereka mencoba hendak memakai seribu akal melepaskan diri dari tilikan Allah. Janganlah dicoba mengadu kekuatan dengan Allah. Allah tidaklah akan saat engkau lemahkan atau engkau per-bodoh.


Ayat 52

“Apakah mereka tidak mengetahui bahwasanya Allah melapangkan rezeki kepada barangsiapa yang Dia kehendaki dan juga membatasi."

Memberi kelapangan rezeki ialah terhadap kepada orang yang biasa kita rebut kaya. Membatasi adalah membuat rezeki itu sempit, saat hanya sekadar akan dimakan, bahkan kadang-kadang yang akan dimakan itu pun tidak mencukupi.

Menentukan agakan rezeki itu benar-benar menurut kebijaksanaan Allah. Ada yang jujur, saleh, dan dermawan diberinya rezeki banyak tidak terbatas. Ada pula orang yang loba, tamak, rakus, mengumpul harta sesuka hati, tidak peduli dari yang halal atau dari yang haram, dan harta itu pun banyak bertumpuk. Tetapi ada pula orang cerdik pandai, berpikiran tinggi, bercita-cita luhur, namun hidupnya miskin, melarat dan sempit.

Kadang-kadang orang menjadi kaya raya karena sebuah jembatan belum dibangun di tempat itu, lalu dia mendirikan sebuah lepau (kedai) nasi di tepi sungai.Tiap-tiap orang akan menyeberang singgah makan di lepaunya, sehingga dia menjadi kaya. Tiba-tiba pemerintah mendirikan sebuah jembatan besi yang kukuh guna menyeberangi sungai tersebut. Sebab itu orang tidak pernah lagi berhenti di lepaunya. Lepaunya menjadi sepi, lalu ditutup dan dia pun jatuh melarat.

“Sesungguhnya pada yang demikian itu jadi tanda-tanda bagi kaum yang beriman."

Banyaklah tanda-tanda di dunia ini, khusus tentang kaya dan miskin yang saat menambah iman seseorang kepada Allah. Empat orang bersaudara pindan urban dari desa ke kota besar. Mereka dari satu ayah dan satu ibu, dibesarkan dan dididik dalam sebuah rumah, tetapi sesampai di kota besar mereka dibawa untung masing-masing. Seorang jadi kaya raya tinggal di gedung besar dengan kendaraan megah dan jabatan yang tinggi, sedang adiknya perempuan menurut suaminya yang jadi saudagar dan adiknya yang seorang lagi hanya menjadi sopir mobil kepunyaan seorang menteri dan yang seorang melarat tercampak ke lorong becek.

Ada seorang jujur yang melarat hidupnya. Ada seorang pengadu untung yang tidak tinggi sekolahnya, tetapi menjadi kaya raya karena pandai mendekati orang-orang berjabatan tinggi, dan lain-lain sebagainya.


(Allah mematikan jiwa orang ketika matinya dan) memegang (jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya) artinya Allah memegangnya di waktu ia tidur (maka Dia tahan jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan) bagi kematiannya. Jiwa yang dilepaskan itu hanyalah dimatikan perasaannya saja, tetapi ia masih hidup, berbeda dengan jiwa yang benar-benar dimatikan. (Sesungguhnya pada yang demikian itu) pada hal-hal yang telah disebutkan itu (terdapat tanda-tanda) yang menunjukkan akan kekuasaan Allah (bagi kaum yang berpikir) maka karenanya mereka mengetahui, bahwa yang berkuasa melakukan hal tersebut berkuasa pula untuk membangkitkannya; dan orang-orang kafir Quraisy tidak memikirkan hal ini.