Apa itu iman kepada Allah menurut istilah *?

Oleh: Abdullah Karim*

Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk merealisasikan tauhid dalam kehidupan kita sehari-hari, karena tauhid merupakan ajaran dasar Islam yang di atasnya dibangun syariat-syariat agama. Menurut bahasa, tauhid adalah Bahasa Arab yang berarti mengesakan atau menganggap sesuatu itu esa atau tunggal. Dalam ajaran Islam, yang dimaksud dengan tauhid adalah keyakinan akan keesaan Allah swt. Sebagai Tuhan yang telah menciptakan, memelihara, dan menentukan segala sesuatu yang ada di alam ini. Keyakinan seperti ini dalam ajaran tauhid disebut dengan Rubūbiyyah. Sebagai konsekuensi dari keyakinan ini, kita dituntut untuk melaksanakan ibadah hanya tertuju kepada Allah swt. Dengan kata lain hanya Allah yang berhak disembah dan diibadati. Keyakinan ini disebut dengan Ulūhiyyah. Kedua ajaran tauhid ini (yakni Rubūbiyyah dan Ulūhiyyah) harus kita jadikan bagian dari hidup dan kehidupan kita, dalam menghadapi berbagai keadaan, baik dalam menghadapi hal-hal yang menyenangkan karena memperoleh nikmat atau dalam menghadapi hal-hal yang menyedihkan, karena ditimpa oleh musibah.

Dalam ajaran tauhid, paling tidak ada tiga hal mendasar yang dibicarakan. Pertama, Ilāhiyyāt, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan, baik sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan hubungan antara Tuhan dan hamba-hamba-Nya. Kedua, Nubuwwāt, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan para nabi yang diutus oleh Allah swt. kepada seluruh umat manusia, untuk menyampaikan syariat-syariat-Nya kepada mereka. Ketiga, Sam’iyyāt, yaitu informasi-informasi yang dibawa oleh para nabi tersebut berupa wahyu yang mereka terima dari Allah swt. untuk disampaikan kepada umat mereka masing-masing.

Dalam ketiga ajaran dasar ini, termuat ajaran tentang malaikat, kitab dan takdir. Dan dari ajaran dasar inilah ditegakkan rukun-rukun Islam, berupa syahadat, salat, puasa, zakat dan haji serta ibadah-ibadah lainnya. Sebagai pelengkap, sekaligus penyempurna, disyariatkan pula ihsān yang harus menyertai berbagai ibadah yang kita lakukan. Dan buah dari ketiga ajaran Islam ini (yakni Iman, Islam dan Ihsān) adalah baiknya prilaku atau akhlak seorang hamba Allah swt. baik dalam rangka berhubungan dengan Allah swt. dengan sesama manusia, ataupun dengan alam lingkungannya. Semua hal ini, telah direalisasikan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam kehidupan beliau sehari-hari. Dan kita sebagai umat beliau diminta untuk meneladani seluruh aspek kehidupan beliau semampu kita.

Salah satu prilaku Nabi Muhammad saw. yang harus kita teladani adalah melakukan ibadah berdasarkan apa yang disukai oleh Allah selaku Yang Berhak menerima ibadah, bukan yang disukai oleh mereka sendiri. Sebuah dialog ringan yang terjadi antara beliau dengan Ummul Mukminin, ‘Āisyah ra., ketika kaki Rasulullah saw. bengkak, karena banyak melakukan Qiyāmul Layl (salat malam). ‘Aisyah ra. berkata: Ya Rasulallah, Anda melaksanakan ibadah Qiyāmul Layl (salat malam) sampai kaki Anda bengkak, bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda yang terdahulu maupun yang akan datang? Rasulullah saw. menjawab tegas:  Tidak patutkah aku menjadi seorang hamba yang pandai bersyukur?

Dialog ringan ini menjelaskan bahwa karena Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur, maka Rasulullah saw. pun melakukannya, tanpa menghiraukan kaki beliau menjadi bengkak karenanya.

Sebagai manusia biasa, kita kadang-kadang punya persepsi sendiri tentang sesuatu, apakah perintah atau larangan Allah. Seringkali terjadi, persepsi kita bertolak belakang dengan apa yang Allah tetapkan. Hal ini telah disinggung oleh Allah swt. melalui firman-Nya Sūrah al-Baqarah ayat 216: “Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedang kalian tidak mengetahui”.

Jika ayat ini kita cermati, maka kita peroleh pemahaman bahwa sesungguhnya apa pun yang Allah perintahkan kepada kita, seharusnya kita lakukan dengan penuh ketaatan, sekalipun kadang-kadang terasa berat dan tidak menyenangkan. Di sinilah iman kita diuji, apakah kita betul meyakini bahwa hanya Allah yang semua perintah-Nya harus kita taati dan semua larangan-Nya harus kita tinggalkan, tanpa memperhitungkan faktor kesenangan atau kebencian kita terhadap perintah atau larangan tersebut. Karena kesenangan dan kebencian kita terhadap sesuatu bersifat nisbi dan relatif, sementara ketentuan Allah bersifat mengikat dan mutlak. Apa yang kita ketahui sangat terbatas, sementara Allah swt. adalah Mahatahu segala sesuatu. Karena itulah, dalam kaitan dengan menaati perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya ini, kita jangan tertipu oleh pengetahuan kita yang dangkal, sehingga mengukur baik dan buruk atau menyusahkan dan menyenangkan berdasarkan kemampuan kita sendiri. Padahal apa yang ditentukan oleh Allah swt. untuk kita tersebut, tentunya akan berakibat baik bagi kita semua. Pada ayat ini disebutkan sebagai contoh adalah kewajiban berperang. Yang kita bayangkan dalam berperang hanyalah sesuatu yang menyusahkan, apakah membunuh atau terbunuh, membinasakan atau dibinasakan. Dalam ajaran Islam, berperang itu diperintahkan, terutama untuk mempertahankan agama, menegakkan kebenaran serta mengurangi atau menghapuskan tindakan kezaliman dan kesewenangan. Karena itu, jika orang yang berperang mengalami kekalahan bahkan terbunuh, maka ia akan menjadi syahid dan jika dia memperoleh kemenangan, ia akan mendapatkan kebebasan dari kezaliman serta mendapatkan keridaan dari Allah swt. Apa pun yang akan diperoleh dari perang yang diperintahkan tersebut, merupakan kebaikan bagi mereka yang memenuhinya. Pahala ketaatan merupakan sesuatu yang pasti akan mereka peroleh. Di sinilah tauhid ulūhiyah harus berperan, berupa ketaatan sepenuhnya hanya diberikan kepada Allah swt., bukan untuk orang lain atau pribadi, persepsi, pemikiran dan nafsu kita sendiri. Di sisi lain, dalam peperangan, tauhid rubūbiyyah pun harus berperan pula. Di mana kita harus yakin bahwa yang dapat menjaga, memelihara dan menyelamatkan kita dalam segala keadaan hanyalah Allah swt.

Dalam menuntun untuk bersikap seperti ini, Rasulullah saw. bersabda, antara lain diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang artinya: “…bahwa Sufyan bin Abdullah as-Saqafiy mengatakan: Aku berkata: Ya Rasulallah, sampaikanlah kepadaku suatu perkara yang dengannya, aku terpelihara. Rasulullah saw. bersabda: Katakanlah: Tuhanku adalah Allah, lalu berkomitmen (bahwa Anda selalu dalam keyakinan bahwa Allah yang menciptakan, memelihara, melindungi, memberi dan menentukan segalanya, karena itu Anda selalu menaati semua perintah dan larangan-Nya). Sufyan mengatakan lagi: Alangkah seringnya Anda mengkhawatirkan diriku ya Rasulallah. Kemudian Rasulullah memperlihatkan lidahnya dan mengatakan: Ini!”

Hadis ini, di samping menuntun kita untuk konsisten dan konsekuen dalam merealisasikan tauhid rubūbiyyah dan ulūhiyyah dalam kehidupan, juga mengingatkan kita untuk memelihara dan mengendalikan lidah dari pembicaraan dan omongan yang terkadang membawa kepada dosa dan perbuatan maksiat. Terkadang kita senang dengan tontonan di televisi yang menayangkan acara gosip atau membeberkan keaiban orang, atau kita terbuai oleh berita hoax dan turut serta dalam menyebarkannya.

Mari kita berupaya secara sadar meninggalkan semua kesalahan kita.

*Profil Penulis

Abdullah Karim, lahir di Amuntai tanggal 14 Februari 1955, dari pasangan Karim (alm.) dan Sampurna (almh.) Sarjana Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin Jurusan Perbandingan Agama Tahun 1981, Magister Agama (S2) Konsentrasi Tafsir-Hadis IAIN Alauddin Ujung Pandang Tahun 1996. Dan Program Doktor, Konsentrasi Tafsir-Hadis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2008.

Menjadi dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari sejak tahun 1982 dengan mata kuliah antara lain: Bahasa Arab, Tafsir, Pengantar Studi Alquran, Metode Penelitian Tafsir, Metode Penelitian Hadis, Ulumul Quran, Alquran dan Orientalisme, dan Tafsir Ayat-ayat Akidah.

Menyajikan makalah, antara lain  pada: Internasional Conference, Theme: “Islamic Cosmopolitanism: Doctrine, Praxis, and Paradox” dengan judul: “Profesionalisasi Kerja dalam Alquran”.

Menulis buku: 1. Pendidikan Agama Islam, 2. Hadis-Hadis Nabi saw. Aspek Keimanan, Pergaulan dan Akhlak, 3. Ilmu Tafsir Imam al-Suyūthiy,   4. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, 5. Tanggung JawabKolektif Manusia Menurut Alquran, 6. Tafsir Ayat-ayat Akidah, 7. Rasionalitas Penafsiran Ibnu ‘Athiyyah: Argumentasi Logis, Analisis Linguistik, dan Analisis Ilmu-ilmu Alquran.

Hasil penelitian yang diterbitkan: 1. Empat Ulama Pembina IAIN Antasari, 2. Profil Pondok Pesantren di Kabupaten Tabalong, 3. Ulama Pendiri Pondok di Kalimantan Selatan, 4. Majelis Taklim di Kabupaten Barito Kuala.

Menulis sejumlah artikel dalam jurnal yang terakreditasi nasional dan internasional.

Pengertian Iman – Menurut pandangan agama Islam, iman dapat berarti meyakini dan hal mengenai iman ini telah dituliskan dalam Al-Quran, yang merupakan kitab suci umat muslim. Dalam beberapa surat, seperti surat At-Taubah, Allah telah menerangkan mengenai keimanan yang diturunkan kepada umatnya.

Selain disebutkan dalam Al-Quran, iman juga turut dijelaskan melalui berbagai hadist. Menurut salah satu hadist, iman adalah tambatan hati yang dilakukan serta diucapkan, sehingga menjadi satu kesatuan.

Para ulama agama Islam, turut memberikan pendapatnya mengenai definisi iman. Namun, sebelum itu Grameds perlu mengetahui pengertian iman secara istilah maupun bahasanya. Simak hingga akhir artikel ya!

Pengertian Iman Secara Bahasa dan Istilah

Quran – holy book of muslims, scene in the mosque at Ramadan time

Iman adalah kepercayaan yang dipercayai oleh seseorang yang berkenaan dengan agama, keyakinan maupun kepercayaan kepada Tuhan, nabi, kitab dan sebagainya. Dalam ajaran agama Islam, iman berarti kepercayaan, keyakinan kepada Allah, nabi-nabi-NYA serta kitab yaitu Al-Quran dan lain sebagainya.

Menurut ajaran agama Islam, umat muslim mengimani enam rukun iman. Keenam rukun iman tersebut wajib diimani dan diyakini oleh orang Islam. Namun, apa pengertian iman menurut bahasa dan istilah?

Sebelum membahas pengertian iman dari para ulama serta menurut Al-Quran dan hadist. Berikut adalah pengertian iman secara bahasa dan istilah.

Menurut bahasa Arab, kata iman berakar pada kata amana – yu;minu – imana yang secara harfiah atau etimologis dapat diartikan sebagai percaya dan yakin. Secara bahasa, iman dapat diartikan sebagai tashdiq atau membenarkan yang maknanya hampir sama secara istilah.

Secara istilah, menurut buku Ensiklopedi iman yang ditulis oleh Syaikh Abdul Majid Az-Zandani, iman dapat diartikan sesuai dengan makna linguistiknya yaitu tashdiq atau mempercayai.

Iman secara istilah, maknawi atau terminologis merupakan percaya dengan yakin akan keberadaan Allah, Malaikat Allah, Kitab-kitab – NYA, para Rasul – NYA, akhirat, hingga qadha dan qadar yang telah terangkum dalam rukun iman menurut ajaran agama Islam.

Pengertian Iman Menurut Al-Quran dan  Para Ulama

Dalam Al-Quran, iman disebutkan dengan pelafalan yaqin atau meyakini. Seperti pada surat Al-Baqarah ayat 4 dan Surat Al-An’am ayat 75. Berikut penjelasan lebih lengkapnya.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 4 

وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَۗ

Artinya:

“Dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.”

Sementara itu, iman juga disebutkan dalam surat Al-Anam ayat 75: 

وَكَذٰلِكَ نُرِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ مَلَكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِنِيْنَ

Artinya:

“Dan demikianlah, Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.”

Dari kedua surat dan ayat dalam Al-Quran tersebut, disebutkan kata yaqin serta tashdiq yang berarti amalan hati. Iman dapat diartikan sebagai ucapan hati yang berada di dalam hati dan terbentuk melalui keyakinan di dalam hati.

Berlangganan Gramedia Digital

Baca SEMUA koleksi buku, novel terbaru, majalah dan koran yang ada di Gramedia Digital SEPUASNYA. Konten dapat diakses melalui 2 perangkat yang berbeda.

Rp. 89.000 / Bulan

Beberapa surat dalam Al-Quran lainnya menyebutkan pula mengenai keimanan dari seorang muslim.

Surat Al-Baqarah, ayat 136

Q.S 2:136

قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ  لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ

Artinya:

Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.”

Merujuk pada surat Al-Baqarah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa iman yang dipercayai oleh umat muslim merupakan kepercayaan maupun keyakinan yang tertanam dalam hati dan diwujudkan melalui lisan serta perbuatan. Keyakinan tersebut mengacu pada kepercayaan akan lima rukun Islam.

Selain menurut Al-Quran, beberapa ulama juga turut memberikan pendapatnya mengenai definisi dari iman. Beberapa ulama terkenal seperti Imam Syafii, Imam Ahmad hingga Imam Bukhari turut mengemukakan pendapatnya.

Menurut Imam Syafii, iman seorang muslim meliputi perkataan serta perbuatannya. iman dapat bertambah maupun berkurang. Bertambahnya iman seseorang disebabkan oleh ketaatan pada Allah, sedangkan berkurangnya iman seseorang disebabkan oleh kemaksiatan.

Imam Ahmad memiliki pendapat yang tidak jauh berbeda dengan Imam Syafii, Imam Ahmad mengemukakan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah karena seseorang melaksanakan amalan tertentu dan berkurang karena orang tersebut meninggalkan amalan.

Kemudian, Imam Bukhari pun menambahkan dari kedua ulama tersebut, Imam Bukhari mengatakan bahwa setelah bertemu dengan banyak ulama dari berbagai penjuru negeri, ia melihat bahwa ulama mengemukakan iman adalah perkatan serta perbuatan yang dapat bertambah dan berkurang.

Ulama lainnya seperti Imam Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i serta Ishaq Bin Rahawai memiliki pendapat yang sama mengenai pengertian iman. Iman adalah pembenaran yang dilakukan dengan hati, pengakuan secara lisan, serta diamalkan dengan anggota badan. Menurut para ulama tersebut, amal merupakan salah satu unsur keimanan.

Sahabat nabi seperti Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa iman merupakan ucapan yang diucapkan dengan lidah dan kepercayaan yang diyakini benar dengan hati serta dikerjakan dengan anggota tubuh. Seperti Ali, Aisyah pun memiliki pendapat yang sama mengenai pengertian iman.

Pengertian Iman Menurut Ulama Indonesia

Religious asian muslim man holding holy quran

Para ulama di Indonesia seperti Ustadz Khalid Basalamah hingga Ustadz Adi Hidayat juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian iman. Berikut pengertian iman menurut para ulama di Indonesia.

Ustadz Khalid Basalamah

Menurut Ustadz Khalid Basalamah, iman adalah mengikrarkan suatu hal dengan pikiran, lalu diucapkan dengan menggunakan lisan dan diyakini di dalam hati serta diaplikasikan dengan menggunakan anggota tubuh.

Ustadz Adi Hidayat

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa kata iman berasal dari kata Al-Amnu yang berarti aman, tenang dan tentram. Menurut Ustadz Adi Hidayat, iman memiliki hubungan dengan kata aman dan tenang. Kedua kata tersebut kemudian dapat dimaknai apabila seorang muslim meyakini Allah, maka ia akan mendapat ketenangan jiwa serta rasa aman dari kegelisahan dunia maupun ancaman yang ada di akhirat nanti.

Grameds dapat mengetahui lebih lanjut mengenai pengertian iman dengan membaca buku berjudul ‘Kekuatan iman dan Ihsan’ yang ditulis oleh Ipnu R. Noegroho. Buku ini membahas tentang dasar-dasar iman dalam Islam dan apa saja syarat-syarat yang dapat menjadikan seseorang sebagai seorang muslim dan beriman. Buku ini hanya dapat Anda beli di Gramedia.com beli dan dapatkan bukunya sekarang juga!

Tingkatan Iman dalam Islam Menurut Syekh M, Nawawi

Dalam Islam, keimanan memiliki tingkatan-tingkatan. Tingkatan ini juga membedakan keimanan setiap orang. Menurut seorang ulama asal Banten, yaitu Syekh M, Nawawi tingkatan keimanan seseorang dapat dibagi menjadi lima tingkat. Berikut penjelasannya.

a. Iman Taqlid

Tingkat keimanan yang pertama yaitu iman taqlid. Iman taqlid adalah iman yang didasarkan pada ucapan orang lain, umumnya dari ulama, tetapi tanpa memahami dalilnya. Menurut Syekh M. Nawawi, tingkat keimanan yang pertama ini sah, walaupun tanpa mencari dalil atas masalahnya.

b. Iman Ilmu atau Ilmul Yaqin

Tingkatan iman yang kedua yaitu iman ilmu. Iman ilmu adalah iman yang dimiliki seorang hamba dalam menyelesaikan suatu masalah dengan dalil dan ilmu yang dimiliki.

c. Iman Iyana tau Ainul Yaqin

Pada tingkatan iman yang ketiga yaitu iman iyana. Iman iyana adalah iman yang dimiliki oleh  seorang hamba yang meyakini bahwa Allah merupakan zat yang nyata, walaupun wujudnya tidak dapat dilihat. Ketika seseorang berada di tingkatan iman yang ketiga, ia mempercayai bahwa Allah tidak ghaib serta selalu hadir di batinnya.

d. Iman Haq atau Haqqul Yaqin

Pada tingkat iman keempat yaitu iman haq. Iman haq adalah iman yang dimiliki oleh seorang muslim dengan pandangan bahwa Allah selalu ada dalam hatinya. Para ulama pun menyebut seseorang dengan tingkat keimanan iman haq dikatakan sebagai seorang yang arif. Hal ini dikarenakan Allah selalu hadir di hatinya, orang tersebut hanya memandang kepada Allah dan tidak pada duniawi lagi.

e. Iman Hakikat

Tingkat yang terakhir adalah iman hakikat.Iman hakikat adalah iman yang dimiliki oleh seorang hamba dengan hanya melakukan segala hal yang mendekatkan dirinya pada Allah. Maka dari itu, orang dengan keimanan hakikat dapat dipandang sebagai seorang hamba yang telah tenggelam di laut dan tidak melihat adanya pantai.

Dari kelima tingkat iman tersebut, dua kategori iman pertama dapat diusahakan oleh manusia. Oleh karena itu, Syekh M. Nawawi pun menjelaskan bahwa setiap manusia wajib untuk mendalami tingkat keimanannya dengan cara mencari dalil mengenai keimanan.

Sedangkan keimanan pada tingkatan berikutnya, merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah kepada manusia dan tidak dapat diusahakan oleh manusia. Sebab hanya dapat diperoleh sesuai dengan kehendak Allah.

Tingkatan Iman Secara Umum

Central Mosque, Hat Yai District, Songkhla Province, Southern Thailand

Selain tingkat iman menurut pandangan Syekh M. Nawawi tingkatan iman secara umum dapat dikategorikan pula menjadi lima, yaitu muslim, mukmin, muhsin, mukhlis serta muttaqin. Berikut penjelasannya.

a. Muslim

Muslim adalah tingkatan iman ketika seseorang mengaku beragama Islam, kadar iman yang pertama ini termasuk tingkat iman yang terendah. Hal ini dikarenakan hanya sebatas pada pengakuan bahwa Allah ialah tuhan yang ia percayai sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, seorang hamba dinilai belum memiliki perbedaan dengan iblis, karena iblis juga meyakini bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa..

b. Mukmin

Mukmin adalah seorang hamba yang memiliki iman dengan mengkaji syariat agama Islam. Dengan pengkajian syariat tersebut, ia memiliki peningkatan pada wawasan mengenai agama Islam.

c. Muhsin

Muhsin adalah seorang hamba yang memiliki tingkat keimanan yang dapat memperbaiki segala perbuatannya menjadi lebih baik.

d. Mukhlis

Mukhlis adalah seorang hamba orang yang memiliki keikhlasan dalam beribadah. Pada tingkatan ini, seorang hamba tersebut segala hal yang dilakukannya hanya untuk Allah.

e. Muttaqin

Tingkat keimanan terakhir dan tertinggi adalah muttaqin. Muttaqin adalah seorang hamba yang yang selalu bertakwa kepada Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah..

Itulah lima tingkatan keimanan dalam Islam menurut ulama serta secara umum. Pembahasan selanjutnya adalah tentang rukun iman dalam Islam.

Baca juga:

Rukun Iman dalam Islam

portrait of asian muslim praying by fold arm in front of a chest at home

Dalam ajaran agama Islam terdapat enam rukun iman, sebagai salah satu wujud dari keimanan itu sendiri. Rukun iman juga dapat dijadikan sebagai patokan pengertian iman secara maknawi atau istilah. Berikut penjelasan lebih lanjutnya.

Rukun iman merupakan pandangan dalam ajaran agama Islam yang meyakini bahwa Nabi serta Rasul adalah utusan dari Allah dan diperintahkan untuk menyampaikan kabar gembira serta menyampaikan ancaman pada manusia yang tinggal di bumi.

Pengertian rukun iman ini juga terangkum dalam hadist dari Muslim yang berbunyi:

“…Rasulullah SAW mengatakan, ‘Engkau beriman pada Allah, pada para malaikat- Nya, pada para rasul – Nya, pada hari kiamat dan pada takdir baik serta buruk.’ Orang tadi (Jibril), kemudian berkata, ‘Engkau benar’.”

Hadist tersebut merupakan riwayat Umar bin Khattab, ketika ia mendengar bahwa malaikat Jibril yang mengubah wujudnya menjadi seorang laki-laki dan bertanya kepada Nabi Muhammad.

Berikut keenam rukun iman dalam Islam.

1. Iman Kepada Allah

Rukun iman yang pertama, adalah beriman kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan tuhan semesta alam. Seseorang dapat dikatakan beriman kepada Allah, apabila ia mengimani empat hal sebagai berikut.

  1. Beriman pada keberadaan Allah atau mengimani keberadaan Allah.
  2. Beriman kepada Rububiyyah Allah, yaitu percaya dan yakin bahwa tidak ada yang menguasai, menciptakan, serta mengatur seluruh alam semesta kecuali Allah.
  3. Beriman pada Uluhiyyah Allah, meyakini bahwa tidak ada yang berhak serta layak disembah selain Allah serta mengingkari seluruh sembahan selain Allah.
  4. Beriman pada asma serta sifat-sifat Allah atau Asmaul Husna yang telah ditetapkan untuk Allah dan ditetapkan oleh nabi untuk Allah. Kemudian menjauhi sikap-sikap yang dapat menghilangkan makna, memalingkan, serta mempertanyakan Allah.

2. Iman Pada Para Malaikat Allah

Iman kepada para malaikat Allah termasuk dengan mengimani amalan serta tugas-tugas yang diberikan oleh Allah pada para malaikat. Iman pada malaikat dapat dilakukan dengan cara mempercayai bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui pasti jumlah malaikat. Sementara itu, ada 10 malaikat yang wajib diimani oleh umat muslim dan mengimani bahwa malaikat diciptakan dari cahaya.

Ada 10 malaikat yang wajib diimani oleh umat muslim, yaitu malaikat Jibril, malaikat Mikail, malaikat Rakib, malaikat Atid, malaikat Munkar, malaikat Nakir, malaikat Maut, malaikat Israfil, malaikat Malik, dan malaikat Ridwan.

3. Iman Kepada Kitab-kitab Allah

Beriman pada kitab-kitab Allah termasuk dalam kalam atau ucapan. Ada empat kitab Allah yang wajib diimani oleh seorang muslim. Di antaranya adalah Taurat, Injil, Zabur hingga kitab suci Al-Quran.

4. Iman Kepada Rasul-rasul Allah

Mengimani para rasul Allah maknanya adalah meyakini serta mempercayai dengan segenap hati bahwa rasul Allah itu ada. Beriman pada rasul Allah berarti mempercayai bahwa rasul-rasul tersebut diciptakan oleh Allah untuk membawa kebenaran maupun ajaran Allah kepada manusia di bumi.

Para rasul yang diciptakan dan diutus oleh Allah dapat menerima wahyu melalui perantara, yaitu malaikat. Perlu diketahui bahwa Allah menurunkan banyak nabi ke bumi, tetapi hanya ada 25 nabi serta rasul yang wajib diketahui oleh umat muslim, mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad.

5. Iman Pada Hari Akhir

Beriman pada hari akhir atau hari kiamat maknanya adalah meyakini serta mempercayai bahwa hari akhir atau kiamat tersebut pasti akan datang dan tidak ada satupun yang mengetahui pasti kapan datangnya hari akhir tersebut.

Pada hari akhir, alam semesta serta seluruh isinya akan hancur dan manusia akan dibangkitkan dari kubur untuk dikumpulkan serta dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia lakukan ketika masih hidup di dunia.

6. Iman Pada Qada dan Qadar

Rukun iman yang terakhir adalah beriman pada takdir yaitu qada dan qadar. Beriman pada takdir qada dan qadar maknanya yakin serta percaya dengan sepenuh hati bahwa takdir baik maupun buruk datang dari Allah, serta segala takdir yang terjadi pada manusia telah menjadi ketetapan Allah.

Qada merupakan ketetapan yang telah dituliskan sejak sebelum manusia lahir di dunia, mulai dari nasib, kematian hingga rezeki. Sedangkan qadar merupakan ketentuan maupun kepastian yang telah ditentukan oleh Allah dan pasti akan terjadi, telah terjadi maupun sedang terjadi.

Itulah pengertian iman menurut istilah maupun bahasa disertai dengan penjelasan tingkatan iman dan rukun iman dalam Islam.

Grameds dapat mengetahui lebih lanjut mengenai iman dengan membaca dan membeli buku dengan topik terkait di www.gramedia.com. Karena Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas, selalu menyediakan buku berkualitas dengan topik menarik untuk Grameds. Beli dan bukunya sekarang juga!

Manisnya Hidup dengan Iman

Ajaibnya Rukun Iman: Ubah Ketakutan Jadi Kejutan

Layanan Perpustakaan Digital B2B Dari Gramedia

ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah.

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA