Apakah makna yang terkandung dari larangan mendekati harta anak yatim dalam surah Alanam ayat 152?

(Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara) dengan sikap yang (lebih baik) yaitu cara yang di dalamnya mengandung kemaslahatan/manfaat bagi anak yatim hingga ia dewasa) seumpamanya dia sudah balig. (Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil) secara adil dan tidak curang. (Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya) sesuai dengan kemampuannya dalam hal ini; apabila ia berbuat kekeliruan di dalam menakar atau menimbang sesuatu, maka Allah mengetahui kebenaran niat yang sesungguhnya, oleh karena itu maka ia tidak berdosa, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis Nabi ﷺ (Dan apabila kamu berkata) dalam masalah hukum atau lainnya (maka hendaklah kamu berlaku adil) jujur (kendatipun dia) orang yang bersangkutan (adalah kerabatmu) famili (dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat) dengan memakai tasydid agar menjadikannya sebagai pelajaran; dan juga dibaca dengan sukun.

Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan sekadar kesanggupannya Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (kalian), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian ingat. ‘Atha’ ibnus Saib telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152) dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya. (An-Nisa: 10), hingga akhir ayat. Maka semua orang yang di dalam asuhannya terdapat anak yatim pulang, lalu memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari minuman anak yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap dipertahankan untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan begitu saja sampai basi. Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah ﷺ Lalu turunlah firman Allah SWT: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka adalah saudara kalian. (Al-Baqarah: 220) Akhirnya mereka kembali mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak yatim mereka. Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: hingga sampai ia dewasa. (Al-An'am: 152) Asy-Sya'bi dan Imam Malik serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga si anak yatim mencapai usia balig. Menurut As-Suddi, hingga si anak yatim mencapai usia tiga puluh tahun. Menurut pendapat yang lainnya sampai usia empat puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi sampai usia enam puluh tahun. Akan tetapi, semuanya itu jauh dari kebenaran. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. (Al-An'am: 152) Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan agar keadilan ditegakkan dalam menerima dan memberi (membeli dan menjual). Sebagaimana Dia mengancam orang yang meninggalkan keadilan dalam hal ini melalui firman-Nya: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka meminta dipenuhi; dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Mutaffifin: 1-6) Allah subhanahu wa ta’ala telah membinasakan suatu umat di masa lalu karena mereka mengurangi takaran dan timbangannya. Di dalam Kitabul Jami' milik Abu Isa Ath-Thurmuzi disebutkan melalui hadits Al-Husain ibnu Qais Abu Ali Ar-Rahbi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada para pemilik takaran dan timbangan: Sesungguhnya kalian diserahi suatu urusan yang pernah membuat binasa umat-umat terdahulu sebelum kalian karenanya. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya sebagai hadits marfu' kecuali melalui hadits Al-Husain, padahal dia orangnya dha’if dalam meriwayatkan hadits. Sesungguhnya telah diriwayatkan hadits ini dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas secara mauquf. Menurut kami, Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya melalui hadits Syarik, dari Al-Abumasy, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya kalian, wahai para Mawali, Allah telah mempercayakan kepada kalian dua perkara yang pernah menjadi penyebab kebinasaan generasi-generasi yang terdahulu, yaitu takaran dan timbangan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kemampuannya. (Al-An'am: 152) Maksudnya, barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam menunaikan dan menerima haknya, kemudian ternyata sesudah ia mengerahkan semua kemampuannya untuk hal tersebut masih juga keliru (salah), maka tidak ada dosa atas dirinya. Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadits Baqiyyah, dari Maisarah ibnu Ubaid, dari Amr ibnu Maimun ibnu Mahran, dari ayahnya, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ sehubungan dengan firman-Nya: Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. (Al-An'am: 152) pernah bersabda: Barang siapa yang menunaikan dengan sempurna takaran dan timbangan yang ada di tangannya Allah lebih mengetahui kebenaran niatnya dalam melakukan keduanya, maka ia tidak berdosa. Demikianlah takwil 'sebatas kemampuannya'. Hadits ini berpredikat mursal gharib. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian. (Al-An'am: 152) Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firman-Nya: wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. (Al-Maidah: 8), hingga akhir ayat. Hal yang sama disebutkan pula dalam surat An-Nisa, Allah memerintahkan berbuat adil dalam semua tindak-tanduk dan ucapan, baik terhadap kaum kerabat yang dekat maupun yang jauh. Allah selalu memerintahkan berbuat adil terhadap setiap orang dan di setiap waktu dan keadaan, keadilan tetap harus ditegakkan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan penuhilah janji Allah. (Al-An'am: 152) Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud dengan wasiat (perintah) Allah yang telah diwasiatkan-Nya kepada kalian ialah hendaknya kalian taat kepada-Nya dalam semua yang diperintahkan-Nya kepada kalian dan semua yang dilarang-Nya bagi kalian, kemudian kalian harus mengamalkan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Yang demikian itulah pengertian menunaikan janji Allah. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian agar kalian ingat. (Al-An'am: 152) Yakni inilah yang diwasiatkan, diperintahkan dan dikukuhkan oleh-Nya terhadap kalian untuk kalian amalkan. agar kalian ingat. (Al-An'am: 152) Maksudnya, agar kalian mengambil pelajaran darinya dan menghentikan apa yang pernah kalian lakukan sebelum ini. Sebagian ulama membacanya dengan tazzakkaruna, dan sebagian yang lain membacanya dengan tazkuruna."

Keenam, dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim'seperti melakukan hal-hal yang mengarah kepada pengambilan hartanya dengan alasan yang dibuat-buat'kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan'seperti menginvestasikannya agar berkembang, atau menjaga agar keutuhannya terjamin, termasuk juga membayar zakatnya jika telah mencapai satu nisab'sampai dia mencapai usia dewasa. Usia dewasa ditandai ketika anak yatim telah mampu mengelola hartanya sendiri dengan baik, dengan cara mengujinya terlebih dahulu. Pada saat inilah seorang pengelola harta anak yatim diperintahkan untuk menyerahkan hartanya itu. Pada saat penyerahan, perlu disaksikan oleh saksi yang adil sebagai pertanggungjawaban administrasi. Segala benih kecenderungan untuk mengambil harta anak yatim harus dicegah sejak awal kemunculannya. Wasiat berikutnya, ketujuh, dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Tidak boleh merekayasa untuk mengurangi takaran atau timbangan dalam bentuk apa pun. Namun demikian, karena untuk tepat 100 % dalam menimbang adalah sesuatu yang sukar, maka Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, agar jangan sampai hal itu menyusahkan kedua belah pihak: pembeli dan penjual. Penjual tidak diharuskan untuk menambahkan barang yang dijual, melebihi dari kewajibannya, pembeli juga perlu berlega hati jika ada sedikit kekurangan dalam timbangan karena tidak disengaja. Ayat ini menunjukkan bahwa agama Islam tidak ingin memberatkan pemeluknya. Wasiat kedelapan, apabila kamu berbicara, seperti pada saat bersaksi atau memutuskan hukum terhadap seseorang, bicaralah sejujurnya. Sebab, kejujuran dan keadilan adalah inti persoalan hukum. Kejujuran dan keadilan harus tetap dapat kamu tegakkan sekalipun dia, yang akan menerima akibat dari hukuman tersebut, adalah kerabat-mu sendiri. Keadilan hukum dan kebenaran adalah di atas segalanya. Jangan sampai keadilan hukum terpengaruh oleh rasa kasih sayang terhadap keluarga. Semua itu bertujuan agar masyarakat bisa hidup damai, tenang, dan tenteram. Wasiat kesembilan, dan penuhilah janji Allah, yaitu janji untuk mematuhi ketentuan yang digariskan oleh-Nya, baik dalam bidang ibadah, muamalah, maupun lainnya. Memenuhi janji ini akan mendatangkan kebaikan bagi manusia. Demikianlah Dia meme-rintahkan kepadamu agar kamu ingat dengan melakukan apa yang diperintahkan dan menghindari segala larangan, atau agar kamu sekalian saling mengingatkan. Allah menjelaskan bahwa semua perintah dan larangan yang telah disebut dua ayat sebelum ini adalah jalan kebenaran yang harus diikuti. Jika tidak, maka akan menimbulkan petaka dalam kehidupan. Inilah wasiat yang kesepuluh: dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, yaitu agama Islam yang diridai Allah dengan semua kelengkapan ajarannya, mulai dari akidah, kekeluargaan, dan kemasyarakatan. Maka ikutilah jalan ini, karena inilah jalan yang benar yang bisa memberikan jaminan kebahagiaan dan ketenteraman hidup di dunia dan di akhirat. Jangan kamu ikuti jalan-jalan yang lain seperti agama-agama selain Islam, kelompok-kelompok yang mengajarkan ajaran yang menyimpang dan sesat yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Setan terus berusaha untuk membelokkan manusia dari jalan lurus ini dengan segala cara. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa dengan selalu menjaga diri agar jangan sampai celaka, yaitu dengan melaksanakan ajaran Islam dengan baik dan benar, baik itu kewajiban atau larangan. Inilah bentuk kasih sayang Allah kepada manusia agar mereka bahagia. .

Pada ayat 151 telah disebutkan lima dari sepuluh "al-Washaya al-'Asyr", sedang dalam ayat 152 ini disebutkan lima atau empat wasiat (menurut sebagian mufassirin) sedang yang sisanya (yang kesepuluh) terdapat pada ayat 153. Wasiat-wasiat itu adalah : (6) Jangan mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (7/8)Keharusan menyempurnakan takaran dan timbangan. (9) Berlaku adil dalam perkataan, meskipun terhadap keluarga. (10) Memenuhi janji Allah. Adapun larangan mendekati harta anak yatim, maksudnya, siapapun tidak boleh mendekati, menggunakan atau memanfaatkan harta anak yatim, baik dari pihak wali maupun dari pihak lain kecuali pendekatan itu bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan harta anak yatim. Jika anak yatim itu sudah dewasa barulah diserahkan harta tersebut kepadanya. Mengenai usia, para ulama menyatakan sekitar 15-18 tahun atau dengan melihat situasi dan kondisi anak, mengingat kedewasaan tidak hanya didasarkan pada usia tapi pada kematangan emosi dan tanggung jawab sehingga bisa memelihara dan mengembangkan hartanya dan tidak berfoya-foya atau menghamburkan warisannya. Tentang keharusan menyempurnakan takaran dan timbangan, perintah ini berulang kali disebutkan pada beberapa surah dalam Al-Qur'an dengan bermacam cara, bentuk dan hubungannya dengan persoalan yang bermacam-macam pula, antara lain firman Allah: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (al-Isra'/17: 35) Perintah Tuhan untuk menyempurnakan takaran dan timbangan adalah sekadar menurut kemampuan yang biasa dilaksanakan dalam soal ini, karena Tuhan tidak memberati hamba-Nya melainkan sekadar kemampuannya. Yang penting tidak ada unsur atau maksud penipuan. Yang dimaksud tentang keharusan berkata dengan adil kendati pun terhadap keluarga ialah setiap perkataan terutama dalam memberikan kesaksian dan putusan hukum. Dan ini sangat penting bagi setiap pembangunan terutama di bidang akhlak dan sosial, tanpa membedakan orang lain dengan kaum kerabat. Hal ini telah diterangkan pula dalam firman Allah: Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath/48: 29) Adapun yang dimaksud dengan janji Allah, ialah semua janji baik terhadap Tuhan seperti firman Allah: Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. (Yasin/36: 60) Firman Allah yang lain: Dan orang-orang yang menepati janji apabila berjanji. (al-Baqarah/2: 177) Ayat ini diakhiri dengan ungkapan "semoga kamu ingat", sebab semua perintah atau larangan yang tersebut dalam ayat ini pada umumnya diketahui dan dilaksanakan orang-orang Arab Jahiliyah, bahkan mereka bangga karena memiliki sifat-sifat terpuji itu. Jadi ayat ini mengingatkan mereka agar tidak lupa, atau agar mereka saling ingat-mengingatkan pentingnya melaksanakan perintah Allah tersebut.


Ayat 151

“Katakanlah, ‘Kemarilah supaya aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kamu kepada kamu.'"

Ayat ini telah menyuruh memanggil mereka. marilah kemari aku katakan kepadamu supaya kebingunganmu hilang dan amalan yang raga dan karut berhenti, berganti dengan pendirian hidup yang mulia. Aku akan membacakan atau menjelaskan kepada kamu apa hal yang diharamkan Allah atas kamu, yaitu yang menjadi pokok pedoman hidup.


(153) Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus. Sebab itu turutilah dia. Dan jangan kamu turuti jalan-jalan (lain) karena itu akan memecah-belahkan kamu dari jalan-Nya. Demikian Dia wasiatkan kepada kamu supaya kamu semuanya bertakwa.


1."(Yaitu) bahwa janganlah kamu persekutukan Dia dengan sesuatu pun."

Inilah pokok yang pertama yang diperingatkan Allah kepada kamu. Kamu sendiri dari nenek moyang dahulu-dahulu pun mengakui bahwa Allah itu memang ada dan memang Dia satu. Oleh sebab itu, janganlah yang lain dipersekutukan dengan Dia. janganlah yang lain diangkatkan derajatnya lalu disamakan kedudukannya dengan Allah Yang Satu itu. Sebab, yang lain itu bukanlah Allah. Semuanya itu makhluk belaka, bukan Khalik. Semua apa yang ada pada mereka, hanyalah pemberian saja dari Allah, tidak timbul dari dalam diri mereka sendiri. Baik malaikat, jin, nabi-nabi, manusia, maupun siapa saja dan apa saja. Berhubungan dengan pokok kepercayaan ini maka segala pemujaan dan persembahan pun tidak boleh dipersekutukan yang lain dengan Dia. Ataupun tentang menetapkan halal dan haram, mengatakan ini boleh dan itu tidak boleh, hukum satu-satunya hanya datang dari Allah. Dan, menyembah Allah itu bukan pula dengan semau-mau sendiri, melainkan dengan tuntunan yang diberikan Allah sendiri, yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Inilah pokok kepercayaan yang pertama, haram mempersekutukan dan wajib menauhidkan.

Haram yang pertama, yang menjadi pokok pangkal dari segala perbuatan atau kepercayaan yang haram ialah mempersekutukan yang lain dengan Allah. Dan, Allah telah menurunkan berbagai macam peraturan untuk hidup, untuk bermasyarakat. Maka, haramlah tunduk pada suatu peraturan lain yang datangnya bukan dari Allah. Kemusyrikan yang haram itu bukan saja menyembah berhala. Bahkan, kalau ada tempat tunduk selain Allah, tempat takut selain Allah, tempat melindungkan diri atau tempat memohon, musyriklah namanya. Sehingga beramal berbuat baik yang bukan karena Allah, melainkan karena mencari semata-mata penghargaan manusia diriamakan riya. Dan riya itu diriamakan syirik khafi, mempersekutukan yang lain dengan Allah secara halus.

Di dalam surah an-Nisaa' ayat 48 dan ayat 115 sudah diberikan pokok pendirian yang tidak dapat ditawar lagi, yaitu bahwa Allah tidaklah akan memberi ampun jika Dia dipersekutukan dengan yang lain. Karena yang lain itu adalah makhluk-Nya belaka, sedangkan dosa yang lain kalau Allah menghendaki-Nya dapat juga diampuni. Dan, di dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan bahwa di antara berbagai dosa besar yang pertama sekali ialah al-isyraku billahi, mempersekutukan Allah.


2."Dan dengan kedua ibu-bapak hendaklah berbuat baik ."

Setelah tegak pokok kepercayaan yang pertama, yaitu tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah, menyusullah kewajiban yang kedua, yaitu berbuat baik, berkhidmat dan menghormati kedua ibu-bapak. Jangan mengecewakan hati mereka, jangan durhaka kepada keduanya. Karena, kalau sudah durhaka, nyatalah kamu menjadi seorang yang rendah budi, rusak akhlak, tidak membalas guna sehingga berkata “uffin" saja, yang berarti “cis" atau “ah" lagi terlarang dan haram, apalagi perbuatan-perbuatan lain yang dapat mengecewakan hati keduanya. Adakah patut dari kecil engkau dibesarkan, dibelai dan diasuh, nyamuk seekor pun mereka halau asalkan matamu dapat tertidur. Pada siang hari ayahmu berusaha bermandi keringat untuk mencarikan makanmu, adakah patut ayah bundamu itu kamu sanggah?

Demikian istimewa Allah menyuruh orang menghormati dan memuliakan ayah bundanya dan mensyukuri jasa mereka sehingga di dalam surah Luqman ayat 14, “Hendaklah engkau bersyukur kepada-Ku dan kepada dua ibu-bapak engkau."

Dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari, Muslim, an-Nasa'i, dan Tirmidzi dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Abduilah bin Mas'ud itu pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Apakah amalan yang paling utama?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab, “Shalat di awal waktunya." Kemudian aku bertanya pula, “Kemudian itu apa lagi?" Beliau menjawab, “Berbuat kebajikan kepada ibu-bapak." Kemudian aku tanyakan pula, “Sesudah itu apa lagi?" Beliau Rasulullah ﷺ menjawab, “Berjihad pada jalan Allah."

Dari hadits tersebut dapatlah kita melihat betapa mulia dan pentingnya berkhidmat kepada ibu-bapak sehingga lebih pertama dan utama dibandirigkan jihad fi sabilillah, padahal jihad adalah keperluan untuk agama dan masyarakat. Dan memang tersebut pula dalam hadits yang lain bahwa seorang pemuda yang ingin pergi berjihad, berperang di jalan Allah disuruh pulang kembali oleh Rasulullah ﷺ sebab ternyata ayah bundanya sakit-sakit, tidak ada orang lain yang dapat menyelenggarakan.

Bahkan oleh setengah ulama dikatakan, hendaklah anak itu membuat dirinya laksana hamba sahaya jika dia berhadapan dengan ayah bundanya. Namun, ijtihad ulama yang seperti ini haruslah diterima oleh orang tua dengan hati-hati. Sebab, banyak juga orang tua yang bersifat diktator kepada anaknya karena pendapat ulama yang begini sehingga banyak kita lihat di negeri Mekah sendiri karena pengaruh pendapat begini, orang tua yang menangani anaknya dengan kejam, menyepak, menerjang sehingga tertekan benar jiwa kanak-kanak itu. Dan, terkadang karena mendapat hak yang luas ini ada pula orang tua yang memaksa anak gadisnya kawin dengan laki-laki yang dipilihnya sendiri, tidak peduli anak itu suka atau tidak, dengan tidak memikirkan sedikit juga perasaan dari anak itu.

Yang benar ialah ayah bunda memberikan didikan kepada anak-anaknya dengan cara sikap hidupnya sendiri. Yaitu, sikap hidup yang menimbulkan hormat (respect) dan rasa cinta. Ayah bunda dalam rumah tangga menurut ilmu jiwa pendidikan ialah lingkungan pertama yang didapati oleh seorang anak ketika dia lahir ke dunia. Pada waktu kecil itu, bagi seorang anak, ayahnya adalah hero atau pahlawan yang tidak pernah salah. Penghargaan yang tadiriya demikian tinggi bisa hancur apabila dilihatnya hanya contoh buruk saja yang tampak dari ayahnya atau dari bundanya. Alangkah payah bagi seorang ayah atau bagi seorang ibu, akan menyuruh putranya shalat, kalau dia sendiri tidak mau mengerjakan hal itu.

Anak-anak di zaman modern patah arang dengan kedua orang tuanya karena mereka tidak memberinya harapan, tidak memberi contoh tentang ibu yang baik. Adapun ayah hanya pulang sekali-sekali atau larut malam, sedangkan ibu pergi pula keluar. Oleh karena itu, siapa yang akan melarang kalau si anak pun keluar pula dari rumah untuk menghilangkan kesepiannya?

Dalam ayat ini perintah ditekankan kepada anak supaya menghormati kedua orang tua. Agama Islam telah memberikan tuntunan menghormati orang tua itu dengan jelas, baik dalam Al-Qur'an maupun dalam sunnah Nabi ﷺ Telah banyak bertemu ayat hormat anak kepada kedua orang tua sebelum ayat ini dan nanti seterusnya akan ada pula. Di samping orang tua meminta haknya untuk dihormati, lanjutan ayat memberi ingat pula kepada orang tua agar jangan membunuh anak karena takut miskin.


3."Dan janganlah kamu bunuh anak-anak kamu karena kepapaan."

Yang pertama tadi bertauhid pada Allah, yang kedua kewajiban anak kepada orang tua (ayah bunda) supaya berkhidmat dan berlaku hormat. Sekarang, yang ketiga ialah nasihat dan peringatan kepada orang tua jangan sampai membunuh anak karena miskin.

Di dalam surah al-Israa' ayat 31, Allah memberi peringatan agar jangan membunuh anak karena takut akan kemiskinan dan kepapaan. Di ayat ini diingatkan jangan membunuh anak karena hidup miskin, anak tidak terbe-lanjai. Karena perbuatan yang demikian itu hanya bisa terjadi kepada orang jahiliyyah yang kepercayaannya pada pertolongan Allah sangat tipis. Sedangkan lanjutan ayat ini Allah berfirman, “Kamilah yang memberi rezeki kamu dan kepada mereka." Sesuai dengan apa yang telah dijaminkan Allah di dalam surah Huud ayat 6, bahwasanya tidak suatu makhluk yang melata, merangkak, berjalan, di atas bumi ini melainkan sudah ada jaminan rezekinya di sisi Allah dan telah diketahui di mana dia akan tinggal dan di mana dia akan berkubur kelak.

Itu sebabnya, pegangan hidup yang pertama tadi ialah percaya kepada Allah dan jangan mempersekutukan yang lain dengan Allah. Karena kepercayaan kepada Allah menimbulkan cahaya dalam hati, inspirasi dalam mencari usaha kehidupan.

Bagi pendidikan anak sendiri pun sangat berbahaya kalau orang tuanya membayangkan bahwa kedatangannya ke dunia ini hanyalah semata-mata akan memberati hidupnya.

Pada zaman jahiliyyah benar-benar ada orang yang membunuh anak karena takut miskin. Sampai sekarang, masih terdapat bangsa yang miskin, menjual anaknya karena tidak terberi makan. Namun, ada lagi yang lebih buruk, yaitu meracun jiwa anak sendiri dengan memberikan didikan yang salah karena mengharapkan “jaminan hidup". Orang tua yang menyerahkan anaknya masuk sekolah Kristen, karena pengaruh pendidikan Kolonial yang mengajarkan bahwa hidup yang teratur ialah meniru hidup orang Barat dan agama orang Barat itu ialah Kristen. Dan pendidikan jiwa budak itu setelah tanah air merdeka masih belum hilang sama sekali.

Berkata al-Hakim, “Termasuk di dalam ini minuman semacam obat untuk menggugurkan kandungan."

Berkata pengarang kitab al-Ahkam, “Wajiblah atas seseorang perempuan yang telah terputus haidnya agar berjaga-jaga jangan sampai dia meminum obat-obat yang ditakuti akan dapat menyebabkan gugur kandungannya."


KELUARGA BERENCANA

Sehubungan dengan ini teringatlah kita pada gagasan baru dari dunia modern, tentang “Keluarga Berencana". Yaitu usaha menjarangkan kelahiran anak atau usaha memperkecil jumlah anak karena takut akan miskin.

Dalam ajaran Islam sendiri, tidaklah ada larangan yang pasti dengan nash membatasi kelahiran anak atau membuat kelahiran anak itu jadi jarang. Tidak terlarang, asal saja tidak merusak kesehatan dan tidak timbul rasa kurang percaya pada jaminan Tuhan. Pada zaman Rasulullah ﷺ ada orang yang melakukan azal, yaitu mencabut alat kelamin laki-laki dari faraj si istri setelah dekat akan keluar mani, karena kasihan kepada istri itu akan beranak lagi, sedangkan badannya tidak sehat.

Hal yang semacam ini dimasukkan ke dalam urusan pribadi dan rumah tangga saja, rahasia suami-istri yang tidak perlu diributkan keluar. Namun, pada zaman modern ini timbul gagasan Keluarga Berencana, yang pada mulanya atas alasan yang lahirnya ialah karena kecemasan kalau-kalau imbangan di antara penduduk dunia atau penduduk satu negeri tidak seimbang dengan persediaan makanan. Kemudian, pemerintah suatu negeri yang merasa tidak berdaya memberi makanan yang cukup itu berusaha mempropagandakan “Keluarga Berencana" atau kelahiran manusia yang dibatasi. Untuk itu, diadakanlah obat-obat pencegah hamil, ada yang berupa pil atau kapsul dan ada yang berupa operasi kecil pada alat kelamin, dan ada yang berupa suntikan.

Setelah Keluarga Berencana ini populer di seluruh dunia, terutama sekali dipropagandakan dalam negara-negara yang ekonominya lemah maka timbullah gejala-gejala lain yang tidak diingini, sebab perhitungan ekonomi atau perhitungan bertambah besarnya jumlah penduduk, tidak seimbang dengan perbentengan ruhani. Dipergunakanlah obat pencegah hamil untuk Keluarga Berencana itu untuk menahan beranak bagi hubungan di luar nikah. Di dalam kota-kota besar terdapat gadis-gadis dan pemuda-pemuda yang belum menikah menyimpan pil-pil anti hamil, supaya kalau mereka berzina jangan sampai mengandung.

Dan dalam kenyataannya pula ialah bahwa pada orang-orang yang masih kuat agamanya, kuat imannya dan teguh kepercayaannya pada jaminan hidup dari Allah, propaganda Keluarga Berencana, tidaklah begitu jelas. Yang menjalankannya hanyalah orang yang telah lemah rasa agamanya. Dan kedapatan lagi menurut penyelidikan, yang banyak mengambil kesempatan Keluarga Berencana ialah orang-orang yang mampu membeli obat-obat, pil-pil, dan kapsul-kapsul yang harganya mahal itu, sedangkan orang-orang yang hidupnya kurang mampu, tidaklah dapat menurutinya. Akhirnya, orang yang memiliki kemampuan menyekolahkan anak, tidak mempunyai anak buat disekolahkan, dan orang-orang yang banyak anaknya tidak mampu menyekolahkan anak.

Perempuan-perempuan yang menuruti hidup modern merasa bahwa anak-anak itu sangat menghalangi langkahnya untuk bergerak ke mana-mana untuk bercengkerama, mendatangi kawan, bergaul bebas, keluar pelesir. Dengan demikian, kian lama kian jelas bahwa tujuan pertama dari Keluarga Berencana tidak tercapai, tetapi Keluarga Berencana diteruskan juga, bukan lagi karena tekanan ekonomi, tetapi untuk “menutup malu" yang telah tercoreng pada keningnya kehidupan modern.

Seorang sarjana perempuan Indonesia, Dr. Zakiah Daradjat, pernah menulis tentang Keluarga Berencana secara ilmiah, dipandang dari segi hidup beragama.


BEBERAPA PENGALAMAN AKIBAT PIL ANTI HAMIL

Belakangan ini masyarakat kita sangat tertarik pada masalah Keluarga Berencana. Klinik-klinik dan dokter-dokter yang memberikan nasihatnya dalam masalah itu. Semakin hari semakin banyak dan sambutan masyarakat pun semakin hebat pula. Kadang-kadang pemerintah di beberapa daerah turut aktif dalam mempropagandakan hal itu, bahkan terkadang ada pejabat yang memerintahkan rakyat daerahnya agar melaksanakan pembatasan kelahiran. Diangkatlah penasihat-penasihat keliling yang akan memberikan nasihat kepada keluarga-keluarga di rumahnya masing-masing.

Motif dan dorongan-dorongan yang menggerakkan orang untuk membatasi kelahiran pada umumnya adalah masalah ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.

Memang benar, kehidupan orang sehari-hari makin jauh dari syarat-syarat minimal yang tentunya orang menjadi takut mempunyai banyak anak karena terbayang di matanya kelaparan dan kekurangan makanan yang akan diderita keluarganya, jika jumlah anggota keluarga itu besar. Karenanya, banyak di antara pemimpin-pemimpin yang merasa bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat, bekerja giat untuk mendorong dan menganjurkan agar tiap orang dapat memahami masalah ini dan dengan sukarela akan mengadakan pembatasan kelahiran.

Di samping masalah ekonomi, masalah kesehatan juga salah satu alasan yang mendorong dokter-dokter dan orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan untuk menasihati orang-orang supaya dapat mengurangi kelahiran, terutama terhadap perempuan-perempuan yang kesehatannya lemah atau mereka yang anaknya terlalu rapat/banyak. Banyak dokter-dokter yang mengeluh dan kadang-kadang marah kepada penderita-penderita (pasien-pasien) yang tidak mau mengikuti petunjuk-petunjuk tentang pembatasan kelahiran itu.

Persoalan kesehatan ini tidak hanya mengenai ibu, tetapi juga menyangkut kesehatan anak-anak. Jika jarak antara satu anak dengan lainnya sangat dekat, pemeliharaannya akan kurang. Oleh karena itu, kita lihat semakin banyaklah dokter yang memberikan nasihatnya, agar orang dapat mengurangi kelahiran, demi untuk menjaga kesehatan ibu dan anak.

Alasan ketiga yang tidak sedikit digunakan adalah masalah pendidikan. Orang ber-anggapan bahwa mendidik anak itu sangat sukar, dalam kenyataan hidup terdapat berapa banyaknya anak-anak yang salah didik, salah asuh sehingga menjadi nakal, tidak mau sekolah, keras kepala, suka melawan, kelakuannya menyakitkan hati orang tua, dan seba-gainya. Timbullah kesimpulan orang-orang tua yang ingin supaya anaknya terdidik baik, pintar dan berguna di kemudian hari, cukuplah satu orang atau dua orang saja, supaya dapat mendidiknya betul-betul dan kemudian menjadi orang baik, daripada punya anak enam atau tujuh orang yang tidak terdidik baik.

Ketiga alasan inilah yang sering dikemu-kakan oleh ahli-ahli Keluarga Berencana dalam memberikan nasihat supaya orang menyadari dan memahami akan pentingnya pembatasan kelahiran. Ketiga macam alasan tersebut dikemukakan dengan cara yang betul-betul menarik perhatian dan menyebabkan orang-orang betul-betul takut memiliki anak banyak. Setelah ketakutan umum akan bahaya-bahaya yang akan terjadi akibat banyaknya kelahiran itu meluas maka muncullah ahli-ahli tadi dengan obat-obatan dan dengan alat-alat yang dapat digunakan untuk mencegah terjadiriya kehamilan. Sehingga obat-obatan dan alat-alat dan cara-cara yang dahulu tidak dikenal orang di negara kita, sekarang telah banyak beredar, tidak saja di apotek-apotek atau klinik-klinik dan dokter-dokter tertentu, bahkan sudah keluar ke pasaran bebas dan tangan-tangan pedagang kepercayaan dokter-dokter.

Banyak orang yang merasa bangga mengingatkan bahwa cara berpikir rakyat telah maju dan telah dapat mengikuti jejak negara-negara modern, mau membatasi kelahiran. Memang, persoalan yang bisa dijadikan ejekan oleh golongan yang merasa dirinya modern dan pandai adalah banyak anak. Oleh sebab itu, orang berani mengumpamakan setiap orang yang banyak anaknya dengan marmut.

Maka, orang yang merasa telah telanjur punya anak banyak, kadang-kadang merasa malu dan menjadi sasaran-sasaran ejekan kawan-kawannya seolah-olah dia betul-betul bodoh tidak punya pikiran seperti marmut yang hanya pandai melahirkan anak banyak saja.

Dalam gelombang kesadaran akan pentingnya mengatur/membatasi kelahiran itu, tidak sedikit pula ahli-ahli agama yang terbawa oleh arus yang disangkanya baik dan modern itu, sehingga satu demi satu keluarlah alasan-alasan yang bersifat agamis guna memperkuat keyakinan akan boleh atau halalnya melakukan birth control itu.

Masalah Keluarga Berencana itu sekarang menjadi persoalan yang mengetuk hati semua orang sehingga dibicarakan di sana-sini secara terbuka, diskusi-diskusi, seminar-seminar, simposium-simposium, pidato-pidato di muka umum, radio, TV, dan lain-lain. Namun sayangnya, yang sering kita dengar dan dapatkan dalam uraian-uraian tersebut adalah alasan-alasan mengapa Keluarga Berencana itu harus dilakukan, obat-obat apa yang baik diminum (pil-pil dan sebagainya), dan alat-alat apa yang bisa digunakan (ada yang bernama spiral, cincin, topi, dan yang terbaru bernama IUD) dan sebagainya. Bahkan ada pula cara memandulkan dengan mengadakan operasi (pemotongan di dalam), baik kepada laki-laki maupun perempuan.

Pembicaraan dalam hal ini demikian menariknya sehingga orang-orang datang berduyun-duyun ke tempat-tempat persoalan tersebut dikupas, orang tidak segan-segan meminta nasihat sesama kawan yang berpengalaman (walaupun bukan ahli), pil-pil beredar, alat-alat yang seharusnya dipasangkan oleh dokter, sudah bisa dibeli di luar sepengetahuan dokter dan dipasang sendiri oleh orang-orang yang berkepentingan, semuanya terdorong ingin mendapatkan kebahagiaan dalam hidup, tidak susah ekonomi, terhindar dari kesusahan/ke-sakitan waktu hamil dan melahirkan dan ingin mendapat anak-anak yang betul-betul terdidik dan berguna bagi masyarakat di kemudian hari.

Di lain pihak, kita jarang sekali, bahkan mungkin tidak pernah mendengar uraian yang mengungkap akibat-akibat negatif yang mungkin terjadi atas keluarga (baik ibu, bapak, atau anak) karena pelaksanaan Keluarga Berencana tersebut. Akibat-akibat negatif itu ada, tetapi jarang diketahui orang. Sesungguhnya banyak segi-segi negatif yang dialami sendiri oleh orang-orang yang bersangkutan. Namun, hal itu tidak mereka sadari. Di antara akibat-akibat negatif yang jarang kita perhatikan adalah kesehatan mental dan kemerosotan moral.


(i) Kesehatan Mental

Akibat pelaksanaan Keluarga Berencana terhadap kesehatan mental seseorang. Sesung-guhnya pengaruh negatif terhadap kesehatan mental itu sangat banyak, dapat terlihat pada kesehatan jasmani, pikiran, perangai, kelakuan, dan kehidupan serta kebahagiaan keluarga pada umumnya.

Yang akan terganggu jiwanya (kesehatan mentalnya) adalah ibu, bapak, dan anak, bersama-sama atau sekurang-kurangnya salah seorangnya. Hal ini perlu kami ketengahkan untuk dapat memahami persoalan tersebut dengan segala akibat dan kemungkinannya demi untuk mencapai ketenteraman dan kebahagiaan dalam hidup. Dalam penguraian akibat-akibat psikis (mental) itu akan dikemukakan di sini contoh-contoh yang pernah dihadapi klinik-klinik jiwa.

Akibat negatif itu dapat terjadi atas ibu, bapak, anak dan ibu-bapak bersama.

Pengaruhnya Terhadap ibu

Sekarang ini banyak ibu-ibu yang makin gemuk. (Dengan catatan gemuk yang tidak seimbang. Pada umumnya, perutnya menjadi lebih besar.) Air mukanya kurang berseri, seolah-olah kurang bersinar, tekanan darah tinggi atau rendah, kepala selalu pusing, lekas marah, dan sebagainya.

Contoh:

Seorang ibu muda yang cantik kira-kira berumur 28 tahun, suaminya seorang pria yang gagah, menduduki jabatan terhormat dalam

pemerintahan dan masyarakat serta tergolong keluarga yang mampu (kaya). Si istri me-ngeluh karena dia merasa makin lama makin gemuk sehingga dia terpaksa merawat dirinya kepada seorang ahli kecantikan jasmani. Dua kali seminggu dia harus datang untuk dirawat dan berolahraga untuk mengurangi gemuknya tersebut. Olahraga telah dilaksanakan, tetapi jika dihentikan, gemuknya cepat bertambah, sehingga dia kebingungan dan berusaha mengurangi makannya; makanan yang berlemak, yang manis dan mentega dijauhi dan dipilihnya makanan ringan yang cenderung pada rasa adem atau dirigin dan banyak sayuran.

Dan ketika ibu tersebut mengeluhkan penderitaannya, terjadilah tanya jawab berikut ini: Penulis: Apa rahasia gemuknya Ibu ini? Apakah Ibu minum pil?

Pasien: (kontan menjawab) Betul, saya minum pil anti hamil tiga tahun ini. Apakah mungkin karena pil itu saya gemuk? Barangkali juga iya, karena pilnya harus diminum dua hari sekali, dan tidak boleh ada kelupaan. Kalau saya pergi bertamu (menginap) ke rumah orang atau pergi, kadang-kadang ke daerah lain saya tidak pernah lupa membawa pil tersebut. Karena menurut nasihat dokter, kalau sekali saja lupa maka kehamilan akan terjadi.

Penulis: Ibu sangat rajin dan hati-hati betul menjaga supaya jangan sampai ada satu hari yang lupa meminumnya. Ini sudah menyebabkan gelisahan dan ketegangan perasaan. Di samping itu saya ingin tanya, bagaimana perasaan Ibu terhadap Bapak?

Pasien: Jangan bilang-bilang Bapak, ya. Saya sesungguhnya tidak merasa apa-apa waktu kumpul dengan bapak (sexual intercourse), tetapi Bapak tidak pernah saya beri tahu, saya takut kalau-kalau dilarangnya nanti minum pil itu, sedangkan saya tidak mau lagi punya anak.

Penulis: Ibu merasa tidak apa-apa (tak puas), tetapi hal itu disembunyikan. Dapatkah Ibu menerima ketidakpuasan itu selama-lamanya? Apakah Ibu tidak sering marah-marah atau ingin jalan-jalan dan tidak betah di rumah? Pusing kepala? Dan apakah tekanan darah Ibu masih tetap normal?

Pasien: Kalau kepuasan yang ditanyakan, tidak pernah saya pikirkan, puas atau tidak, yang terang suami saya puas, bagi saya kepuasan itu tidak banyak jadi soal. Apalah kita perempuan ini. Tetapi belakangan ini, memang saya sering kali pusing, malas saja di rumah, dan sering marah-marah, sedikit-sedikit anak-anak kena marah dan setelah diperiksa ke dokter ternyata tekanan darah saya tinggi. Dan saya ingin tanya, apa hubungannya semua ini dengan pil anti hamil?

Penulis: Ketakutan mempunyai anak lagi telah menimbulkan kegelisahan dalam hati Ibu sendiri sehingga mencari jalan untuk menghindarinya, yaitu minum pil. Rupanya pil tidak hanya memengaruhi kehamilan, tetapi juga menghilangkan kenikmatan hidup. Kehilangan rasa puas itu biasanya membawa ketegangan batin, kegelisahan yang tidak diketahui apa penyebabnya. Tekanan batin dan kegelisahan itu akan menyebabkan orang marah-marah dan tidak puas saja terhadap orang lain dan selanjutnya dalam pil itu ada sedikit zat yang pernah dipersalahkan menyebabkan penyakit kanker!

Pasien: Kalau begitu saya akan hentikan meminum pil itu, jangan-jangan saya kena kanker pula, di samping penderitaan yang sudah-sudah itu.

Si ibu tadi juga takut kehilangan kecantikannya, jika dia banyak anak dan ingin agar terhindar dari pandangan orang-orang yang menganggapnya kolot dan rendah terhadap orang yang anaknya banyak. Namun setelah percobaan dilakukannya, timbullah kegelisahan dan ketidaktenteraman jiwanya karena dia selalu dikejar-kejar oleh ketakutan yang dibuatnya sendiri, kebahagiaan dan kenikmatan berkeluarga pun menjadi berkurang.

Contoh:

Seorang ibu berumur 27 tahun, cantik, ramah dan kaya, kelihatannya gemuk sekali, mukanya kelihatan pucat seperti tidak berdarah. Si ibu itu datang ke klinik jiwa dengan keluhan sering kali marah-marah dan datang bulannya tidak teratur, kadang-kadang cepat sekali, kadang-kadang berlangsung untuk waktu yang lama dan sering kali disertai oleh sakit dan pernah pingsan.

Akibatnya Terhadap Bapak

Sering kali ibu-ibu kebingungan apabila menghadapi bapak-bapak yang berubah sikapnya setelah beberapa tahun dalam perkawinan. Bahkan ada ibu yang mengatakan, dulu bapak sangat baik. Namun sekarang (setelah 6 tahun dari perkawinan mereka), bapak sering sekali marah-marah dan mencari-cari kesalahan, di lain pihak. Atau ada pula terjadi bapak-bapak yang suka mencari hiburan di luar rumah, sering kali tertawa, tersenyum, dan bergurau lebih banyak dengan perempuan lain daripada dengan istrinya sendiri dan ada juga bapak-bapak yang dihinggapi ke-lakuan yang bisa dikatakan menyeleweng dari norma-norma susila, seperti suka berkunjung ke rumah-rumah yang tidak baik atau mengundang anak-anak gadis ke tempat-tempat yang mencurigakan. Di samping itu semua, juga terjadi perkawinan-perkawinan (kedua dan ketiga) di luar sepengetahuan istrinya dan hal yang agak umum dan banyak terjadi adalah ketidaknormalan tekanan darah (tekanan darah tinggi atau rendah).

Di antara sebab yang mendorong terjadiriya kegeiisahan-kegeiisahan dan keabnormalan te-kanan darah, keguncangan-keguncangan hubungan keluarga dan keguncangan perasaan adalah disebabkan ketidakpuasan dalam hubungan keluarga yang timbul akibat dilaksanakannya keluarga berencana. Sebagai contoh kita ambil seorang bapak yang baru berusia 42 tahun, yang rupanya cukup gagah, simpatik, dan kelihatan sehat.

Sebagai seorang yang mempunyai fungsi yang baik dalam tugasnya, dia selalu tekun dan rajin di kantornya. Suatu hal yang menarik perhatian dari si bapak ini adalah dia sebagai orang yang mempunyai kekuasaan dalam bidang pekerjaannya, adalah baik dan jujur. Akan tetapi, dia kadang-kadang sukar untuk dipahami oleh bawahannya karena seringnya dia marah-marah dan mempunyai adat atau disiplin yang sangat keras. Di samping itu, dia juga sering mengeluh sakit tekanan darah tinggi. Bertahun-tahun dia menderita sakit tekanan darah tinggi dirawat oleh dokter-dokter, akan tetapi tekanan darahnya tidak pernah normal kembali, lebih cenderung naik sampai di atas 180 dan kadang-kadang mencapai 200 atau lebih.

Akibat telah lamanya menderita sakit tekanan darah tinggi, dia bosan berobat dan ke-percayaannya kepada dokter menjadi hilang. Dia menjadi bingung dan bertambahlah penyakitnya dengan tidak bisa tidur, sering kali bangun semalam-malaman dan besok paginya dia gelisah. Karena penyakitnya yang terakhir ini dia berhubungan dengan penulis.

Di dalam penelitian dan tanya jawab yang terjadi antara pasien dan penulis, tersingkaplah suatu rahasia di mana dia merasa bahwa istrinya telah lama merasa dirigin terhadapnya.

Dengan mengeluh, dia berkata bahwa dia berlainan pendapat dengan istrinya. Si istri tidak mau punya anak banyak dan dia sebaliknya ingin punya anak banyak. Kendati pun dalam kehidupan sehari-hari tampaknya keluarga tersebut sangat bahagia. Selalu tertawa, tersenyum, bergurau, dan menerima kawan-kawannya dengan hangat dan gembira. Akan tetapi ke dalam, pada diri masing-masing terseliplah suatu perasaan yang sama-sama tidak diketahui oleh pihak lain. Yang mana si istri mempunyai perasaan dirigin dan kurang menyambut keinginan-keinginan suaminya, tetapi hal tersebut dirahasiakannya. Sang suami juga merasa bahwa dia tidak berani menyakiti hati istrinya untuk memaksakan keinginan-keinginan pribadiriya karena dia melihat bahwa istrinya kurang menyambut keinginan-keinginannya yang wajar sebagai seorangsuami. Sejak saatitu, si suami berusaha mendekati istrinya dengan berbagai cara yang menggembirakan, yang sesungguhnya di luar kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya dahulu pada waktu tahun-tahun pertama dari perkawinan mereka. Perasaan-perasaan yang kurang menyenangkan itu sedikit demi sedikit tersimpan di dalam hatinya yang kemudian menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan. Pada akhirnya, tekanan darah menjadi berubah (naik dan tidak pernah turun kem-bali). Setelah diketahui oleh penulis bahwa di antara sebab yang menimbulkan tekanan perasaan, tekanan darah tinggi, perasaan tidak bisa tidur dan suka marah-marah, adalah diakibatkan oleh karena ketidakpuasan dalam hubungan suami istri. Maka, jalan yang ditempuh ialah dengan memanggil istrinya untuk konsultasi. Ketika ditanya kepada istri yang cantik, ramah, dan lemah-lembut itu; umur berapa anak yang terkecil, katanya umur 8 tahun.

Rupanya semenjak 8 tahun itu si istri mulai enggan punya anak karena melahirkan yang bungsu itu merasa sangat payah. Ketakutannya mempunyai anak, menyebabkannya berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kehamilan.

Di samping ketakutannya untuk punya anak, berangsur-angsur timbul juga ketidak-senangannya kepada suaminya. Pernah dia menolak setiap ajakan suaminya dengan dalih-dalih yang dia buat-buat, misalnya puyeng, sakit kepala, sakit perut, dan sebagainya.

Hal mana menyebabkan tertekannya jiwa suaminya. Yang kadang-kadang secara diam-diam suami mulai mencari kesenangan di luar rumah tangga. Akan tetapi, kesenangan yang dibawa dari luar rumah tangga itu tidak membawa kebahagiaan pada dirinya karena dia merasa telah mengkhianati istrinya. Sering kali terjadi konflik di dalam hatinya antara ingin jujur dan setia kepada istrinya dan ingin membalaskan sakit hati terhadap istri yang dirigin dan tidak memberikan reaksi yang menyenangkan kepadanya. Pertentangan batin yang dialaminya itu makin hari makin bertambah karena istrinya yang makin hari makin dirigin kepadanya. Inilah yang membawa akibat tekanan darah tingginya yang melampaui batas yang tidak dapat disembuhkan oleh obat-obat dan dokter-dokter berpengalaman.

Sepintas lalu kelihatannya keluarga tersebut berbahagia, suami gagah, baik, dan ramah. Istri cantik, halus dan lincah, anak mereka tiga orang, semua cantik dan pintar-pintar, ekonomi dan kedudukan dalam masyarakat sangat baik serta mendapat penghargaan umum.

Memang benar, sewaktu ditanyakan kepada istrinya hubungan khusus antara dia dengan suaminya, dengan terus terang dia mengakui, bahwa dia cepat sekali menjadi terganggu, mungkin pada mula ajakan suaminya dia berusaha melayaninya. Namun, jika mendengar bunyi apa saja di luar (maupun jauh) dan terkadang tidak ada suara atau bunyi apa-apa, dia menjadi lemas dirigin sehingga si suami seolah-olah berhadapan dengan mayat atau patung yang tidak memberikan reaksi positif yang menggembirakan. Rupanya ketika itu istri mulai membayangkan ketakutannya mempunyai anak, tetapi dia tidak mau mengecewakan suaminya maka konflik jiwa yang timbul dari keinginan menggembirakan suami dengan dirinya yang ketakutan akan menjadi hamil, telah menyebabkan terjadiriya gangguan-gangguan seperti seperti itu.

Setelah istri diberi tahu bahwa tekanan darah suaminya tidak akan turun dan dia akan tetap menderita (kendati pun diobat/dirawat oleh beratus orang dokter) selama si istri bersikap dirigin dan tidak mau memberikan kepuasan yang positif kepada suaminya, terutama dalam bidang yang sangat khusus itu. Si istri pada permulaan ragu-ragu dan menjadi bingung sehingga mengemukakan bermacam-macam persoalan untuk membela diri dan membenarkan perasaan takut hamilnya itu. Akan tetapi, setelah mengalami perawatan jiwa (konsultasi) dua-tiga kali, mulailah dia dapat memahami dan menerima bahwa dia adalah penyebab dari penyakit yang diderita oleh suaminya itu. Sehingga mulailah dia melepaskan rasa takut hamil dan berangsur-angsur memberikan reaksi positif terhadap suaminya.

Terbukti, setelah si istri dapat kembali kepada kewajarannya dalam hubungan khusus dengan suaminya, tekanan darah suaminya menjadi turun mendekati normal dan tabiat pemarahnya menjadi berkurang pula, tidurnya menjadi nyenyak dan kembali pula pada kea-daannya yang baik dan ramah dahulu. Dari pasien ini kita mengambil kesimpulan bahwa sang suami dapat pula terganggu jiwanya akibat si istri menghindari kehamilan dan takut akan akibat-akibat dari kehamilan itu.

Sesungguhnya masih banyak contoh yang dapat dikemukakan dalam hal ini, tetapi cu-kuplah satu ini saja contoh yang terperinci.

Hanya sebagai gejala umum yang banyak terjadi dan terlihat adalah dalam penyelewengan-penyelewengan moral yang dilakukan secara diam-diam oleh suami bahkan ada pula yang mempunyai istri-istri muda di tempat lain, jauh dari pengetahuan sang istri.

Pengaruh Terhadap Kesehatan Mental Si Anak

Sering kali terjadi hal-hal yang tidak diharapkan oleh orang tua, misalnya si ibu telah minum obat atau melakukan berbagai cara untuk mencegah kehamilan. Akan tetapi pembuahan tetap terjadi dan lama-kelamaan anaknya lahir. Dalam perawatan jiwa banyak terbukti, bahwa orang-orang atau anak-anak yang tidak diinginkan disambut oleh orang tua kelahirannya, dia akan merasa bahwa dia (unwcmted child) anak yang tidak disayangi. Akibat perasaan ini sangat berbahaya dalam perkembangan jiwa si anak. Mungkin sekali dia akan menjadi seorang anak yang gelisah, keras kepala, nakal, dan bodoh, bahkan sakit-sakitan. Karena sebagai seoranganakyang masih lemah, dia membutuhkan kasih sayang dan perhatian orang tua yang cukup kepadanya. Anak yang merasa kurang disayangi tadi akan terlambat pertumbuhannya. Dia mungkin menjadi kurus seperti orang kurang makan, kendati pun makanan melimpah ruah di rumahnya. Karena dia kehilangan yang terpokok dalam hidupnya, yaitu kasih sayang orang tuanya.

Setiap anak yang tidak diinginkan oleh orang tua kelahirannya, akan terganggu kesehatan jiwanya. Dia tidak akan pernah merasa bahagia seumur hidup karena telah kehilangan dasar-dasar pokok yang menjadi batu pertama dalam kebahagiaan itu, yaitu kasih sayang dan perhatian orang tua. Di bawah ini akan kita lihat dua contoh anak yang menderita akibat tidak diinginkan oleh orang tua kelahirannya.

Contoh 1:

Anak laki-laki umur 12 tahun, rupanya tampan dan baik, kesehatannya tampaknya biasa. Ibu-bapaknya bekerja sebagai guru. Orang tuanya datang ke klinik jiwa minta supaya diadakan tes jiwa terhadap anaknya. Karena si anak tidak stabil, bosanan, bodoh di sekolah, sering kali kelihatan melamun.

Setelah terhadap si anak dilakukan berbagai macam fpsychotest dan menthakest), ter

bukti bahwa kecerdasannya yang asli cukup baik, hanya dia tidak dapat menggunakannya karena jiwanya tidak tenteram. Memang perasaannya terlihat tidak stabil, mudah guncang.

Kepada ibu-bapak ditanyakan, sejarah kelahiran si anak, apakah si ibu ketika hamil dahulu sehat-sehat dan apakah ketika melahirkan anak itu dengan mudah atau susah? Si bapak mendahului ibu menjawab dengan tegas sebagai berikut: “Memang dulu kami belum ingin punya anak karena kami berdua ditugaskan menjadi guru di daerah, keinginan di waktu itu ialah, selama tempat tinggal belum stabil jangan dulu punya anak. Bermacam-macamlah usaha yang kami lakukan untuk mencegah kelahiran, tetapi apa boleh buat usaha kami tidak berhasil sehingga lahir jugalah anak ini. Setelah anak lahir, apa boleh buat, kami terpaksa menerima dan merawat serta memeliharanya baik-baik. Makin hari si bayi kelihatan makin besar dan lebih menarik maka kamipun merasa kasihan dan sayang kepadanya dan akhirnya merasa menyesal atas apa yang kami perbuat dahulu ketika si anak dalam kandungan. Kadang-kadang kami merasa berdosa karena telah menyiksanya sebelum dia lahir. Semakin hari semakin kami rasakan kesalahan yang dahulu kami perbuat itu sehingga kami kadang-kadang ingin memberikan imbangan terhadap kekurangan dan kekecewaan yang pernah dialaminya dahulu. Kami merasa heran mengapa anak yang kami pelihara, kami sayangi bahkan terkadang kami manjakan menjadi bodoh, nakal, dan tidak tenang. Padahal semua teori pendidikan yang kami ketahui telah kami coba melaksanakan. Karena kami khawatir jangan-jangan ada sesuatu yang rusak di otaknya!"

Sesungguhnya gangguan perasaan yang diderita si anak tidak disebabkan oleh kesayangan atau pemeliharaan orang tua yang tidak normal itu, tetapi karena si anak dahulu pada permulaan hidupnya telah mengalami suatu kekecewaan oleh ibu-bapaknya, kesalahan orang tua berikutnya adalah perlakuan yang membingungkan si anak ketika terlihat konflikasi yang kadang kala kelihatan sayang, sangat takut, dan penyesalan-penyesalan terhadap apa yang dahulu mereka lakukan. Si anak sudah telanjur merasa tidak diterima maka pembinaan kepribadiannya sudah ke-kurangan bahan yang terpokok, yaitu rasa kasih sayang yang tidak diterima pada permulaan hidupnya. Jika pada kemudian hari dia diperlakukan dengan baik dan disayangi, belum tentu dapat menghapuskan bekas luka hatinya yang dahulu dengan mudah. Di sinilah letak keguncangan jiwa yang menimbulkan ketidakmampuannya menggunakan kecerdasan dan ketidakstabilan tersebut.

Contoh 2:

Seorang anak gadis berumur 20 tahun, rupanya kelihatan cantik, tetapi air mukanya kelihatan muram (tidak berseri). Dia mengeluh karena merasa bahwa dia selalu kasar dan sering sekali berkata tajam kepada orang, mudah melukai atau menyakiti hati orang. Dia sering sekali merasa bosan, baik terhadap pelajaran maupun terhadap kawan-kawan. Sekolahnya pindah-pindah dari satu sekolah ke sekolah lain. Dia merasa tidak mengerti akan tujuan hidupnya mau ke mana. Dengan kawan-kawannya, dia sering kali bertengkar karena perasaannya yang tidak stabil itu.

Kadang-kadang, dia merasa sangat sayang dancinta kepada seseorang. Akan tetapi,setelah berjalan sebulan dua bulan sesudah itu dia menjadi berubah sangat benci kepada kawan tersebut. Demikianlah dia berpindah dari satu kawan ke lain kawan, baik dengan kawan sesama perempuan maupun dengan kawan laki-laki. Di samping itu semua, ibu-bapak juga mengeluh karena dia dianggap terlalu kurang sopan karena sering melawan, membandel dan tidak menghargai orang tua, sering berkelahi dengan saudara-saudaranya; keluhan-keluhan berikutnya, dia merasa asing berada di tengah-tengah keluarganya sendiri. Dia merasa ibu-bapaknya tidak sayang kepadanya dan merasa bahwa saudara-saudaranya pun membencinya. Dia pun sebaliknya tidak pernah merasa sayang kepada mereka, kepada ibunya dia merasa benci, bahkan kadang-kadang di hatinya timbul keinginan-keinginan supaya ibunya lekas mati. Apabila perasaan yang menginginkan ibunya mati itu timbul, sesudah itu dia merasa takut jangan-jangan dia dikutuk Allah karena mendurhakai ibu. Tetaplah dia dalam keguncangan seperti itu sehingga dia tidak mempunyai keinginan apa pun dalam hidupnya, bahkan dia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Dalam mengomentari ibunya dia berkata, “Ibu saya benci kepada saya. Jika terjadi perselisihan antara saya dengan kakak atau adik maka yang disalahkan selalu saya. Jika saya melakukan sesuatu kesalahan yang sesungguhnya tidak seberapa, saya dimarahi habis-habisan, sedangkan kesalahan yang sama yang dilakukan oleh adik atau kakak saya, mereka dibiarkan saja bahkan ditegur pun tidak. Kadang-kadang timbul pertanyaan dalam hati saya, apakah saya ini anak pungut atau anak kandung atau anak siapa saya ini?"

Perasaan hati yang begitu mengharukan dan menggelisahkan, terbukti dari perasaan tidak diterima kedua orang tuanya. Ketika ditanyakan kepadanya, “Kira-kira pada waktu dia dalam kandungan apakah ibunya sehat." Dengan spontan dia menjawab bahwa pada waktu itu ibuku sakit dan membutuhkan perawatan yang lama karena beliau kabarnya sakit lumpuh.

Dalam penelitian berikutnya terbukti bahwa memang benar ibu waktu mengandung si pasien tadi sedang sakit dan ekonomi mereka sedang menurun. Sehingga ibu-bapaknya pada waktu itu untuk sementara tidak ingin mempunyai anak. Karenanya bermacam usaha yang mereka lakukan supaya dapat dihindarkan kehamilan itu. Akan tetapi, rupa-rupanya usaha tersebut menimbulkan penyakit pada si ibu dan anak tetap lahir. Kelahiran si anak tidak disambut orang tua, bahkan dianggap sebagai pembawa nasib sial. Sehingga pandangan orang tua lebih cenderung kepada si anak, sebagai pembawa kesengsaraan bagi keluarga. Memang benar selama umur kecil si anak itu, orang tuanya mengalami tekanan ekonomi. Si anak dibesarkan jauh dari kasih-sayang orang tua. Supaya mereka dapat mengubah kembali apa yang telah dibina salah sejak si anak dalam kandungan dahulu. Orang tua menyangka si anak yang salah, dianggap sial, dipandang durhaka. Padahal sikap si anak adalah akibat dari apa yang dilakukan oleh kedua orang tua sejak dahulu.

Demikianlah di antara contoh yang membuktikan betapa besar bahaya terhadap kesehatan mental si anak jika kelahirannya tidak diinginkan oleh orang tua. Sesungguhnya, banyak sekali contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita lihat, berapa banyak persoalan yang menimbulkan kesengsaraan batin pada anak-anak. Tidak sedikit macam gangguan jiwa yang diderita si anak akibat merasa tidak diterima oleh orang tua.

Akibat Pelaksanaan Keluarga Berencana Terhadap Ibu-bapak

Suatu hal yang jarang diperhitungkan orang tua saat mulai melaksanakan cara-cara pencegahan kehamilan, antara lain: orang tua menyangka bahwa anak yang dua atau tiga orang itu adalah anak pilihan yang cukup istimewa dalam segala bidang. Sehingga mereka melakukan usaha-usaha pembatasan keluarga yang sangat ekstrem. Misalnya mereka adakan pemandulan (sterilisasi) dengan mengadakan operasi atau obat-obatan. Jika mereka lakukan usaha-usaha pembatasan kelahiran atau pemandulan itu dengan sengaja dan dengan maksud untuk mencari kebahagiaan. Namun, mereka tidak pernah memikirkan apakah gerangan yang akan terjadi 8 atau 10 tahun kemudian?

Betulkah mereka akan merasa bahagia dengan pilihan mereka tersebut? Betulkah mereka akan dapat mempertahankan anak yang 2 atau 3 itu selamanya? Mereka lupa bahwa nyawa di tangan Allah. Mereka tidak pernah membayangkan lebih dahulu jika anak itu meninggal, sedangkan mereka sudah tidak mampu mempunyai anak lagi. Dalam hal ini sudah tidak sedikit pula penulis berhadapan dengan orang-orang yang terganggu jiwanya akibat penyesalan yang dideritanya. Sebagai contoh yang unik dalam hal ini akan kita lihat di bawah ini dua keluarga yang terganggu kebahagiaannya dan jiwanya akibat penyesalan karena melakukan pembatasan kelahiran yang sangat ekstrem.

Contoh 1:

Satu keluarga yang terdiri dari ibu, bapak dan dua anak. Keluarga ini adalah keluarga kaya yang terpelajar. Rupanya keluarga yang kaya dan terpelajar ini merasa bahwa cukuplah sebagai orang yang terpandang modern untuk mempunyai anak dua orang itu saja. Kedua orang anak kelihatan dipelihara dengan baik dan keluarga itu kelihatannya semakin bahagia. Kecantikan si ibu tetap dapat dipelihara dan anak-anak diperhatikan sungguh-sungguh. Ibu dan bapak dapat aktif dengan kawan-kawannya.

Akan tetapi, apa hendak dikata berturut-turut kedua anak yang disayangi dan telah mulai besar itu dalam waktu yang tidak lama keduanya meninggal dunia. Ibu dan bapak bukan main sedihnya karena anak yang tadi diharapkan akan hidup dan telah dicukupkan dengan dua itu saja. Sekarang kedua-duanya meninggal dunia. Mereka ingin kembali punya anak, mereka sekarang berusaha supaya mereka dapat punya anak kembali.

Akan tetapi, dokter yang menolong mereka dulu, tidak mampu mengembalikan kesuburan mereka. Mereka menjadi lebih gelisah lagi ketika mereka ketahui bahwa pertolongan tidak ada yang dapat menghilangkan kemandulan yang mereka perbuat dahulu. Hiduplah mereka dalam keputusasaan dan kekecewaan yang menyebabkan jiwa mereka terganggu.

Contoh 2:

Satu keluarga yang juga kebetulan dari keluarga yang mampu, keluarga ini juga meng-adakan pembatasan kelahiran. Mereka hanya memilih jumlah anak satu saja. Anak ini dipelihara baik-baik, dimanjakan, dan segala kebutuhannya dipenuhi. Hari demi sehari si anak bertambah besar, tetapi kelihatan bertambah nakal. Akhirnya si anak menjadi pemuda kecil. Pemuda kecil yang hidup dimanjakan oleh orangtua dengan segala kemampuan dan kecukupan, manja yang tiada taranya itu telah membawa akibat atas tidak mampunya si anak menyesuaikan diri di sekolah.

Di sekolah dia ingin dimanja juga seperti di rumah. Ini adalah hal yang tidak mungkin. Lama-kelamaan keinginannya bersekolah mulai hilang dan dia mulai menjauh dari sekolah, kadang-kadang masuk, kadang-kadang tidak. Orang tua mulai gelisah, anak yang tadiriya diharapkan menjadi anak yang pandai, baik, dan istimewa tidak mau lagi sekolah.

Akhirnya segala usaha dilakukan orang tua untuk membujuk anaknya supaya rajin bersekolah, tetapi apa hendak dikata, si anak tetap menunjukkan kurang perhatian pada sekolah, bahkan mulailah dia memperlihatkan gejala-gejala gangguan jiwa yang lebih berbahaya. Dia mulai mencuri kecil-kecilan (pensil dan buku-buku kawan-kawannya), lalu mulai mencuri barang-barang orang lain. Orang tua merasa menyesal mengingat bahwa anak yang satu-satunya itu telah rusak dan tidak memenuhi keinginan orang tua. Waktu itu mereka merasa lebih menyesal lagi karena mempunyai anak hanya satu yang jiwanya terganggu pula, tetapi mereka tidak mampu untuk mendapat anak lagi karena mereka sudah telanjur mengadakan pembatasan kelahiran yang ekstrem. Anak yang terganggu jiwanya tadi, sekarang telah menjadi pemuda kecil yang kerjanya mengganggu ketenangan orang dan kehidupannya menyusahkan orang tuanya sendiri, bahkan dia merasa bahwa orang tuanya tidak sayang kepadanya. Si anak akhirnya menjadi anak yang durhaka, melawan dan membantah orang tuanya, di samping kelakukannya sering mencuri, mengganggu, dan menyusahkan orang lain.

Keluarga kaya yang tadiriya hidup gembira ria, tetapi sekarang menderita, merasa iri kepada setiap orang, terutama orang yang banyak anaknya dan maju sekolahnya.

Demikianlah antara lain akibat-akibat tidak baik yang tidak pernah disadari setiap orang yang melaksanakan pembatasan kelahiran, pun oleh dokter-dokter dan penasihat-penasihat ahli yang tidak pernah memperhitungkan akibat-akibat negatif yang akan terjadi beberapa tahun kemudian. Bahkan jarang ada dokter-dokter atau penasihat-penasihat yang mengadakan follow-up terhadap pasien-pasien atau orang-orang yang pernah diriasihatinya.


(II) Kemerosotan Moral

Pemerintah, pemimpin-pemimpin, dan orang-orang pandai dalam masyarakat dan Keluarga Berencana, dengan segala usaha dan media yang ada (baik ceramah, TV, radio dan sebagainya), telah menerangkan dengan sejelas-jelasnya cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kehamilan. Tidak hanya diterangkan dengan lisan dan menyuruh orang datang berkonsultasi kepada dokter-dokter ahli atau klinik-klinik khusus untuk itu, tetapi telah jauh melampaui batas-batas rahasia kedokteran sehingga diperkenankanlah obat-obatan, alat-alat yang dapat dipergunakan oleh perempuan atau laki-laki. Selanjutnya, dengan niat baik pemerintah telah membiarkan alat-alat tersebut membanjiri masuk negara kita sehingga alat-alat dan obat-obat tersebut telah masuk pasaran bebas, dijual oleh orang-orang yang bukan ahlinya dan mungkin dibeli oleh siapa saja.

Pernahkah terpikirkan oleh kita bahwa yang akan membeli alat-alat itu bukan saja orang-orang yang betul-betul membutuhkannya, tetapi juga oleh orang yang tidak baik, yang ingin melampiaskan hawa nafsunya, tanpa diketahui oleh umum apa yang pernah dilakukannya. Remajawan-remajawan tunas bangsa yang kita harapkan untuk membina negara adil, makmur, dan bahagia pun akan dapatpula terpengaruh orang-orangyangtidak baik itu. Bukankah kita dengan ini memberi kesempatan dan jalan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merusak moral kepada anak-anak muda dengan membiarkan beredar luasnya alat-alat dan obat-obatan tersebut?

Anak-anak muda terutama setelah mencapai umur 17 tahun ke atas, (bahkan sebelum itu) pertumbuhan jasmaninya telah selesai. Anggota badannya (termasuk seks) telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Serentak dengan selesainya pertumbuhan jasmani itu, timbullah di dalam hati dorongan-dorongan ingin bergaul atau dekat dengan jenis lain. Itulah sebabnya, mereka ingin supaya selalu tidak jauh dari jenis lain itu. Keinginan-keinginan untuk dekat dan timbulnya dorongan-dorongan seksual pada anak muda itu, biasanya dapat ditekan oleh kepercayaan beragama (takut dosa), dan oleh rasa takut diketahui oleh masyarakat karena masyarakat tidak membenarkan orang yang berbuat salah dan berlangkah serong dengan laki-laki/perempuan lain. Wanita lebih takut lagi berbuat salah dalam hal ini karena orang semua akan tahu dan menudirig, mengejek dan mencelanya, apabila dia kelihatan hamil tanpa suami.

Dengan diperkenalkannya obat-obatan dan alat-alat pencegah hamil secara meluas itu, orang-orang yang kurang kuat imannya atau orang-orang yang kurang tinggi moralnya akan dengan mudah dapat berbuat apa yang diinginkannya karena untuk menutupi rahasianya sudah ada dan mungkin didapatkan dengan mudah.

Dengan demikian kemerosotan moral akan bertambah hebat, apalagi kepercayaan dan keyakinan beragama sedang terlihat menipis dan tidak mampu menjadi pengontrol dan pengekang hawa nafsu yang selalu mengejar-ngejar itu.

Sekarang, kerusakan itu mulai tampak, sudah ada kejadian seorang anak gadis yang masih duduk di Sekolah Menengah Pertama berusaha untuk mendapatkan obat-obat anti hamil, dan ada anak muda berumur tanggung bepergian dengan membawa alat-alat yang dapat dipakai oleh laki-laki untuk mencegah kehamilan pada orang yang menggunakannya. Hal ini tidak lagi terbatas kepada orang-orang dewasa, pemuda-pemuda tanggung, bahkan pernah terjadi pada anak-anak SMP, bahkan kejadian dilakukan anak Sekolah Dasar (kelas V). Jika kita berkata, bahwa kejadian itu tidak banyak, tetapi sudah berbilang jumlahnya yang terpaksa dirawat karena terganggu jiwa-nya. Karena anak-anak pada umur-umur ado-lescence terakhir (antara 17-21 tahun), sering kali berbuat sesuatu terdorong oleh emosi-emosi dan keinginan-keinginan yang susah bagi mereka yang tidak pernah menerima didikan agama untuk mengendalikannya. Bagi mereka yang seperti itu, tali pengekang tinggal hanya satu, yaitu orang tua dan masyarakat.


jika alat-alat dan obat-obatan itu dapat menghindarkan sorotan orang tua dan masyarakat, hilanglah segala kendali yang menjamin kesehatan mental dan moral anak-anak itu.

Kesehatan mentalnya akan terganggu, jika anak muda itu dapat berbuat semau-maunya, terutama dalam bidang seksual itu.

Banyak macam komplikasi jiwa yang mungkin terjadi pada seorang yang terlalu sering memuaskan nafsunya itu. Dan telah terbukti pula bahwa orang-orang yang biasa memuaskan nafsunya sebelum berkeluarga, dia tidak akan bahagia dalam hidup bersuami istri nanti. Pada saat itu, dia akan kehilangan kebahagiaan dalam hidupnya.

Jika kita tadi berbicara tentang orang-orang atau anak-anak muda yang berkurang (merosot) moralnya akibat diperkenalkannya teori dan praktik, obat dan alat-alat pencegah kehamilan itu, sekarang kita ingin bertanya kepada Yang terhotmat dokter-dokter dan penasihat-penasihat Keluarga Berencana itu sendiri:

Sudahkah dapat dibuktikan bahwa semua alat-alat dan obat-obatan itu memang betul-betul menghalangi terjadiriya pembuahan? Atau ada di antaranya yang bertugas merusak atau menggugurkan? Misalnya spiral (IUD) yang sekarang umumnya dianjurkan karena mudah dan kurang risikonya, betul-betul bekerja menghalangi terjadiriya pembuahan? Ataukah kerjanya hanya menghalangi bersarangnya telur yang sudah dibIlahi itu pada rahim? Jika seandainya pembuahan itu terjadi (tak dapat dihalangi), ini dengan sendirinya berarti abortus (pengguguran), jika yang terjadi itu adalah pengguguran, apakah perbuatan ini tidak bertentangan dengan sumpah dokter? Jika seorang dokter berani melanggar sumpahnya, ini akan membawa keguncangan jiwa pada dokter itu sendiri nantinya karena semakin lama akan semakin terasa kesalahan yang dibuatnya, dan rasa salah (sense ofguilty) inilah yang banyak menimbulkan gangguan jiwa pada orang.

Kalau kita ingin berbicara tentang hukum Islam, pengguguran itu walaupun pada permulaan tetap berarti pembunuhan dan berdosa melakukannya.

Suatu hal, juga yang kurang kita perhatikan dan perhitungkan ialah hari depan bangsa kita akibat pelaksanaan pembatasan kelahiran itu sendiri. Yaitu sejak dahulu sampai sekarang ternyata yang banyak menaruh perhatian pada pembatasan kelahiran adalah golongan menengah dan golongan kaya karena merekalah yang mampu membeli obat-obatan dan alat-alat serta mampu membayar ongkos dokter. Akan tetapi, golongan yang kurang mampu dan miskin tidak akan sanggup membeli obat-obat serta alat-alat yang diperlukan, jika mereka memaksakan diri untuk membelinya maka ketekunan dan ketelitian menjalankan nasihat dokter itu akan kurang. Akibatnya tak akan terjadi pembatasan kelahiran pada mereka. Maka akibat yang nyata: orang-orang yang pandai, kaya, dan terkemuka mempunyai anak sedikit, sedangkan orang miskin dan bodoh tetap saja banyak anak mereka. Padahal dalam masyarakat, golongan yang terbanyak adalah golongan rendah dan miskin itu.

Orang-orang yang miskin biasanya tidak mampu membiayai anak-anaknya ke sekolah sampai tingkat tinggi, bahkan banyak yang tidak sampai ke tingkat menengah. Kecuali mereka tidak mampu membiayai anak-anak mereka untuk waktu yang lama, juga mereka membutuhkan bantuan anak-anak itu untuk mencari rezeki. Dapat kita bayangkan bahwa pada suatu ketika nanti, negara kita akan dipenuhi orang-orang yang kurang terpelajar karena yang terpelajar makin lama makin sedikit. Ahli-ahli dan orang-orang pintar yang sehat mental dan moralnya tidak akan mencukupi kebutuhan negara kita yang begini luas. Pada saat itu, kita akan dijajah kembali oleh kebudayaan dan kepintaran asing. Sesungguhnya kalau kita bicara soal ekonomi, sukar hidup dan sebagainya secara nasional, seharusnya di negara kita ini dilarang Keluarga Berencana. Pulau-pulau nusantara kita, seperti Irian Barat/Jaya masih kosong. Kalimantan masih sepi. Sulawesi dan Sumatera masih sangat longgar, apalagi pulau-pulau kecil yang 3.000 buah lebih itu masih kosong. Jangan hendaknya kita hanya melihat Pulau Jawa saja, yang memang sudah padat. Kalau pelaksanaan imigrasi berjalan lancar, takkan ada persoalan kepadatan penduduk.

Tanah pertanian kita yang subur sebagian besarnya belum pernah diolah dengan baik. Hasil tani untuk tiap bidang tanah pun dapat ditingkatkan menjadi empat atau lima kali lipat dari yang sekarang, jika ahli-ahli kita dapat memanfaatkan keahliannya untuk nusa dan bangsa, tentu saja perhatian pemerintah dan kesadaran beragama sangat diperlukan.

Tidakkah pada suatu ketika nanti, kita semua akan menyesal dan menderita batin melihat negara kita yang begitu luas dan kaya raya, dijadikan orang asing tempat pertarungan dan perebutan pengaruh dan kekuasaan? Pernahkah kita pikirkan secara mendalam, apakah tidak ada kemungkinan saran-saran dan dorongan-dorongan orang dari luar negeri (terutama Eropa) terhadap Indonesia, supaya melakukan Keluarga Berencana itu mempunyai latar belakang politik? Karena mereka sendiri telah mengetahui sejak puluhan tahun yang biasanya mampu melaksanakan pembatasan kelahiran itu adalah golongan menengah dan atas, sedangkan golongan rakyat banyak tidak mampu.

Kalau kita melihat persoalan jumlah anak dari segi pendidikan, sesungguhnya mendidik anak yang banyak lebih mudah daripada anak tunggal atau yang sedikit jumlahnya. Karena anak yang bersaudara banyak dengan sendirinya akan mendapat lapangan dan teman yang berdekatan umurnya dalam keluarga. Anak-anak biasanya belajar dari meniru dan dari pengalaman-pengalaman maka pertumbuhan jiwa sosial anak yang banyak bersaudara lebih lancar dan mudah.

Namun, anak tunggal sangat sukar. Kalau hanya dua orang saja, hal ini akan banyak me-nimbulkan rasa iri antara satu sama lain bahkan kadang-kadang membawa pada kebencian dan perkelahian yang tidak putus-putusnya antara saudara.


Kesimpulan

Kendati pelaksanaan Keluarga Berencana itu ada baiknya, tetapi bahayanya terhadap

kesehatan mental dan moral tidaklah kecil. Dan tulisan ini kami buatsetelah banyak berhadapan dengan para penderita gangguan jiwa, akibat melaksanakan Keluarga Berencana dan akibat beredarnya obat-obatan dan alat-alat yang dianjurkan secara terbuka itu. Soal hukumnya menurut agama, kami serahkan kepada ahlinya.

Semoga Allah melindungi kita semua.

“Dan jangan kamu dekati segala kekejian, yang zahir daripadanya dan yang batin."

Segala kekejian, dosa, kejahatan, maksiat, pendurhakaan, dan sekalian macam perbuatan yang merugikan diri sendiri, merusak agama atau yang merugikan masyarakat, hendaklah dijauhi, jangan didekati. Haram didekati. Dan oleh setengah ahli tafsir dijelaskan bahwa arti dari faahisyah yang jamaknya fawaahisy itu ialah sekalian perbuatan keji yang menyolok mata, yang sangat dibenci oleh masyarakat, oleh syara dan oleh akal. Puncak kekejian itu ialah zina atau menyetubuhi laki-laki (liwath) atau perempuan sesama perempuan (lesbian) atau mengawini mahram, sebagai orang yang mengawini kemenakan sendiri. Oleh karena itu, kebanyakan ahli tafsir menerangkan maksud larangan ini ialah kekejian yang zahir, yaitu berzina terang-terangan dan yang batin ialah orang-orang yang “memelihara perempuan" dengan tidak diriikahi di tempat yang tersembunyi. Menurut keterangan tafsir Ibnu Abbas, pada zaman jahiliyyah, zina terang-terangan menjadi celaan orang banyak, tetapi jika pandai menyembunyikannya, tidak akan disalahkan. Serupa dengan kejadian pada zaman kita sekarang. Setengah negeri orang-orang terkemuka atau orang-orang kaya berzina “tingkat tinggi" didiamkan orang, sebab mereka takut. Namun, perempuan lacur yang diberi merek perempuan “P", sebentar-sebentar ditangkap, sebentar-sebentar dirazia sehingga ramai beberapa malam di sebuah jalan raya, lalu hilang dua tiga malam setelah dirazia, nanti beberapa malam lagi timbul lagi.

Peringatan kedua, menghormati ibu-ba-pak supaya berdiri kerukunan yang berbudi.

Peringatan ketiga jangan membunuh anak, supaya ada keturunan yang menyambung dan dilarang berzina, supaya keturunan jangan kocar-kacir.

Kalimat jangan kamu dekati segala macam kekejian baik yang zahir atau yang batin adalah satu kalimat yang jauh sekali ujungnya. Lebih baik menjauh dari bahaya itu, jangan mendekat. Karena kalau mendekat ke tepi lubang bahaya, lalu terjatuh dan terjerumus, padahal jatuh adalah hal yang tidak disengaja maka akibatnya bagi hidup sangatlah jauh.

Misalnya dua orang muda, laki-laki dan perempuan mendekat pada kekejian lalu terjatuh; berbuat zina. Kemudian, si perempuan hamil dan tidak dapat disembunyikan. Saat itu akan ditimpalah keduanya dengan suatu kekacauan jiwa yang sukar untuk menyelesaikannya. Apakah anak yang dikandung dengan tidak sah itu akan digugurkan dari dalam kandungan? Apakah kalau anak yang dikandung itu telah bernyawa mereka akan sampai hati membunuhnya? Apakah lantaran memikul malu yang sehebat itu si perempuan tidak akan membunuh diri saja? Apakah hukum membunuh diri? Bukankah kekal dalam neraka? Bagaimana kalau anak itu dibiarkan lahir dan hidup? Siapa bapaknya? Apa artinya bagi jiwa si anak itu kalau dia telah dewasa kelak, dalam keadaan tidak terang siapa bapaknya?

Karena telah berjangkit pergaulan bebas dan dipandang kolot menghalangi kemajuan barangsiapa yang menegur dan karena mode pakaian yang sudah sama saja dengan bertelanjang maka di kota-kota besar telah banyak gadis hamil tidak berlaki. Sesudah nasi menjadi bubur karena rasa sopan santun yang dimasukkan oleh ajaran agama selama ini masih saja ada, dan karena perasaan malu kepada masyarakat sekeliling terpaksalah gadis yang telah bunting itu dikawinkan saja dengan anak laki-laki yang telah merusakkan kehormatannya. Dan setelah baru 4 atau 5 bulan menikah, anak pun lahir.

Dosa zina pertama terpaksa diikuti dengan dosa zina kedua, yaitu mengawinkan orang hamil. Padahal menurut hukum agama, seorang yang hamil tidak boleh dikawinkan. Dia baru boleh dikawinkan setelah anak yang dikandungnya itu lahir ke dunia. Oleh sebab itu, nikah kawin tidak sah. Mereka berzina lagi sampai anak itu lahir. Kalau mau bergaul juga, wajib nikah lagi setelah anak itu lahir. Dan setelah anak itu lahir, walaupun yang mengawini ibunya adalah ayahnya yang tidak sah itu, dia tetap anak di luar nikah. Akibatnya ialah bahwa anak yang di luar nikah itu tidak masuk dalam daftar anak yang sah. Dan yang sah hanyalah adik-adiknya, walaupun dia terjadi dari mani ayah dan ibunya juga. Dia adalah anak zina. Akibatnya, jika ayahnya atau ibunya meninggal, dia tidak berhak mendapat waris. Kalau diberi waris juga, nyatalah dia memakan hak orang lain.

Pendeknya, karena telah kacau sejak semula, seterusnya kacau, dan akan kacau terus. Kecuali kalau agama ini tidak dipakai lagi dan kita hidup sebagai binatang.

Berkali-kali kejadian seorang perempuan akan dikawinkan dengan seorang laki-laki. Segala persiapan telah lengkap. Tinggal akad nikah, qadhi (penghulu) tidak mau menikahkan karena walinya masih ada dan tidak gaib di negeri lain. Kemudian dipanggil wali itu, yang menurut pengetahuan orang banyak ialah ayah kandung dari perempuan itu. Tiba-tiba, laki-laki yang disangka ayahnya itu tidak mau datang. Karena menurut keterangannya, perempuan itu bukan anaknya, walaupun ketika mengandung anak itu, ibunya memang istrinya. Sebab, dia tidak ada di kampung, istrinya telah berzina dengan laki-laki lain. Kemudian, dikemukakannya beberapa kete-rangan dan alasan, dari bulan sekian sampai bulan sekian dia tidak berada di kampung. Setelah anak itu lima atau enam bulan dikan-dungan, baru dia pulang. Maka, ditimpa malulah anak itu dan seluruh keluarga pada hari yang sangat penting dalam hidupnya. Padahal pada mulanya ialah karena ibunya tidak dapat menahan diri mendekati kekejian pada saat yang telah lama berlalu.

Banyak contoh lain sehingga jangan kamu dekati amat tepat untuk menjadi peringatan bagi manusia. Sebab, segala soal kekejian, baik zina maupun seumpamanya itu membawa akibat kekusutan pikiran berlama-lama. Sebab bila satu dosa besar telah dimulai, dia akan diikuti lagi oleh dosa besar yang lain, sampai pribadi sehancur-hancurnya dan payah buat tegak kembali.

Kehidupan modern sekarang ini ialah anjuran supaya kekejian atau zina itu selalu didekati. Orang dianjurkan supaya berjalan di pinggir bahaya selalu.

Dengan pergaulan bebas, dengan dansa-dansi, dengan pakaian perempuan yang mencolok mata karena sama saja telanjang, dengan pakaian mandi (bikini) yang sangat minim, dengan minuman keras sehingga sesuatu yang bernama zina sudah tidak dipandang berat lagi. Kesopanan orang zaman modern hanyalah pada lahir. Merusak rumah tangga sudah menjadi hal yang umum. Kesetiaan istri-istri sudah dipandang hal yang kolot. Lebih-lebih lagi di negara-negara sekuler yang tidak mau membawa-bawa hukum ajaran agama untuk menjadi tuntunan masyarakat.

Beberapa tahun lalu di negara Inggris, orang laki-laki yang ditimpa sakit jiwa homo sex ataupun orang perempuan, yaitu bergaul sebagai suami-istri, bersetubuh sesama perempuan dan laki-laki bersetubuh sesama laki-laki.

Mereka meminta pada parlemen agar hidup mereka yang seperti itu diakui dengan undang-undang. Kemudian, timbul pula gerakan demikian di negeri Belanda. Mereka meminta sebagai manusia penuh. Pendeknya kalau ada seorang laki-laki muda berjalan sebagai “suami-istri" dengan seorang pemuda yang lebih muda darinya, janganlah mereka disalahkan. Konon kabarnya, tidak ada reaksi dari masyarakat dalam hal ini. Tidak akan ada kaum agama yang akan berani mengangkat muka mengatakan bahwa semuanya haram menurut agama, menurut kitab Perjanjian Lama sendiri, sebab agama dilarang keras dibawa-bawa dalam urusan kenegaraan.

Dalam ayat ini bertemulah empat serang-kai tuntunan jiwa. Pertama, tauhid, jangan mempersekutukan Allah. Kedua, menghormati ibu dan bapak karena berkat keduanya kita bisa hidup. Ketiga, jangan membunuh anak karena takut kemiskinan, sebab anak adalah keturunan yang akan menyambung sehingga nama tidak akan hilang demikian saja. Keempat, menjauhi zina, sebab zina mengacau diri dan mengacau keturunan dan menjatuhkan nilai masyarakat mendekati binatang.

5."Dan jangan kam u bunuh satu jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak."

Artinya, segala jiwa ini diharamkan Allah atau Allah memberi hak hidup bagi segala jiwa. Oleh sebab itu, janganlah kamu membunuh orang, jangan menghilangkan satu j iwa manusia. Sejak dari anak yang masih dalam kandungan, tetapi telah ada nyawa, sampai orang tua yang telah dekat sampai ajalnya, janganlah kamu bunuh. Karena selama napas itu masih turun naik, mereka masih diberi hak hidup langsung oleh Allah. Termasuk membunuh diri sendiri sebab nyawa dirimu sendiri itu pun mendapat hak yang langsung dari Allah buat menerima hidup. Disebut di sini “kecuali dengan hak" yaitu mencabut nyawa seseorang hanya boleh jika ada hak hakim untuk membunuhnya karena dia merugikan masyarakat. Lebih tegasnya karena dia telah salah memakai hak hidup yang diberikan Tuhan kepadanya. Karena dia telah membunuh orang lain atau merusak keamanan atau memerangi Allah dan Rasul-Nya, sebagai hukuman yang disebut dalam surah al-Maa'idah ayat 32 dan 33. Termasuk juga “kecuali dengan hak" ialah pembunuhan-pembunuhan yang terjadi karena peperangan, dengan syarat-syaratnya yang tertentu pula.

“Demikian itulah Dia wasiatkan kepada kamu, supaya kamu mengerti."

Demikian itu, lima perkara yang haram kalau kamu langgar dan wajib kamu laksanakan, bagi kepentingan jiwa kamu sendiri. Supaya kamu pergunakan akal kamu untuk memikirkannya bahwasanya di dalam kelima ketentuan itu terdapat pertama sekali hubungan dengan Allah, kedua hubungan dirimu dengan ayah bunda, ketiga hubungan dirimu di dalam memelihara anak keturunan, keempat memelihara dirimu jangan sampai merusak jiwa tauhidmu itu dengan zina, dan kelima jangan merusak jiwa tauhidmu dengan membunuh sesama manusia. Oleh sebab itu, di dalam hadits-hadits yang shahih diterangkan bahwa barangsiapa yang melanggar salah satu dari larangan yang lima ini, berbuatlah dia dosa yang amat besar: al-kaba-ir, yaitu mempersekutukan yang lain dengan Allah, mendurhakai kedua ayah bunda, membunuh anak karena takut miskin, berzina, dan membunuh sesama manusia.

Dalam hubungan di antara kelimanya itu kita dapat memahami bahwasanya yang pertama, yaitu tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah adalah pokok atau dasar atau sendi dari seluruh kegiatan hidup kita. Dengan percaya sungguh keesaan Allah kita menegakkan tauhid. Sesudah itu, kita disuruh menghormati ayah bunda. Menghormati ayah bunda, tidaklah sampai pada mendewakan orang tua, sebagai dasar agama orang Cina. Oleh karena itu, anak menghormati kedua orang tuanya karena menjunjung tinggi nikmat Allah. Dan ayah bunda, dilarang membunuh anak karena takut akan miskin. Lantaran itu maka hubungan timbal balikk di antara kedua orang tua dengan anaknya, itulah yang membina keluarga dan rumah tangga. Dan dari rumah tangga dan keluarga, itulah terbentuk suatu umat. Kemudian dilarang melakukan pembunuhan atau menghilangkan suatu jiwa. Karena itupun sangat mengganggu bagi ke-tenteraman hidup bersama. Di dalam surah al-Maa'idah ayat 35, tegas firman Allah bahwa barangsiapa membunuh satu jiwa, sama dengan membunuh seluruh manusia.

Bila dihubungkan ayat ini dengan ayat-ayat yang lain, dapat pula diambil kesimpulan bahwa ayat ini adalah pedoman untuk hidup. Ajaran tauhid adalah dasar untuk menghidupkan ruh. Sebab, kalau semata ruh saja, tidak dihidupi ruh itu oleh tauhid, samalah keadaan dengan binatang. Tidak berarti hidupnya sebagai manusia. Dengan menghormati ibu-bapak, hiduplah satu rumah tangga dan keluarga yang bahagia. Cinta anak kepada orang tua adalah menyambung hidup untuk berketurunan. Demikian juga dengan memelihara anak dan keturunan, jangan menyingkirkan anak karena takut miskin. Sebab, itu pun berarti mati. Dan larangan mendekati zina ialah karena memelihara keteguhan hubungan erat masyarakat. Karena anak yang lahir di luar hubungan nikah sama dengan membunuh juga. Sebab, bagi seorang anak yang tidak terang siapa ayahnya, hidup itu tidaklah berbahagia, apalagi larangan membunuh sesama manusia.

Berkata al-Muhaimi, “Mempersekutukan Allah dengan yang lain dan mendurhaka kepada kedua ibu-bapak, membunuh anak-anak karena takut akan miskin, sama sekali itu bisa terjadi karena bodoh (jahil) saja, jahil tersebab musyrik sehingga tidak percaya atau ragu-ragu bahwa Allah yang mencipta sanggup juga melimpahkan nikmat. Itu pula yang menyebabkan seorang anak membalas budi baik ibu-bapaknya yang membesarkan dia dengan balasan yang jahat. Demikian juga mendekati perbuatan yang keji lantaran memperturutkan hawa nafsu, dan membunuh suatu nyawa karena memperturutkan hawa nafsu murka. Semua itu adalah karena bodoh dan menentang akal yang murni."

Dari keterangan al-Muhaimi ini, jelas pula bahwa kebanyakan orang mendurhaka kepada ibu-bapak setelah dia hidup sendiri, telah berumah tangga sendiri dan kedua ibu-bapaknya itu telah tua dan mulai suntuk pikirannya dan lemah. Tempatnya bergantung pada waktu itu ialah anak. Memang banyak kejadian orang yang telah tua itu surut perangainya sebagai anak kecil. Pada saat itulah si anak wajib menunjukkan khidmatnya kepada kedua orang tuanya.


Ayat 152

6."Dan jangan kamu dekati harta anak yatim melainkan dengan cara yang amat baik, sehingga dia sampai umur."

Perihal memelihara harta anak yatim telah banyak diterangkan pada surah-surah yang telah lalu, yaitu surah-surah yang umumnya turun di Madiriah. Surah al-An'aam ini turun di Mekah. Oleh sebab itu, pokok-pokok pendirian di dalam menjaga harta anak yatim itu telah diberikan sejak dari Mekah. Di sini, diberikan pokok itu, yaitu jangan didekati melainkan dengan cara yang baik. Tegasnya, janganlah takut memelihara anak yatim dan memegang hartanya, asal dipegang dengan jujur, dengan tidak sengaja menganiaya. Namanya dia masih kecil, dia tinggal dengan kamu dan makan-minumnya kamu yang mengurus, tentu ada tercampur-gaul hartanya dengan harta kamu; terlebih terkurang sedikit tidak mengapa, asal perlakukan yang sebaik-baiknya tetap kamu pelihara. Malahan di dalam surah al-Baqarah ayat 220 dijelaskan lagi (turun di Madiriah), jika kamu bercampur-baur dengan mereka, dan harta pun tercampur-baur, bukanlah perkara yang mencemaskan, sebab mereka adalah saudara kamu (ikhwanukum). Apakah ada orang yang berniat salah kepada saudaramu sendiri? Maka di ujung ayat yang sedang kita bicarakan ini dijelaskan pula sehingga dia sampai umur. Artinya, kesulitan memelihara harta anak yatim itu tidaklah akan lama, hanya sampai dia dewasa saja, sampai dia dapat berdiri sendiri mengatur harta bendanya. Ketika itu, lepaslah engkau dari tanggung jawab, dan serahkanlah hartanya kepadanya.

Namun, ijtihad ulama pun masuk pertimbangan dalam hal ini. Kata ahli-ahli fiqih, walaupun umurnya telah dewasa, si wali masih bertanggung jawab memelihara harta itu. Dan kalau dia pandir selama hidupnya, walaupun telah tua, si wali belum boleh menyerahkan kepadanya. Takut akan diboroskannya dengan tidak berketentuan. Dan kalau si anak yatim pandir dan si wali tidak pula dapat dengan setia memegang tanggung jawabnya, sultan (pemerintah) boleh campur tangan memegang harta itu dan memberikan belanja ala kadarnya kepada si yatim itu.

7. “Dan penuhilah sukatan dun timbangan dengan adil Tidakiah Kami memberati akan suatu diri melainkan sesanggupnya."

Yang ketujuh ini ialah mengenai perniagaan atau perhubungan pribadi dengan masyarakat, sebab hidup itu adalah saling tukar menukar kepentingan dan keperluan.

Kemudian, dipakai sukatan dan timbangan. Yang disukat ialah barang yang tidak dapat dihitung satu demi satu, seumpama beras dan gandum, dan yang ditimbang ialah barang yang hanya dapat ditentukan beratnya, misalnya daging. Di dalam kemajuan masyarakat, berkembanglah sukatan dan timbangan menjadi liter, gram, dan ons. Dalam pemerintah kita sekarang telah diatur Kantor Tera. Kita diwajibkan berlaku adil, sama hendaknya sukat pembeli dengan sukat penjual; sama pula timbangan pembeli dengan timbangan penjual. Dengan demikian, berkembanglah rasa percaya-memercayai antara si pembeli dengan si penjual, dan tidak terjadi menggaruk keuntungan dengan jalan yang curang. Hendaklah dalam masyarakat tumbuh perasaan bahwa aku memerlukan engkau dan engkau memerlukan aku. Maka karena keinsafan dan keadilan itu, timbullah kemakmuran. Inilah dasar ilmu ekonomi, baik ekonomi lama maupun ekonomi modern. Kalau sudah berleluasa kecurangan, sukatan, dan timbangan tidak adil lagi, alamat masyarakat mulai kacau sebab orang mencari keuntungan dengan merugikan orang lain. Di dalam Al-Qur'an dikemukakanlah suatu contoh, yaitu penduduk Negeri Madyan yang kurang sukatan dan timbangan, tidak mau peduli ketika ditegur oleh nabi mereka, Nabi Syu'aib a.s. Maka datanglah laknat Allah kepada negeri itu sehingga hancur-lebur.

Namun, di ujung ayat dikatakan Allah juga bahwa Allah tidaklah memberati akan sesuatu diri melainkan sesanggup diri itu jua, karena di dalam menyukat atau menimbang itu, walaupun bagaimana sudah diatur dengan seteliti-telitinya, barangkali akan terjadi juga kekurangan sedikit-sedikit, dengan tidak sengaja. Beras satu liter tidaklah dapat dihitung berapa buah. Mutu (kualitas) hanya dapat diatur pada garis besarnya saja. Seumpama beras cianjur yang terkenal sebagai beras kelas satu yang paling mahal harganya, kadang-kadang bukan karena sengaja mengicuh, tercampur juga dengan beras bogor. Demikian juga yang lain-lain. Allah menyuruh adil, tetapi tidak memaksakan pada perkara kecil-kecil terlebih terkurang yang tidak disengaja. Menahan beras atau bahan keperluan sehari-hari yang diriamai ihtikaar (spekulasi) adalah haram dalam agama. Namun, jika beras tersimpan dalam gudang bukan karena ditahan-tahan, melainkan karena belum adanya pembeli lalu tiba-tiba naik membubung harganya sehingga mendapat untung berlipat ganda, yang demikian itu keuntungan halal. Sebab keuntungan begitu bukanlah disengaja untuk merugikan orang lain. Melainkan rezeki datang dengan tiba-tiba. Dan yang semacam itu tidaklah dimurkai Allah.

8."Dan apabila kamu berkata-kata hendaklah kamu adil, walaupun dia adalah kerabat kamu"

Misalnya di dalam hal memberi keterangan suatu perkara karena diminta menjadi saksi. Katakanlah yang benar, yang adil; sebab benar dan adil adalah satu. Meskipun keterangan itu akan memberatkan bagi orang yang disaksikan dan orang yang disaksikan itu kerabat keluarga sendiri, keterangan hendaklah yang sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya saja.

9."Dan janji Allah hendaklah kamu penuhi."

Alangkah banyaknya janji kita dengan Allah yang wajib dipenuhi. Perintah Allah yang kesembilan ini adalah patri dari perintah yang telah mulai dari yang pertama, yaitu jangan mempersekutukan yang lain dengan Allah. Setelah mengakui bahwa Allah adalah Esa, niscaya kita dengan sendirinya akan memenuhi pengakuan mulut itu dengan amal kita, mengerjakan suruhan dan menghentikan larangan. Kalau janji dengan Allah tidak dipenuhi, niscaya dustalah pengakuan kita sejak yang pertama tadi. Dan dengan sendirinya janji kita dengan sesama manusia pun, asal perjanjian itu tidak jahat, sudah dipatrikan dengan janji kita kepada Allah juga. Maka ibadah, shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, dan lain-lain adalah termasuk dalam perjanjian kita dengan Allah. Akibat dari kita mengakui tauhid.

“Demikianlah Dia mewasiatkan kepada kamu, supaya kamu semuanya ingat"

Boleh dikatakan bahwasanya wasiat atau peringatan Allah yang dari keenam sampai kesembilan ini telah termasuk ke dalam prak-tik hidup kita tiap hari, dalam hubungan kita keluar dan yang selalu akan bertemu di dalam hidup kita. Oleh sebab itu, Allah mewasiatkan supaya hal ini selalu diingat: tadzakkarun dan Allah sendiri pun supaya diingat selalu. Dengan jalan selalu mengingat, in syaa Allah tidak akan banyak terjadi pelanggaran yang disengaja.

Ayat 153

10."Dan bahwa sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus. Sebab itu, turutilah dia."

Kesembilan wasiat Allah yang dimulai pertama dengan melarang syirik menegakkan tauhid, diakhiri dengan menyempurnakan segala janji dengan Allah, dikumpul dan dike-bat menjadi satu, jadilah ia jalan yang lurus. Jalan Nabi Muhammad ﷺ atau jalan Allah yang ditunjukkan kepada Muhammad ﷺ. Maka, disampaikanlah seruan umum kepada manusia, khususnya umat yang telah beriman, supaya bersama-sama menempuh jalan lurus itu, jalan Rasul itu. Dan dengan menyuruh tempuh jalan lurus itu, menjadilah wasiat sepuluh perkara."Dan jangan kamu turuti jalan-jalan (lain), karena itu akan memecah-belahkan kamu daripada jalan-Nya."

Tegasnya jalan yang lurus hanya satu, yaitu yang digariskan oleh Allah.

Dengan petunjuk Allah, Nabi Muhammad ﷺ telah menempuh jalan Allah yang satu dan lurus itu. Asal jalan Muhammad itu yang kamu turuti maka itulah jalan Allah. Sebab Muhammad menempuh jalan itu dengan tuntunan wahyu. Jalan inilah yang dijamin sampai pada tujuan. Lain dari jalan yang satu itu, ada lagi bermacam-macam jalan, bersimpang-siur jalan. Yakni jalan yang dibuat setan atau jalan yang dibuat khayatan manusia, jalan syirik, jalan khurafat, dan jalan bid'ah.

Kadang-kadang diperbuat oleh manusia, dikatakannya agama, padahal bukan agama. Datanglah lanjutan ayat tadi, jangan dituruti jalan yang bersimpang-siur itu. Karena kalau masing-masing kamu menuruti salah satu jalan itu, niscaya kamu akan berpecah-belah, berceral-berai. Kadang-kadang di pangkal jalan seakan-akan sama, padahal di ujung jalan sudah jauh terpisah.

Di dalam praktik sehari-hari, kita diwajibkan bershalat menghadap ke kiblat. Dengan sedaya upaya ijtihad kita, dari tempat yang dekat dari Ka'bah kita yakinkan letak Ka'bah

dengan mata. Di luar Masjidil Haram, kita jelaskan di mana letak masjid. Di luar Kota Mekah kita ijtihad di mana letak negeri Mekah. Hendaklah kita berusaha agar kiblat kita itu tepat hendaknya. Karena kalau terkencong saja sedikit, niscaya ujung penglihatan sudah jauh letak ukurannya daripada kiblat yang sejati.

Maka ditafsirkanlah ayat ini oleh sabda junjungan kita sendiri Muhammad ﷺ yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Al-Bazzaar, Abusy-Syaikh, Al-Hakim, dan sebagian besar dari ulama-ulama tafsir, mereka terima dari Abdullah bin Mas'ud. Berkata Abdullah bin Mas'ud, “Rasulullah ﷺ telah membuat suatu garis dengan tangannya, lalu beliau berkata: ‘Inilah jalan Allah yang lurus.'" (HR Imam Ahmad, al-Bazzar, Abusy-Syaikh, dan al-Hakim)

Kemudian, beliau menggaris-garis pula dengan tangannya beberapa garis lain, di samping kanan garis pertama tadi dan di samping kirinya, lalu beliau berkata, ‘Danyang ini semua adalah jalan-jalan yang tidak ada daripadanya satu jalan pun, melainkan ada saja setan yang menyeru kepadanya.'Setelah berkata demikian, kata Ibnu Mas'ud, beliau membaca ayat ini, ‘Dan bahwa sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus, sebab itu turutilah dia, dan jangan kamu turuti jalan-jalan (lain) karena itu akan memecah-belahkan kamu daripada jalan-Nya.'"

Dan ada lagi beberapa hadits lain.

Berkata ibnu Arthiyah, “Jalan yang bersimpang-siur banyak itu termasuk Yahudi, Nasrani, Majusi, dan sekalian agama-agama buatan manusia dan tukang-tukang bid'ah dan penyesat dan ahli-ahli hawa nafsu yang suka membuat-buat perkara ganjil dalam furu' dan yang lain-lain yang suka memperdalam berdebat dan menggali-gali ilmu kalam. Semuanya bisa membawa tergelincir dan membawa iktikad yang sesat."

Berkata pula Qatadah, “Ketahuilah bahwasanya jalan yang benar hanya satu, yaitu jalan jamaah yang dapat petunjuk. Tujuannya berakhir adalah surga. Dan iblis membuat pula berbagai jalan yang bersimpang-siur. Yang dibentuknya ialah jamaah yang sesat dan tujuannya yang terakhir ialah neraka."

“Ash-Shirathal Mustaqim" memang hanya satu. Lain dari itu adalah jalan bersimpang-siur tak tentu arah dan tujuan. Meskipun ada yang bernama agama, ia adalah agama yang batil, bikinan dan khayat manusia, diubah-ubah, ditambah-tambah,sehingga hilang yang asli karena tambahan, hilang yang asal karena yang pasal. Demikian juga segala maksiat karena menuruti jalan setan. Asal dituruti jalan yang bersimpang-siur itu, terpecah-belahlah umat, sengsaralah yang akan terjadi.

Di penutup, Allah menyatakan dengan tegas,

“Demikianlah Dia wasiatkan kepada kamu, supaya kamu semuanya bertakwa."