Apakah ikhtiar manusia dapat mengubah takdir Allah?

Do’a adalah suatu permintaan atau permohonan serta kedekatan seorang hamba kepada Allah swt dengan harapan dikabulkan segala harapan. Terkadang kita sering mendengar pernyataan bahwa do’a bisa “mengubah” takdir atau keputusan Allah. Allah yang merubah  takdir dengan do’a, Allah bisa menghapus apa yang ditulis dan bisa menetapkan. Jadi tidak usah pesimis dan putuas asa dulu “wah kayaknya takdirnya tidak bisa orang jahat seperti saya yang punya masa lalu yang kelam nikah sama akhwat yang hafizhah dari pesantren apa misalnya” sebagaimana yang pernah di ungkapkan dalam  firman Allah swt (QS. An-Nur; 26):

Artinya; Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Takdirnya memang tidak layak untuknya tetapi dengan do’a Allah swt berkuasa menganti takdir Allah swt  memerintahkan hambanya untuk terus berdoa kepada-Nya jika menginginkan sesuatu. Jangan pernah putus asa atau takut doanya tidak dikabulkan, karena dalam Alquran, Allah sudah berjanji mengabulkan setiap doa. “…Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya aku ‎perkenankan permintaanmu” (Q.S. Ghafir: 60). Bahwa “do’a adalah senjatanya orang mukmin” maka keyakinan kepada Allah lebih besar dari pada apapun maka selama masih ber’doa kepada Allah jiwa akan tenang. Ada masalah sedikit ya Ilahi, ya robbi,walaupun masalah kecil jangan lupa terus meminta kepada Allah swt selama dia masih ber’doa kepada Allah dia tidak akan binasa, tidak akan kalah, dan tidak akan merugi. Sebagaimana Hadist Nabi saw bersabda:

“ Sesungguhnya tidak akan binasa sesorang selama dia ber’doa kepadaku”. Jangan lemah berdo’a  maksudnya putus asa teruslah ber’doa kepada Allah swt. Para ulama mengatakan “ segala sesuatu di dunia ini akan pergi dan tidak akan kembali kecuali do’a”. “Pergi “di sini maksudnya pergi kepada Allah tetapi, kalau do’a pergi ke Allah pasti akan balik lagi kepada hamba yang meminta. Satu-satunya yang pergi ke Allah dan kembali ke dunia ini hanyalah do’a. Sehingga janji Allah pasti bahwa “ Inni qoriyybun” Aku dekat, bahwa sesunggahnya Allah mendengar segala do’a kita walaupun tidak kita ucapkan, baik dalam hati yang dalam Allah mendengar dan mengetahui. Do’a juga ibadah bukan hanya permintaan, jika sering meminta kepada Allah akan menjadi dekat, akrab dan  merasa nyaman.

Takdir adalah ketetapan keputusan Allah swt terhadap hambanya. Bahwasanya sebaik apapun hamba berencana ketetapan Allah  sebaik-baik nya karena dia lebih mengetahui yang terbaik untuk penciptanya ialah hambanya. Takdir berhubungan dengan Qadha’ dan Qadar Allah swt dilihat dari pandangan Allah tidak ada yang berubah bahwa awal diciptakan makhluk dia sudah mengetahui kita belum menikah, belum punya keturunan walaupun kita  belum menikah namun pandangan Allah tidak akan berubah bahwa do’a adalah bagian dari takdirmu.

Takdir tidak akan berubah  karena do’a bagian dari takdir, do’a ada dua usaha lahir dan usaha batin. Usaha lahir bukanlah jaminan untuk berubah karena apa yang di usahan belum tentu, namun harus berusaha seperti “saat lapar saya harus mengambil piring baru saya makan kalau tidak saya menelannya tidak akan kenyang”. Sedangan usaha batin misalnya “ dengan aku makan pasti aku kenyang” tidak bisa mengatakan begitu karena dengan minum kadang tidak puas seperti Sayyidina Ali minta air di berikan masih tidak puas. Jadi masalah do’a di pandangan Allah adalah sebuah keyakinan dengan meyakini adalah bagian dari usaha ssehingga usaha batin memohon kepada Allah atas segala kebaikan”.

Dalam bahasa manusia berubah dan kita harus meyakininya tetapi bukan berarti Allah merubah yang di tulis lauhul mahfuz hanya do’a bagian rentetan yang Allah berikan kepada hambanya. Dengan pandangan kita yakin sendiri bahwa do’a beruban, bukan di rubah di sana. Sehingga jangan berhenti berdo’a  dan berusaha Allah swt.

Dalam pandangan Syekh Ali jum’ah, bahwa do’a terkadang bisa merubah takdir mu’allaq yaitu takdir yang masih berubah sesuai ikhtiar manusia dan sesuai kehendaknya. Namun, do’a tidak bisa mengubah takdir mubram yaitu takdir yang bersifat mutla atau final.

Adapun contoh takdir mubram yaitu bencana alam, kematian, jenis kelamin, hari kiamat,dan lainnnya. Sedangkan contoh takdir mu’allaq adalah kepandaian, prestasi, kesehatan daln lainnya.

Meski takdir mubram tidak dapat dihindari, menurut Syekh M Ibrahim Al-Baijuri dalam Tufhatul murid ala jauharatit Tauhid, do’a dapat meminimalisasi dampak bala yang timbul karena takdir mubham. “ Adapun dalam perihal pertama (qadha mubham), peran do’a meskipun tidak dapat menghilangkan bala, tetapi Allah mendatangkan kelembutan-Nya untuk mereka yang berdo’a. Misalnya Allah menetukan qadha mubram kepada seseorang, yaitu kecelakaan berupa tertimpa batu besar, ketika seseorang berdo’a kepada Allah, maka kelembutan Allah datang kepadanya, yaitu batu besar yang jatuh menimpanya menjadi remuk berkeping-keping sehingga dirasakan olehnya sebagai butiran pasir saja yang jatuh menimpanya,”( Syekh M Ibrahim Al-Baijuri dalam Tufhatul murid ala jauharatit Tauhid).

Selain itu meskipun kita mengetahui bahwa takdir terbagi dua, mu’allaq dan mubram, tetapi sebagai manusia , kita tidak boleh meninggalkan ikhtiar dan do’a dalam apapun itu. Harus berusaha dan tidak boleh menyerah begitu saja. Misalnya, meskipun jodoh terpasuk takdir mubram, tapi bukan berarti kita menyerah dan menunggu, tanpa ada usaha dan do’a.

Nama : Nurusshobah

Prodi  : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Semester : III (tiga)

Dosen pengampu : Muhammad Said M.Ag

#Tugas#Uas#Jurnalistik.

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Pertanyaan:

Ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya doa dan takdir bisa saling mengubah. Doa bisa menolak sebagian takdir atau bencana, sebagaimana berbuat baik kepada orang tua akan memberkahi (menambah kebaikan) umur seorang hamba. Kami memohon penjelasan bagaimana kaidah dalam masalah ini?

Baca Juga: Memahami Macam-macam Takdir

Jawaban:

Terdapat dalam hadis Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,

إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه، وإن القضاء لا يرده إلا الدعاء، وإن الدعاء مع القضاء يعتلجان إلى يوم القيامة، وإن البر يزيد في العمر

“Sesungguhnya seorang hamba terhalangi dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur.” (HR. Ahmad no. 22438, Ibnu Majah no. 22438, dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Al-Musnad)

Maka, perbuatan berdoa itu adalah bagian dari takdir, dan takdir itu pasti terjadi. Atas kehendak Allah-lah terjadi dan tercegahnya segala sesuatu. Dia juga yang menakdirkan dan mencegah segala sesuatu baik dengan sebab doa, sedekah, atau amal salih. Dan Dia menjadikan perkara-perkara ini sebagai sebab-sebab dari semua itu (rizki, panjang umur, dll), yang tidak lepas dari ketetapan-Nya.

Suatu takdir bisa saja diperbaiki dengan takdir lain. Takdir dan doa saling mendahului satu sama lain. Contohnya, ketika Anda menggembala kambing atau unta, terkadang Engkau mendapati mereka di ladang yang sangat baik. Ini terjadi karena takdir Allah. Terkadang Engkau mendapati mereka berada di ladang yang cukup baik dan terkadang Engkau dapati mereka di ladang yang buruk dan tandus. Ini juga karena takdir Allah. Bahkan terkadang yang buruk adalah perlakuanmu kepada mereka. Namun yang menjadi kewajiban bagimu adalah berusaha memastikan bahwa hewan ternak tersebut dalam keadaan baik serta menjauhkannya dari keburukan. Namun, semua ini terjadi atas takdir Allah.

Hal tersebut serupa dengan apa yang dikatakan ‘Umar radiyallahu ‘anhu kepada orang-orang terkait turunnya tha’un (wabah menular) di Syam yang merupakan wilayah kaum Muslimin. ‘Umar memerintahkan agar manusia masuk ke rumahnya masing-masing dan melarang orang-orang masuk ke Syam (karena sedang terjadi tha’un). Sebagian orang berkata, “Bukankah ini bentuk lari dari takdir Allah?” ‘Umar radiyallahu ‘anhu pun berkata,

نفر من قدر الله إلى قدر الله

“Kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah (yang lain).”

Maksudnya, kita tetap di Syam adalah atas takdir Allah dan kita kembali (ke tempat asal) juga atas takdir Allah. Semuanya adalah takdir Allah. Maka, kita (hakikatnya) berlari dari takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain.

Sebagaimana Engkau berlari dari keburukan dengan bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla. Engkau berlari dari penyakit dengan melakukan pengobatan menggunakan jarum, biji-bijian, atau obat yang lainnya, semuanya adalah bentuk lari dari takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain. Kemudian ‘Umar membuat permisalan kepada manusia, dia berkata,

أرأيتم لو كان إنسان عنده إبل أو غنم فأراعها في روضة مخصبة أليس بقدر الله؟ وهو بهذا مشكور- فإن راعها أو ذهب بها إلى أرض مجدبة مقحطة أو أرض خالية من الماء والعشب لكان مسيئا -وهو بقدر الله

“Tidakkah kalian melihat ketika seseorang menggembala unta atau kambing ke sebuah ladang yang subur, bukankah itu terjadi atas takdir Allah? Dan hal ini wajib untuk disyukuri. Jika dia menggembala atau membawanya ke ladang yang tandus dan gersang, atau ladang yang tidak tersedia air dan rerumputan, maka hal ini akan merugikannya. Dan ini juga terjadi atas takdir Allah.”

Kesimpulan, sesungguhnya ketika manusia mengikuti sesuatu yang benar, itu adalah takdir Allah. Dan ketika dia mengikuti sesuatu yang salah, itu juga merupakan takdir Allah. Seluruhnya terjadi karena takdir Allah. Kita berlari dari takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain. Kalaupun manusia bermaksiat, maka maksiatnya terjadi dan dia tidak bisa berdalil untuk lepas dari hukuman yang telah Allah syariatkan. Hal itu (maksiat dan hukuman) juga merupakan takdir Allah. Maka, tegaknya hukuman adalah karena takdir Allah. Maksiat apa pun yang terjadi juga merupakan takdir Allah. Seseorang memperoleh yang halal adalah takdir, memperoleh yang haram adalah takdir. Akan tetapi, dia diperintahkan untuk memperoleh yang halal dan dilarang untuk memperoleh yang haram, dan semuanya terjadi karena takdir Allah.

Tidak mungkin seseorang keluar dari takdir Allah. Akan tetapi, dia diperintahkan untuk berusaha memperbaikinya. Dia diperintahkan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Allah menjadikan baginya (manusia) akal pikiran, Allah ciptakan baginya kemampuan memilih untuk membedakan antara yang satu dan yang lainnya. Oleh karena itu, manusia hendaknya menyalahkan dirinya jika dia tunduk kepada keburukan dan kemaksiatan, seperti mabuk-mabukan, zina, dan selainnya.

Hendaknya, dia (manusia) bersyukur ketika dia condong untuk berbuat taat, berpegang teguh pada ketaatan, istiqamah dalam ketaatan, karena dia memiliki akal, kehendak, kemampuan memilih, serta kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang mudharat, yang benar dan yang salah. Demikianlah syariat dan takdir Allah subhanahu wa ta’ala. Allah jalla wa‘ala tetapkan takdir bagi hamba-Nya dan memberi akal kepada para hamba-Nya yang dapat mereka gunakan untuk membedakan yang benar dengan yang salah, membedakan petunjuk dan bimbingan Allah dengan kesesatan, dan membedakan petunjuk Allah dengan selainnya.

Baca Juga:

Sumber: Mauqi’ Ibn Baz, https://bit.ly/2IH2S4U

Penerjemah: Rafi Pohan

Artikel: Muslim.or.id

🔍 Qona'ah, Ba'da Ashar, Tanya Jawab Seputar Agama Islam, Materi Tentang Qurban, Ksa Quran