Analisis ancaman dalam bidang ekonomi yang mampu meminimalisasi dengan isi pada Berita tersebut

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) / AEC (Asean Economic Community)  merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang telah dilakukan secara bertahap mulai KTT ASEAN di Singapura pada tahun 1992. Tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk meningkatkan stabilitas  perekonomian di kawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi antar negara ASEAN.

MEA  memiliki pola mengintegrasikan ekonomu ASEAN dengan cara membentuk sistem perdagangan bebas atau free trade antara negara-negara anggota ASEAN. Para anggota ASEAN termasuk Indonesia telah menyepakati suatu perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut. MEA adalah istilah yang hadir dalam indonesia tapi pada dasarnya MEA itu sama saja dengan AEC atau ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

Konsekuensi atas kesepakatan MEA tersebut berupa aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal. Hal-hal tersebut tentunya dapat berakibat positif atau negative bagi perekonomian Indonesia.

Lihat Foto

SHUTTERSTOCK

Ilustrasi impor dalam perdagangan internasional.

KOMPAS.com – Berbagai persoalan selalu bermunculan dan dapat mengancam suatu negara, termasuk Indonesia. Salah satu ancaman yang kerap muncul dan harus diwaspadai adalah ancaman di bidang ekonomi.

Ancaman di bidang ekonomi di Indonesia berkaitan erat dengan globalisasi perekonomian. Adanya globalisasi ini menyebabkan penghapusan terhadap batasan dan hambatan terkait arus modal, barang dan jasa.

Di satu sisi, globalisasi membuka peluang bagi produk dalam negeri untuk bersaing di pasar global. Namun, sebaliknya, produk global juga dapat masuk ke dalam negeri dan menjadi ancaman bagi perekonomian Indonesia.

Ancaman-ancaman ini harus segera diatasi jika tidak ingin berdampak luas dan menghambat pertumbuhan Indonesia. Berikut beberapa kasus ancaman di bidang ekonomi di Indonesia.

Baca juga: Upaya Mengatasi Ancaman Integrasi Nasional di Berbagai Bidang

Banjir barang impor

Kedatangan barang-barang impor akan menyebabkan semakin terdesaknya produk lokal, terutama tradisional. Akibatnya, barang-barang produksi lokal kalah bersaing.

Tak hanya itu, impor berlebihan juga dapat menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap produk luar. Akibatnya, produk dalam negeri tidak lagi diminati.

Contohnya, produk pakaian impor dan hasil pertanian yang semakin membanjiri pasar Indonesia dan dijual dengan harga murah. Banyak produk lokal yang akhirnya tidak laku karena dianggap lebih mahal.

Perekonomian yang dikuasai asing

Semakin mudahnya asing menamkan modal di Indonesia membuat perekonomian di negara ini juga dapat dengan mudah dikuasai.

Banyaknya proyek pembangunan nasional yang modalnya berasal dari asing menjadi ancaman bagi Indonesia. Tak hanya itu, banyak juga perusahaan dalam negeri yang sahamnya sebagian besar dimiliki asing.

Ini akan membuat Indonesia dijajah secara ekonomi oleh negara atau investor asing.

Baca juga: Kejagung Temukan Barang Impor yang Dicap sebagai Produk Dalam Negeri

Lihat Foto

TOTO SIHONO

Ilustrasi ekonomi dan pertumbuhan.

KOMPAS.com - Dalam mewujudkan integrasi nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menghadapi ancaman di bidang ekonomi.

Selain itu, integrasi nasional juga menghadapi ancaman di bidang ideologi, politik, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan.

Tahukah kamu apa saja ancaman terhadap integrasi nasional berdimensi bidang ekonomi?

Ancaman integrasi ekonomi

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, ancaman terhadap integrasi nasional di bidang ekonomi adalah globalisasi perekonomian.

Bukti nyata pengaruh globalisasi adalah ekonomi suatu negara tidak bisa berdiri sendiri. Saat ini, tidak ada lagi negara dengan kebijakan ekonomi yang tertutup dari pengaruh negara lain.

Globalisasi perekonomian adalah proses kegiatan ekonomi dan perdagangan di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.

Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

Globalisasi ekonomi berakibat batas-batas suatu negara akan menjadi kabur. Dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan ekonomi internasional akan semakin erat.

Globalisasi di satu sisi membuka peluang pasar produk dari dalam ngeri ke pasar internasional secara kompetitif. Di sisi lain membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

Meski menjadi keuntungan, globalisasi juga menjadi ancaman bagi kedaulatan ekonomi suatu negara. Ada pengaruh negatif globalisasi ekonomi.

Baca juga: Jenis-jenis Ancaman Terhadap Integrasi Nasional

Oleh : Sri Wahyuni Nur, Dosen Ekonomi FEBI IAIN Parepare

OPINI — Manusia dalam ruang lingkupnya tumbuh dan berkembang sebagai makhluk sosial. Dalam konsep sosiologi, mahluk sosial adalah sebuah konsep ideologis dimana masyarakat atau struktur sosial dipandang sebagai sebuah “organisme hidup”.

Ketika hidup di tengah masyarakat, kita selalu diperhadapkan dengan sistem nilai dan norma sebagai sebuah asas berkehidupan. Asas itu dimaknai sebagai sebuah kelangsungan hidup berkelompok. Berbagai cara pandang kita melihat dan menjalani hidup dan berkehidupan yang sehat, baik jasmani maupun rohani.

Indonesia sebagai negara peradaban modern dengan upaya kian pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu menciptakan nuansa pemenuhan kebutuhan dari berbagai bidang, seperti bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, politik, sosial budaya dan agama sehingga pada pentas dunia, Indonesia mempunyai kelebihan tersendiri karena berbagai hal.

Berdasarkan hasil riset Indonesia Indicator menyebutkan Indonesia tak pernah lepas dari sorotan media-media internasional.

Pemberitaan tentang Indonesia pada 468 media Internasional mencapai 33. 887 berita. Selain pada kawasan industri dan pariwasata maka salah satu penguatan sebagai pandangan internasional yakni dalam bidang perekonomian dan perdagangan.

Dengan framing positif yang ditujukan kepada Indonesia dimunculkannya dari ekspose mengenai perekonomian dan perdagangan termasuk diantaranya adalah kerjasama perdagangan bilateral antara Indonesia dan negara mitra.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus tumbuh pada beberapa tahun ke depan. Namun harus tetap diwaspadai terhadap adanya gangguan ekonomi dari berbagai faktor. Seperti lumpuhnya aktivitas masyarakat yang diakibatkan oleh masalah ancaman kesehatan manusia. Sesuai dengan realitas di tahun 2020 ini maka dalam artikel ini akan diuraikan faktor internal sebagai ancaman ekonomi.

Wabah virus corona atau novel coronavirus (2019-nCov) saat ini menjadi perhatian penuh oleh dunia, tidak hanya soal ancaman atau gangguan kesehatan bagi manusia melainkan juga ancaman dalam bidang ekonomi. Menteri Pariwasata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama yang dikutip dalam media vivanews menerangkan bahwa sektor pariwisata dan perdagangan nasional ikut terpukul.

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghentikan sementara penerbangan dari dan ke China, menutup kunjungan wisatawan Tiongkok dan menunda impor sejumlah produk dari negeri Tirai Bambu. Ia memprediksi kerugian pariwisata Indonesia akibat terhentinya penerbangan dari dan ke China yang mencapai USD 4 Miliar. Turis China menempati posisi kedua terbanyak wisatawan mancanegara ke Indonesia dengan jumlah 2 juta wisatawan setahun.

Hal senada disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato. Ia menyebutkan, dampak virus corona bisa menekan perekonomian Indonesia hingga 0,29 persen.

Tidak hanya itu sebagai langkah konkret oleh Pemerintah Indonesia memastikan akan mengambil kebijakan untuk melakukan pembatasan sosial dalam skala besar yang diiringi dengan kebijakan darurat sipil.

Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar disiapkannya aturan pelaksanaan yang lebih jelas sebagai panduan-panduan untuk provinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintah pusat menekankan bahwa pembatasan sosial seperti karantina kesehatan, termasuk karantina wilayah menjadi wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah meskipun sebelumnya sejumlah daerah sudah memutuskan untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown, seperti Tegal, Tasikmalaya, Makassar, Ciamis, dan Provinsi Papua.

Karena kini belum ada aturan pelaksanaan ‘pembatasan sosial berskala besar’ warga di daerah berinisiatif melakukan karantina wilayah dengan cara masing-masing.

Atas langkah itu, perbedaan karantina wilayah dan pembatasan sosial… [next page 2]

Page 2

[page 2]

Atas langkah itu, perbedaan karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar, keduanya merupakan bagian dari opsi-opsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Penjelasan dalam undang-undang diterangkan bahwa pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan tertentu oleh penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan /atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Sedangkan karantina wilayah adalah pembatasan yang dilakukan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat di wilayah tersebut. Jadi UU Nomor 6 Tahun 2018, yaitu pembatasan sosial berskala besar, terus ditambah maklumat Polri.

Kalau orang melakukan kerumunan, itu bisa dibubarkan. Melalui regulasi ini, maka seluruh pemerintah daerah memiliki aturan baku dalam membuat keputusan sebagai tindak lanjut dari kebijakan pemerintah pusat.

Nah, sekarang akan diulas bagaimana dampak pembatasan sosial dalam kaitannya dengan siklus ekonomi. Hal ini tentunya akan diproteksi sebagai sebuah ancaman ekonomi sekaligus menjadi refleksitas tindakan sosial.

“Konsentrasi penuh terhadap pembatasan sosial (social distancing) adalah untuk mengurangi penyebaran atau memutuskan penyebaran virus corona baik untuk rumah tangga maupun dunia usaha.”

Dalam upaya pembatasan sosial maka sejumlah program ekonomi pemerintah telah memastikan jaring pengaman ekonomi selama pandemik virus corona. Upaya itu difokuskan untuk pekerja informal dan pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sejumlah program ekonomi itu antara lain, menambah penerima Program Keluarga Harapan dari Kementrian Sosial dari 9,2 juta menjadi 10 juta orang serta bantuan untuk PKH akan naik 25%. Kartu sembako, jumlah penerimanya juga dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta orang. Nilainya naik 30%, dari 150 menjadi 200 ribu selama sembilan bulan ke depan. Kartu pekerja, anggarannya akan dinaikkan dari 10 Triliun menjadi 20 Triliun. Jumlah penerima manfaatnya menjadi 5,6 juta orang, terutama pekerja informal serta pelaku UMKM yang terdampak.

Upaya tersebut tak selalu berbanding lurus dengan pemahaman masyarakat pada cara pencegahan penyebaran COVID-19 yang salah satunya dengan membatasi interaksi sosial, bekerja di rumah untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini.

Sebab hal ini akan berdampak bagi masyarakat di sektor nonformal yang menggantungkan hidup dari pendapatan harian. Seperti yang saya amati pada usaha-usaha kecil di berbagai tempat seperti warung makan yang berjualan di sekolah, warung kopi yang berdagang di kantin-kantin kampus pada perguruan tinggi, keuntungan atau pendapatan jenis usaha ini otomatis tidak ada pemasukan karena lembaga pendidikan formal untuk sementara ditutup.

Padahal di sisi lain mereka harus mencukupi kebutuhan dasar makan dan minum untuk keluarganya. Para tukang ojek, jasa penyewaan tenda pengantin, dan hiburan pesta pernikahan (larangan kerumunan), wisata malam kuliner ditutup serta pedagang keliling semuanya nyaris tak ada pemasukan.

Tentu ini akan berdampak kelangsungan hidup mereka atas berbagai keperluan sandang dan pangan serta pemerataan pendapatan keluarga.

Arah dari pembatasan sosial ini mengacu pada keterbatasan interaksi manusia yang berdampak pada framing positif dan negatif. Framing positifnya untuk mencegah penyebaran atau memutuskan rantai penyebaran virus corona. Sebaliknya akan berdampak pada keterbatasan laju usaha sektor nonformal.

Maka untuk memastikan agar upaya pembatasan sosial ini berjalan sesuai rencana, maka harus disandingkan dengan upaya tindakan sosial oleh masyarakat. Dampak pembatasan sosial ini khususnya pada usaha sektor nonformal secara sosiologi ekonomi akan menjadi ancaman tidak berkembangnya dan bahkan melumpuhkan usaha kewiraswastaan masyarakat serta tidak seiring dengan sektor formal. Padahal kedua sektor ini beriringan.

Berbagai penelitian dalam bidang ekonomi menunjukkan bahwa antara sektor formal dan nonformal saling ketergantungan. Ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal artinya hubungan antara kedua sektor ini menunjukkan sub ordinasi dan ketergantungan yang pertama kepada yang kedua.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah bentuk dari tindakan sosial sebagai kunci untuk memahami realitas sosial. Sebagai warga masyarakat, Indonesia tentunya harus terbuka dan mendukung upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menangani situasi saat ini. Berbagai bentuk tindakan sosial bagi masyarakat dengan situasi saat ini adalah dengan melakukan tindakan rasional yaitu sebuah tindakan yang dilakukan dengan pertimbangan untuk mencapai tujuan yang sudah dipikirkan oleh pemerintah.

Tindakan berorientasi nilai yaitu dengan pertimbangan nilai artinya setiap individu dalam kelompok masyarakat bertindak mengutamakan apa yang dianggap baik, lumrah atau benar dalam masyarakat, dan terakhir adalah tindakan tradisional yaitu sebuah tindakan yang mengutamakan tradisi, adat atau kebiasaan masayarakat sebagai pertimbangannya. (*)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA