Riyadh - Seorang warga Indonesia, Meiliana, dibui 18 bulan karena mengeluhkan volume azan yang terlalu keras. Di negara-negara mayoritas muslim lainnya, penggunaan pengeras suara masjid diatur secara khusus agar tidak mengganggu ketertiban umum. Salah satunya Arab Saudi, yang seperti dilansir Arab News, pada Kamis (23/8/2018), memerintahkan masjid-masjid untuk mematikan pengeras suara atau toa eksternal -- yang ada di luar masjid -- dan hanya menggunakan speaker internal. Show
Sama seperti Saudi, otoritas Bahrain juga memberlakukan aturan khusus terhadap speaker yang terlalu keras di berbagai masjid setempat. Otoritas religius Bahrain menyatakan seperti dikutip dari Gulf News, speaker eksternal masjid hanya boleh dipakai untuk menyampaikan azan. Disebutkan dalam artikel Gulf News tahun 2009, Kementerian Kehakiman dan Urusan Agama Islam Bahrain menyatakan imam-imam masjid diperbolehkan menyampaikan azan via speaker yang terpasang luar masjid, namun hanya menggunakan speaker internal saat ibadah salat dilakukan. Saat aturan ini diumumkan, marak penggunaan speaker eksternal untuk menyiarkan ceramah, dialog keagamaan dan pembacaan ayat Alquran dengan alasan membantu jemaah yang tidak datang ke masjid. Namun Kementerian Kehakiman dan Urusan Agama Islam Bahrain menegaskan penggunaan speaker eksternal untuk menyiarkan ceramah bisa terdengar dari jauh dan mengganggu panggilan azan masjid-masjid lainnya.Otoritas Bahrain mengimbau warga untuk melapor jika ada penggunaan speaker eksternal masjid yang terlalu keras dan mengganggu. Artikel Gulf Insider tahun 2017 mengulas aturan yang sama. Kementerian Urusan Kehakiman dan Agama Islam Bahrain menyatakan sistem pengeras suara masjid bisa diperintahkan dicopot jika masjid yang bersangkutan menolak untuk mengecilkan volume yang dianggap mengganggu. "Aturannya jelas -- speaker eksternal hanya untuk panggilan salat agar jemaah tahu kapan waktunya untuk salat lima waktu," tegas Kepala Urusan Teknis dan Perawatan pada Direktorat Wakaf Sunni, Abdallah Al-Moaily, seperti dikutip Gulf Insider. "Mikrofon untuk speaker internal bisa dipakai untuk salat, khotbah dan ceramah. Jelas tidak diperlukan untuk menggunakan speaker eksternal bagi seluruh ritual salat, khotbah dan ceramah saat orang lain sedang istirahat, tidur atau berusaha menenangkan pikiran," imbuhnya. Tak jauh berbeda dengan Bahrain, otoritas Uni Emirat Arab (UAE) juga meminta warga untuk melapor jika ada speaker masjid yang dianggap terlalu keras. Departemen Urusan Agama Islam UAE menyatakan ada batasan untuk volume speaker masjid saat digunakan menyampaikan azan. "Apakah suaranya terlalu kecil atau terlalu keras daripada seharusnya, warga bebas mengajukan laporan dan pihak-pihak terkait akan menyelidiki dan menyelesaikan isu ini sesegera mungkin," tegas juru bicara Departemen Urusan Agama Islam UAE seperti dikutip dari media lokal The National. Ditambahkan Kepala Divisi Teknis Departemen Urusan Agama Islam UAE, Jalal Obeid, panggilan salat via speaker eksternal masjid tidak boleh melebihi 85 desibel di area permukiman. Alasannya, suara di atas 85 desibel dianggap bisa memicu kehilangan pendengaran.Pemerintah Mesir baru memberlakukan aturan khusus untuk pengeras suara masjid sejak Ramadan tahun ini. Menteri Urusan Keagamaan Mesir, Mohammed Mokhtar Gomaa, melarang penggunaan speaker eksternal masjid saat ibadah salat dilakukan. Aturan ini didukung oleh anggota Akademi Penelitian Islam Al-Azhar, Mohamed El Shahat El-Gendy. "Quran menyebutkan 'Mereka yang menjalankan ibadah dengan khusyuk dan ketaatan penuh', ibadah seharusnya dilakukan dengan penuh kekhusyukan bukan dengan pengeras suara yang mengganggu para pasien dan warga lanjut usia," tegasnya kepada Egypt Today. Di Malaysia, aturan pengeras suara masjid berbeda-beda tergantung wilayahnya. Larangan penggunaan speaker eksternal masjid untuk menyampaikan ceramah dan khotbah berlaku di Selangor. Penggunaan speaker eksternal hanya sebatas untuk azan dan pembacaan ayat Alquran. "Ini untuk menjaga citra Islam, yang penting bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan," demikian pernyataan Dewan Kesultanan Selangor seperti dikutip New Straits Times. Tonton juga video: 'Jemaah Mulai Serbu Masjid Nabawi' [Gambas:Video 20detik] (nvc/ita)
Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) merupakan panggilan bagi umat Islam kepada memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 ketika. Lafadz azanLafadz azan sunniLafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Lafadz azan syi'ah
Sejarah azan dan iqamahAzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat kepada memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya ketika salat dam mengajak orang ramai supaya bersama-sama menjadi satu kelompokan ke masjid kepada memainkan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu berada beberapa usulan. Berada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sbg tanda ketika salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Berada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa diterapkan oleh pemeluk agama Yahudi. Berada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa diterapkan oleh orang Nasrani. Berada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala ketika salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang mampu dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya mampu dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu disorongkan oleh Nabi. Tetapi, ia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, berada usul dari Umar bin Khattab jika ditunjuk seseorang yang bertindak sbg pemanggil kaum Muslim kepada salat pada setiap masuknya ketika salat. Kesudahan saran ini mampu diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya. Asal muasal azanLafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Sisa dari pembakaran Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas cakap sbg berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin kepada salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat berada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan berdiskusi kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika memang begitu, aku berharapnya kepada menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Kepada apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami bisa memanggil kaum muslim kepada menunaikan salat". Orang itu cakap lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang semakin baik? Dan aku menjawab, "ya" dan ia cakap lagi dengan suara yang amat lantang:
Ketika besoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kesudahan Nabi Muhammad. SAW, cakap, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah ia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Ia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan ia mempunyai suara yang amat lantang." Lalu akupun memainkan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW. Asal muasal iqomahSetelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, ia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah SAW kesudahan kuberitahu ia apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu merupakan mimpi yang berlaku, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan supaya diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya semakin lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan ia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika ia berada di rumahnya. Kesudahan ia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Ia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan berlaku, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kesudahan Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[1] Peristiwa dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2] Kebaikan budi pekerti adzanAdapun kebaikan budi pekerti melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azanApabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan kepada menjawab azan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh). Jika muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang manfaatnya "Tiada daya dan tiada daya kecuali dengan pertolongan Allah". Dan jika muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang manfaatnya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu". Pustaka
Catatan
Pranala luarLihat pula
edunitas.com Page 2Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 waktu. Lafadz azanLafadz azan sunniLafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Lafadz azan syi'ah
Sejarah azan dan iqamahAzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana metode memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai supaya berkumpul ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu mempunyai beberapa usulan. Mempunyai yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Mempunyai juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa diperagakan oleh pemeluk agama Yahudi. Mempunyai lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa diperagakan oleh orang Nasrani. Mempunyai seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang mampu dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya mampu diamati orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu didorong oleh Nabi. Tetapi, ia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, mempunyai usul dari Umar bin Khattab bila ditunjuk seseorang yang memerankan sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Akhir saran ini mampu diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya. Asal muasal azanLafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Sisa dari pembakaran Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas bercakap sebagai berikut: "Ketika metode memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku saya bermimpi. Saya melihat mempunyai seseorang sedang menenteng suatu lonceng. Saya dekati orang itu dan berdiskusi kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Bila memang begitu, saya menantinya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Saya menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami mampu memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu bercakap lagi, "Maukah kamu kuajari metode yang semakin baik? Dan saya menjawab, "ya" dan ia bercakap lagi dengan suara yang amat lantang:
Ketika besoknya saya bangun, saya menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, akhir Nabi Muhammad. SAW, bercakap, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah ia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Ia wajib mengumandangkan adzan seperti itu dan ia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melaksanakan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW. Asal muasal iqomahSetelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, ia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan bila salat akan didirikan:
Begitu subuh, saya mendatangi Rasulullah SAW akhir kuberitahu ia apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang sah, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan supaya diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya semakin lantang darimu." Ia berkata: Maka saya bangun bersama Bilal, lalu saya ajarkan kepadanya dan ia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika ia berada di rumahnya. Akhir ia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Ia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan sah, sungguh saya telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Akhir Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[1] Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2] Kebaikan budi pekerti adzanAdapun kebaikan budi pekerti melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azanApabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan untuk menjawab azan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh). Bila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang gunanya "Tiada daya dan tiada daya kecuali dengan pertolongan Allah". Dan bila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang gunanya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu". Pustaka
Catatan
Tautan luarLihat pula
edunitas.com Page 3
Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 waktu. Lafadz azanLafadz azan sunniLafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Lafadz azan syi'ah
Sejarah azan dan iqamahAzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana metode memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai supaya berkumpul ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu mempunyai beberapa usulan. Mempunyai yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Mempunyai juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa diperagakan oleh pemeluk agama Yahudi. Mempunyai lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa diperagakan oleh orang Nasrani. Mempunyai seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang mampu dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya mampu diamati orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu didorong oleh Nabi. Tetapi, ia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, mempunyai usul dari Umar bin Khattab bila ditunjuk seseorang yang memerankan sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Akhir saran ini mampu diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya. Asal muasal azanLafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Sisa dari pembakaran Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas bercakap sebagai berikut: "Ketika metode memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku saya bermimpi. Saya melihat mempunyai seseorang sedang menenteng suatu lonceng. Saya dekati orang itu dan berdiskusi kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Bila memang begitu, saya menantinya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Saya menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami mampu memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu bercakap lagi, "Maukah kamu kuajari metode yang semakin baik? Dan saya menjawab, "ya" dan ia bercakap lagi dengan suara yang amat lantang:
Ketika besoknya saya bangun, saya menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, akhir Nabi Muhammad. SAW, bercakap, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah ia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Ia wajib mengumandangkan adzan seperti itu dan ia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melaksanakan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW. Asal muasal iqomahSetelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, ia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan bila salat akan didirikan:
Begitu subuh, saya mendatangi Rasulullah SAW akhir kuberitahu ia apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang sah, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan supaya diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya semakin lantang darimu." Ia berkata: Maka saya bangun bersama Bilal, lalu saya ajarkan kepadanya dan ia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika ia berada di rumahnya. Akhir ia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Ia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan sah, sungguh saya telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Akhir Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[1] Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2] Kebaikan budi pekerti adzanAdapun kebaikan budi pekerti melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azanApabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan untuk menjawab azan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh). Bila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang gunanya "Tiada daya dan tiada daya kecuali dengan pertolongan Allah". Dan bila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang gunanya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu". Pustaka
Catatan
Tautan luarLihat pula
edunitas.com Page 4
Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 waktu. Lafadz azanLafadz azan sunniLafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Lafadz azan syi'ah
Sejarah azan dan iqamahAzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana metode memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai supaya berkumpul ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu mempunyai beberapa usulan. Mempunyai yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Mempunyai juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa diperagakan oleh pemeluk agama Yahudi. Mempunyai lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa diperagakan oleh orang Nasrani. Mempunyai seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang mampu dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya mampu diamati orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu didorong oleh Nabi. Tetapi, ia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, mempunyai usul dari Umar bin Khattab bila ditunjuk seseorang yang memerankan sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Akhir saran ini mampu diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya. Asal muasal azanLafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Sisa dari pembakaran Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas bercakap sebagai berikut: "Ketika metode memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku saya bermimpi. Saya melihat mempunyai seseorang sedang menenteng suatu lonceng. Saya dekati orang itu dan berdiskusi kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Bila memang begitu, saya menantinya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Saya menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami mampu memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu bercakap lagi, "Maukah kamu kuajari metode yang semakin baik? Dan saya menjawab, "ya" dan ia bercakap lagi dengan suara yang amat lantang:
Ketika besoknya saya bangun, saya menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, akhir Nabi Muhammad. SAW, bercakap, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah ia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Ia wajib mengumandangkan adzan seperti itu dan ia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melaksanakan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW. Asal muasal iqomahSetelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, ia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan bila salat akan didirikan:
Begitu subuh, saya mendatangi Rasulullah SAW akhir kuberitahu ia apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang sah, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan supaya diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya semakin lantang darimu." Ia berkata: Maka saya bangun bersama Bilal, lalu saya ajarkan kepadanya dan ia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika ia berada di rumahnya. Akhir ia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Ia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan sah, sungguh saya telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Akhir Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[1] Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2] Kebaikan budi pekerti adzanAdapun kebaikan budi pekerti melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azanApabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan untuk menjawab azan tersebut sebagaimana yang diucapkan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh). Bila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang gunanya "Tiada daya dan tiada daya kecuali dengan pertolongan Allah". Dan bila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang gunanya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu". Pustaka
Catatan
Tautan luarLihat pula
edunitas.com Page 5Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (kelahiran di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih untuk presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari untuk wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan untuk presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek. Keluarga dan pendidikanHabibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan bugis (sulawesi selatan) yang kelahiran pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo kelahiran di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bekerja untuk pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.[1] B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[2] Sebelumnya beliau pernah mempunyai pengetahuan di SMAK Dago.[3] Beliau berupaya bisa teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 beliau melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Pekerjaan dan karierHabibie pernah melakukan pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier untuk seorang wakil presiden segi teknologi. Pada tahun 1973, beliau kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto. Beliau selanjutnya menjabat untuk Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 hingga Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Beliau dinaikkan dijadikan ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya untuk menteri. Masa KepresidenanHabibie mewarisi kondisi kondisi negara tidak teratur balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi nyaris seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali memperoleh dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan keaktifan organisasi. Pada era pemerintahannya yang singkat beliau berhasil memberikan landasan kokoh untuk Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang sangat penting adalah UU otonomi kawasan. Menempuh penerapan UU otonomi kawasan inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan berakhir dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa beradanya UU otonomi kawasan dapat dipilihkan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie untuk Presiden menimbulkan berbagai jenis kontroversi untuk warga Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berakhir, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya, beliau diganti oleh Wakil Presiden hingga berakhir waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau akad di depan MPR atau DPR". Langkah-langkah yang dilaksanakan BJ Habibie di segi politik adalah:
12 Ketentuan MPR selang lain :
Di segi ekonomi, beliau berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar selang Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada belakang pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya didorong MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, beliau juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia supaya bertambah fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melaksanakan langkah-langkah untuk berikut :
Salah satu kealpaan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah setelah menjabat untuk Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan disediakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), beliau mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik ketika itu, yaitu mengadakan jajak argumen untuk warga Timor Timur untuk memilihkan pilihan merdeka atau masih tetap dijadikan anggota dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas sama sekali dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dijadikan negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepas sama sekalinya Timor Timur di satu segi memang disesali oleh sebagian berkebangsaan Indonesia, tetapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar balik Habibie bertambah aktif menjatuhkan Habibie. Upaya ini berakhir berhasil dilaksanakan pada Sidang Umum 1999, beliau memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya didorong oleh MPR. Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tetapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
Masa PascakepresidenanSetelah beliau turun dari jabatannya untuk presiden, beliau banyakan tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, beliau kembali aktif untuk penasehat presiden untuk mengawal babak demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang dibangunnya Habibie Center. PublikasiHabibie ketika disumpah dijadikan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Karya Habibie
Mengenai Habibie
Lihat juga
ReferensiPranala luaredunitas.com Page 6Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (kelahiran di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936) merupakan Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih untuk presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari untuk wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan untuk presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek. Keluarga dan pendidikanHabibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie merupakan keturunan bugis (sulawesi selatan) yang kelahiran pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo kelahiran di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo merupakan anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bekerja untuk pemilik sekolah. B.J. Habibie merupakan salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.[1] B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, merupakan Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[2] Sebelumnya beliau pernah berilmu di SMAK Dago.[3] Beliau berusaha bisa teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 beliau melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Pekerjaan dan karierHabibie pernah melakukan pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, suatu perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier untuk seorang wakil presiden segi teknologi. Pada tahun 1973, beliau kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto. Beliau selanjutnya menjabat untuk Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 hingga Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie merupakan Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Beliau dinaikkan menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya untuk menteri. Masa KepresidenanHabibie mewarisi kondisi kondisi negara tidak teratur balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi nyaris semua wilayah Indonesia. Segera setelah mendapat kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk suatu kabinet. Salah satu tugas pentingnya merupakan kembali mendapat dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan keaktifan organisasi. Pada era pemerintahannya yang singkat beliau berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang sangat penting merupakan UU otonomi daerah. Menempuh penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan berakhir dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa beradanya UU otonomi daerah dapat ditentukan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie untuk Presiden menimbulkan berbagai jenis kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya, beliau diganti oleh Wakil Presiden hingga habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden mesti mengucapkan sumpah atau akad di depan MPR atau DPR". Langkah-langkah yang dilaksanakan BJ Habibie di segi politik adalah:
12 Ketetapan MPR selang lain :
Di segi ekonomi, beliau berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar selang Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada belakang pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya didorong MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, beliau juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia supaya lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melaksanakan langkah-langkah untuk berikut :
Salah satu kesalahan yang dinilai pihak oposisi terbesar merupakan setelah menjabat untuk Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan diselenggarakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), beliau mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik ketika itu, merupakan mengadakan jajak argumen bagi warga Timor Timur untuk memilihkan pilihan merdeka atau masih tetap menjadi anggota dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas sama sekali dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepas sama sekalinya Timor Timur di satu segi memang disesali oleh sebagian warga negara Indonesia, tetapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar balik Habibie lebih aktif menjatuhkan Habibie. Upaya ini berakhir berhasil dilaksanakan pada Sidang Umum 1999, beliau memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya didorong oleh MPR. Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tetapi sejalan dengan perkembangan masa banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
Masa PascakepresidenanSetelah beliau turun dari jabatannya untuk presiden, beliau lebih banyak tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, beliau kembali aktif untuk penasehat presiden untuk mengawal babak demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang dibangunnya Habibie Center. PublikasiHabibie ketika disumpah menjadi presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Karya Habibie
Tentang Habibie
Lihat juga
ReferensiTautan luaredunitas.com Page 7Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (kelahiran di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936) merupakan Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih untuk presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari untuk wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan untuk presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek. Keluarga dan pendidikanHabibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie merupakan keturunan bugis (sulawesi selatan) yang kelahiran pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo kelahiran di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo merupakan anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bekerja untuk pemilik sekolah. B.J. Habibie merupakan salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.[1] B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, merupakan Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[2] Sebelumnya beliau pernah berilmu di SMAK Dago.[3] Beliau berusaha bisa teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 beliau melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Pekerjaan dan karierHabibie pernah melakukan pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, suatu perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier untuk seorang wakil presiden segi teknologi. Pada tahun 1973, beliau kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto. Beliau selanjutnya menjabat untuk Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 hingga Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie merupakan Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Beliau dinaikkan menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya untuk menteri. Masa KepresidenanHabibie mewarisi kondisi kondisi negara tidak teratur balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi nyaris semua wilayah Indonesia. Segera setelah mendapat kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk suatu kabinet. Salah satu tugas pentingnya merupakan kembali mendapat dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan keaktifan organisasi. Pada era pemerintahannya yang singkat beliau berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang sangat penting merupakan UU otonomi daerah. Menempuh penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan berakhir dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa beradanya UU otonomi daerah dapat ditentukan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie untuk Presiden menimbulkan berbagai jenis kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya, beliau diganti oleh Wakil Presiden hingga habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden mesti mengucapkan sumpah atau akad di depan MPR atau DPR". Langkah-langkah yang dilaksanakan BJ Habibie di segi politik adalah:
12 Ketetapan MPR selang lain :
Di segi ekonomi, beliau berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar selang Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada belakang pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya didorong MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, beliau juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia supaya lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melaksanakan langkah-langkah untuk berikut :
Salah satu kesalahan yang dinilai pihak oposisi terbesar merupakan setelah menjabat untuk Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan diselenggarakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), beliau mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik ketika itu, merupakan mengadakan jajak argumen bagi warga Timor Timur untuk memilihkan pilihan merdeka atau masih tetap menjadi anggota dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas sama sekali dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepas sama sekalinya Timor Timur di satu segi memang disesali oleh sebagian warga negara Indonesia, tetapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar balik Habibie lebih aktif menjatuhkan Habibie. Upaya ini berakhir berhasil dilaksanakan pada Sidang Umum 1999, beliau memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya didorong oleh MPR. Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tetapi sejalan dengan perkembangan masa banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
Masa PascakepresidenanSetelah beliau turun dari jabatannya untuk presiden, beliau lebih banyak tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, beliau kembali aktif untuk penasehat presiden untuk mengawal babak demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang dibangunnya Habibie Center. PublikasiHabibie ketika disumpah menjadi presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Karya Habibie
Tentang Habibie
Lihat juga
ReferensiTautan luaredunitas.com Page 8Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (kelahiran di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih untuk presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari untuk wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan untuk presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek. Keluarga dan pendidikanHabibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan bugis (sulawesi selatan) yang kelahiran pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo kelahiran di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bekerja untuk pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.[1] B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[2] Sebelumnya beliau pernah mempunyai pengetahuan di SMAK Dago.[3] Beliau berupaya bisa teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 beliau melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Pekerjaan dan karierHabibie pernah melakukan pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier untuk seorang wakil presiden segi teknologi. Pada tahun 1973, beliau kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto. Beliau selanjutnya menjabat untuk Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 hingga Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Beliau dinaikkan dijadikan ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya untuk menteri. Masa KepresidenanHabibie mewarisi kondisi kondisi negara tidak teratur balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi nyaris seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali memperoleh dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan keaktifan organisasi. Pada era pemerintahannya yang singkat beliau berhasil memberikan landasan kokoh untuk Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang sangat penting adalah UU otonomi kawasan. Menempuh penerapan UU otonomi kawasan inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan berakhir dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa beradanya UU otonomi kawasan dapat dipilihkan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie untuk Presiden menimbulkan berbagai jenis kontroversi untuk warga Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berakhir, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya, beliau diganti oleh Wakil Presiden hingga berakhir waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau akad di depan MPR atau DPR". Langkah-langkah yang dilaksanakan BJ Habibie di segi politik adalah:
12 Ketentuan MPR selang lain :
Di segi ekonomi, beliau berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar selang Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada belakang pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya didorong MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, beliau juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia supaya bertambah fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melaksanakan langkah-langkah untuk berikut :
Salah satu kealpaan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah setelah menjabat untuk Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan disediakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), beliau mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik ketika itu, yaitu mengadakan jajak argumen untuk warga Timor Timur untuk memilihkan pilihan merdeka atau masih tetap dijadikan anggota dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas sama sekali dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dijadikan negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepas sama sekalinya Timor Timur di satu segi memang disesali oleh sebagian berkebangsaan Indonesia, tetapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar balik Habibie bertambah aktif menjatuhkan Habibie. Upaya ini berakhir berhasil dilaksanakan pada Sidang Umum 1999, beliau memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya didorong oleh MPR. Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tetapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
Masa PascakepresidenanSetelah beliau turun dari jabatannya untuk presiden, beliau banyakan tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, beliau kembali aktif untuk penasehat presiden untuk mengawal babak demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang dibangunnya Habibie Center. PublikasiHabibie ketika disumpah dijadikan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Karya Habibie
Mengenai Habibie
Lihat juga
ReferensiPranala luaredunitas.com Page 9
Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) merupakan panggilan bagi umat Islam sebagai memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 waktu. Lafadz azanLafadz azan sunniLafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Lafadz azan syi'ah
Sejarah azan dan iqamahAzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat sebagai memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai supaya bersama-sama menjadi satu himpunan ke masjid sebagai memperagakan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu telah tersedia beberapa usulan. Telah tersedia yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat sudah masuk. Apabila benderanya sudah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu untuk umum. Telah tersedia juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa diterapkan oleh pemeluk agama Yahudi. Telah tersedia lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa diterapkan oleh orang Nasrani. Telah tersedia seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang dapat dengan remeh melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya dapat dilihat orang walaupun dia telah tersedia ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Seluruh usulan yang diajukan itu tidak diterima oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, telah tersedia usul dari Umar bin Khattab bila ditunjuk seseorang yang memerankan sebagai pemanggil kaum Muslim sebagai salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini dapat diterima oleh seluruh orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya. Asal muasal azanLafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas bicara sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin sebagai salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku saya bermimpi. Saya melihat telah tersedia seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Saya dekati orang itu dan bertanya untuknya, "apakah dia bermaksud akan menjual lonceng itu? Bila memang begitu, saya berkeinginannya sebagai menjual untukku saja". Orang tersebut justru bertanya," Sebagai apa?" Saya menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim sebagai menunaikan salat". Orang itu bicara lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang semakin baik? Dan saya menjawab, "ya" dan dia bicara lagi dengan suara yang amat lantang:
Ketika esoknya saya wujud, saya menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu untuknya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, bicara, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia mempunyai suara yang amat lantang." Lalu akupun memperagakan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Dia juga menceritakannya untuk Nabi Muhammad SAW. Asal muasal iqomahSetelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau beritahukan bila salat akan didirikan:
Begitu subuh, saya mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu dia apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang telah tersedia, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah untuknya apa yang kau mimpikan supaya diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya semakin lantang darimu." Dia berkata: Maka saya wujud bersama Bilal, lalu saya ajarkan untuknya dan dia yang berazan. Dia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia telah tersedia di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang sudah mengutusmu dengan telah tersedia, sungguh saya sudah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[1] Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2] Adab adzanAdapun adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azanApabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan sebagai menjawab azan tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh). Bila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang berfaedah "Tiada kekuatan dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah". Dan bila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang berfaedah "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu". Pustaka
Catatan
Pranala luarLihat juga
edunitas.com Page 10Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) merupakan panggilan bagi umat Islam sebagai memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 waktu. Lafadz azanLafadz azan sunniLafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Lafadz azan syi'ah
Sejarah azan dan iqamahAzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat sebagai memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai supaya bersama-sama menjadi satu himpunan ke masjid sebagai memperagakan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu telah tersedia beberapa usulan. Telah tersedia yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat sudah masuk. Apabila benderanya sudah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu untuk umum. Telah tersedia juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa diterapkan oleh pemeluk agama Yahudi. Telah tersedia lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa diterapkan oleh orang Nasrani. Telah tersedia seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang dapat dengan remeh melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya dapat dilihat orang walaupun dia telah tersedia ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu tidak diterima oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, telah tersedia usul dari Umar bin Khattab bila ditunjuk seseorang yang memerankan sebagai pemanggil kaum Muslim sebagai salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini dapat diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya. Asal muasal azanLafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas bicara sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin sebagai salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku saya bermimpi. Saya melihat telah tersedia seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Saya dekati orang itu dan bertanya untuknya, "apakah dia bermaksud akan menjual lonceng itu? Bila memang begitu, saya berkeinginannya sebagai menjual untukku saja". Orang tersebut justru bertanya," Sebagai apa?" Saya menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim sebagai menunaikan salat". Orang itu bicara lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang semakin baik? Dan saya menjawab, "ya" dan dia bicara lagi dengan suara yang amat lantang:
Ketika esoknya saya wujud, saya menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu untuknya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, bicara, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia mempunyai suara yang amat lantang." Lalu akupun memperagakan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Dia juga menceritakannya untuk Nabi Muhammad SAW. Asal muasal iqomahSetelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau beritahukan bila salat akan didirikan:
Begitu subuh, saya mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu dia apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang telah tersedia, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah untuknya apa yang kau mimpikan supaya diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya semakin lantang darimu." Dia berkata: Maka saya wujud bersama Bilal, lalu saya ajarkan untuknya dan dia yang berazan. Dia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia telah tersedia di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang sudah mengutusmu dengan telah tersedia, sungguh saya sudah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[1] Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2] Adab adzanAdapun adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azanApabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan sebagai menjawab azan tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh). Bila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang berfaedah "Tiada kekuatan dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah". Dan bila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang berfaedah "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu". Pustaka
Catatan
Pranala luarLihat juga
edunitas.com Page 11Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) merupakan panggilan bagi umat Islam sebagai memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 waktu. Lafadz azanLafadz azan sunniLafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Lafadz azan syi'ah
Sejarah azan dan iqamahAzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat sebagai memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai supaya bersama-sama menjadi satu himpunan ke masjid sebagai memperagakan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu telah tersedia beberapa usulan. Telah tersedia yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat sudah masuk. Apabila benderanya sudah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu untuk umum. Telah tersedia juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa diterapkan oleh pemeluk agama Yahudi. Telah tersedia lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa diterapkan oleh orang Nasrani. Telah tersedia seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang dapat dengan remeh melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya dapat dilihat orang walaupun dia telah tersedia ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu tidak diterima oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, telah tersedia usul dari Umar bin Khattab bila ditunjuk seseorang yang memerankan sebagai pemanggil kaum Muslim sebagai salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini dapat diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya. Asal muasal azanLafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas bicara sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin sebagai salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku saya bermimpi. Saya melihat telah tersedia seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Saya dekati orang itu dan bertanya untuknya, "apakah dia bermaksud akan menjual lonceng itu? Bila memang begitu, saya berkeinginannya sebagai menjual untukku saja". Orang tersebut justru bertanya," Sebagai apa?" Saya menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim sebagai menunaikan salat". Orang itu bicara lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang semakin baik? Dan saya menjawab, "ya" dan dia bicara lagi dengan suara yang amat lantang:
Ketika esoknya saya wujud, saya menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu untuknya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, bicara, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia mempunyai suara yang amat lantang." Lalu akupun memperagakan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Dia juga menceritakannya untuk Nabi Muhammad SAW. Asal muasal iqomahSetelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau beritahukan bila salat akan didirikan:
Begitu subuh, saya mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu dia apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang telah tersedia, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah untuknya apa yang kau mimpikan supaya diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya semakin lantang darimu." Dia berkata: Maka saya wujud bersama Bilal, lalu saya ajarkan untuknya dan dia yang berazan. Dia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia telah tersedia di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang sudah mengutusmu dengan telah tersedia, sungguh saya sudah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[1] Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2] Adab adzanAdapun adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azanApabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan sebagai menjawab azan tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh). Bila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang berfaedah "Tiada kekuatan dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah". Dan bila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang berfaedah "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu". Pustaka
Catatan
Pranala luarLihat juga
edunitas.com Page 12
Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) merupakan panggilan bagi umat Islam sebagai memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 waktu. Lafadz azanLafadz azan sunniLafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Lafadz azan syi'ah
Sejarah azan dan iqamahAzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat sebagai memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai supaya bersama-sama menjadi satu himpunan ke masjid sebagai memperagakan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu telah tersedia beberapa usulan. Telah tersedia yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat sudah masuk. Apabila benderanya sudah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu untuk umum. Telah tersedia juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa diterapkan oleh pemeluk agama Yahudi. Telah tersedia lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa diterapkan oleh orang Nasrani. Telah tersedia seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang dapat dengan remeh melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya dapat dilihat orang walaupun dia telah tersedia ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Seluruh usulan yang diajukan itu tidak diterima oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, telah tersedia usul dari Umar bin Khattab bila ditunjuk seseorang yang memerankan sebagai pemanggil kaum Muslim sebagai salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini dapat diterima oleh seluruh orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya. Asal muasal azanLafal azan tersebut diperoleh dari hadis tentang asal muasal adzan dan iqamah: Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas bicara sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin sebagai salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku saya bermimpi. Saya melihat telah tersedia seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Saya dekati orang itu dan bertanya untuknya, "apakah dia bermaksud akan menjual lonceng itu? Bila memang begitu, saya berkeinginannya sebagai menjual untukku saja". Orang tersebut justru bertanya," Sebagai apa?" Saya menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim sebagai menunaikan salat". Orang itu bicara lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang semakin baik? Dan saya menjawab, "ya" dan dia bicara lagi dengan suara yang amat lantang:
Ketika esoknya saya wujud, saya menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu untuknya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, bicara, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia mempunyai suara yang amat lantang." Lalu akupun memperagakan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Dia juga menceritakannya untuk Nabi Muhammad SAW. Asal muasal iqomahSetelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau beritahukan bila salat akan didirikan:
Begitu subuh, saya mendatangi Rasulullah SAW kemudian kuberitahu dia apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang telah tersedia, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah untuknya apa yang kau mimpikan supaya diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya semakin lantang darimu." Dia berkata: Maka saya wujud bersama Bilal, lalu saya ajarkan untuknya dan dia yang berazan. Dia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia telah tersedia di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang sudah mengutusmu dengan telah tersedia, sungguh saya sudah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji."[1] Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2] Adab adzanAdapun adab melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azanApabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan sebagai menjawab azan tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh). Bila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang berfaedah "Tiada kekuatan dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah". Dan bila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang berfaedah "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan saya termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu". Pustaka
Catatan
Pranala luarLihat juga
edunitas.com Page 13Awalokiteswara (Sanskerta: अवलोकितेश्वर , Bengali: অবলোকিতেশ্বর, lit. "Tuan yang melihat ke bawah", bahasa Cina: 觀世音) yaitu bodhisatwa yang merupakan perwujudan sifat welas asih dari seluruh Buddha. Dia yaitu bodhisatwa yang sangat dimuliakan dalam arus Buddha Mahayana. Di Cina dan ranah yang dipengaruhi norma budaya Cina, Awalokiteswara seringkali digambarkan sbg seorang dewi yang dikenal sbg dewi Kwan Im. (Hendak tapi, dalam mitologi Tao, asal mula Kwan Im mempunyai kisah yang berlainan dan tak telah tersedia sangkut pautnya dengan Awalokiteswara. Di India, Awalokiteswara juga dimuliakan dengan sebutan Padmapāni ("Pemegang bunga teratai"), Lokeswara ("Tuan di Dunia") atau Tara. Dalam Bahasa Tibet, Awalokiteswara dikenal sbg Chenrezig, སྤྱན་རས་གཟིགས་ (Wylie: spyan ras gzigs), dan dipercaya sbg reinkarnasi Dalai Lama,[1] the Karmapa[2][3] dan para Lhama terkemuka pautannya. Di Mongolia, dia dikenal sbg Megjid Janraisig, Xongsim Bodisadv-a, atau Nidüber Üjegči. Pustakaedunitas.com Page 14
Azan (ejaan KBBI) atau adzan (Arab: أذان) adalah panggilan untuk umat Islam untuk memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 saat. Lafadz azanLafadz azan sunniLafadz adzan terdiri dari 7 bagian:
Lafadz azan syi'ah
Sejarah azan dan iqamahAzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para kenalan untuk memusyawarahkan bagaimana metode memberitahu masuknya saat salat dam mengajak orang ramai supaya berkumpul ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu berada beberapa usulan. Berada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sbg tanda saat salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu untuk umum. Berada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dipertontonkan oleh pemeluk agama Yahudi. Berada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dipertontonkan oleh orang Nasrani. Berada seorang kenalan yang menyarankan bahwa manakala saat salat tiba, karenanya segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Seluruh usulan yang diajukan itu ditampik oleh Nabi. Tetapi, ia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah). (KYP3095) Lantas, berada usul dari Umar bin Khattab bila ditunjuk seseorang yang berperan sbg pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya saat salat. Kesudahan saran ini bisa diterima oleh seluruh orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya. Asal muasal azanLafal azan tersebut didapat dari hadis mengenai asal muasal adzan dan iqamah: Sisa dari pembakaran Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin abbas bertutur sbg berikut: "Saat metode memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku diri sendiri bermimpi. Diri sendiri melihat berada seseorang masih menenteng suatu lonceng. Diri sendiri dekati orang itu dan berdiskusi untuknya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Bila memang begitu, diri sendiri menantinya untuk menjual untukku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Diri sendiri menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu bertutur lagi, "Maukah kamu kuajari metode yang semakin baik? Dan diri sendiri menjawab, "ya" dan dia bertutur lagi dengan suara yang amat lantang:
Saat esoknya diri sendiri bentuk, diri sendiri menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu untuknya, kesudahan Nabi Muhammad. SAW, bertutur, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melaksanakan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya untuk Nabi Muhammad SAW. Asal muasal iqomahSetelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau beritahukan bila salat akan didirikan:
Begitu subuh, diri sendiri mendatangi Rasulullah SAW kesudahan kuberitahu ia apa yang kumimpikan. Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang berlaku, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah untuknya apa yang kau mimpikan supaya diadzankannya (diserukannya), sebab sesungguhnya suaranya semakin lantang darimu." Ia berkata: Karenanya diri sendiri bangung bersama Bilal, lalu diri sendiri ajarkan untuknya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab saat dia berada di rumahnya. Kesudahan dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan berlaku, sungguh diri sendiri telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kesudahan Rasulullah SAW bersabda: "Karenanya untuk Allah-lah segala puji."[1] Kejadian dalam hadits tersebut terjadi di Madinah pada tahun pertama Hijriah atau 622 M.[2] Kebaikan budi pekerti adzanAdapun kebaikan budi pekerti melaksanakan azan menurut jumhur ulama ialah:
Menjawab azanApabila kita mendengar suara azan, kita disunnahkan untuk menjawab azan tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh muazin, kecuali apabila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah", "Hayya alal falah", dan "Ashsalatu khairum minan naum" (dalam azan Subuh). Bila muazin mengucapkan "Hayya alash shalah" atau "Hayya alal falah", disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhim" yang faedahnya "Tiada daya dan tiada daya kecuali dengan pertolongan Allah". Dan bila muazin mengucapkan "Ashsalatu khairum minan naum" dalam azan Subuh, disunnahkan menjawabnya dengan lafazh "Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin" yang faedahnya "Benarlah engkau dan baguslah ucapanmu dan aku termasuk orang-orang yang menyaksikan kebenaran itu". Pustaka
Catatan
Tautan luarLihat pula
edunitas.com Page 15Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek. Keluarga dan pendidikanHabibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan bugis (sulawesi selatan) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.[1] B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Besar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[2] Sebelumnya beliau pernah ada ilmu di SMAK Dago.[3] Beliau berupaya bisa teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 beliau melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Pekerjaan dan karierHabibie pernah melakukan pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga sampai puncak karier sebagai seorang wakil presiden babak teknologi. Pada tahun 1973, beliau kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto. Beliau akhir menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi semenjak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Beliau dibawa ke atas menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri. Masa KepresidenanHabibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi. Pada era pemerintahannya yang singkat beliau sukses memberikan landasan kokoh untuk Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi kawasan. Menempuh penerapan UU otonomi kawasan inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi semenjak era Orde Baru sukses diredam dan yang belakang sekalinya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa keadaan UU otonomi kawasan bisa ditentukan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan bermacam macam kontroversi untuk warga Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan kepastian pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, selesai, atau tak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya, beliau ditukar oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan kepastian pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau akad di depan MPR atau DPR". Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di babak politik adalah:
12 Ketentuan MPR antara lain :
Di babak ekonomi, beliau sukses memotong nilai ganti rupiah terhadap dollar sedang berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya dihalau MPR, nilai ganti rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan berikutnya. Selain itu, beliau juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia supaya lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
Salah satu kesalahan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah setelah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan dipersiapkannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), beliau mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat untuk warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau sedang tetap menjadi babak dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tak puas dengan latar belakangan Habibie semakin aktif menjatuhkan Habibie. Upaya ini yang belakang sekalinya sukses dilakukan pada Sidang Umum 1999, beliau memutuskan tak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya dihalau oleh MPR. Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
Masa PascakepresidenanSetelah beliau turun dari jabatannya sebagai presiden, beliau banyakan tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, beliau kembali aktif sebagai penasehat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi properttinya Habibie Center. PublikasiHabibie ketika disumpah menjadi presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Karya Habibie
Mengenai Habibie
Lihat pula
ReferensiTautan luaredunitas.com Page 16Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (kelahiran di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari posisi presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Posisinya dialihkan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie adalah Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa posisi terpendek. Keluarga dan pendidikanHabibie adalah anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan bugis (sulawesi selatan) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bekerja sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.[1] B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Besar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[2] Sebelumnya beliau pernah ada ilmu di SMAK Dago.[3] Beliau berupaya bisa teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 beliau melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Pekerjaan dan karierHabibie pernah memainkan pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga sampai puncak karier sebagai seorang wakil presiden babak teknologi. Pada tahun 1973, beliau kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto. Beliau akhir menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi semenjak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Beliau dibawa ke atas menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa posisinya sebagai menteri. Masa KepresidenanHabibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera sesudah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi. Pada era pemerintahannya yang singkat beliau sukses memberikan landasan kokoh untuk Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi kawasan. Menempuh penerapan UU otonomi kawasan inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi semenjak era Orde Baru sukses diredam dan yang belakang sekalinya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa keadaan UU otonomi kawasan bisa ditentukan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan bermacam jenis kontroversi untuk warga Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan kepastian pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, selesai, atau tak dapat menerapkan kewajibannya dalam masa posisinya, beliau ditukar oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan kepastian pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku posisi maka presiden harus mengucapkan sumpah atau akad di depan MPR atau DPR". Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di babak politik adalah:
12 Ketentuan MPR antara lain :
Di babak ekonomi, beliau sukses memotong nilai ganti rupiah terhadap dollar sedang berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama sesudah pertanggungjawabannya dihalau MPR, nilai ganti rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan berikutnya. Selain itu, beliau juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia supaya lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk mendudukkan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie menerapkan langkah-langkah sebagai berikut :
Salah satu kekeliruan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah sesudah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan dipersiapkannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), beliau mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik masa itu, yaitu menyelenggarakan jajak pendapat untuk warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau sedang tetap menjadi babak dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tak puas dengan latar belakangan Habibie semakin aktif menjatuhkan Habibie. Upaya ini yang belakang sekalinya sukses dilakukan pada Sidang Umum 1999, beliau memutuskan tak mencalonkan diri lagi sesudah laporan pertanggungjawabannya dihalau oleh MPR. Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
Masa PascakepresidenanSesudah beliau turun dari posisinya sebagai presiden, beliau kebanyakan tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, beliau kembali aktif sebagai penasehat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi properttinya Habibie Center. PublikasiHabibie ketika disumpah menjadi presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Karya Habibie
Mengenai Habibie
Lihat pula
ReferensiPranala luaredunitas.com Page 17Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (kelahiran di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari posisi presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Posisinya dialihkan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie adalah Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa posisi terpendek. Keluarga dan pendidikanHabibie adalah anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan bugis (sulawesi selatan) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bekerja sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.[1] B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Besar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[2] Sebelumnya beliau pernah ada ilmu di SMAK Dago.[3] Beliau berupaya bisa teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 beliau melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Pekerjaan dan karierHabibie pernah memainkan pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga sampai puncak karier sebagai seorang wakil presiden babak teknologi. Pada tahun 1973, beliau kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto. Beliau akhir menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi semenjak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Beliau dibawa ke atas menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa posisinya sebagai menteri. Masa KepresidenanHabibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera sesudah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi. Pada era pemerintahannya yang singkat beliau sukses memberikan landasan kokoh untuk Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi kawasan. Menempuh penerapan UU otonomi kawasan inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi semenjak era Orde Baru sukses diredam dan yang belakang sekalinya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa keadaan UU otonomi kawasan bisa ditentukan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan bermacam jenis kontroversi untuk warga Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan kepastian pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, selesai, atau tak dapat menerapkan kewajibannya dalam masa posisinya, beliau ditukar oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan kepastian pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku posisi maka presiden harus mengucapkan sumpah atau akad di depan MPR atau DPR". Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di babak politik adalah:
12 Ketentuan MPR antara lain :
Di babak ekonomi, beliau sukses memotong nilai ganti rupiah terhadap dollar sedang berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama sesudah pertanggungjawabannya dihalau MPR, nilai ganti rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan berikutnya. Selain itu, beliau juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia supaya lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk mendudukkan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie menerapkan langkah-langkah sebagai berikut :
Salah satu kekeliruan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah sesudah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan dipersiapkannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), beliau mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik masa itu, yaitu menyelenggarakan jajak pendapat untuk warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau sedang tetap menjadi babak dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tak puas dengan latar belakangan Habibie semakin aktif menjatuhkan Habibie. Upaya ini yang belakang sekalinya sukses dilakukan pada Sidang Umum 1999, beliau memutuskan tak mencalonkan diri lagi sesudah laporan pertanggungjawabannya dihalau oleh MPR. Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
Masa PascakepresidenanSesudah beliau turun dari posisinya sebagai presiden, beliau kebanyakan tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, beliau kembali aktif sebagai penasehat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi properttinya Habibie Center. PublikasiHabibie ketika disumpah menjadi presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Karya Habibie
Mengenai Habibie
Lihat pula
ReferensiPranala luaredunitas.com Page 18Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek. Keluarga dan pendidikanHabibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan bugis (sulawesi selatan) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.[1] B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Besar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[2] Sebelumnya beliau pernah ada ilmu di SMAK Dago.[3] Beliau berupaya bisa teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 beliau melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Pekerjaan dan karierHabibie pernah melakukan pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga sampai puncak karier sebagai seorang wakil presiden babak teknologi. Pada tahun 1973, beliau kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto. Beliau akhir menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi semenjak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Beliau dibawa ke atas menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri. Masa KepresidenanHabibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi. Pada era pemerintahannya yang singkat beliau sukses memberikan landasan kokoh untuk Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi kawasan. Menempuh penerapan UU otonomi kawasan inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi semenjak era Orde Baru sukses diredam dan yang belakang sekalinya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa keadaan UU otonomi kawasan bisa ditentukan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan bermacam macam kontroversi untuk warga Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan kepastian pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, selesai, atau tak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya, beliau ditukar oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan kepastian pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau akad di depan MPR atau DPR". Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di babak politik adalah:
12 Ketentuan MPR antara lain :
Di babak ekonomi, beliau sukses memotong nilai ganti rupiah terhadap dollar sedang berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya dihalau MPR, nilai ganti rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan berikutnya. Selain itu, beliau juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia supaya lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
Salah satu kesalahan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah setelah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan dipersiapkannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), beliau mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat untuk warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau sedang tetap menjadi babak dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tak puas dengan latar belakangan Habibie semakin aktif menjatuhkan Habibie. Upaya ini yang belakang sekalinya sukses dilakukan pada Sidang Umum 1999, beliau memutuskan tak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya dihalau oleh MPR. Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
Masa PascakepresidenanSetelah beliau turun dari jabatannya sebagai presiden, beliau banyakan tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, beliau kembali aktif sebagai penasehat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi properttinya Habibie Center. PublikasiHabibie ketika disumpah menjadi presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Karya Habibie
Mengenai Habibie
Lihat pula
ReferensiTautan luaredunitas.com Page 19Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 3, 3 Diva (album), 3 Doa 3 Cinta (film), 3 Doors Down, 3 Februari, 30 Oktober, 30 Persei, 30 Rock, 30 September, 33 (angka), 330, 330 (angka), 330-an, 360-an, 360-an SM, 3600 Detik, 360s, 390 's, 390 SM, 390-an, 390-an SM Page 20Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 3, 3 Diva (album), 3 Doa 3 Cinta (film), 3 Doors Down, 3 Februari, 30 Oktober, 30 Persei, 30 Rock, 30 September, 33 (angka), 330, 330 (angka), 330-an, 360-an, 360-an SM, 3600 Detik, 360s, 390 's, 390 SM, 390-an, 390-an SM Page 21Tags (tagged): 3 Title of articles, 3 April, 3 Juno, 3 Letters of John, 3 November, 300, 3000 BC, 303, 30s, 325, 33, 340s, 341, 37, 380's, 381, 387, 3rd century BC, 3rd Millennium, 3rd millennium BC, 3x3 Eyes Page 22Tags (tagged): 3 Title of articles, 3 April, 3 Juno, 3 Letters of John, 3 November, 300, 3000 BC, 303, 30s, 325, 33, 340s, 341, 37, 380's, 381, 387, 3rd century BC, 3rd Millennium, 3rd millennium BC, 3x3 Eyes Page 23Tags (tagged): D Title of articles, Dagoberto Fontes, Dahana, Dahomey, Dai Iswandi, Damarcus Beasley, Damarwulan, Damas, Damascus, dance Didong, dance jaipongan, dance Janger, dance Laweut, Daniel Alejandro Lembo Betancor, Daniel Alfei, Daniel Alves, Daniel Amokachi, Daniel Gygax, Daniel Hernandez Gimenez, Daniel Jara Martinez, Daniel Jarque Page 24Tags (tagged): D Title of articles, Dagoberto Fontes, Dahana, Dahomey, Dai Iswandi, Damarcus Beasley, Damarwulan, Damas, Damascus, dance Didong, dance jaipongan, dance Janger, dance Laweut, Daniel Alejandro Lembo Betancor, Daniel Alfei, Daniel Alves, Daniel Amokachi, Daniel Gygax, Daniel Hernandez Gimenez, Daniel Jara Martinez, Daniel Jarque Page 25Tags (tagged): C Title of articles, Cabinet Development I, Cabinet Dwikora II, Cabinet Dwikora III, cabinet Halim, Cagliari, Cagliari Calcio, Cahkwe, Cai, Cali, California, California Gurls, californium, Cameron Jerome, Cameroon, Cameroon Football Federation, Cameroon national football team, Campo Grande, Campo San Martino, Campobasso, Campodarsego Page 26Tags (tagged): C Title of articles, Cabinet Development I, Cabinet Dwikora II, Cabinet Dwikora III, cabinet Halim, Cagliari, Cagliari Calcio, Cahkwe, Cai, Cali, California, California Gurls, californium, Cameron Jerome, Cameroon, Cameroon Football Federation, Cameroon national football team, Campo Grande, Campo San Martino, Campobasso, Campodarsego |