Apa yang perlu dilakukan untuk melatih ketepatan dalam melafalkan bunyi bahasa

Hamdy Salad (2015) dalam bukunya “Panduan Wacana dan Apresiasi: Seni Baca Puisi” mengemukakan bahwa aspek teoritik seni baca puisi menuntut adanya disiplin tertentu yang merujuk pada metode, teknik, dan gaya. Metode berkaitan dengan sistem pengetahuan dan apresiasi sastra. Teknik berkaitan dengan konsep dasar seni pertunjukkan, proses pelatihan dan persiapan, serta cara-cara yang dapat dikembangkan oleh pelakunya, sedangkan gaya menunjuk pada fakta-fakta perwujudan bentuk ekspresi yang dapat didengar dan disaksikan oleh audiensnya.

1. Metode Interpretasi

Proses interpretasi bertujuan untuk menggali, mencari, dan menemukan makna teks puisi, untuk kemudian diolah sebagai pesan yang dapat diekspresikan melalui medium suara dan gerak tubuh manusia. Proses interpretasi dapat ditempuh melalui dua cara, yakni: penafsiran dan penghayatan. Penafsiran berkaitan dengan kemampuan individu (pembacaan puisi) untuk mengerti dan memahami unsur-unsur

17

tematik, ide dan gagasan pokok dari sebuah teks puisi. Unsur tematik ini sering juga disebut isi, pesan, amanat atau makna yang tersirat maupun tersurat dalam teks puisi, sedangkan penghayatan dapat diartikan sebagai usaha untuk merenungkan kembali makna puisi yang diperoleh dari proses penafsiran. Melalui proses penafsiran dan penghayatan tersebut, sebuah teks puisi dapat diresapi dan dicerap maknanya untuk kemudian disatupadukan dengan potensi suara, tubuh dan jiwa si pembaca, sehingga pembaca itu seolah mengalami betul peristiwanya, merasakan kebahagiaan atau kesedihan, kesyahduan atau kerinduan, cinta atau kebencian yang tersirat dari dalam kandungannya.

2. Teknik Vokalisasi

Teknik dalam seni baca puisi disebut juga vokalisasi, yaitu cara-cara pengucapan atau pelafalan huruf dan kata-kata melalui kekuatan lisan, sehingga teks dan makna puisi dapat didengar, dirasakan, dinikmati, dan seklaigus mampu menjalin hubungan komunikasi dengan audiensnya. Membacakan puisi merupakan kegiatan membaca indah. Untuk itu, pembaca harus memperhatiakan empat hal utama: lafal, tekanan, intonasi, dan jeda. Hal tersebut dimaksudkan agar isi puisi itu dapat terekspresikan dengan jelas. Menurut Kosasih (2012: 120–124) teknik dalam vokalisasi adalah sebagai berikut.

1. Lafal

Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa dalam mengucapkan bunyi bahasa. Adapun yang dimaksud dengan bunyi bahasa, antara lain, (a), (c), (f), (h), (u). Pelafalan seseorang dalam

18

berbahasa sering kali berbeda dengan orang lainnya. Meskipun demikian, terlepas darimana asal daerahmu, dalam melafalkan suatu bunyi bahasa haruslah jelas. Bunyi-bunyi itu tidak boleh tertukar dengan bunyi-bunyi bahasa lainnya. Contohnya: bunyi (p) dengan (b), (k) dengan (h), atau (o) dengan (u).

Guna melatih ketepatan dalam melafalkan bunyi bahasa, Hal yang harus melakukan oleh vokal, misalnya dengan mengucapkan bunyi-bunyi vokal atau konsonan secara cepat dan bervariasi.

2. Tekanan

Tekanan (nada) adalah keras lunaknya pengucapan suatu kata. Tekanan berfungsi untuk memberi nada khusus pada kata-kata tertentu. Kata yang ingin ditonjolkan pesannya, perlu dibacakan dengan keras dibandingkan dengan kata lainnya. Tinggi-rendahnya tekanan dapat membedakan bagian kalimat yang satu dengan bagian lainnya yang tidak penting.

3. Intonasi

Intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat. Perbedaan intonasi dapat menghasilkan jenis kalimat yang berbeda, yakni kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru.

Penggunaan intonasi dalam puisi sangat penting agar pembacaannya itu tidak monoton sehingga pendengar pun lebih tertarik. Intonasi juga berguna dalam memperjelas atau membedakan maksud atau pesan dai setiap lariknya.

19

4. Jeda

Jeda adalah hentian arus ujaran dalm pembacaan puisi yang ditentukan oleh peralihan larik. Jeda berpengaruh pada jelas tidaknya maksud suatu kata atau larik. Dalam penggunaannya, jeda dikelompokkan ke dalam tiga jenis: jeda pendek, jeda sedang, jeda panjang.

3. Gaya: Representasi

Gaya memiliki arti yang sama dengan style, atau bentuk perwujudan ekspresi secara keseluruhan seorang pembaca puisi di atas panggung. Gaya juga merupakan variasi bentuk ekspresi yang bersifat spontan sebagai respons terhadap situasi dan peristiwa tertentu yang ditampilkan seseorang dalam pembacaan puisi. Oleh karena itu, gaya memiliki sifat kreatif yang khas dan personal sehingga tidak ada kriteria khusus yang dapat ditetapkan. Namun demikian, dari keterangan tersebut tersirat pula adanya unsur-unsur definitif yang dapat dipakai untuk mendekatinya, bahwa gaya dalam seni baca puisi ialah

a. variasi ekspresi suara dan gerak tubuh yang ditampilkan oleh seorang pembaca puisi;

b. bentuk ekspresi keseluruhan di atas panggung yang dapat dilihat di atas panggung yang dapat dilihat oleh penonton;

c. karakter suara, tubuh dan mimik yang bersifat khusus dan hanya dimiliki oleh sesorang pembaca puisi;

d. ekspresi tertentu yang dilakukan secar spontan, dan dijadikan kebiasaan oleh sesorang pembaca puisi;

20

e. pemakaian media tertentu untuk mencapai efek tertentu yang telah disiapkan oleh pembaca puisi;

f. peniruan atau pengembangan terhadap gaya baca puisi tokoh atau orang tertentu yang menjadi idolanya;

g. ekspresi seseorang pembaca puisi yang bersifat khas dan tidak dimiliki atau dapat ditiru oleh orang lain. Oleh Karena itu, gaya merupakan aktivitas kreatif yang bersifat individual dan subjektif.

Ekspresi juga disebut mimik. Mimik merupakan petunjuk apakah seseorang sudah benar-benar dapat menjiwai atau meresapkan sajak itu dengan sebaik-baiknya. Mimik ini jelas tidak dapat dibuat-buat. Mimik yang seakan-akan dipaksakan akan lebih banyak menggelikan hati penonton. Mimik haruslah keluar sewajarnya tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat. Mimik tidak mungkin dapat diatur sebelumnya, tetapi biasanya, keluar menurut kewajaran secara spontan (Situmorang, 1974: 55).

Gerak juga termasuk respresntasi pada saat membaca puisi, Gerak atau acting merupakan perilaku pembaca puisi ketika membacakan puisi. Gerak ini merupakan perwujudan dari penjiwaan terhadap puisi (Gani, 2015: 76). Gerak visualisasi merupakan representasi dari makna puisi. Wiyanto (2005: 47) mengemukakan bahwa gerak tangan, kepala, badan, dan mimik (gerak raut muka) yang tepat dapat menghidupkan pembacaan puisi. Akan tetapi, gerak-gerik itu tidak boleh dibuat-buat. Gerak-gerik yang tepat adalah gerak-gerik yang merupakan ekspresi dari dalam sebagai wujud penghayatan terhadap puisi yang dibacanya.

Sebagian dari kalian mungkin sudah pernah mendengarkan, membaca atau bahkan menulis puisi. Puisi sendiri pada umumnya dapat menjadi
bentuk ekspresi kita, baik ketika kita untuk menuangkan emosi yang kita rasakan atau saat mengagumi objek tertentu.

Secara umum, puisi bisa diartikan sebagai bentuk karya sastra yang memiliki aturan irama, rima, dan penyusunan bait serta baris dengan pemilihan kata yang cermat. Artinya, kata-kata yang digunakan dalam karya sastra ini akan sedikit berbeda dari kata-kata yang kita digunakan sehari-hari.

Hal yang sama berlaku ketika kita membacanya. Ada aturan-aturan yang harus dipenuhi. Bukan sembarang mengucap atau membaca layaknya kita membaca buku atau yang lainnya.

Kesalahan yang seringkali dilakukan dalam membaca puisi adalah membaca seperti cerita biasa, kurang menjiwai isi puisi, tidak menunjukan tekanan suara yang sesuai isi puisi, serta tak cukup percaya diri saat membacanya. Nah, agar pesan yang ada dalam puisi dapat tersampaikan secara keseluruhan dan maksimal, maka kita harus memperhatikan 4 aspek dalam membaca puisi, diantaranya ekspresi, lafal, tekanan, dan intonasi.

Ekspresi

Ekspresi adalah mimic wajah yang dibuat sesuai dengan bait tertentu, dimana tergantung kepada isi dan nada puisi yang akan disampaikan. Puisi yang mengisahkan sebuah kesedihan maka ekspresi wajah harus sendu, demikian pula bila puisi mengisahkan suka cita maka ekspresi wajah harus terlihat gembira.

(Baca juga: Mengenal Jenis-Jenis Puisi Bahasa Indonesia)

Tekanan

Dalam membaca puisi perlu diperhatikan tekanan dari kuat lemahnya nada pada kata tertentu. Setiap kata terkadang memiliki tekanan yang berbeda, biasanya semakin penting kata tersebut maka semakin kuat penekanannya.

Lafal

Lafal adalah kejelasan dalam mengucapkan setiap kata dan hurufnya.
Dalam membaca puisi artikulasi harus jelas, apabila kurang fasih dalam penyampaian tiap kata maka puisi tidak dapat ditangkap oleh pendengar secara maksimal.

Intonasi

Intonasi merupakan naik turunnya nada dalam pembacaan puisi. Sama seperti unsur-unsur lainnya, intonasi juga tak kalah penting. Ini karena intonasilah yang akan menentukan bagaimana perasaan pendengar terhadap puisi dan akan memberikan keindahan pada puisi yang dibaca.

//www.rumahliterasisumenep.org/2019/08/bentuk-dan-gaya-membaca-puisi.html?m=0

Suwignyo (2005) dalam Sopandi (2010: 34) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading, (2) bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal. Adapun penjelasan dari bentuk dan gaya baca puisi adalah sebagai berikut.

Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Adapaun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak. Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah dilakukan. Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan bibir: tersenyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Selain itu, intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu. Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakukan dengan seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris

Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi seacra deklamatoris adalah lepasnya teks puisi dari pembaca. Jadi, sebelum mendeklamasikan puisi, teks puisi harus dihapalkan. Bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan posisi (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak. Jika deklamator memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan tangan: mengepal, menunjuk, mengangkat kedua tangan, (2) gerakan-gerakan kepala: melihat ke bawah, atas, samping kanan, samping kiri, serong, (3) gerakan-gerakan mata: membelalak, meredup, memejam, (4) gerakan-gerakan bibir: tersenyum, mengatup, melongo, (5) gerakan-gerakan tangan, bahu, badan, dan raut muka dilakukan dengan total. Intonasi baca dilakukan dengan cara a)  membaca dengan keras kata-kata tertentu, b) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.c)  Jika deklamator memilih bentuk dan gaya dengan posisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih posisi duduk dengan santai, kaki agak ditekuk, posisi miring dan badan agak membungkuk, dan (2) arah dan pandangan mata dilakukan bervariasi: menatap dan menunduk. Sedang yang dilakukan pada posisi berdiri (1) mengambil sikap tegak dengan wajah menengadah, tangan menunjuk, dan (2) wajah berseri-seri dan bibir tersenyum. Yang dilakukan pada saat bergerak (1) melakukan dengan tenang dan bertenaga, dan (2) kaki dilangkahkan dengan pelan dan tidak tergesa-gesa. Intonasi dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Teaterikal

Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, setting, musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak. Bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan sangat memesona. Ekspresi jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata. Gerakan kepala, bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan. Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan. Pembaca dapat menggunakan efek-efek bunyi seperti dengung, gumam, dan sengau diekspresikan dengan total. Lakuan-lakuan pembaca seperti menunduk, mengangkat tangan, membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas diekspresikan sesuai dengan motivasi dalam puisi. Aktualisasi jiwa puisi harus menyatu dengan aktualisasi diri pembaca.Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan.


Seni Baca Puisi

Gani (2014: 37) menyatakan bahwa puisi merupakan salah satu bentuk karya kreatif yang penuh dengan makan dan nilai-nilai keindahan. Membaca atau membacakan puisi adalah suatu kegiatan menjiwai puisi untuk selanjutnya dibacakan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, agar pendengar juga dapat memahami isi puisi yang dibacakan. Membaca puisi tidak sekedar membaca puisi dengan begitu saja, seperti halnya membaca buku bacaan, cerpen, novel, atau majalah. Membaca puisi berarti mengerahkan segenap potensi dan kemampuan dalam memahami makna puisi dan mengekspresikannya dengann suara, ekspresi, dan gerakan yang sesuai dengan jiwa puisi tersebut. Pelafalan atau pengucapan, intonasi atau irama, mimik atau ekspresi, volume suara, kelancaran serta kecepatan, dan ketepatan gerakan dalam membaca merupakan beberapa indikator yang lekat dengan pembacaan puisi. Membacakan puisi merupakan kegiatan membaca indah. Untuk itu pembaca harus memperhatikan empat hal utama: (1) lafal, (2) tekanan, (3) intonasi, dan (4) jeda (Kosasih, 2012: 120). Hal tersebut agar isi puisi itu dapat terekspresikan dengan jelas. Pendengar bisa memahami maksud penyairnya dengan baik. Berikut ini adalah penjelasan mengenai lafal, tekanan, intonasi, dan jeda.

1.    Lafal 

Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyrakat bahasa dalam mengucapkan bunyi bunyi bahasa, anatara lain [a], [c], [f], [h], [u]. Pelafalan seseorang dalam berbahasa sering kali berbeda dengan orang lain. Berdasakan pelafalan itu pula, kita bisa mengetahui asal daerah seseorang karena memang beberapa kelompok masyarakat memiliki kelompok pelafalan yang khas. Meskipun demikian, terlepas darimana asal daerah, dalam melafalkan suatu bahasa haruslah jelas. Untuk melatih ketepatan dalam melafalkan bunyi bahasa, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan olah vokal, misalnya dengan mengucapkan bunyi-bunyi vokal dan konsonan secara cepat dan bervariasi.


2.    Tekanan

Tekanan (nada) adalah keras lunaknya pengucapan suatu kata. Tekanan berfungsi untuk memberi nada khusus pada kata-kata tertentu. Kata yang ingin ditonjolkan pesannya, perlu dibacakan dengan keras dibandingkan dengan kata lainnya. Tinggi rendahnya tekanan dapat membedakan bagian kalimat yang satu dengan bagian lainnya yang tidak penting. Untuk kata yang perlu mendapat penekanan dalam bait puisi, terlebih kita perlu memahami maksud baitnya secara keseluruhan.


3.    Intonasi

Intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat. Perbedaan intonasi dapat menghasilkan jenis kalimat yang berbeda, yakni kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru. Penggunaan intonasi dalam puisi sangatlah penting agar pembacaannya tidak monoton sehingga pendengar pun lebih tertarik. Intonasi juga berguna dalam memperjelas atau membedakan maksud/pesan dari setiap lariknya. Untuk itu, sebelum membacakan puisi, kita perlu menandainyab misalnya dengan berupa garis yang menanjak atau menurun. Dengan cara demikian, mudahlah dalam membedakan intonasi dari setiap lariknya ketika puisi itu dibacakan. Rudolf Puspa menyatakan bahwa apabila pada dialog/bait puisi yang diucapkan tidak menggunakan intonasi, maka akan terasa monoton, datar dan membosankan. Intonasi di sini adalah tekanan-tekanan yang diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Dalam tatanan intonasi, terdapat tiga macam, yaitu :

a)    Tekanan Dinamik (keras-lemah)

Pengucapan dialog pada naskah dengan melakukan penekanan-penekanan pada setiap kata yang memerlukan penekanan. Misalnya saya pada kalimat “Saya membeli pensil ini” Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda. -    SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain) -    Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual) -    Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)

b)    Tekanan nada (tinggi)

Mengucapkan kalimat/dialog/membaca puisi dengan memakai nada/aksen, artinya tidak mengucapkan seperti biasanya. Dengan kata lain, membaca/mengucapkan dialog dengan suara yang naik turun dan berubah-ubah. Jadi yang dimaksud dengan tekanan nada ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.

c)    Tekanan Tempo

Tekanan tempo adalah memperlambat atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini sering dipergunakan untuk lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk latihannya cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda-beda. Lambat atau cepat silih berganti.

d)    Warna suara

Hampir setiap orang memiliki warna suara yang berbeda. Demikian pula usia sangat mempengaruhi warna suara. Misalnya saja seorang kakek, akan berbeda warna suaranya dengan seorang anak muda. Seorang ibu akan berbeda warna suaranya dengan anak gadisnya. Apalagi antara laki-laki dengan perempuan, akan sangat jelas perbedaan warna suaranya. Dengan demikian jelas bahwa untukmembawakan suatu dialog/puisi dengan baik, selain harus memperhatikan artikulasi, getikulasi dan intonasi, harus memperhatikan juga warna suara. Sebagai latihan dapat dicoba merubah-rubah warna suara dengan menirukan warna suara.

 Tulisan bersambung

4.    Jeda Jeda adalah hentian arus ujaran dalam pembacaan puisi yang ditentukan dalam peralihan larik. Jeda berpengaruh pada jelas tidaknya maksud suatu kata atau larik. Dalam penggunaannya jeda dikelompokkan ke dalam tiga jenis: (1) jeda pendek, (2) jeda sedang, (3) jeda panjang.
  • Jeda pendek, digunakan antarkata dalam suatu larik.
  • Jeda sedang, digunakan pada bagian-bagian larik yang bertanda koma atau antarfrase.
  • Jeda panjang, digunakan pada pergantian larik.
Jeda penting diperhatikan dalam pembacaan puisi agar maksudnya dapat terekspresikan dengan jelas. Oleh karena itu, sebelum membacakannya, kita perlu menandai puisi itu berdasarkan satuan-satuan maknanya. Penandaan itu biasanya menggunakan tanda garis miring. (bersambung)

POSTING PILIHAN

Diposting oleh: Rulis Rulis

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA