Apa hukumnya najis yang sudah kering?

Baju yang terkena najis tidak boleh digunakan untuk shalat.

REPUBLIKA.CO.ID, Sering kali keberadaan najis yang telah bersarang di pakaian Muslimah tersebut tidak disadari. Padahal, tak jarang busana yang sama dan terindikasi najis itu dipakai untuk shalat, misalnya. Ini tentu tidak dibenarkan. Mengingat, salah satu syarat sah shalat ialah pakaian yang dikenakan mesti dalam kondisi suci.   

Prof Abdul Karim Zaidan dalam bukunya yang berjudul al-Mufashal fi Ahkam al-Marati menguraikan pendapat ulama terkait cara menyucikan ujung baju Muslimah yang terkena najis. Ada beberapa hadis yang menunjukkan contoh pensuciannya. Seperti, hadis tentang kisah Ummu Salamah. Ia bertanya kepada Rasulullah SAW perihal najis yang menimpa ujung pakaian bagian bawah. Bagaimana cara menyucikannya? Rasul menjawab, “Cukup suci dengan debu (kering) lainnya).”

Menurut Zaidan, ketentuan ini berlaku jika najis tersebut berupa benda kering. Apakah metode yang sama berlaku untuk jenis najis dari zat basah? Para ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Syafi’i, ketentuan dalam hadis Ummu Salamah itu hanya berlaku selama najis kering tersebut tidak menempel lengket di baju. Karena itu, jika najis berupa benda basah, tetap saja harus dicuci. 

Imam Malik berpendapat, maksud hadis Ummu Salamah ialah najis atau kotoran kering yang tidak lengket, hanya sekadar menempel biasa. Jika demikian, najis itu bisa dianggap suci dengan sendirinya akibat terkena debu kering lain yang suci. Sedangkan, najis seperti air seni dan jenis basah lainnya maka tidak bisa suci selain menggunakan air. “Ini telah disepakati ulama,” katanya.    

Menurut Imam  Az Zarqani, sebagian ulama berpendapat lain. Najis yang dimaksud di hadis Ummu Salamah itu tak terbatas. Apapun jenis najisnya, baik basah ataupun kering. Status hukum ujung baju Muslimah bagian bawah sama halnya dengan khuf (semacam sepatu) dan sandal bagi laki-laki. Kalangan ini merujuk pada hadis lemah yang dinukilkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah. 

Syekh Ad Dahlawi mengatakan, jika ujung bagian bawah tersebut terkena najis di jalanan atau pelataran, misalnya, lalu terseret dan tercampur dengan tanah atau debu yang lain di tempat berbeda maka dianggap suci dengan sendirinya. Ini karena gesekan yang terjadi antardebu dan najis. Dan, kondisi semacam itu dianggap sebagai ma’fu ‘anhu atau dispensasi.  

Imam Muhammad bin Al Hasan berpendapat, najis itu tak jadi soal selama tidak menempel dengan takaran sebesar uang dirham. Lebih dari ukuran itu maka harus tetap disucikan dengan mencucinya. Pendapat yang sama dikuatkan pula oleh Imam Abu Hanifah.     

Bagaimana menyucikan baju yang terkena najis itu? Prof Zaidan kembali menjelaskan, menghilangkan najis yang berupa zat basah, cucilah bagian baju yang terkena najis dengan air yang suci. Tak cukup hanya dengan memercikkan atau mengalirkan air, tetapi basuh dan kucek objek yang dimaksud. Jika proses tersebut sudah dilakukan maka peras bagian yang terdapat najisnya. 

sumber : Harian Republika

Umat Islam meyakini najis menjadi penghalang apabila ingin melaksanakan sholat.

Dream - Najis dalam kajian fikih merupakan kotoran yang menghilangkan kesucian orang maupun benda. Jika seseorang terkena najis, maka dia terlarang untuk sholat dan membaca Alquran sebelum menghilangkannya.

Jika najis ada di pakaian, maka pakaian tersebut tidak bisa digunakan untuk ibadah. Demikian pula jika najis ada di suatu tempat baik tanah maupun lantai keramik.

Sifat kotoran jika masih baru tentu sedikit basah dan mengeluarkan bau tak sedap. Jika sudah kering, bau sudah tidak muncul.

Namun demikian, apakah najis yang dibiarkan mengering menjadi suci?

Dikutip dari Konsultasi Syariah, sebuah ditetapkan sebagai najis atau tidak berdasarkan kandungan zatnya. Sehingga, apabila masih meninggalkan bekas wajib hukumnya dibersihkan.

Sehingga, basah atau tidak bukan menjadi dasar mengubah status najis menjadi suci. Hal ini seperti dijelaskan Imam Ibnu Utsaimin dalam Fatawa Nur 'ala Ad Darb.

" Maksud tanah bisa menjadi suci dengan matahari dan terpaan angin, bukan semata kering. Namun harus sampai hilang bekasnya, sehingga tidak tersisa lagi unsur kencingnnya atau zat najisnya."

Uraian ini didasarkan pada pertanyaan mengenai tanah yang terkena air kencing. Imam Ibnu Utsaimin memperjelas keterangannya sebagai berikut.

" Berdasarkan hal ini, jika tanah terkena kencing dan mengering, namun zat kencing masih ada, artinya masih ada bekasnya, maka dia belum suci. Namun setelah berlalu beberapa waktu, hingga bekasnya hilang, maka tanah itu menjadi suci."

Selengkapnya...

(ism) 

Baca Juga:

  1. Rasulullah Anjurkan Wadah Air Selalu Ditutup, Ini Alasannya
  2. Hubungan Suami Istri Usai Jatuh Talak 1 dan 2, Hukumnya?
  3. Alasan Terpuji Istri Rasul Bayar Utang Puasa saat Sya'ban
  4. Lupa Jumlah Utang Puasa, Begini Cara Membayarnya
  5. Bayar Utang Puasa Ramadan di Hari Jumat Tak Boleh?

Jika najis sudah kering apakah masih najis?

2. Apabila najisnya kering, dan pakaian atau badan yang mengenai najis juga kering, maka pakaian tidak menjadi najis, tidak ada perbedaan ulama dalam masalah ini.

Apakah air kencing yang sudah kering di kasur itu najis?

"Karena kencing sudah dikeringin, tapi kasur tetap najis. Kasur sudah kering, baunya sudah hilang itu namanya najis hukmiyah," kata pendakwah yang kerap disapa Buya Yahya ini dilansir dari kanal Youtube Al-Bahjah TV, Selasa (24/5/2022).

Apa hukum air kencing yang sudah kering?

Misalnya air kencing di lantai yang sudah kering dan pasti itu disebut najis hukmiyyah karena sudah tidak nampak lagi.

Apa yang terjadi jika najis tidak dibersihkan?

Jika seseorang terkena najis, maka dia terlarang untuk sholat dan membaca Alquran sebelum menghilangkannya. Jika najis ada di pakaian, maka pakaian tersebut tidak bisa digunakan untuk ibadah. Demikian pula jika najis ada di suatu tempat baik tanah maupun lantai keramik.