Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut

Prospek Perekonomian Indonesia dan Catatan Kritis Atas Kebijakan Fiskal Tahun 2022 / September 2021

Dahiri, S.Si., M.Sc ❖ DAMIA LIANA, S.E. ❖ Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM. ❖ NADYA AHDA, S.E. ❖ Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.

Siklus: APBN Induk Sekilas:

Memasuki tahun 2021, perekonomian global mulai menunjukkan perbaikan namun tidak merata. Beberapa negara, khususnya negara maju, mengalami pemulihan yang lebih cepat dengan pertumbuhan yang tinggi dibandingkan negara berkembang. Hal ini tidak terlepas dari kemajuan dalam menahan pandemi, terutama melalui peningkatan vaksinasi, diprediksi mampu mendorong munculnya pent-up demand, sehingga mampu mengurangi potential output gap. Di dalam negeri, perekonomian Indonesia mengalami perbaikan di tahun 2021 yang ditunjukkan dengan perbaikan beberapa indikator ekonomi. Namun, dengan adanya lonjakan kasus Covid-19 di pertengahan tahun, maka kinerja perekonomian tahun 2021 serta tahun 2022 ke depan akan sangat dipengaruhi oleh penanganan kasus Covid-19 di Indonesia serta progres program vaksinasi yang saat ini masih berlangsung. Di sektor moneter, dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi dan juga menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia (BI) telah empat kali menurunkan BI 7-days reserve repo rate (BI7DRR) menjadi 3,5 persen pada Agustus 2021. Dari sektor perdagangan, profil neraca perdagangan belum dapat dikatakan cukup baik, karena hingga saat ini ekspor Indonesia masih bergantung pada barang dengan nilai tambah yang rendah. Atas kondisi global dan perekonomian domestik saat ini, maka tulisan ini bertujuan untuk memprediksi prospek perekonomian Indonesia dan catatan kritis atas kebijakan fiskal tahun 2022. Dari hasil proyeksi yang telah dilakukan, maka diperoleh pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 diperkirakan 4,43 persen, inflasi 1,8 persen, dan nilai tukar di kisaran Rp14.435/USD. Sementara itu, di tahun 2022 mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yaitu 5,27 persen, inflasi 2,95 persen, dan nilai tukar di kisaran Rp14.684/USD. Adapun faktor yang memengaruhinya ialah: 1) perkembangan kasus pandemi Covid-19 di Indonesia, beserta dengan efektivitas upaya penanganannya; 2) progres program vaksinasi; 3) perkembangan perekonomian global, termasuk arah kebijakan moneter Amerika Serikat; 4) efektivitas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam mengembalikan daya beli masyarakat; serta 5) efektivitas berbagai program reformasi struktural di tahun 2022 dalam meningkatkan produktivitas perekonomian secara umum. Terkait kebijakan fiskal tahun 2022, secara umum, arah dan strategi pembangunan yang hendak dilakukan oleh pemerintah pada tahun tersebut telah mencerminkan upaya dalam mewujudkan transformasi ekonomi dalam koridor jangka menengah dan panjang, terutama untuk mampu keluar dari negara middle income trap. Namun dari sisi implementasi, arah, dan strategi kebijakan tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi risiko pandemi dan ekonomi global di tahun 2022. Adapun beberapa catatan yang perlu diperhatikan pemerintah atas pelaksanaan kebijakan fiskal tahun 2022 ialah perlunya upaya peningkatan nilai tambah industri pengolahan, peningkatan nilai tambah sektor pertanian dan perikanan, peningkatan nilai tambah UMKM, melanjutkan reformasi anggaran pendidikan dalam menopang diversifikasi ekonomi dan digitalisasi usaha pertanian dan perikanan, termasuk UMKM. Dengan demikian, tulisan ini memberikan rekomendasi berupa: 1) dalam hal mendorong pertumbuhan ekonomi di tahun 2022, diharapkan pemerintah tetap fokus pada pemulihan kesehatan serta perlindungan terhadap kelompok miskin dan rentan; 2) pemerintah terus berkoordinasi dengan BI dalam menjaga kebijakan moneter yang akomodatif dan sejalan dengan kebijakan fiskal untuk mendukung pemulihan ekonomi; 3) dalam mendorong investasi dan perdagangan, maka perbaikan iklim bisnis dan investasi harus terus dilakukan melalui reformasi struktural dan fokus pada implementasi; serta 4) terkait kebijakan fiskal 2022, pemerintah perlu mempertahankan kebijakan fiskal yang kontrasiklikal untuk meminimalisir dampak pandemi, serta reformasi fiskal harus dilaksanakan untuk mendorong postur APBN yang lebih resilien dan efisien.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 2

Penyerapan Anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) / Juli 2021

Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ SAVITRI WULANDARI, S.E.

Siklus: Lapsem Sekilas:

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 dan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020, sebagai dasar perubahan postur APBN Tahun Anggaran 2020, yang diperlukan sebagai respon atas kondisi extraordinary pada tahun 2020. Program Penanganan Pandemi COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) diarahkan untuk penanganan kesehatan, penyelamatan ekonomi dan stabilitasi sektor keuangan. PC-PEN mencakup enam klaster yaitu klaster kesehatan, klaster perlindungan sosial, klaster dukungan usaha mikro kecil dan menengah, klaster pembiayaan korporasi, klaster sektoral kementerian negara/lembaga dan pemerintah daerah serta sektor insentif usaha. Program PC-PEN berlanjut di tahun 2021 dan memiliki peran yang sangat penting dalam memulihkan dan menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah adanya pandemi COVID-19 yang sedang melanda Indonesia dan dunia. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020, program PC-PEN terealisasi sebesar 83 persen atau sebesar Rp575,8 triliun dari alokasinya yang sebesar Rp695,2 triliun. Data realisasi per 25 Juni 2021 menunjukkan realisasi program PC-PEN mencapai 34 persen atau sebesar Rp237,5 triliun dari alokasinya yang sebesar Rp699,4 triliun, dengan rincian realisasi klaster kesehatan sebesar 26,3 persen, klaster perlindungan sosial sebesar 44,08 persen, klaster program prioritas K/L dan Pemda sebesar 31,1 persen, klaster dukungan UMKM dan korporasi sebesar 26,3 persen, dan klaster insentif usaha sebesar 63,5 persen. Untuk mengoptimalkan penyerapan program PC PEN di tahun 2021, pemerintah perlu membenahi temuan-temuan terkait program PC-PEN dalam LKPP tahun 2020. Di samping itu, pemerintah juga harus meningkatkan dan memperkuat pelaksanaan 3T yaitu testing, tracing dan treatment terutama di daerah dengan tingkat penularan kasusnya tinggi, yang serapannya masih rendah per 25 Juni 2021, yaitu sebesar 4,7 persen. Pada akhirnya pembenahan atas Data Terpadu Kesejahteraan Sosial juga menjadi prioritas utama untuk mengatasi exclusion dan inclusion error yang masih terjadi dalam pelaksanaan program perlindungan sosial agar upaya pemulihan ekonomi nasional dapat dilaksanakan tepat sasaran.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 3

Outlook Penerimaan Perpajakan dan PNBP 2021 / September 2020

Rastri Paramita, S.E., M.M. ❖ Martha Carolina, SE.,Ak., M. Ak.

Siklus: APBN Induk Sekilas:

Pendapatan negara masih didominasi oleh penerimaan perpajakan dengan kontribusi sekitar 75 persen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan kontribusi rata-rata sekitar 25 persen. Rasio Pajak terhadap Product Domestic Bruto (PDB) atau tax ratio tahun 2014- 2019 sekitar 10-14 persen sedangkan rata-rata rasio PNBP tahun 2014-2019 sebesar 2,63 persen. Pada tahun 2020, pemerintah telah merevisi target penerimaan pajak dan PNBP yang diprediksi meleset dari target akibat pandemi Covid-19. Pemerintah dalam merespon tantangan ekonomi dan kesehatan akibat pandemi Covid-19 telah menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-undang Nomor 2 tahun 2020. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah kemudian melakukan perubahan postur APBN TA 2020 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 selanjutnya dilakukan penyesuaian kembali terhadap perubahan postur APBN TA 2020 dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 72 Tahun 2020. Dalam Perpres tersebut terjadi perubahan target penerimaan pajak dan PNBP tahun 2020. Outlook penerimaan perpajakan tahun 2021 berdasarkan data Kemenkeu diproyeksikan dalam kisaran 8,25 – 8,63 persen terhadap PDB, sedangkan outlook PNBP tahun 2021 diproyeksikan dalam kisaran 1,6-2,3 persen terhadap PDB dengan memerhatikan perekonomian Indonesia belum pulih sepenuhnya akibat dampak Covid-19 dan masih melemahnya harga komoditas utama dunia. Tantangan meningkatkan penerimaan perpajakan tahun 2021 yaitu tantangan untuk meningkatkan tax ratio ditengah pemulihan ekonomi nasional yang tidak mudah, perlambatan pertumbuhan sektor-sektor pajak yang memiliki kontribusi tinggi pada penerimaan perpajakan, pertumbuhan kelas menengah yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita Indonesia yang memengaruhi penerimaan pajak. Disisi lain, tantangan penerimaan PNBP tahun 2021 yaitu perkembangan ekonomi dunia dan kondisi geopolitik yang berpengaruh terhadap harga minyak, gas, dan minerba, kecenderungan penurunan produksi migas (lifting migas) disebabkan tidak ada penemuan cadangan baru, PNBP Sebagian besar masih menggantungkan pada penerimaan dari SDA, belum optimalnya penerimaan PNBP Non SDA, terkait dengan aspek compliance wajib bayar PNBP dalam memenuhi kewajibannya secara tepat jumlah dan waktu serta dari sisi pengawasan masih perlu diperkuat, dan permasalahan idle asset yang perlu dioptimalkan sehingga dapat menjadi salah satu sumber PNBP. Optimalisasi penerimaan negara yang berasal dari pajak dan PNBP di tahun 2021 pada masa pemulihan pandemi Covid-19 pemerintah dapat melakukan upaya kebijakan baru yang extraordinary menyesuaikan kondisi luar biasa saat ini seperti penyederhanaan administrasi bagi stakeholder yang terdampak covid-19, penyederhanaan bantuan untuk pihak terdampak covid-19, evaluasi rutin guna penyesuaian kebijakan, perlu penyesuaian pola sosialisasi insentif fiskal pada pelaku usaha yang terdampak covid-19, perbaikan kebijakan yang tepat sasaran, efisien, dan terukur baik dari sisi demand maupun sisi supply, menyelesaikan regulasi turunan UU Nomor 9 tahun 2018 tentang PNBP, penggalian potensi baru dengan perubahan formula perhitungan terhadap jenis dan tarif yang sudah ada, mengintensifkan kewajiban instansi pengelolaan PNBP (IP-PNBP) dalam melakukan verifikasi dan monitoring PNBP, peningkatan kualitas pengawasan PNBP melalui pengembangan sistem pengawasan terintegrasi maupun pengawasan yang dilakukan melalui K/L bersama Aparat Pengawas Pemerintah (APIP), optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan kerjasama antar lembaga terkait dalam pengelolaan PNBP serta menyusun skema pemanfaatan aset khususnya dengan tepat sehingga menjadi sumber penerimaan PNBP.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 4

Kinerja Badan Layanan Umum (BLU) dan Tantangan BLU Tahun 2021 / September 2020

Martha Carolina, SE.,Ak., M. Ak.

Siklus: APBN Induk Sekilas:

Badan layanan umum (BLU) sebuah agen yang otonom bagian dari K/L, tidak mencari keuntungan, mendapatkan sumber dana dari Rupiah Murni (RM) APBN dan pendapatan BLU, serta memiliki SDM berupa PNS dan Non PNS, kekayaan negara tidak dipisahkan, dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU. Perkembangan satker BLU terus bertambah sejak awal pembentukannya pada tahun 2005, hingga triwulan 1 tahun 2020, jumlah satker BLU mencapai 243 yang terdiri atas 105 BLU rumpun kesehatan, 100 BLU rumpun pendidikan, 10 BLU rumpun pengelola dana, 5 BLU pengelola kawasan, dan 23 BLU barang/jasa lainnya. Pertumbuhan pendapatan BLU secara rata-rata tumbuh sebesar 21 persen per tahun, lebih besar dari rata-rata pertumbuhan PNBP nasional sebesar 6 persen per tahunnya. Peningkatan realisasi pendapatan BLU juga disebabkan oleh pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BLU sejak tahun 2005 yang memberikan dampak positif bagi kinerja keuangan dan layanan BLU. Dalam 10 tahun terakhir, rasio kontribusi pendapatan BLU secara rata-rata sebesar 9,7 persen dari pendapatan PNBP nasional. Masih kecilnya kontribusi pendapatan BLU terhadap PNBP nasional disebabkan oleh BLU dapat menggunakan penerimaan mereka sendiri tanpa perlu menyetornya ke kas umum Negara. Oleh karena itu, pengelolaan kas BLU akan lebih transparan dan lebih tidak beresiko apabila sumber dana yang dimiliki dikelola oleh perbendaharaan tanpa memengaruhi otonomi pengoperasian BLU. Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak pada satker BLU baik dari sisi rasio pendapatan PNBP terhadap biaya operasional (POBO) yaitu 78 persen BLU rumpun kesehatan, 46 persen BLU rumpun pendidikan, dan 47 persen BLU rumpun lainnya. Oleh karena itu, guna mengoptimalkan PNBP BLU perlu meningkatkan kinerja baik dari aspek keuangan maupun non keuangan. Berdasarkan analisa kinerja keuangan BLU perlu memerhatikan penggunaan biaya operasional agar lebih efektif, meningkatkan rasio kemandirian dengan cara meningkatkan pendapatan PNBP agar pagu RM semakin berkurang, BLU perlu mengoptimalkan asetnya, meningkatkan efisiensi khususnya pada BLU kesehatan dengan pengelolaan piutang pelayanan agar pembayaran klaim jangan terlambat, meningkatkan efisiensi khususnya BLU pendidikanmenghitung tarif layanan BLU menggunakan biaya langsung dan biaya tidak langsung sehingga mengurangi pagu RM serta meningkatkan efektivitas BLU dengan cara mengukur kegiatan agar sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Peningkatan kinerja non keuangan BLU guna meningkatkan PNBP BLU yaitu pada BLU rumpun kesehatan dan pendidikan sudah baik, namun perlu meningkatkan indeks kepuasan masyarakat, BLU program BPI dan program RISPRO perlu meningkatkan hasil monitoring, evaluasi, dan pemantauan tindak lanjut atas layanan beasiswa yang optimal. Begitupula, kinerja non keuangan BLU PIP perlu tata kelola dan penetapan target yang jelas dalam menyalurkan pinjamannya. Pada tahun 2021, upaya peningkatan kinerja PNBP BLU dimasa pemulihan ekonomi pertama melalui pemanfaatan idle fund melalui investasi kas, BLU dapat melakukan pemindahan dana antar BLU dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 dengan menggunakan pemindahan dana kas sesuai Kepdirjen Nomor Kep-145/PB/2020 mengenai SOP Pemindahan dana antar BLU. Kedua, modernisasi pemanfaatan IT sistem administrasi untuk meningkatkan PNBP BLU

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 5

Reformasi Sistem Perlindungan Sosial / September 2020

Slamet Widodo, S.E., M.E.

Siklus: APBN Induk Sekilas:

Pandemic Covid-19 di tahun 2020, telah mengancam berbagai kinerja indicator kesejahteraan rakyat yang pada awal tahun 2020 mencatat kinerja yang baik. Dalam periode tahun 2015-2019, Tingkat kemiskinan mencapai 9,22 pada September 2019, menurun dari 11,13 persen pada September 2015. Artinya dalam kurun waktu yang sama pemerintah telah mengentaskan 3,7 juta orang (atau 1,91 persen) dari kemiskinan dari 28,5 juta (2015) menjadi 24,8 juta (2019). Angka gini rasio yang menggambarkan tingkat ketimpangan dan memiliki hubungan erat dengan tingkat kemiskinan juga menunjukkan trend penurunan yang positif. Rasio gini dalam periode 2015-2019 mengalami perbaikan yaitu dari 0,402 di September 2015 menjadi 0,380 di September 2019 atau menurun sebesar 0,022 basis poin. Hal yang sama juga terjadi pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang telah mengalami peningkatan dari 70,18 di tahun 2016 menjadi 71,92 di tahun 2019. Posisi ini mengantarkan Indonesia masuk sebagai negara dengan kategori IPM tinggi. Ketiga komponen penyusun IPM mengalami kenaikan yaitu, pertama, pengeluaran per kapita penduduk telah meningkat dari Rp10,42 juta di tahun 2016 menjadi Rp11,3 juta di tahun 2019. Kedua, umur harapan hidup (UHH) saat lahir telah meningkat dari 70,90 tahun di tahun 2016 menjadi 71,34 tahun di tahun 2019. Selain itu, di periode yang sama, harapan lama sekolah (HLS) telah meningkat dari 12,72 tahun di tahun 2016 menjadi 12,95 tahun di tahun 2019.1 Perbaikan indikator kesejahteraan rakyat tersebut tidak lepas dari berbagai program perlindungan sosial yang telah diluncurkan pemerintah selama ini. Berkaca pada krisis ekonomi 1998, pemerintah juga memperluas dan memperkenalkan berbagai program perlindungan social untuk mengatasi dampak pandemic covid- 19. Urgensi data terpadu kesejahteraan rakyat yang terverifikasi dan valid menjadi kebutuhan utama dalam menghadapi kondisi darurat ini. Di tahun 2021, pemerintah akan melaksanakan Reformasi Perlindungan Sosial melalui 1) transformasi data menuju registrasi social dan memperluas cakupan DTKS kepada 60 penduduk Indonesia; 2) transformasi digitalisasi penyaluran bantuan; 3) integrase program bansos yang memiliki karakterisktik yang sama; 4) mendorong JPS sebagai komponen automatic stabilizer kebijakan stimulus dalam menghadapi gejolak ekonomi; dan 5) mendorong efektifitas program Jaminan Sosial. Sebagai bagian dari upaya mendorong pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial secara menyeluruh, tulisan ini berupaya memberi catatan penting atas berbagai tahapan reformasi perlindungan sosial tersebut, serta memberikan rekomendasi dalam mendukung efektifitasnya.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 6

Tinjauan Singkat atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018 / Juli 2019

Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ Ade Nurul Aida, S.E. ❖ EMILLIA OCTAVIA, ST.,M.Ak

Siklus: Pertanggungjawaban Sekilas:

Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP Tahun 2018 meliputi Neraca tanggal 31 Desember 2018, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, serta Catatan atas Laporan Keuangan. Pemeriksaan BPK dilakukan atas LKPP Tahun 2018 yang meliputi 86 LKKL dan 1 LKBUN. Satu laporan keuangan diperiksa oleh Akuntan Publik yang ditunjuk oleh DPR RI, yaitu Laporan Keuangan BPK Tahun 2018. Hasil pemeriksaan atas 86 LKKL (termasuk BPK yang diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik) dan 1 LKBUN, menunjukkan terdapat 81 LKKL dan 1 LKBUN mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 4 LKKL mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), serta 1 LKKL mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Atas Opini yang diberikan terhadap LKKL dan LKBUN tersebut tidak berpengaruh secara material terhadap LKPP 2018, sehingga, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian atas LKPP Tahun 2018

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 7

Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Perbaikan Kualitas Guru dan Redistribusi Guru / Agustus 2019

Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M, M.A.P. ❖ Martha Carolina, SE.,Ak., M. Ak. ❖ OLLANI VABIOLA BANGUN, SIP.,MM

Siklus: APBN Induk Sekilas:

“Akselerasi Daya Saing melalui Inovasi dan Penguatan Kualitas Sumber Daya Manusia” merupakan tema kebijakan fiskal yang tercantum dalam RAPBN 2020. Pemerintah mengharapkan melalui peningkatkan daya saing nasional yang bertumpu pada kualitas Sumber Daya Manusia sebagai modal dalam memasuki era ekonomi berbasis digital. Hal ini dirasa penting untuk memastikan bonus demografi pada tahun 2030 mampu menjadi bonus lompatan kemajuan bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan tema kebijakan fiskal tersebut tentu saja tidak lepas dari peran guru sebagai tenaga pendidik profesional yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Oleh sebab itu, dibutuhkan guru yang berkualitas untuk melaksanakan beban tanggung jawab tersebut sehingga mampu menghasilkan SDM yang berkualitas.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 8

Program Pembangunan Fisik bagi Masyarakat Miskin melalui Dana Desa / Mei 2019

Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ ERVITA LULUK ZAHARA, S.E., M.E.

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan Sekilas:

Pada tahun 2018, pemerintah telah berhasil menurunkan persentase jumlah penduduk miskin menjadi single digit yaitu dari 10,12 persen di tahun 2017 menjadi sebesar 9,66 persen di tahun 2018. Sayangnya angka tersebut masih menggambarkan adanya disparitas. Hal tersebut bisa terlihat bahwa per September 2018 persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 6,89 persen sedangkan persentase penduduk miskin di perdesaan mencapai 13,10 persen, hal ini berarti kemiskinan di Desa hampir mencapai dua kali lipat kemiskinan di kota. Pemerintah telah melaksanakan berbagai program perlindungan sosial untuk mengurangi angka kemiskinan termasuk di perdesaan, diantaranya melalui program bantuan sosial (bansos). Pada tahun 2018, belanja bansos dialokasikan sebesar Rp81,01 triliun. Anggaran untuk pengentasan kemiskinan terus mengalami kenaikan yang signifikan yaitu dari Rp93,5 triliun di 2012 menjadi Rp287 triliun di tahun 2018. Selama periode tahun 2012-2018, persentase jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 38 persen yaitu dari 13,33 persen di tahun 2012 menjadi 9,66 persen di tahun 2018. Dilihat dari trennya, penurunan jumlah penduduk miskin mengalami perlambatan dan tidak seiring dengan peningkatan alokasi anggarannya. Dari berbagai program bantuan sosial bagi masyarakat miskin, alokasi anggaran untuk bantuan yang sifatnya fisik masih dirasakan kurang, khususnya bantuan program rehabilitasi RTLH. Dalam mencukupi kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat, terdapat beberapa kendala seperti minimnya pendapatan masyarakat, kurangnya akses pembiayaan bagi masyarakat miskin, dan kepemilikan lahan. Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan bahwa perumahan merupakan salah satu bidang yang menjadi urusan wajib pemerintahan provinsi dan pemerintahan kota/kabupaten yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Dalam melaksanakan pelayanan dasar bagi masyarakat, pemerintah daerah wajib memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk masing-masing urusan wajib yang dikelolanya. Namun SPM yang wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah di bidang perumahan rakyat hanya untuk rehabilitasi rumah layak huni bagi korban bencana provinsi dan bagi masyarakat yang terkena relokasi program pemerintah daerah provinsi. Padahal kebutuhan akan rumah layak huni di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data dari KemenPUPR jumlah RTLH di Indonesia adalah sebanyak 3,4 juta unit. Untuk lebih mendekatkan program kepada masyarakat miskin secara langsung, pemerintah dapat melibatkan penggunaan Dana Desa untuk program pembangunan rumah layak huni di Desa serta perlu adanya harmonisasi kebijakan yang mengatur kembali terkait kewenangan penyediaan perumahan layak huni bagi masyarakat di daerah.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 9

Optimalisasi Pengelolaan dan Pemanfaatan BMN untuk Penerimaan Negara yang Lebih Baik / Mei 2019

Rendy Alvaro, S.Sos., M.E. ❖ Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM. ❖ DEASY DWI RAMIAYU, S.E. ❖ DAMIA LIANA, S.E. ❖ HIKMATUL FITRI, SE.,M.Sc

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan Sekilas:

Pengelolaan BMN menjadi salah satu dari enam objek Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini menandakan keseriusan pemerintah dalam mengoptimalkan potensi aset BMN dalam berkontribusi meningkatkan penerimaan negara. Peningkatan tata kelola BMN perlu ditegakkan mengingat penerimaan dari pengelolaan dan pemanfaatan BMN masih terbilang rendah meskipun terus menunjukkan peningkatan. Pada periode 2016 hingga 2018, pendapatan yang tercatat pada akun pemindahtanganan, pemanfaatan dan pengelolaan BMN serta pendapatan BLU Pengelola Wilayah/Kawasan rata- rata sebesar Rp2.860 miliar atau hanya 0,87 persen dari rata-rata total PNBP tiga tahun terakhir. Temuan BPK yang berulang tiap tahunnya terkait pengelolaan BMN menandakan adanya kelemahan dalam tata kelola aset BMN selama ini. Adapun beberapa permasalahan terkait pengelolaan BMN saat ini yaitu belum kuatnya komitmen Pemerintah dalam tata kelola BMN, kualitas SDM petugas Pengelola dan Pengguna Barang masih terbatas, pelaksanaan siklus pengelolaan BMN belum optimal dan terdapat hambatan dalam Sistem Informasi Manajemen Aset Negara. Oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam meningkatkan potensi dari pengelolaan dan pemanfaatan BMN ini serta mewujudkan tata kelola BMN yang tertib, professional dan akuntabel. Pertama, perlu digemakan tone from the top dari Pengelola Barang kepada seluruh Pengguna Barang yaitu Menteri/Pimpinan lembaga untuk mewajibkan pengelolaan, pelaporan yang akuntabel, dan pengawasan menyeluruh pada asetnya. Kedua, penempatan SDM yang berkompeten dalam melaksanakan tugas pengelolaan dan pemanfaatan aset BMN. Ketiga, pengelola BMN sebaiknya memiliki database yang terpusat untuk BMN yang idle dan underutilized, sehingga BMN tersebut dapat dimanfaatkan dengan cara disewa atau dalam bentuk kerja sama dengan badan usaha. Keempat, perlu ada kebijakan terkait penggunaan aplikasi SIMAN, seperti membuat aturan secara resmi agar pelaporan BMN melalui aplikasi SIMAN dapat dilakukan secara bekala dan masing-masing K/L berkewajiban untuk melakukan pemutakhiran data dan informasi aset dilingkungannya.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 10

Daya Ungkit Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi / Mei 2018

Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ Rastri Paramita, S.E., M.M.

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan Sekilas:

Pembangunan infrastruktur memiliki peran yang strategis terhadap perekonomian. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi optimalisasi manfaat dari pembangunan infrastruktur, diantaranya peranan regulasi, tingkat kesadaran kepala daerah dalam mengelola pembangunan di daerahnya, keselarasan perencanaan pembangunan infrastruktur dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan alokasi anggaran infrastruktur. Dalam analisis ini menyajikan dua contoh kasus daerah dengan karakteristik dan kebijakan pembangunan infrastruktur yang berbeda. Dalam analisis lebih lanjut akan menggambarkan bagaimana peran setiap kepala daerah dalam meningkatkan daya ungkit pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Pemerintah Kabupaten Jembrana melakukan perencanaan pembangunan infrastruktur yang disesuaikan dengan sektor utama dalam perekonomian di Bali yang terdiri Pertanian, Pariwisata dan Konstruksi. Pembangunan serta perbaikan Jaringan Irigasi, serta perbaikan waduk telah mampu mengurangi risiko gagal panen atas produksi pertanian, serta pembangunan infrastruktur di sektor jalan dan jembatan juga telah mampu menyediakan akses yang memadai bagi perekonomian. Terkait kemiskinan, dalam kurun waktu enam tahun terakhir, terdapat kecenderungan tren penurunan presentase penduduk miskin. Namun, faktor perubahan cuaca berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 ke 2016 yaitu dari 6,23% menjadi 5,95% Provinsi Banten berhasil menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi. Hal ini terecermin dari penurunan angka kemiskinan, kesenjangan, peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi 5,7 persen di atas pertumbuhan nasional yang hanya mencapai 5,07 persen. Selain itu, Provinsi Banten juga telah menetapkan beberapa proyek strategis yang diharapkan mampu membangun konektivitas antara Banten Utara dengan Banten Selatan lebih baik lagi sehingga kemakmuran dapat lebih merata. Masih terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi Pemerintah Provinsi Banten dalam menjadikan pembangunan infrastruktur menjadi daya ungkit pertumbuhan ekonomi, diantaranya: pembangunan infrastrutur dasar yang belum merata, belum adanya sektor ekonomi potensial yang disiapkan sebagai sumber pertumbuhan baru, pertumbuhan UMKM yang tinggi tanpa diiringi SDM yang berkualitas sehingga memiliki daya saing rendah, kualitas infrastruktur yang belum optimal dan regulasi yang belum efektif dan efisien penerapannya. Rekomendasi dari analisis ini, diantaranya: membuat regulasi yang efektif dan efisien, melakukan pembangunan infrastruktur berdasarkan RTRW, menentukan lead sector baru, meningkatkan kompetensi SDM, menguatkan research and development, menyediakan pelayanan dasar yang berkualitas, mendorong kepala daerah untuk lebih inovatif, dan mengembangkan inovasi dalam pembiayaan untuk infrastruktur.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 11

Pengelolaan Subsidi dalam APBN: Masalah dan Alternatif Kebijakan / Agustus 2017

Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ Robby Alexander Sirait, S.E., M.E. ❖ Marihot Nasution, S.E., M.Si.

Siklus: APBN Induk Sekilas:

Salah satu komponen belanja terbesar dalam APBN adalah belanja subsidi, baik subsidi energi maupun non energi. Secara umum, kebijakan subsidi pemerintah hingga saat ini ditujukan untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa di dalam negeri, memberikan perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah, meningkatkan produksi sektor-sektor strategis seperti pertanian dan UMKM, serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat. Tujuan-tujuan tersebut juga dapat diterjemahkan sebagai sebuah bentuk tangggung jawab pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanahkan oleh UU NRI 1945. Prakteknya, pengelolaan subsidi yang berjalan saat ini masih dapat dikatakan belum efektif, baik dilihat dari sisi ketepatan sasaran penerima manfaat, sisi kuantitas, kualitas dan waktu pelaksanaan hingga pada dampak yang diinginkan melalui pemberlakukan subsidi itu sendiri. Untuk itu, kedepan pemerintah harus melakukan berbagai perbaikan pengelelolaan subsidi (khususnya subsidi solar, LPG 3 Kg, Listrik, Pupuk, Benih dan Pangan – batasan analisis) mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan hingga evaluasi program. Dalam rangka memperbaiki efektivitas pengelolaan subsidi kedepan, ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah, yakni: Pertama, pemerintah harus meredesain kembali beberapa subsidi baik dari segi bentuk maupun pola distribusinya. Sebaiknya pemerintah menerapkan subsidi selisih harga dengan distribusi tertutup untuk solar, LPG dan Listrik. Sedangkan pupuk dan pangan dengan menerapkan subsidi langsung kepada orang/rumah tangga sasaran. Kedua, penguatan basis data penerima manfaat yang lebih valid dan termutakhir, menciptakan mekanisme penyaluran subsidi yang sederhana serta pemanfaatan teknologi informasi, yang diikuti dengan pengawasan yang kuat. Ketiga, pengalihan subsidi benih kepada bentuk subsidi langsung kepada orang/rumah tangga tani. Selain berbentuk subsidi orang/rumah tangga, subsidi tersebut juga harus mampu mengurangi komponen biaya produksi petani kecil/gurem. Keempat, mempertimbangkan penerapkan “Subsidi Output Pertanian” untuk komoditas pertanian strategis seperti beras, cabai merah dan bawang dengan mekanisme after sold cash transfer.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 12

Panas Bumi Sebagai Masa Depan Listrik Indonesia, Mungkinkah? / Mei 2017

Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ Dahiri, S.Si., M.Sc ❖ TAUFIQ HIDAYATULLAH, SE

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan Sekilas:

Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Ir. Joko Widodo telah menargetkan pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 Megawatt dengan target 7.000 Megawatt setiap tahunnya. Target ini merupakan salah satu unsur pendukung untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen pada tahun 2019. Saat ini pemenuhan energi listrik masih didominasi oleh energi fosil (batubara, minyak dan gas bumi) sebesar 94 persen dan sisanya EBT (Panas Bumi, Air, Surya, Angin, Bioenergi, dan Laut) sebesar 6 persen. Ketergantungan tersebut perlu segera dialihkan ke EBT, karena sumber daya energi fosil akan habis. Sedangkan EBT bersal dari bumi sendiri yang tidak akan habis ketersediannya. Potensi EBT masih sangat potensial yaitu sebesar 443.200 Megawatt. Namun potensi tersebut baru termanfaatkan sebesar 15,35 persen atau sebesar 8.211,28 Megawatt. Dari beberapa jenis sumber daya EBT, energi Panas Bumi merupakan sumber daya yang stabil ketersediannya. Sedangkan sumber lainnya cenderung tidak stabil ketersediannya. Namun perkembangan Panas Bumi masih lambat. Faktor lambatnya perkembangan Panas Bumi dipicu oleh Levelized Cost of Electricity (LCOE) pengembangan energi masih tinggi dibandingkan dengan regulasi harga beli listrik terbaru. Hal ini membuat proyek pembangunan PLTP belum dapat maksimal untuk tahap komersial. Selain itu, regulasi pendukung pengembangan Panas Bumi masih belum optimal. Regulasi yang dimaksud yaitu izin pembebasan lahan, penetapan harga keekonomian serta sebaran kapasitas terpasang belum merata. Eksplorasi dan upaya pemanfaatan Panas Bumi belakangan semakin meningkat yang ditunjukkan oleh tren positif pada investasi Panas Bumi. Perkembangan investasi Panas Bumi di Indonesia sejak tahun 2011 – 2015 mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Tercatat pada tahun 2011, investasi di sektor Panas B umi mencapai 261 Juta USD dan terus meningkat hingga tahun 2015 mencapai 877 juta USD atau mengalami peningkatan hingga 350 persen. Pengembangan Panas Bumi masih mungkin dipercepat dengan berbagai dukungan antara lain yaitu pertama regulasi yang terintegrasi antara Pemerintah pusat dan daerah serta regulasi antara kementerian yang bisa saling bersinergi dalam mendukung kegiatan eksplorasi khususnya pembebasan lahan, sehingga Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang akan dilelang sudah dalam kondisi “siap digunakan” (antara lain kepastian hukum terkait dengan penggunaan lahan yang jelas dan terukur). Kedua, kepastian pembelian pada saat tender yang antara lain tertuang dalam standar PPA dan diregulasi di dalam peraturan. Selain itu, harga listrik PLTP juga harus memenuhi keekonomian proyek dan ditetapkan oleh Pemerintah (sliding scale Feedin Tariff). Jika harga PLTP sepenuhnya diserahkan kepada PLN (business to business) dengan pengembang, maka kesepakatan harga keekonomian sulit ditemukan, karena secara bisnis PLN akan berusaha membeli dengan biaya pokok pembangkit yang paling murah (PLTU). Ketiga, Panas Bumi merupakan harapan masa depan bagi listrik Indonesia yang masih sangat membutuhkan intensif untuk percepatan realisasinya. Karena itu, Panas Bumi saat ini hendaknya diperlakukan sebagai pendorong roda perekonomian, bukan dijadikan sumber pendapatan terlebih dahulu.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 13

Mengejar Ketertinggalan: Pembangunan Daerah Tertinggal / Mei 2017

Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M, M.A.P. ❖ Marihot Nasution, S.E., M.Si.

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan Sekilas:

Percepatan pembangunan daerah tertinggal (DT) merupakan perwujudan dari dimensi pemerataan dan kewilayahan yang tersalin khusus pada Nawacita ketiga, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Dengan memegang amanah Nawacita tersebut, dalam RPJMN 2015-2019, terdapat tiga indikator utama yang menjadi sasaran dalam mengembangkan daerah tertinggal, yaitu indikator pertumbuhan ekonomi, persentase penurunan penduduk miskin, dan peningkatan IPM. Pada tahun 2015, pencapaian ketiga indikator tersebut tidak menggembirakan, masing-masing indikator realisasinya di bawah target yang telah ditetapkan. Fenomena yang terjadi di lapangan terkait daerah tertinggal adalah tingkat kemiskinan di daerah tertinggal (19,36 persen) masih lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan nasional 11,66 persen di tahun 2015. Dari data tahun 2014, juga ditemukan bahwa tingkat pendapatan daerah tertinggal juga masih jauh ketinggalan yaitu Rp 5,5 juta dibandingkan tingkat pendapatan nasional sebesar Rp 41,8 juta. Kondisi sebaliknya justru terjadi jika melihat data tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran daerah tertinggal (5,4 persen) justru lebih sedikit jika dibandingkan tingkat pengangguran nasional (7,2 persen). Upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal berfokus kepada empat kegiatan prioritas. Apabila diurutkan maka kegiatan prioritas paling utama ialah kegiatan pemenuhan pelayanan dasar publik, lalu peningkatan aksesibilitas/konektifitas di daerah, pengembangan ekonomi lokal, serta yang terakhir terkait peningkatan kapasitas sumber daya manusia maupun IPTEK. Disebabkan karena adanya keterbatasan anggaran, maka intervensi kegiatan terhadap lokus lokasi harus ditangani secara bertahap agar memiliki dampak lebih signifikan. Besaran anggaran yang diperuntukkan bagi daerah tertinggal sendiri tidaklah sedikit. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sebagai kementerian teknis yang menjadi koordinator dalam pembangunan daerah tertinggal memperoleh alokasi anggaran agar bersinergi dan berkoordinasi dengan kementerian lainnya untuk mensukseskan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Selain belanja pemerintah pusat melalui belanja kementerian/lembaga, belanja Transfer ke Daerah seperti Dana Alokasi Khusus dan Dana Desa juga dialokasikan demi pembangunan daerah tertinggal. Besarnya dana yang dialokasikan bagi daerah tertinggal serta strategi yang matang dalam RPJMN 2015-2019 belum sepenuhnya menunjukkan bahwa pembangunan daerah tertinggal merupakan fokus pemerintah terbukti dari tidak tercapainya target dalam RPJMN 2015-2019 di tahun 2015. Pemerintah masih perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama yang kompak antar kementerian/lembaga pemerintah pusat dan daerah. Integrasi program kegiatan di tingkat pusat dan daerah juga diperlukan karena pembangunan daerah tertinggal harus mempertimbangkan keterkaitan dengan daerah lainnya serta dengan pusat pertumbuhan agar pembangunan lebih efektif dan efisien serta tidak menciptakan ketimpangan. Pengawasan baik dari pihak legislatif maupun eksekutif dan pendampingan dalam pemanfaatan dana yang dialokasikan bagi daerah tertinggal juga diperlukan demi efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya. Selain itu, diperlukan juga pembangunan kapasitas atau pemberdayaan masyarakat desa/miskin yang kuat agar semua pihak termasuk masyarakat miskin mampu menangkap peluang yang hadir seiring dengan kehadiran infrastruktur yang memadai di daerahnya. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui kerjasama dengan wirausaha sosial atau praktisi sosial lain melalui skema Public- Social Partnership (PSP). PSP dapat diintegrasikan dalam dana desa dengan penggeraknya adalah para wirausaha/praktisi sosial mengingat merekalah yang lebih memahami kebutuhan lokal masing-masing daerah.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 14

Pembangunan Infrastruktur Berdimensi Kewilayahan Untuk Atasi Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah / Mei 2016

Slamet Widodo, S.E., M.E. ❖ Robby Alexander Sirait, S.E., M.E. ❖ Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M, M.A.P.

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan Sekilas:

Mengatasi kesenjangan pembangunan antar daerah atau antar wilayah merupakan agenda lama yang belum terselesaikan, terutama sejak diberlakukannya era desentralisasi di Indonesia. Kesenjangan antar wilayah atau antara daerah tersebut dapat terlihat dari berbagai indikator hasil pembangunan yang dijelaskan oleh berbagai ukuran, seperti indeks Williamson, PDRB Per kapita atau rasio kontribusi PDRB antar daerah/regional terhadap perekonomian nasional. Indeks Williamson dan kontribusi PDRB antar daerah di Indonesia menunjukkan ketimpangan pembangunan antar daerah masih sangat lebar. Ketimpangan hasil pembangunan tersebut, tidak dapat dilepaskan dari berbagai ketimpangan modal fisik (physical capital) dan sumber daya manusia (human capital) yang dimiliki oleh setiap wilayah atau daerah untuk menggerakkan perekonomian daerahnya. Untuk konteks Indonesia, ketimpangan infrastruktur adalah salah satu penyebab ketimpangan pembangunan antar daerah. Dalam 2 (dua) tahun terakhir, pemerintah telah menjadikan percepatan pembangunan infrastruktur dan pembangunan infrastruktur untuk mengurangi kesenjangan sebagai salah satu agenda prioritas. Hal ini terlihat dari dokumen RPJMN, RKP dan alokasi anggaran infrastruktur yang bersumber dari APBN. Agar perencanaan pembangunan infrastruktur tersebut akan memberikan dampak yang optimal, maka pemerintah perlu melakukan pemetaan yang jelas terhadap kebutuhan dan kondisi infrastruktur di tiap daerah. Hasil pemetaan tersebut dapat dijadikan dasar untuk memutuskan jenis infrastruktur apa yang prioritas disediakan di setiap daerah. Selain itu, pembangunan infrastruktur sebaiknya sejalan dengan potensi dan daya saing yang dimiliki tiap-tiap daerah. Perencanaan pembagunan infrastrukur dengan pendekatan rekayasa nilai tambah perlu dilakukan pemerintah. Hal ini dapat mengurangi total biaya yang dikeluarkan dan memberikan potensi keuntungan yang lebih besar, sehingga pihak swasta pun berminat ikut terlibat dan berinvestasi di sektor infrastruktur. Pembentukan badan khusus yang menangani perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur perlu dipertimbangkan pemerintah dalam mempercepat koordinasi dan pelaksanaan pembangunan. Jika dibentuk, badan khusus tersebut beranggotakan seluruh stakeholder yang berkepentingan terhadap pembangunan infrastruktur, seperti lintas kementerian, pemerintah daerah, pihak swasta, akademisi dan lain sebagainya. Terakhir, sinergitas antara pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah daerah (sesuai dengan kewenangannya) perlu di perkuat agar mampu memberikan dampak yang optimal.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut


Page 15

Kinerja dan Optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak / Mei 2016

Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM.

Siklus: Pembicaraan Pendahuluan Sekilas:

Realisasi kontribusi SDA Migas terhadap PNBP dari periode 2011-2014 adalah rata-rata sebesar 57 persen namun di tahun 2015 dan 2016 ini diturunkan menjadi sebesar 29 persen. Sebaliknya penerimaan SDA non migas terhadap PNBP mengalami peningkatan. Kondisi ini menjadi indikasi bahwa penerimaan migas bukan lagi menjadi primadona dalam penerimaan negara Sebaliknya, sektor non migas harus mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah mengingat sumber daya alam non migas ini relatif mudah diperbaharui dan ketersediaan di bumi Indonesia masih sangatlah besar. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bersumber dari Sumber Daya Alam (SDA) non migas terdiri dari kegiatan di sektor pertambangan mineral dan batubara, kehutanan, perikanan dan pertambangan panas bumi. Dari keempat sektor tersebut, pertambangan mineral dan batubara memberikan kontribusi terbesar yaitu 88 persen dari total PNBP pada APBN 2016, diikuti oleh sektor kehutanan, pertambangan panas bumi dan perikanan. Terdapat permasalahan krusial dalam pengelolaan PNBP ini yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 yang menjadi payung hukum pelaksanaan PNBP dirasa sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Disamping itu banyak terdapat permasalahan-permasalahan dari tiap sektor yang perlu diselesaikan. Di sektor pertambangan minerba terdapat beberapa rekomendasi dari KPK maupun BPK yang belum ditindaklanjuti, Selain itu masih banyak perusahaan tambah yang belum berstatus clean and clear (CnC). Dalam sektor kehutanan, terdapat ketidaksesuaian pencatatan hasil produksi kayu dengan yang terjadi di lapangan, sehingga mengakibatkan terjadi kerugian negara akibat PNBP kehutanan yang tidak dipungut. Sektor perikanan, terdapat ketidaksesuaian dalam penentuan formula penghitungan PNBP sektor perikanan. Saat ini hanya sekitar 0,19 persen dari total nilai perikanan tangkap yang disumbangkan kepada PNBP. Sedangkan disektor pertambangan panas bumi masih belum dimanfaatkan secara maksimal dari potensinya yang sangat tinggi yaitu dari total cadangan energi 28.910 MW, namun energi yang sudah terpasang hanya 1.402 MW. Salah Satu hal penting yang saat ini perlu diperhatikan untuk lebih mengoptimalkan kinerja PNBP ialah revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Ditiap sektor perlu adanya perbaikan baik disisi perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Serta penegakkan hukum harus dilaksanakan lebih tegas bagi pihak-pihak yang menyelewengkan penerimaan negara dari tiap sektor tersebut.

Analisislah data apbn negara a tahun 2022 tersebut