Apa yang anda ketahui tentang pembentukan kabinet ali 1 dan program kerjanya

sebutkan aspek persamaan dan perbedaan dari Indonesia dan Agama!​

Analisalah apa yang dimaksud dengan pernyataan “ semua pekerjaan itu mulia selama pekerjaan tersebut bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain”???!? … !​

apa syarat permukaan bumi disebut sebagai ruang geografis​

sebutkan bab-bab 'Sejarah' IPS semester 1 dan 2 kelas 10!​

Qzaman logam dibagi menjadi tiga zaman yaitu​

Sebutkan berbagai cakupan dalam ruang​

Apa Itu Anarkis? Tolong Jelaskan?!​

Soal :Sebutkan tujuan dibentuknya ASEAN sesuai isi Deklarasi Bangkok!Peraturan :-no copas-no ngasal___jwbn yg plng pnjng ba​

apa yang dimaksud konflik menurut pendapatmu??​

Analisalah apa saja yang mempengaruhi perbedaan / keragaman budaya di Indonesia??​

Quizzzzzzzzzzzzzzzzorganisasi budi utomo didirikan para mahasiswa stovia di jakarta pada tanggal ???​

kenapa ternyata pada dinasti abasiyyah banyak direkrut dari khusaran​

setujukah kalian bahwa ulama hadist memiliki peranan besar dalam kemajuan daulah abbasiyah?? berikan alasannya!​

Jelaskan hubungan produktivitas ulama tafsir terhadap upaya menghasilkan karya ilmiah Daulah Abbasiyah!?!​

Berikan contoh yang kamu ketahui salah satu karya ulama tafsir yang sangat besar manfaatnya untuk kehidupan masyarakat​

Setujukah kalian bahwa ulama tafsir memiliki peranan besar dalam kemajuan Daulah Abbasiyah?? Berikan alasannya!​

Apa pengaruh ulama Fiqih dalam hal kerukunan umat beragama??​

Jelaskan Qaul Qadim dan Qaul Jadid menurut Imam Syafi'i sesuai pemahaman masing-masing​

Simpulkan peranan ulama hadist dalam pengembangan ilmu agama Daulah Abbasiyah​

Bagaimana pengaruh keberadaan Al-Khawarizmi terhadap perkembangan ilmu astronomi​

Assalammualaikum, Selamat datang di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas tentang pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Kabinet Ali Sastroamidjojo“. Berikut dibawah ini penjelasannya:

Apa yang anda ketahui tentang pembentukan kabinet ali 1 dan program kerjanya

Latar Belakang Kabinet Ali Sastroamidjojo

Indonesia mengalami babak baru dalam sejarah nasional Indonesia. Pada tahun 1950 sampai tahun 1959 di Indonesia dikenal dengan demokrasi liberal atau demokrasi parlementer. Dimana para kabinet bertanggungjawab kepada parlemen suatu majelis (Dewan Perwakilan Rakyat). Pada saat itu anggotanya 232. Hal ini merupakan cerminan basis atau kekuatan-kekuatan dari partai.

Partai-partai yang dimaksud yaitu Masyumi dengan 49 kursi (21%), PNI 36 kursi (16%), PSI 17 kursi (7,3%), PKI 13 kursi (5,6%), Partai Katolik 9 kursi (3,9%), Partai Kristen 5 kursi (2,2%), dan Murba 4 kursi (1,7%). Dengan hasil tersebut, maka 42 kursi terbagi atas partai-partai atau peorangan lainnya, dan dari seluruhnya tidak satu pun mendapat lebih dari 17 kursi.

Pada percobaan demokrasi di Indonesia, maka kabinet yang memimpin saat itu mengalami pergantian seperti : Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1953), Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1953), Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953), Kabinet Ali Satroamidjojo 1 (Juli 1953 – Juli 1955), Kabinet Burhanudin (Agustus 1955 – Maret 1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Maret 1956 – Maret 1957), dan Kabinet Djuanda (April 1957 – Juli 1959).

Pada proses Indonesia menuju pemerintahan, maka setiap kabinet mempunyai cerita yang berbeda-beda setiap masa jabatan. Kabinet Natsir adalah kabinet awal yang inti didalamnya adalah koalisi antara Masyumi dan PSI. begitu pula dengan kabinet selanjutnya; Sukiman yang memuat koalisi Masyumi-PNI, dimana koalisi antara kedua partai ini masih dilanjutkan oleh kabinet yang kemudian menggantikan Kabinet Sukiman; Kabinet Wilopo. Pada koalisi ini, maka orang PNI yang ambil peran sebagai perdana menteri. Hal ini menimbulkan ketidakharmonisan antara koalisi yang sebelumnya saling bekerjasama.

Pergantian parlemen yang begitu banyak di Indonesia selama 8 tahun dari tahun 1951-1959 disebabkan adanya mosi tidak percaya dari partai oposisi. Pergantian parlemen ini menyebabkan program-program yang dirancang oleh setiap partai tidak terlaksana dengan baik. Selain itu pergantian partai ini juga disebabkan oleh banyaknya partai di Indonesia.

Proses Pembentukan Kabinet Ali Sastroamidjojo 1

Krisis pemerintahan di Indonesia membuat negara yang baru terbentuk ini mengalami ketidakstabilan. Dimana dalam upaya menjalankan roda pemerintahanannya, Indonesia mengalami jatuh bangun. Hal ini yang kemudian mendorong terbentuknya Kabinet Ali untuk mengisi krisis pemerintahan di Indonesia pasca kekosongan selama 58 hari (sepeninggalan Kabinet Wilopo).

Setelah melakukan perundingan selama enam minggu dan lima kali upaya membentuk berbagai gabungan partai, sebuah kabinet PNI yang didukung oleh NU dan partai-partai kecil dibentuk oleh Ali Sastroamidjojo (Juli 1953-Juli 1955). maka pada tanggal 31 Juli 1953 ” Kabinet Ali I” ini diresmikan dan dikenal dengan nama Kabinet Ali-Wongso. Mr. Ali Sastroamidjojo dari PNI merupakan perdana menteri dalam kabinet ini. (Poesponegoro, 1993, hlm. 526).

Masyumi merupakan partai terbesar kedua dalam parlemen namun tidak turut serta dalam Kabinet Ali I, karena sebelumnya koalisi PNI-Masyumi kurang begitu baik hubungannya terutama setalah peristiwa penembakan lima orang petani oleh polisi di dekat Medan ketika memindahkan para penghuni liar tanah-tanah perkebunan milik orang-orang asing.

PKI bergerak aktif di kalangan para penghuni liar tersebut dan sekarang bersekutu dengan PNI di dalam DPR guna menuntut agar kabinet mengundurkan diri sebelum suatu mosi tidak percaya diterima di DPR, kabinet mengembalikkan mandatnya kepada Soekarno (Ricklefs, 2009, hlm. 512-513).

Pembubaran DPR telah menjadi isu ketika peristiwa 17 Oktober 1952. Tidak begitu mudah lagi bagi kaum politikus untuk menunda pemilu untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Pada bulan April 1953, UU Pemilu akhirnya disahkan. Waktu pemilihan anggota DPR ditetapkan pada tanggal 29 September dan pemilihan anggota konstituante ditetapkan pada tanggal 15 Desember 1955 dan pemilihan anggota Majelis Konstituante, yang akan merancang Undang-Undang Dasar (Ricklefs, 2009, hlm. 512).

Jarak waktu yang cukup lama antara disahkannya UU Pemilu dengan waktu dilaksanakannya Pemilu ini menurut Ricklefs adalah upaya untuk menunda pemilu karena partai PNI khawatir apabila pemilu dilaksanakan saat itu, Masyumi akan mendapatkan Suara yang besar. Waktu yang cukup lama ini dimanfaatkan oelh politkus jakarta untuk mendapat simpati dari yang memiliki hak suara, seperti yang diungkapkan oleh Ricklef (2008) bahwa:

Untuk pertama kalinya, para politikus Jakarta kini mulai bekerja membangun dukungan massa yang akan memberikan suara. Dalam usaha mencari dukungan rakyat itu, mereka menggunakan banyak daya tarik ideologis yang meningkatkan ketegangan-ketegangan masyarakat di desa-desa. Para aktivis partai islam di tingkat bawah menghendaki sebuah negara yang didasarkan pada hukum islam.

Partai-partai “sekular”, terutama sekali PNI dan PKI, berusaha mengait-ngaitkan Masyumi dengan Darul Islam dan mengubah pancasila sebagai slogan anti-islam daripada falsafah pengayoman seperti yang dikehendaki Sukarno. (hlm, 512)

Adapun struktur yang mengisi kabinet Ali, terdiri atas unsur-unsur dari PNI, Ali Sastroamidjojo melakukan perluasan birokrasinya dalam tubuh PNI. Ia menganggap tindakan tersebut sangat penting bagi pemilihan yang akan datang. Politik kebijakan yang diterapkan tersebut terlihat lebih mengutamakan mengenai pertahanan kekuasaan serta membagi hasil hasilnya atas penguasaan.

Program Kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo 1

Dalam menjalankan roda pemerintahan, berikut adalah program kerja dari Kabinet Ali Sastroamidjojo 1:

Menjaga keamanan merupakan bagian dari program kerja Kabinet Ali I. Hal ini karena Kabinet Ali berani mengambil alih pemerintahan setelah kabinet sebelumnya runtuh. Adanya tanggungjawab kabinet ini yang kemudian akan dilaporkan terhadap DPR tentunya akan memuat suatu solusi untuk meredam ketidakstabilan Negara saat itu. Pada masa kabinet sebelumnya telah terjadi berbagai goncangan keamanan. Misalnya saja perpecahan yang terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, perselisihan yang terjadi dikalangan militer, Bahkan pembunuhan yang dilakukan kepolisian terhadap lima petani di dekat Medan.

Saat itu Kabinet Ali mengerahkan pasukan untuk meredam pemberontakan dari kota kota yang penting. Adapun keadaan ini membuat stabilitas yang dijalankan pemerintahan terganggu, selain itu juga terdapat berbagai pemberontakan di daerah-daerah. Sehingga kabinet Ali mempunyai tugas untuk menjaga keamanan di Indonesia.

Adanya Perang Korea antara Februari 1952 – Maret 1952 memberikan dampak turunnya perekonomian Indonesia. Adanya upaya untuk memperbaiki neraca perdagangan pada kabinet sebelum Kabinet Ali tidak berhasil. Apalagi solusi ekonomi yang dilakukan pemerintahan sebelumnya justru berdampak memperkeruh ketidakstabilan politik dan keamanan. Pada tahun 1952-1953 terjadi inflasi di Indonesia. Sehingga nilai tukar rupiah turun menjadi 44,7 % dari nilai resmi menjadi 24,6 %.

Hal ini akhirnya menyebabkan eksportir diluar Pulau Jawa yang terdiri atas orang-orang Masyumi terkena imbas dan mengalami dampak buruk pada kegiatan ekonominya (kerugian). Dari adanya situasi ini menyebabkan penyelundupan semakin meningkat. Keadaan ini semakin menambah kemiskinan bangsa Indonesia. Rakyat hidup dalam kelaparan dan jauh dari kesejahteraan. Maka Kabinet Ali berupaya untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan. Upaya yang dilakukan dengan menekan terhadap perekonomian dan memberi dorongan kepada pengusaha pribumi.

Artikel Terkait:  Rumah Adat Aceh

Sebagai kabinet yang memimpin pemerintahan, maka Kabinet Ali menyanggupi inti dari pemerintahan Indonesia yang bersifat parlementer. Oleh karena itu, Kabinet Ali menyanggupi penyelenggaraan Pemilu. Pada tanggal 31 Mei 1954 Kabinet Ali membentuk Panitia Pemilu Pusat yang diketuai oleh Hadikusumo (PNI). Selanjutnya Pada 16 April 1955 Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilu akan diadakan pada tanggal 29 September 1955. Hal ini yang membuat berbagai kampanye yang diadakan menjadi meningkat. Sedangkan pemilu merupakan program kerja yang utama dalam kabinet ini.

Kemerdekaan Indonesia, menuntut kabinet ini untuk tidak menyetujui adanya RIS. Hal ini karena pemerintahan yang ada saat itu ingin berdaulat dalam menjalankan kehidupan bernegara. Oleh karena itu, pada tanggal Agustus 1954 Kabinet Ali memuat usul mengenai penghapusan Uni Belanda-Indonesia dan beberapa penyesuaian atas hasil KMB, namun hal ini tidak mencapai kemajuan. Adanya masalah pembebasan Irian yang tidak memuat hasil membuat Kabinet Ali saat itu mengajukan masalah ini ke PBB, dan dalam bulan yang sama pengaduan tersebut tidak diterima.

Adanya bipolarisasi dan politik konstelasi dunia membuat Indonesia tidak ingin terlibat didalamnya. Apalagi Indonesia sendiri merupakan Negara yang baru merdeka, bahkan dalam menata negaranya, Indonesia masih belum tentu arah. Apalagi kemerdekaan Indonesia masih belum diakui oleh Belanda. Adanya ancaman kedatangan Belanda maupun Jepang bisa kapan saja menghampiri Indonesia. Maka dari itu pada masa Kabinet Ali ini menetapkan Indonesia untuk menjalankan Politik Bebas-Aktif. Adapun bebas disini terwujud dengan sifat tidak memihak Indonesia terhadap pertikaian dunia.

Misalnya pada ketegangan antara Amerika dan RRC saat itu. Sedangkan aktif disini ditujukan pada perjuangan untuk membebaskan Irian dari Belanda. Indonesia ingin berperan aktif dalam menyuarakan anspirasinya pada dunia. Hal ini yang kemudian akan diwujudkan dengan pelaksanaan KAA 1955 yang mengikutsertakan Indonesia dalam menggalang perdamaian Asia-Afro. Program ini sangat didukung Soekarno.

Pada tahun 1950-1959, keadaan politik di Indonesia sangat tidak stabil.  Perpecahan terjadi dikalangan elite politik. Tahta, jabatan, dan kekuasaan membuat Indonesia semakin terpuruk dalam kehidupan bernegara. Salah satu perpecahan yang ada terlihat dengan keluarnya NU dari Masyumi, dan NU nantinya membentuk partai sendiri. Adapun hal ini dikarenakan adanya kesenjangan dalam perebutan jabatan Menteri Agama. Selain itu ketidakharmonisan juga terlihat dalam hubungan PNI dan PSI.

Adanya aksi tuding menuding semakin gencar diarahkan satu sama lain. Tidak hanya pada dunia politii, tapi juga dikalangan militer dan sebagainya terjadi kesenjagan yang tidak layak. Dan pada bulan Januari Hamengkubuwana IX mengundurkan diri dari Jabatan Menteri Pertahanan. Hal ini adalah wujud dari adanya pertikaian politik. Pada masa Kabinet Ali, masalah demikian merupakan bagian dari kegiatan kerja kabinet.

Yaitu sebagai berikut:

  • Mewujudkan usaha pemerintah ke arah perbaikan nasib dan kedudukan hukum kaum buruh dan pegawai negeri serta hubungannya dengan pimpinan perusahaan atau jawatan sehingga berkesempatan memperkembangkan bakat dan sifat-sifatnya yang baik untuk kepentingan masyarakat.
  • Melengkapkan perundang-undangan perburuhan dan pegawai mengatur penyelesaian perselisihan perburuhan melalui prosedur yang lebih demokratis, sambil menuju ke arah peradilan perburuhan yang lengkap.
  • Memberikan segala bantuan dan stimulans bagi konsolidasi dan pertumbuhan organisasi-organisasi kaum buruh dan pegawai yang sehat.

Yaitu sebagai berikut:

  1. Memperluas dan mempertinggi mutu pendidikan rakyat disekolah dan di luar sekolah, baik jasmani maupun rohani atas dasar kepentingan nasional sekarang
  2. Menyiapkan berlakunya wajib belajar dalam tempo yang tertentu.
  3. Memperluas pendidikan teknik dan ekonomi yang praktis dan umumnya pendidikan kejuruan, sesuai dengan kepentingan pembangunan sekarang.
  4. Menyelesaikan perundang-undangan pendidikan nasional hingga tercapai dasar yang sama dan koordinasi yang baik diseluruh lapangan pendidikan dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi.
  5. Menyelenggarakan usaha-usaha yang pokok dan merata untuk memberi dasar yang kuat dalam pertumbuhan kebudayaan nasional.

Kendala Kabinet Ali Sastroamidjojo 1

Berikut ini terdapat beberapa kendala kabinet ali sastroamidjojo 1, yaitu sebagai berikut:

Di Jawa Barat kegiatan Darul Islam semakin memuncak, bahkan aktivitas yang dilakukan meningkat. Selain itu Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di (DI/TII) ini disebut berasal dari Jawa Barat dan kemudian menyebar ke daerah lain. Adapun pemimpinnya adalah Kartosuwirjo.

Kaum muslim di Aceh mulai merasakan politik Jakarta hidup dalam keadaan, tidak beriman, dan tidak cakap. Pada tahun 1949 Aceh menjadi Propinsi Republik yang otonom. Selanjutnya pada tahun 1950 Aceh digabungkan dengan Propinsi Sumatera Utara. Daud Beureu’eh, sebagai orang kuat Aceh dan benteng Republik Revolusi menolak untuk menerima pekerjaan di Jakarta dan lebih memilih untuk bermukim di Aceh dan memperhatikan perkembangan-perkembangannya.

Adapun hal ini karena adanya isi kabinet terdiri atas tokoh-tokoh Masyumi. Pada masa Kabinet Ali. Bahkan Darul Islam berhasil memperluas wilayahnya dengan meliputi Aceh, Jawa Barat , dan Sulawesi. Pada Mei 1953, terdapat bukti bahwa ia menjalin hubungan dengan Kartosuwirjo dari Darul Islam. Daud merasa keberadaan Kabinet Ali bermaksud menangkapi orang-orang Aceh yang terkemuka. Sampai tahun 1959 Daud mundur keatas bukit.

Kemudian pada tanggal 19 September 1953 Daud dan PUSA terangan-terangan melakukan pemberontakan terhadap Jakarta. Ini mendapat dukungan orang-orang Aceh yang menjadi pegawai dan tentara. Saat itu Daud menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari Darul Islam bukan Pemerintah Pancasila. Ketika Kabinet Ali gerakan ini dianggap sebagai hambatan yang berpengaruh terhadap ketidakstabilan Negara. Apalagi Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintahan Kabinet Ali dan menjadi penguras utama dana.

Pada Januari 1952 Kahar Muzakar menyatakan Sulawesi Selatan merupakan wilayah dari kepemimpinan Kartosuwirjo. Namun pada akhirnya Kahar Muzakar ini berhasil ditembak oleh Tentara dari Divisi Siliwangi.

Pemberontakan ini dipimpin oleh Amir Fatah dan Mahfud Abdur Rahman. Pada tahun 1954 pemberontakan ini berhasil ditundukan oleh TNI.

  • Persoalan dalam negeri dan luar negeri misalnya persiapan pemilihan umum yang saat itu direncanakan pada pertengahan Mei 1955 mengalami kegagalan.

Ketegangan yang terjadi dilingkungan TNI-AD sejak peristiwa 17 Oktober 1952 (Pada waktu itu Nasution mendapat skors atau dinonaktifkan selama tiga tahun) kemudian berlanjut. (Ricklefs: 1998, 369). Adapun peristiwa disebabkan Kepala Staf TNI-AD “Bambang Sugeng” mengajukan permohonan. Dalam hal ini keinginan tersebut disetujui oleh kabinet. Tindak lanjut dari hal tersebut ialah pengangkatan Kolonel Bambang Utoyo oleh Mentri Pertahanan.

Menurut Panglima TNI-AD hal tersebut sangat tidak menghormati norma-norma yang ada di dalam lingkungan TNI-AD. Kabinet yang ada saat itu dipersalahkan, bahkan dalam Upacara Pelantikan dan Serah Terima Panglima tinggi TNI-AD tidak ada yang hadir.

Artikel Terkait:  Materi Perang Dunia 2

Selain dari masalah diatas, hambatan pada kabinet ini juga meliputi masalah ekonomi. Pada program kerjanya Kabinet Ali menekankan pengindonesiasian terhadap perekonomian dan memberi dorongan kepada pengusaha pribumi. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena banyak perusahaan-perusahaan baru yang berkedok palsu bagi persetujuan antara pendukung pemerintah dan orang-orang Cina/Perusahaan Ali Baba. Maka dari itu Kabinet ini dikenal juga dengan Kabinet Ali Baba.

Ali Baba artinya seorang pengusaha pribumi yang mewakili pengusaha Cina yang memiliki perusahaan. Dalam praktiknya duta besar Cina akan menekan orang-orang Cina untuk bekerja sama dengan pribumi, tapi keadaannya tidak demikian. Sedangkan pada saat itu Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi, pergolakan ditanah air yang menguras dana semakin membuat kemiskinan. Apalagi pada 1955 PSI melakukan pemogokan dan untuknya diredam oleh SOBSI.

Runtuhnya Kabinet Ali Sastroamijoyo 1

Salah satu program Kabinet Ali I ini sebenarnya menekankan pada program ekonomi yang mendorong pengusaha pribumi untuk berkembang. Namun kenyataannya banyak perusahaan-perusahaan baru hanya merupakan kedok-kedok palsu bagi persetujuan-persetujuan antara pribumi dengan orang-orang Cina yang kemudian disebut sebagai perusahaan “Ali-Baba”, dimana seorang Indonesia “Ali” mewakili seorang pengusaha Cina “Baba” yang sebenarnya merupakan pemilik perusahaan tersebut. Sehingga apa yang menjadi tujuan untuk mengembangkan usaha pribumi sangat tidak efektif.

Kemudian faktor lain yang menyebabkan melemahnya kabinet Ali I ini yaitu inflasi melonjak, persediaan uang meningkat 75% dan nilai tukar rupiah di pasar bebas turun dari 44.7% dari nilai resmi menjadi 24,6% dan berdampak para eksportir yang berada diluar Jawa dan banyak dari mereka merupakan pendukung Masyumi. Selain itu juga penyelundupan meningkat dan banya yang melibatkan satuan tentara-tentara dalam penyelundupan tersebut (Ricklefs, 2008, hlm. 513-514).

Disamping permasalahan ekonomi yang diahadapi Kabinet Ali I ini juga terdapat permasalahan keamanan seperti terjadi pergolakan-pergolakan di dalam negeri yang belum mampu terselesaikan seperti pemberontakkan DI/TII. Kondisi yang tidak kondusif di Jakarta serta digabungkannya daerah Aceh dengan Sumatera Utara dalam satu Provinsi pada tahun 1950 padahal satu tahun sebelumnya daerah Aceh ditetapkan sebagai daerah Otonom membuat tokoh Daud Beureu’eh menjalin hubungan dengan Kartosuwirjo dari Darul Islam.

Sikap Daud yang secara terang-terangan mengakui bergabungnya Aceh dengan Darul Islam dan mengatakan tidak ada lagi negara Pancasila   karena kondisi politik di Jakarta yang tidak kondusif. Dan kondisi tersebut direspon kabinet dengan mengirimkan pasukan-pasukan untuk mengahalau pemberontakan. Kemudian Tingkat korupsi yang memuncak, membuat perekonomian menurun dan kepercayaan masyarakat merosot.

Sementara itu upaya diplomatik untuk mendapatkan kembali Papua mengalami kegagalan terlebih setelah Perundingan-perundingan dengan Belanda mengahasilkan suatu protokol pada bulan Agustus 1954 yang mengusulkan penghapusan Uni-Belanda-Indonesia dan beberapa perubahan pada hasil KMB. Sehingga permasalahan mengenai Papua semakin sempit. Kondisi ini smepat dimanfaatkan oleh Masyumi sebagai mosi tidak percaya terhadap kebijakan kabinet terhadap permasalahan Papua pada bulan Desember, namun gagal.

Terlebih Dinamika hubungan antara Kabinet dengan TNI sangat terlihat, seperti pada tanggal 17 Oktober 1952 hubungan keduanya sangat buruk dan kemudian Pada tahun 1954 mulai berdamai dan terjadi sebuah konferensi pada bulan Februari 1955 antara pihak yang terlibat pada 17 Oktober diselenggarakan Konferensi di Yogyakarta dan dihadiri 270 perwira yang kemudian menyetujui piagam persatuan dan kesepakatan.

Pada tanggal 27 Juni perwira menolak mengakui Kepala Staf yang diangkat oleh kabinet (Ricklefs, 2008, hlm. 513-519). NU sebagai partai koalisi kabinet merasa tidak puas dengan kerja kabinet (personel, ekonomi, keamanan. Sehingga pada tanggal 20 Juli NU mengutus menteri-menterinya untuk mundur dari pemerintah. Hal ini diikuti oleh partai lain. Dengan keluarnya NU dari koalisi menimbulkan suara di parlemen sangat lemah.

Adanya kelemahan Kabinet Ali mendorong Masyumi untuk mengajukan mosi pada bulan Desember mengenai kemunduran (ketidak percayaan kepada kebijakan pemerintah). Pada tanggal 18 Juli, Soekarno memutuskan untuk naik haji dan kemudian mengunjungi Mesir, karena dukungan dari DPR tidak mencukupi empat hari kemudian akhirnya Ali mengundurkan diri. Kabinet ini mengembalikan mandatnya pada tanggal 24 Juli 1955 (Ricklefs, 2009, hlm. 519).

Proses Pembentukan Kabinet Ali Sastroamidjojo 2

Setelah sebelumnya kabinet Ali I satu menyerahkan mandatnya pada tanggal 24 Juli 1955, penggantinya ialah kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956). Penunjukkan Formatur kabinet ini langsung ditunjuk oleh wakil Presiden Moh.Hatta karena Presiden Soekarno saat itu sedang melaksanakan ibadah haji dan melakukan kunjungan kenegaraan ke Mesir. Hal tersebut menjadi salah satu faktor pendeknya umur kabinet Burhanuddin yang tidak disukai Soekarno.

Kabinet Burhanuddin Harahap menempatkan para birokrat PNI pada kedudukan-kedudukan yang tanpa kekuasaan dan mengangkat para pendukung PSI dan Masyumi ditempat mereka (Ricklefs, hlm 522). Pada tanggal 3 Maret 1956 kabinet ini akhirnya jatuh pula.

Berbeda dengan pembentukan kabinet pada masa-masa sebelumnya, Presiden Soekarno tidak menunjuk perseorangan menjadi formatur, tetapi menunjuk partai pemenang pemilu untuk memilih formatur kabinet. Oleh karena PNI memperoleh suara terbanyak dalam pemilu maka mereka mengajukan Ali Sastroamidjojo dan Wilopo sebagai formatur kabinet. Presiden Soekarno kemudian memilih Ali sebagai formatur pada tanggal 8 Maret 1956 (Poesponegoro, 1993, hlm. 421).

Susunan kabinet Ali Sastroamidjojo atau Ali II diumumkan pada tanggal 20 Maret 1956. Ali berusaha melepaskan ketergantungannya pada PKI dengan cara menyusun koalisi PNI-Masyumi-NU. Presiden Soekarno nampaknya kurang setuju dengan susunan kabinet tersebut karena tidak mengikutsertakan PKI dalam kabinet. Presiden mencoba mendesak tokoh Masyumi (sukiman) dan NU (K.H. Idham Chalid) serta tokoh PNI dan PSII untuk mendesak keinginannya memasukan PKI dalam kabinet, namun semuanya menolak.

Pada masa kabinet Ali II, pemerintah membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembanguna Lima Tahun yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961.

Program Kerja Kabinet Ali Sastroamidjojo 2

Kabinet Ali berupaya membatalkan hubungan Indonesia-Belanda atas perjanjian Konferensi Meja Bundar secara sepihak oleh Indonesia, dengan Undang-undang No.13 tahun 1956 pada 3 Mei 1956. Selanjutnya hubungan kedua negara berlangsung sebagaimana lazimnya hubungan antar negara yang berdaulat (Suryanegara, 2017, hlm. 371). Pembatalan hasil Konferensi Meja Bundar berangkat dari program Kabinet Burhanuddin yang telah berhasil menyusun RUU tentang pembatalan secara sepihak hasil KMB, mengenai Uni Indonesia Belanda, yang menempatkan Republik Indonesia dibawah Ratu Belanda.

Oleh karena Soekarno tidak menyukai Burhanuddin Harahap dari Masyumi, tidak mansahkan RUU tersebut. Baru pada masa kabinet Ali II RUU ditandatangi menjadi Undang-Undang pembatalan hasil KMB. Empat bulan kemudian, pemerintah Indonesia menyatakan menolak membayar utang-utang warisan kolonialisme Belanda.

Artikel Terkait:  Latar Belakang Revolusi Perancis

Ditandatanganinya Undang Undang Pembatalan KMB oleh Presiden soekarno pada tanggal 3 Mei 1956, menimbulkan perosalan tantang bagaimana nasib modal Belanda yang ada di Indonesia. usulan-usulan mengadakan nasionalisasi perusahaan Belanda ternyata ditolak oleh sebagian besar anggota kabinet. Pada akhirnya banyak perusahaan-perusahaan Belanda menjual perusahaannya kepada orang-orang China, karena mereka faktanya memiliki banyak uang.

Orang-orang China ini memang sudah lama memiliki kedudukan yang kuat dalam ekonomi Indonesia. maka dari itu pada tanggal 19 Maret 1956 Mr. Assat di depan Kongres Nasional Importir Indonesia di Surabaya mengatakan perlunya pemerintah mengeluarkan peraturan yang melindungi pengusaha-pengusaha nasional.

Hal itu dirasa penting karena pengusaha Indonesia belum mampu bersaing dengan pengusaha-pengusaha nonpribumi, khususnya orang China (Poesponegoro, 1993, hlm. 322). Pernyataan Assat ini mendapat dukungan dari masyarakat, dan lahir “gerakan Assat” di mana-mana. Pemerintah menanggapi gerakan ini dengan keluarnya pernyataan dari Menteri Perekonomian Burhanuddin (NU) bahwa pemerintah akan memberikan bantuan terutama pada perusahaan-perusahaan yang 100% dikendalikan oleh pengusaha pribumi.

Dampak daripada pembatalan KMB secara sepihak oleh Indonesia, pada tanggal 20 Juli 1956 Hatta mengajukan pengunduran diri sebagai wakil presiden. Hal ini berarti tokoh yang mewakili bangsa Indonesia di luar Jawa terlempar dari pemerintahan. Hatta merasa tidak puas atas jalan yang ditempuh oleh negara Indonesia. dalam pidatonya terakhir, dia mengecam perilaku partai-partai yang didasarkan atas kepentingan pribadi yang sempit. Hatta lebih menginginkan perbaikan partai sementara soekarno ingin membebaskan diri dari partai-partai (Ricklefs, 2009, hlm. 527).

Hubungan dengan negeri Belanda semakin memburuk, sebagai akibat dari penolakan pihak Belanda untuk merundingkan penyerahan Irian Barat ke Indonesia. pada tanggal 4 Agustus 1956, Kabinet Ali secara sepihak menolak mengakui hutang negara sebesar 3.661 miliyar gulden dibawah persetujuan Meja Bundar, 85 % dari jumlah yang disepakati tahun 1949,atas dasar pemikiran bahwa biaya tersebut adalah biaya perang Belanda untuk melawan revolusi. Pengingkaran ini disambut hangat di Indonesia.

Pembatalan-pembatalan hasil KMB tersebut mengakibatkan hilangnya bukti utama yang dipegang PKI bahwa Indonesia berstatus semi kolonial. Namun Aidit masih menggunakan dalih kasus Irian Barat untuk merongrong kabinet Ali (Ricklefs dalam Riawan, 2016, hlm. 67). Adanya kaum reaksioner dalam negeri (terutama dituduhkan kepada masyumi) yang secara sembunyi-sembunyi bekerjasama dengan kaum imperialis asing untuk membatasi kemerdekaan bangsa. Semakin lama adanya kesamaan masalah-masalah dan lawan dari PKI dan Soekarno.

Struktur sosial dan politik negara mulai hancur. Para politikus telah menunjukkan betapa mudahnya norma hukum diabaikan. Contoh tersebut kemudian dilakukan secara kasar oleh orang lain. Kesulitan ekonomi cenderung mengkambing hitamkan orang China, dan tidak lama kemudian mereka diserang. Terutama di daerah-daerah luar Jawa dan wilayah-wilayah Jawa yang Islamnya lebih kuat.

Sentimen-sentimen kesukuan dan kedaerahan menjadi semakin jelas, yang didorong oleh perbedaan-perbedaan daerah yang terungkap di dalam pemiliha umum tahun 1955. Suku Sunda di Jawa Barat menyatakan kejengkelan mereka terhadap suku jawa, yang menurutnya mendominasi urusan kehidupan nasional.

Pada bulan Agustus 1956 ketegangan meningkat di Jakarta. Salah seorang pendukung Lubis menawan menteri luar negeri dari PNI, Ruslan Abdulgani, dengan tuduhan melakukan korupsi, tetapi perintah tersebut dibatalkan Nasution yang sebelumnya dipilih kembali sebagai KSAD. Kemudian Lubis yang diberhentikan dari jabatan wakil kepala staf merencanakan suatu kudeta dengan dukungan beberapa perwira dari divisi Siliwangi. Soekarno saat itu sedang berada di luar negeri dalam suatu kunjungan kenegaraan. Mereka merencanakan menurunkan Nasution dan membubarkan kabinet sebelum presiden pulang, akan tetapi gerakan tersebut akhirnya gagal.

Pada tanggal 28 Oktober 1956, soekarno dalam pidatonya meminta agar partai-partai dibubarkan. Dua hari kemudian ia menyatakan suatu pemikiran mengenai suatu konsepsi baru yaitu demokrasi terpimpin. Natsir dan para pemimpin Masyumi lainnya menentang gagasan itu. Sementara Murba, yang hanya mempunyai kemungkinan kecil untuk dapat mencapai kekuasaan dalam sistem parlementer memuji gagasan tersebut dan membuat ikatan yang erat denga soekarno. PNI dan NU memilih sikap mendua.

PKI yang terutama mencari perlindungan, mendukung Presiden tapi dengan harapan tidak membubarkan partai-partai politik. Orang-orang Jawa merasa cemas terhadap suatu sistem pemerintahan Soekarno-Murba-PKI-PNI-NU, suatu pemerintahan Jawa dan kaum radikal yang bertentangan dengan mereka dan Masyumi. Dikalangan militer, para panglima di luar Jawa melihat sedang terbentuknya suatu sistem yang sama, yang diselenggarakan oleh Jakarta melawan mereka (Ricklefs, 2009, hlm. 528).

Krisis mulai muncul di Sumatera mendorong Jakarta untuk mengakhiri perlawanan di Aceh. Kabinet Ali memutuskan untuk mendirikan ulang provinsi Aceh, yang disetujui oleh parlemen pada bulan Oktober 1956. Namun Soekarno bersikap lamban. Hingga pada bulan desember 1956, para perwira tentara di Sumatera yang kebanyakan merupakan veteran-veteran dari bekas Divisi Banteng dari masa revolusi, mengambil keputusan untuk melawan Jakarta dengan dukungan kaum sipil setempat.

Runtuhnya Kabinet Ali Sastroamijoyo 2

Dan kemudian tepat pada tanggal 14 Maret tahun 1957, Ali Sastroamijoyo kembali menyerahkan mandatnya kepada presiden yang dikarenakan pada tubuh kabinet Ali Sastroamijoyo II terdapat dan terjadinya perpecahan antara kubu Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan kubu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

Kubu dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menginginkan agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya dan ditujukan kepada presiden sesuai dengan tuntutan dari daerah, akan tetapi Ali Sastroamijoyo mempunyai pendapat lain yakni berpendapat bahwa kabinet tidak diwajibkan mengembalikan mandatnya hanya dikarenakan tuntutan dari daerah.

Dan tepat pada bulan januari tahun 1957, Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) kemudian menarik seluruh menteri-menterinya dari kabinet Ali Sastroamijoyo II dan karena hal-hal tersebutlah yang membuat kabinet Ali Sastroamijoyo II menjadi sangat lemah. Sehingga hal tersebut yang menjadi faktor pemicu kabinet Ali Sastroamijoyo II runtuh.

File Download Materi

Materi Pelajaran Sejarah
Update April 04, 2020
Ukuran 125.16 KB

Download File Materi

Daftar Pustaka:

  1. Kunto, Haryoto. (1996). Balai Agung di Kota Bandung. Bandung: Granesia
  2. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho. (1993). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka
  3. Riawan, Y.H.U. (2016). Kebijakan Politik Pemerintahan Masa Demokrasi Liberal 1950-1959). Makalah. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma
  4. Ricklefs, M.C. (2009). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
  5. Suryanegara, A.M. (2015). Api Sejarah 2: Mahakarya Perjuanagn Ulama dan santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bandung: Surya Dinasti

Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Kabinet Ali Sastroamidjojo 1 dan 2: Latar Belakang, Proses, Program Kerja, Kendala dan Runtuhnya

Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!

Baca Artikel Lainnya: