Apa tujuan dianakake upacara adat tingkeban

Apa ancas upacara tingkeban?

Wangsulan:

Upacara tingkeban dianakake mesthi bae duweni ancas kang kepengin digayuh dening kulawarga, mligine ancas supaya bayi lair kanthi gampang, slamet, lan ora ana alangan apa-apa. Kejaba iku muga-muga mbesuke bisa dadi anak kang bekti marang wong tuwane. Ing kene uga arep diandharake tata cara upacara tingkeban klebu nyamping kang dienggo calon ibu.

----------------#----------------

Jangan lupa komentar & sarannya

Email:

Kunjungi terus: masdayat.net OK! 😁

Newer Posts Older Posts

Apa tujuan dianakake upacara adat tingkeban

Pada tradisi Jawa masih banyak dijumpai berbagai upacara selamatan atau wilujengan, wilujengan berarti selamat. Tujuan utama dari Wilujengan adalah memohon keselamatan pada tuhan.

Upacara selamatan dilakukan bersamaan dengan peristiwa daur hidup manusia yaitu kelahiran, pernikahan, maupun kematian.

Meskipun masih dalam kandungan, upacara selamatan sudah dilakukan oleh masyarakat Jawa. Upacara adat pada wanita hamil dimulai sejak usia kehamilan 1 bulan dengan upacara adat Wilujengan atau selamatan ngebor-ebori. Upacara ini dimaksudkan agar janin dalam kandungan selamat tidak abyor atau rusak. Ada pula upacara adat janin pada usia 2 bulan, 3 bulan sampai 9 bulan. Upacara untuk ibu hamil terus dilaksanakan sampai bayi siap dilahirkan.

Rangkaian upacara adat untuk ibu hamil pada saat ini sudah banyak yang disederhanakan. Upacara yang masih sering dijumpai dimasyarakat Jawa yaitu upacara wilujengan saat janin berusia 7 bulan. Upacara ini dikenal dengan Mitoni atau Tingkepan. Kemudian lain lagi dengan Wilujengan untuk kelahiran, dimana upacara kelahiran bayi bermakna sebagai ucapan syukur kepada tuhan dan memaknai kelahiran sebagai sebuah awal kehidupan manusia yang akan diikuti dengan tugas berat orang tua selanjutnya, yaitu merawat, mengasuh, mendidik hingga dewasa dan bisa mandiri.

Wilujengan yang lain adalah upacara puputan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan pada seorang bayi. Upacara puputan dilakukan setelah tali pusar lepas dari perut bayi. Pusar bayi yang sudah mengering akan terlepas dengan sendirinya. Untuk mohon keselamatan bagi bayi yang telah putus sisa tali puser oleh masyarakat Jawa diadakan upacara selamatan puput puser. 

Mitoni atau Tingkepan mempunyai tujuan semoga bayi bisa lahir dengan lancar dan selama. Orang yang hadir mau mendoakan dan memberi restu. Serta keinginan orang tua agar di kemudian hari sibayi bisa menjadi orang yang berguna.

Perlaksanaan upacara Wilujengan atau Mitoni terdiri dari 3 bagian: Upacara siraman, Upacara gantos busana, dan Upacara dodol dawet. Dalam upacara siraman jumlah orang yang melakukan siraman berjumlah 7 orang dan semuanya harus perempuan, air yang digunakan berasal dari 7 sumber mata air yang berbada. Peralatan yang digunakan dalam prosesi siraman ini ada 2 buah cengkir atau kelapa muda gading yang dilukis sosok wayang Janaka atau Arjuna dan Sembadra, kembang sritaman, gayung atau siwur yang terbuat dari batok kelapa yang masih ada daging buahnya, sesajen atau kenduri dan sesajen untuk siraman berupa: tumpeng rombyong, yaitu tumpeng yang dimasukkan dalam bakul nasi, yang ditancapi dengan daging sapi dan sebua telur. Telur ini ditancapkan dari ujung tumpeng sesajen lainnya berupa tumpeng pitu, jajan pasar dan kasa Bangka. Klasa Blangka adalah tikar kecil yang terbuat dari daun Mendhong.

Pelaksanaan upacara siraman pada mitoni dilakukan dihalaman depan rumah dengan dibuatkan ruang terbuka atau krobongan. Setelah para tamu datang upacara siraman dimulai dengan diawali ibu hamil dengan busana siraman kain untuk basahan dan kain mori putih, didampingi calon ayah dibawa keluar rumah untuk dimandikan.

  1. Mula-mula ibu hamil diguyur dengan air bunga setaman oleh dukun dan para sesepuh.
  2. Kemudian digosok dengan bedak kasar.
  3. Selanjutnya disiram kembali lalu digosok dengan bedak biasa, demikian seterusnya sampai 7 bedak yang tersedia habis.
  4. Selesai dimandikan, ibu hamil melakukan wudlu sambil berdoa menggunakan air dalam kendil dipecah dengan cara dijatuhkan ke tanah. Apa bila cucuk kendi yang dipecah masih utuh menandakan bayi yang akan lahir pria.
  5. Ibu hamil kemudian mengganti kain telesan atau kain basah dengan kain pasatan atau kain kering. Kemudian dilingkari dengan letrek di perutnya.
  6. Ibu dari suami wanita hamil menjatuhkan tropong ke dalam letrek sambil berujar lanang arep, wedok arep, Waton slamet, yang kemudian tropong diterima ibu dari wanita hamil.
  7. Selanjutnya, ibu dari suami wanita hamil menjatuhkan cengkir gading juga berujar lanang arep, wedok arep, Waton slamet. Calon ibu kemudian dilingkari janur.
  8. Calon bapak dengan busana lengkap kesatrian datang.
  9. Kemudian menghunus keris, janur dipotong. Calon bapak mundur tiga langkah kemudian lari dengan cepat. Selasai siraman dan mbukak kawah, calon ibu dibawa masuk kesenthong tengah tempat yang sudah disiapkan untuk melakukan gantos busana atau ganti baju.
  10. Sebelum upacara ganti busana dilakukan, terlebih dahulu dipersiapkan kain berjumlah 7 serta 1 kali semekan dari lurik tenun. Kain semekan adalah kain kemben yang dipakai menutupi dada wanita. 
  11. Selanjutnya baju kebaya juga berjulah 7. Adapun bentuk sesajen busana yang biasa disiapkan adalah: jenang abang, jenang putih, jenang plirit, jenang palang, jenang baro-baro, jenang Kumpul, jenang procot, songgo buana, ayam Jago, tumpeng rombyong, tumpeng gundul, dan jajan pasar. Alat lainnya yang perlu disiapkan adalah kain untuk brojolan dan sebuah cobek, tempat mencuci tangan dan dua buah serbet.

Upacara ganti busana dimulai dengan pemakaian kain bergantian sampai 6 kali. Setiap kali ganti busana juru rias selalu bertanya kepada tamu undangan “sudah pantas belum?” Dan tamu undangan menjawab “belum pantas”. Ketika ganti baju sampai ketujuh, calon ibu memakai kain lurik lasem dengan atasan lurik dringin. Juru rias kembali bertanya pada tamu undangan dan jawab tamu undangan “sudah pantas”.

Upacara selanjutnya yaitu upacara dahar kembul. Calon ayah duduk bersebelahan dengan calon ibu, seperti ayam sedang mengerami telurnya. Calon ayah melayani calon ibu mengambilkan makanan yang diinginkan. Mereka kemudian makan bersama. Upacara dahar kembul ini diakhiri dengan makan jenang procot, dengan maksud agar proses kelahiran berjalan lancar.

Upacara dodol dawet merupakan rangkaian upacara terakhir pada mitoni. Upacara ini dilakukan oleh calon eyang putri dan eyang kakung. Alat yang digunakan pada proses ini adalah dawet, pecahan genting sebagai pengganti uang. Senik atau tempat uang dan payung. Acara dodol dawet dilakukan oleh eyang kakung dan eyang putri. Mereka mengenakan baju Mataram lengkap. Eyang putri menggendong tempat uang sedangkan eyang kakung memayungi eyang putri.

Tempat untuk dodol dawet berada di depan rumah atau tritisan. Para tamu membeli dawet dengan memakai uang dari pecahan genting atau kreweng yang sudah disediakan. Para pembeli dawet berkata “ngalap berkah”. Rangkaian acara mitoni diakhiri dengan ucapan terimakasih dari keluarga dan dilanjutkan dengan makan bersama.


Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Upacara Tingkeban atau Upacara Mitoni adalah upacara adat masyarakat Jawa yang berhubungan dengan kehamilan seorang perempuan yang memiliki tujuan memohon kepada Sang Pencipta untuk memberi rahmat kepada Sang Ibu dan anaknya agar mendapat kehidupan yang baik,penuh keselamatan,dan sehat selalu.Kata "Mitoni" berasal dari kata "Pitu" dari bahasa Jawa yang memiliki arti "tujuh".

Pada umumnya, Upacara Tingkeban hanya dilaksanakan untuk kehamilan pertama bulan ke-7 saja.Upacara Tingkeban memiliki tata cara yang sudah ditentukan, baik menyangkut waktu pelaksanaan, perlengkapan, maupun pihak-pihak yang terlibat.

Semua tata cara dalam Upacara Tingkeban mempunyai makna yang diharapkan akan membawa kebaikan bagi ibu yang sedang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan.

Upacara tingkeban terdiri dari beberapa tahap,seperti Sungkeman,Siraman,Sesuci,Pecah Pamor,Brojolan,Sigaran,Nyampingan,Luwaran dan Simparan,Wiyosan,Kudangan,Kembulan dan Unjukan,Kukuban,Rencakan,Rujakan dan Dhawetan.

Setiap tahapan diiringi wicara tertentu yang selain merupakan pengungkapan maksud hati, juga akan membuat suasana menjadi hidup.Waktu pelaksanaan Upacara Tingkeban menurut pakem adalah hari Selasa atau Sabtu,waktu siang hingga sore (jam 11 siang sampai 4 sore waktu setempat),dan dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum bulan purnama dan lebih diutamakan pada tanggal 7 atau tanggal yang ada angka 7.

Upacara Tingkeban dilengkapi dengan peralatan-peralatan:Pengaron,Air Suci Perwita Sari,Sekar Setaman,Nyamping 7 Buah dan Mori,dan sebagainya, serta sesaji yang antara lain:Tumpeng tujuh buah beserta lauknya,Tumpeng Robyong dan Tumpeng Gundul, Telur penyu,Jenang Procot,Clorot,dan sebagainya.

Peralatan dan sesaji dalam Tingkeban harus disediakan secara lengkap.Hal ini dikarenakan setiap peralatan maupun sesaji mempunyai makna sendiri-sendiri namun saling mendukung dari semua tahapan Upacara Tingkeban.

Menurut saya,upacara ini merupakan salah satu upacara yang sangat rumit untuk dilaksanakan karena banyak sekali ketentuan yang harus dipatuhi,tetapi saya juga berpikir bahwa semua usaha yang dilakukan agar upacara dapat dijalankan dengan lancar sepadan dengan tujuan yang ingin diraih,yaitu memohon berkat kepada Tuhan.

Nilai budaya yang dipegang Masyarakat Jawa masih sangat tinggi karena budaya ini masih dipertahankan sampai sekarang dan juga meyakinkan bahwa Masyarakat Jawa masih memiliki rasa kepercayaan kepada Sang Pencipta yang kuat.


Page 2

Upacara Tingkeban atau Upacara Mitoni adalah upacara adat masyarakat Jawa yang berhubungan dengan kehamilan seorang perempuan yang memiliki tujuan memohon kepada Sang Pencipta untuk memberi rahmat kepada Sang Ibu dan anaknya agar mendapat kehidupan yang baik,penuh keselamatan,dan sehat selalu.Kata "Mitoni" berasal dari kata "Pitu" dari bahasa Jawa yang memiliki arti "tujuh".

Pada umumnya, Upacara Tingkeban hanya dilaksanakan untuk kehamilan pertama bulan ke-7 saja.Upacara Tingkeban memiliki tata cara yang sudah ditentukan, baik menyangkut waktu pelaksanaan, perlengkapan, maupun pihak-pihak yang terlibat.

Semua tata cara dalam Upacara Tingkeban mempunyai makna yang diharapkan akan membawa kebaikan bagi ibu yang sedang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan.

Upacara tingkeban terdiri dari beberapa tahap,seperti Sungkeman,Siraman,Sesuci,Pecah Pamor,Brojolan,Sigaran,Nyampingan,Luwaran dan Simparan,Wiyosan,Kudangan,Kembulan dan Unjukan,Kukuban,Rencakan,Rujakan dan Dhawetan.

Setiap tahapan diiringi wicara tertentu yang selain merupakan pengungkapan maksud hati, juga akan membuat suasana menjadi hidup.Waktu pelaksanaan Upacara Tingkeban menurut pakem adalah hari Selasa atau Sabtu,waktu siang hingga sore (jam 11 siang sampai 4 sore waktu setempat),dan dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum bulan purnama dan lebih diutamakan pada tanggal 7 atau tanggal yang ada angka 7.

Upacara Tingkeban dilengkapi dengan peralatan-peralatan:Pengaron,Air Suci Perwita Sari,Sekar Setaman,Nyamping 7 Buah dan Mori,dan sebagainya, serta sesaji yang antara lain:Tumpeng tujuh buah beserta lauknya,Tumpeng Robyong dan Tumpeng Gundul, Telur penyu,Jenang Procot,Clorot,dan sebagainya.

Peralatan dan sesaji dalam Tingkeban harus disediakan secara lengkap.Hal ini dikarenakan setiap peralatan maupun sesaji mempunyai makna sendiri-sendiri namun saling mendukung dari semua tahapan Upacara Tingkeban.

Menurut saya,upacara ini merupakan salah satu upacara yang sangat rumit untuk dilaksanakan karena banyak sekali ketentuan yang harus dipatuhi,tetapi saya juga berpikir bahwa semua usaha yang dilakukan agar upacara dapat dijalankan dengan lancar sepadan dengan tujuan yang ingin diraih,yaitu memohon berkat kepada Tuhan.

Nilai budaya yang dipegang Masyarakat Jawa masih sangat tinggi karena budaya ini masih dipertahankan sampai sekarang dan juga meyakinkan bahwa Masyarakat Jawa masih memiliki rasa kepercayaan kepada Sang Pencipta yang kuat.


Apa tujuan dianakake upacara adat tingkeban

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 3

Upacara Tingkeban atau Upacara Mitoni adalah upacara adat masyarakat Jawa yang berhubungan dengan kehamilan seorang perempuan yang memiliki tujuan memohon kepada Sang Pencipta untuk memberi rahmat kepada Sang Ibu dan anaknya agar mendapat kehidupan yang baik,penuh keselamatan,dan sehat selalu.Kata "Mitoni" berasal dari kata "Pitu" dari bahasa Jawa yang memiliki arti "tujuh".

Pada umumnya, Upacara Tingkeban hanya dilaksanakan untuk kehamilan pertama bulan ke-7 saja.Upacara Tingkeban memiliki tata cara yang sudah ditentukan, baik menyangkut waktu pelaksanaan, perlengkapan, maupun pihak-pihak yang terlibat.

Semua tata cara dalam Upacara Tingkeban mempunyai makna yang diharapkan akan membawa kebaikan bagi ibu yang sedang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan.

Upacara tingkeban terdiri dari beberapa tahap,seperti Sungkeman,Siraman,Sesuci,Pecah Pamor,Brojolan,Sigaran,Nyampingan,Luwaran dan Simparan,Wiyosan,Kudangan,Kembulan dan Unjukan,Kukuban,Rencakan,Rujakan dan Dhawetan.

Setiap tahapan diiringi wicara tertentu yang selain merupakan pengungkapan maksud hati, juga akan membuat suasana menjadi hidup.Waktu pelaksanaan Upacara Tingkeban menurut pakem adalah hari Selasa atau Sabtu,waktu siang hingga sore (jam 11 siang sampai 4 sore waktu setempat),dan dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum bulan purnama dan lebih diutamakan pada tanggal 7 atau tanggal yang ada angka 7.

Upacara Tingkeban dilengkapi dengan peralatan-peralatan:Pengaron,Air Suci Perwita Sari,Sekar Setaman,Nyamping 7 Buah dan Mori,dan sebagainya, serta sesaji yang antara lain:Tumpeng tujuh buah beserta lauknya,Tumpeng Robyong dan Tumpeng Gundul, Telur penyu,Jenang Procot,Clorot,dan sebagainya.

Peralatan dan sesaji dalam Tingkeban harus disediakan secara lengkap.Hal ini dikarenakan setiap peralatan maupun sesaji mempunyai makna sendiri-sendiri namun saling mendukung dari semua tahapan Upacara Tingkeban.

Menurut saya,upacara ini merupakan salah satu upacara yang sangat rumit untuk dilaksanakan karena banyak sekali ketentuan yang harus dipatuhi,tetapi saya juga berpikir bahwa semua usaha yang dilakukan agar upacara dapat dijalankan dengan lancar sepadan dengan tujuan yang ingin diraih,yaitu memohon berkat kepada Tuhan.

Nilai budaya yang dipegang Masyarakat Jawa masih sangat tinggi karena budaya ini masih dipertahankan sampai sekarang dan juga meyakinkan bahwa Masyarakat Jawa masih memiliki rasa kepercayaan kepada Sang Pencipta yang kuat.


Apa tujuan dianakake upacara adat tingkeban

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 4

Upacara Tingkeban atau Upacara Mitoni adalah upacara adat masyarakat Jawa yang berhubungan dengan kehamilan seorang perempuan yang memiliki tujuan memohon kepada Sang Pencipta untuk memberi rahmat kepada Sang Ibu dan anaknya agar mendapat kehidupan yang baik,penuh keselamatan,dan sehat selalu.Kata "Mitoni" berasal dari kata "Pitu" dari bahasa Jawa yang memiliki arti "tujuh".

Pada umumnya, Upacara Tingkeban hanya dilaksanakan untuk kehamilan pertama bulan ke-7 saja.Upacara Tingkeban memiliki tata cara yang sudah ditentukan, baik menyangkut waktu pelaksanaan, perlengkapan, maupun pihak-pihak yang terlibat.

Semua tata cara dalam Upacara Tingkeban mempunyai makna yang diharapkan akan membawa kebaikan bagi ibu yang sedang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan.

Upacara tingkeban terdiri dari beberapa tahap,seperti Sungkeman,Siraman,Sesuci,Pecah Pamor,Brojolan,Sigaran,Nyampingan,Luwaran dan Simparan,Wiyosan,Kudangan,Kembulan dan Unjukan,Kukuban,Rencakan,Rujakan dan Dhawetan.

Setiap tahapan diiringi wicara tertentu yang selain merupakan pengungkapan maksud hati, juga akan membuat suasana menjadi hidup.Waktu pelaksanaan Upacara Tingkeban menurut pakem adalah hari Selasa atau Sabtu,waktu siang hingga sore (jam 11 siang sampai 4 sore waktu setempat),dan dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum bulan purnama dan lebih diutamakan pada tanggal 7 atau tanggal yang ada angka 7.

Upacara Tingkeban dilengkapi dengan peralatan-peralatan:Pengaron,Air Suci Perwita Sari,Sekar Setaman,Nyamping 7 Buah dan Mori,dan sebagainya, serta sesaji yang antara lain:Tumpeng tujuh buah beserta lauknya,Tumpeng Robyong dan Tumpeng Gundul, Telur penyu,Jenang Procot,Clorot,dan sebagainya.

Peralatan dan sesaji dalam Tingkeban harus disediakan secara lengkap.Hal ini dikarenakan setiap peralatan maupun sesaji mempunyai makna sendiri-sendiri namun saling mendukung dari semua tahapan Upacara Tingkeban.

Menurut saya,upacara ini merupakan salah satu upacara yang sangat rumit untuk dilaksanakan karena banyak sekali ketentuan yang harus dipatuhi,tetapi saya juga berpikir bahwa semua usaha yang dilakukan agar upacara dapat dijalankan dengan lancar sepadan dengan tujuan yang ingin diraih,yaitu memohon berkat kepada Tuhan.

Nilai budaya yang dipegang Masyarakat Jawa masih sangat tinggi karena budaya ini masih dipertahankan sampai sekarang dan juga meyakinkan bahwa Masyarakat Jawa masih memiliki rasa kepercayaan kepada Sang Pencipta yang kuat.


Apa tujuan dianakake upacara adat tingkeban

Lihat Sosbud Selengkapnya