Apa sajakah strategi pengendalian alih fungsi Lahan PERTANIAN

X

Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan, Anda setuju dengan penggunaan mereka. Pelajari selengkapnya, termasuk cara mengontrol cookie.

Apa sajakah strategi pengendalian alih fungsi Lahan PERTANIAN

      Indonesia negara agraris terbesar, berpenduduk petani terbesar (67%), sekaligus pengimpor beras terbesar dunia yaitu 28 % volume beras di pasar dunia Dengan asumsi, masyarakat Indonesia tetap senang makan nasi, maka kelangsungan kehidupan bangsa menjadi sangat tergantung pada bangsa asing, dalam bentuk yang paling hakiki, yakni impor beras. Hal ini seringkali disebabkan oleh :

   1 Ketersediaan tanah untuk sawah terus menyusut karena faktor-faktor yang kompleks:    2 Transformasi struktur ekonomi yang premature;    3 Ketimpangan sosial, ekonomi dan politik Kota VS Desa;   4 Land rent economic;

   5 Structural Hegemony.

     Penyusutan luas tanah-tanah pertanian menjadi non pertanian merupakan kecenderungan yang sulit dihindari. Untuk Kontek Indonesia, proses itu berlangsung terlampau cepat, didorong oleh pembangunan wilayah yang bias ke wilayah perkotaan. Penyusutan tanah pertanian, ketimpangan struktur penggunaan tanah dan penguasaan tanah akan menjadi hambatan serius bagi pengembangan sektor pertanian dimasa mendatang. Optimalisasi pemanfaatan tanah melalui program land reform, pemanfaatan tanah terlantar dalam rangka penyediaan tanah serta reorientasi penataan ruang kawasan merupakan suatau alternatif-alternatif strategis. Langkah ini penting tidak saja bagi pembangunan sektor pertanian dalam jangka panjang yakni dengan meningkatnya efisiensi pemanfaatan tanah, namun terlebih lagi dalam mengatasi kondisi kelangkaan tanah 

     Perlu dijelaskan juga ada permasalahan di sektor pertanian ini yang terkait dengan pertanahan, permasalahan ini terdiri dari : – Terbatasnya sumberdaya tanah yang cocok untuk kegiatan pertanian; – tidak semua tanah yang cocok dapat tersedia untuk kegiatan pertanian, – Kompetisi penggunaan tanah Pertanian VS non Pertanian – Sempitnya tanah pertanian per kapita (900 m2/kapita) – Makin banyaknya petani gurem (>0,5 Ha/keluarga) – Lemahnya status penguasaan tanah Pertanian

– Cepatnya konversi tanah pertanian menjadi non-pertanian

Dari beberapa permasalahan tersebut menurut saya permasalahan terbesar yang dialami, adalah cepatnya atau tidak terkontrolnya perubahan alih fungsi (konversi) tanah pertanian ke non pertanian faktor penyebabnya adalah : – Terpuruknya sektor pertanian dalam sekala luas – Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf kehidupan – Lokasi tanah pertanian yang strategis diminati untuk kegiatan non-pertanian – Menurunnya nilai ekonomi sektor pertanian – Fragmentasi tanah pertanian – Degradasi lingkungan

– Kepentingan pembangunan wilayah yang seringkali mengorbankan sektor pertanian

     Permasalahan ini dapat lebih parah lagi karena buruknya sistem pengendalian alih fungsi tanah pertanian seperti (1) Belum ada peraturan perundangan yang secara khusus mencegah alih fungsi tanah pertanian (2) peraturan yang ada masih lemah dan penegakan hukum tidak jelas (3) Saat ini, proses administrasi pertanahan untuk tanah pertanian mengacu pada arahan peruntukan dalam RTRW, dengan memberikan persyaratan penggunaan dan pemanfaatan tanah (PP No. 16/2004 tentang Penatagunaan Tanah)

Kebijakan Pertanahan dalam Alih Fungsi Tanah Pertanian

    Untuk mengurangi permasalahan tersebut harus ada kebijakan pertanahan yang diambil dalam alih fungsi tanah pertanian ini, karena kebijakan berupa peraturan yang khusus mengatur perlindungan tanah pertanian produktif belum ada. Adapun instrumen yang harus dimiliki agar kebijakan pengendalian ini dapat berjalan adalah Instrumen Yuridis: peraturan perundang-undangan yang mengikat dengan sanksi yang sesuai Instrumen Insentif dan Disinsentif bagi pemilik tanah dan Pemda setempat Pengalokasian dana dekonsentrasi untuk merangsang Pemda melindungi tanah pertanian, terutama sawah. Instrumen RTRW dan Perizinan Lokasi dan terakhir adalah Instrumen Pengendalian Konversi.

Saat ini ada beberapa ketentuan perlindungan yang tersebar dalam berbagai peraturan, antara lain: – UU 56 Prp 1960 (luas tanah maksimum dan minimum) – UU 12/1992 tentang Budidaya Tanaman (tata ruang memperhatikan rencana produksi tanaman) – UU 24/1992 tentang Penataan Ruang (terdapat kawasan lahan pertanian basah dalam RTRW) – PP 16 /2004 tentang Penatagunaan Tanah – Keppres 53/1989 jo. 41/1996 jo. 98/1998 tentang Kawasan Industri (dilarang mengurangi tanah pertanian)

– Berbagai surat edaran Meneg Agraria/KaBPN, Meneg PPN/KaBappenas, Mendagri tentang larangan konversi sawah irigasi teknis untuk penggunaan lain

Berikut ini disajikan Tabel Zonasi Sawah Ber-irigasi di Indonesia 2006 sebagai gambaran kebijakan Pengendalian Tanah Pertanian

11,7

Strategi Perlindungan dan Pengendalian Konversi Tanah Pertanian

Selain Peraturan yang ada diperbaharui ada juga pengendalian yang dapat dilakukan untuk Memperkecil, Mengendalikan peluang terjadinya konversi sehingga Pengendalian alih fungsi tanah pertanian dapat dilakukan secara sistematis, berjenjang dan berkelanjutan adapun pengendalian yang perlu menjadi perhatian semua pihak terkait adalah :– Mengembangkan pajak tanah progresif – Meningkatkan efisiensi kebutuhan tanah non-pertanian sehingga mengurangi tanah terlantar – Mengembangkan prinsip hemat lahan untuk industri, perumahan dan perdagangan (misalnya rusun) – Membatasi konversi tanah pertanian yang produktif, menyerap tenaga kerja dan memiliki fungsi lingkungan – Mengarahkan konversi pada tanah kurang produktif – Membatasi luas konversi dengan mengacu pada penyediaan pangan mandiri di Kabupaten/Kota – Menetapkan Kawasan Pangan Abadi dengan insentif bagi pemilik tanah dan Pemda setempat – Strategi pengendalian alih fungsi tanah pertanian: – Penetapan peraturan perundang-undangan tentang pengendalian tanah pertanian produktif. – Penetapan zonasi perlindungan tanah pertanian abadi berikut kebijakan pengelolaannya. – Implementasi peraturan dan zonasi perlindungan tanah pertanian dalam RTRW Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota, sebagai acuan pengarahan lokasi pembangunan, perizinan dan administrasi pertanahan.

     Dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut penulis mengharapkan pengendalian dan perlindungan tanah pertanian dapat terjadi sehingga permasalahan impor beras yang dihadapi dapat ditanggulangi.

Apa sajakah strategi pengendalian alih fungsi Lahan PERTANIAN

Apa sajakah strategi pengendalian alih fungsi Lahan PERTANIAN
Lihat Foto

Dok. Kementerian Pertanian

Ilustrasi sawah

KOMPAS.com - Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy mengatakan, luas alih fungsi lahan pangan (khususnya sawah menjadi non-sawah) semakin meningkat pesat.

Dari tahun ke tahun konversi lahan meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri dan perumahan.

“Konversi lahan ini berpotensi mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional,” kata Sarwo Edhy melalui rilis tertulis, Kamis (17/10/2019).

Menurutnya, pengendalian alih fungsi lahan sawah merupakan salah satu strategi peningkatan produksi padi dalam negeri sehingga perlu dilakukan percepatan penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi (PLSD) dan pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagai program strategis nasional.

Baca juga: Kementan: Inflasi Berhasil Ditekan karena Ketersediaan Pangan Stabil

Dia menyebutkan, selama ini sudah ada UU No. 41/2009 tentang Pelindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, beserta Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan.

Selain itu, ada pula PP No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif, PP No. 21 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Berkelanjutan. Juga ada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang beserta PP-nya.

“Aturan untuk menahan laju konversi lahan pertanian sudah ada, tinggal dijalankan dengan baik dan benar,” tegas Sarwo Edhy.

Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2019 —yang  ditetapkan  Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 September 2019 dan diundangkan pada 12 September 2019, menjadi payung hukum pengendalian alih fungsi lahan sawah.

Baca juga: Ini Rencana Aksi Kementan untuk Tambah LTT Padi di Sumatera Utara

"Kehadiran Perpres ini menegaskan pentingnya perlindungan lahan pertanian di daerah sebagai lahan abadi yang tidak boleh dilakukan alih fungsi apapun," cetusnya.

Diharapkan, lanjutnya, berbagai perlindungan untuk mempertahankan lahan juga dilakukan oleh daerah yang peduli mengenai isu alih fungsi lahan tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Daerah setingkat Bupati.