Apa tanggapan kalian tentang pembaharuan eyd

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ejaan... diantara kalian pasti sudah kenalkan sama EYD, ejaan ini berlaku sejak tahun 1972 sampai 2015. Selain ejaan yang disempurnakan ada juga ejaan yang lain seperti Ejaan Van ophuijsen Tahun: 1901, kongres bahasa Indonesia 1 Tahun: 1938, ejaan Soewandi (ejaan republik) Tahun 1947, ejaan pembaharuan Tahun: 1957, ejaan yang disempurnakan (EYD) Tahun: 1972 dan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI) Tahun 2016.

Dari sekian banyak Ejaan, EYD inilah yang paling lama penggunaannya karena ejaan ini mengatur secara lengkap tentang kaidah penulisan bahasa Indonesia. Tetapi sayangnya, dalam membaca ataupun menulis masih banyak masyarakat yang belum mengetahui ejaan yang baik, tanda baca, pelafalan huruf dan bahasa yang benar menurut kaidah.

Dalam mempelajari bahasa Indonesia tentu saja hal yang paling mendasar yang tidak bisa dilepaskan adalah EYD dan juga penggunaannya yang baik dan benar, seperti yang saya sampaikan diatas jika EYD adalah ejaan yang sudah disempurnakan, artinya semua kata atau kalimat harus diatur sedemikian rupa serta disempurnakan untuk membuat tulisan yang sempurna dan mudah untuk dipahami. Oleh karena itu ayoo... kita pelajari dengan sesama tentang unsur serapan, tanda baca, pemakaian kata, pelafalan huruf, penggunaan huruf kapital dan penggunaan kata cetak miring.

Kepenulisan EYD itu seperti apa dan bagaimana saja penerapannya..? Maka dalam artikel ini, saya akan menjelaskan beberapa EYD yang perlu diketahui. 

(Penulisan huruf kapital). Huruf kapital merupakan huruf yang berbentuk khusus, dimana lebih besar  dibandingkan dengan huruf biasa. Huruf kapital ini biasanya selalu digunakan pada setiap awal kalimat dalam suatu paragraf, adapun aturan lain huruf kapital yaitu: 

1. Untuk huruf pertama dalam kata pertama disuatu kalimat.

2. Untuk huruf pertama pada kalimat petikan langsung.

3. Untuk huruf pertama dalam menyebutkan nama gelar.

(Huruf miring disebut juga dengan huruf italic). Huruf miring ini biasanya dipakai untuk memberikan penekanan dalam sebuah kata, huruf miring juga sering digunakan untuk menunjukkan suatu istilah atau kata yang berasal dari bahasa asing.

(Penulisan bentuk ulang). bentuk ulang adalah penulisan kata yang berulang, bentuk ulang ini berbeda dengan kata ulang. Dimana bentuk ulang diberikan untuk bentuk yang pasti mengalami perulangan, misalnya buku-buku.

Ejaan juga memiliki ciri-ciri khusus seperti.

Manistebu.com | Sebenarnya ini bukanlah berita baru. Namun, memang akhir-akhir ini, bahkan sudah dua dekade, sepertinya publikasi tentang kebahasaan memang minim sekali. Ya, salah satunya soal EYD yang disempurnkan menjadi EBI–bukan jawaban udang kering yang sering ada di TTS.

Serius? Berdasarkan Permendikbud No. 50 Tahun 2015 maka diberlakukanlah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) menggantikan Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (PUEYD). Alhasil, sebenarnya Mas Menteri kita sudah mencatatkan sejarah dengan mengganti EYD menjadi EBI. Permendikbud itu ditandatangani pada 26 November 2015 dan diundangkan pada 30 November 2015.

Apakah EBI lebih baik daripada EYD? Ya, tentu saja karena ini penyempurnaan dari hal yang sudah disempurnakan. EBI tampak lebih praktis dan mudah digunakan terkait dengan tata tulis. Hal-hal yang dulu kurang jelas pada EYD kini menjadi lebih terang pada EBI, contohnya penggunaan huruf kapital, huruf tebal, dan huruf miring.

Begitu pula dengan penggunaan tanda baca. Ada hal yang lebih jelas terdapat dalam pemerian (perincian) frasa ke bawah yang menggunakan tanda titik koma (;). Sebelum rincian terakhir pada tanda titik koma dibubuhi kata dan.

Tanda kurung juga berkembang fungsinya yaitu mengapit singkatan dan kepanjangan. Di dalam EYD yang benar adalah penyebutan kepanjangan dulu baru singkatan di dalam kurung. Namun, di dalam EBI, keduanya dibenarkan. Jadi, Anda dapat menulis begini:

Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) atau Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi)

Selebihnya, tidak ada hal baru. EBI terlihat lebih ringkas dengan muatan berikut:

  1. Pemakaian Huruf;
  2. Penulisan Kata;
  3. Pemakaian Tanda Baca; dan
  4. Penulisan Unsur Serapan.

Buku-buku EYD yang kini masih beredar di pasaran, seyogianya direvisi. Jika jeli, secara kreatif para penerbit PUEBI dapat lebih memperkaya lagi pedoman tersebut dengan menyajikan beberapa kasus kebahasaan yang memerlukan jawaban.

Apalagi dalam tata tulis, banyak hal yang tampaknya belum terjawab jika sekadar menggunakan PUEBI. Namun, entah mengapa memang, buku pedoman tata tulis yang lengkap berbasis bahasa Indonesia yang benar tidak kunjung disusun oleh lembaga yang berwenang. Soal lembaga yang berwenang tadi juga mungkin masih membingungkan.

Lalu, di mana mencari dokumen PUEBI itu? Ramban saja mesin pencari dengan kata kunci Permendikbud No. 50 2015 tentang PUEBI. Teks PDF-nya terdapat di situs Badan Bahasa. Tinggal unduh, lalu baca dan pelajari.

————————————————————————————————————-

Bambang Trim adalah praktisi di bidang penulisan-penerbitan dengan pengalaman lebih dari 20 tahun. Ia juga telah menulis lebih dari 160 judul buku sejak 1994. Kini, Bambang Trim mengelola lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang penulisan-penerbitan yaitu Alinea Ikapi dan InstitutPenulis.id.

tirto.id - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) merupakan pedoman ejaan bahasa Indonesia terbaru dari sepanjang sejarah ejaan bahasa Indonesia.

Sebelumnya, bangsa Indonesia mengenal Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Keduanya pun memiliki berbagai macam perbedaan.

Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Penggunaannya pun semakin luas dalam beragam ranah pemakaian, baik secara lisan maupun tulis.

Hal tersebut menyebabkan adanya penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia yang telah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Penyempurnaan tersebut ditetapkan menjadi Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Sebelum PUEBI, bangsa Indonesia mengenal EYD. Dilansir dari situs Kantor Bahasa Kemdikbud, sejarah ejaan bahasa Indonesia sudah beberapa kali berubah sejak Indonesia merdeka.

Ejaan pertama yang berlaku pertama kali adalah Ejaan van Ophuijsen (1901—1947). Setelah dua tahun merdeka, Pemerintah Indonesia saat itu mulai menetapkan kembali ejaan bahasa Indonesia yang kemudian dikenal dengan Ejaan Soewandi atau Republik (1947—1972).

Perbedaan antara kedua ejaan tersebut berkisar pada penulisan vokal, konsonan, dan tanda apostrof (‘).

Perlu kerja keras dan waktu yang panjang untuk menerapkan ejaan terbaru pada saat itu. Kendala luasnya wilayah dan komunikasi yang tidak semudah saat ini, peralihan dari Ejaan van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi menjadi hal yang tidak mudah.

Saat Orde Baru, ejaan bahasa Indonesia yang baru pun juga ditetapkan. Ejaan yang ditetapkan saat Orde Baru itu adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) melalui Kepres Nomor 57 Tahun 1972.

Sosialisasi adanya ejaan baru itu juga terus berjalan seiring dengan kajian-kajian para pakar bahasa Indonesia.

Hingga saat ini mengutip dari Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Pasal 2, “Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku."

Contoh Perbedaan antara EYD dan PUEBI

Setidaknya terdapat lima hal yang menjadi perbedaan antara PUEBI dengan EYD. Kelima perbedaan tersebut tersebar ke dalam dua sub bab ejaan, yaitu pemakaian huruf dan pemakaian tanda baca.

- Perbedaan pada diakritik pelafalan vokal [e]

Pada PUEBI telah diatur diakritik vokal e mempunyai tiga contoh pelafalan yang berbeda. Namun, pada ejaan sebelumnya, yaitu di EYD hanya dicontohkan dua pelafalan [e].

Diakritik pertama yang disajikan pada EYD adalah [é] (taling tertutup) pada kata enak, petak, dan sore.

Diakritik kedua, pelafalan vokal [ê] (pepet) pada kata emas, kena, dan tipe. Diakritik pelafalan vokal [e] yang tidak disampaikan di EYD adalah diakritik ketiga, yaitu pelafalan vokal [è] (taling terbuka) pada kata militer, ember, dan pendek.

Apa tanggapan kalian tentang pembaharuan eyd

Infografik SC Perbedaan PUEBI dan EYD. tirto.id/Fuad

- Perbedaan antara PUEBI dengan EYD adalah terdapat tambahan diftong [ei].

Jika sebelumnya di EYD telah disampaikan terdapat tiga diftong, PUEBI telah menyempurnakan informasi terkait diftong di bahasa Indonesia sebanyak empat, yaitu ai, au, oi, dan ei.

Tambahan diftong [ei] ini muncul karena adanya kata yang telah diserap seperti kata survei, eigendom, dan geiser.

- Perbedaan adanya aturan penulisan huruf kapital

Pada aturan sebelumnya penulisan huruf kapital harus digunakan pada huruf awal sebuah nama orang, nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan.

Selanjutnya, pada aturan terbaru di PUEBI ditambahkan satu ketentuan, yaitu selain nama-nama tersebut, kapital juga digunakan untuk huruf awal julukan. Contoh julukan yang dimaksud seperti Jenderal Kancil, Dewa Pedang, dan sebagainya.

- Perbedaan dalam aturan penulisan huruf tebal

Dalam PUEBI dijelaskan bahwa huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.

Selain itu, huruf tebal juga digunakan untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, dan subbab.

- Perbedaan dalam penggunaan tanda baca

Tanda baca merupakan hal yang wajib diperhatikan terutama dalam bahasa tulis. Pada EYD yang diresmikan pada tahun 1972, tanda baca titik koma (;) tidak dijabarkan selengkap di PUEBI.

Pada aturan sebelumnya, titik koma (;) hanya digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

Sedangkan dalam PUEBI Aturan tersebut adalah tanda titik koma (;) digunakan pada akhir princian yang berupa klausa dan digunakan untuk memisahkan bagian-bagian perincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma.

Baca juga:

  • Cara Menulis Angka & Bilangan Sesuai Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
  • Ejaan yang Disempurnakan & Sejarah Pembakuan Bahasa Indonesia

Baca juga artikel terkait ILMU BAHASA atau tulisan menarik lainnya Abraham William
(tirto.id - wlm/adr)


Penulis: Abraham William
Editor: Yandri Daniel Damaledo
Kontributor: Abraham William

Subscribe for updates Unsubscribe from updates