Apakah yang dimaksud dengan dwifungsi abri

Frans Magnis Suseno, Ketua Dewan Syuro DPP PKB Abdulrahman Wahid dan Ketua PKB Hermawi Taslim di Jakarta, Selasa (24/11). Pertemuan ini membahas pidato presiden SBY kemarin yang menurut mereka tidak tegas. TEMPO/Andika Pradipta

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia (HUT TNI). Dalam sejarahnya, ada penghapusan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (dwifungsi ABRI) pada masa Presiden Abdurrahman Wahid.

Dwifungsi ABRI secara singkat berarti ABRI tidak hanya menjalankan peran sebagai kekuatan pertahanan saja, tetapi juga menjalankan peran sebagai pengatur negara.

Konsep ini tumbuh saat Orde Baru. Berkat ini, banyak ABRI yang bisa menduduki posisi pemerintahan. Namun, dilansir dari artikel ilmiah "Dwifungsi TNI dari Masa ke Masa" karya Azwar dan Suryana (2021), dwifungsi ABRI perlahan dicabut saat reformasi.

Berawal dari seminar Angkatan Darat pada 22-24 September 1998 bertema "Peran ABRI di Abad XXI". Dalam seminar itu, dihasilkan pemikiran untuk melakukan reformasi dalam tubuh TNI. Kalangan pimpinan TNI pada saat itu memiliki determinasi supaya TNI kembali menjadi tentara profesional sebagai lembaga pertahanan negara. 

Sehingga Menteri Pertahanan dan Keamanan kala itu, Jenderal Wiranto, dibantu oleh Kepala Staf Sosial Politik ABRI, Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, serta pimpinan TNI lain merasa perlu mengurangi peran TNI dalam politik. Mereka pun secara bertahap menarik diri dari kegiatan politik dan pemerintahan.

Semangat ini berlanjut dalam kepemimpinan presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Puncaknya adalah ketika Gus Dur melakukan reformasi dalam tubuh TNI. Pada masa kepemimpinannya yang sangat pendek (1999-2001), ia telah memisahkan Polisi Republik Indonesia (Polri) dengan TNI.

Gus Dur juga mencabut dwifungsi ABRI sehingga mengakibatkan TNI harus melepaskan peran sosial-politiknya. Sejak saat itu, militer aktif tak lagi bisa berpartisipasi dalam politik partisan maupun menempati jabatan sipil.

Dalam pemerintahannya, Gus Dur mencoba memberikan ruang seluas-luasnya bagi kelompok sipil untuk memberikan sumbangsih dalam pembinaan pertahanan negara. Hal ini terlihat dari penghapusan fraksi TNI-Polri dari parlemen. 

Selain itu juga terlihat dari penunjukan Menteri Pertahanan (Menhan) kepada orang sipil. Perlu diingat, semenjak 1959 jabatan Menhan selalu diisi oleh orang militer. Beberapa hal ini adalah langkah kongkret upaya penghapusan dwifungsi ABRI pada era Gus Dur.

Dwifungsi ABRI adalah suatu dokrin di lingkungan Militer Indonesia yang menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang posisi di dalam pemerintahan. Pernyataan di atas berdasarkan beberapa pidato Soeharto. Soeharto mengatakan bahwa  sejalan dengan pelaksanaan tugasnya sebagai alat pertahanan dan keamanan, maka ABRI harus dapat dengan tepat melaksanakan peranannya sebagai kekuatan sosial, politik.

Sedangkan dalam bentuknya ABRI sebagai kekuatan sosial, memiliki dua buah fungsi. Yaitu fungsi stabilisator dan fungsi dinamisator. ABRI sebagai pelaksana tugas keamanan Negara juga kemanunggalannya dengan rakyat yang lebih di kenal dengan ABRI masuk desa maka dapat di kategorikan ABRI sebagai dinamisator sedangkan sebagai stabilisator dalam kehidupan bangsa dan negara. Sejarah mencatat bahwa ABRI telah membuktikan kedua fungsinya dalam tindakan-tindakan berikut ini:

a.ABRI sebagai dinamisator :

1.Kemampuan ABRI untuk berkomunikasi dengan rakyat, untuk merasakan dinamika masyarakat , dan untuk memahami serta mersasakan aspirasi serta kebutuhan-kebutuhan rakyat, memungkinkan ABRI untuk secara nyata membimbing, menggugah dan mendorong masyarakat untuk lebih giat melakukan partisipasi dalam pembangunan. Dalam halini dapat di contohkan dalam amnunggal desa yang lebh di kenal dengan ABRI masuk desa, abri masuk desa ini membantu segala hal yang yang berkaitan dengan pembanguna desa dalam rangk mengabdi kepada masyarakat.

2.Kemampuan tersebut dapat mengarah kepada dua jurusan. Di satu pihak hal tersebut merupakan potensi nyata ABRI untuk membantu masyarakat menegakkan asas-asas serta tata cara kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk juga rencana-rencana serta proyek-proyek pembangunan. Di lain pihak hal itu menyebabkan ABRI dapat berfungsi sebagai penyalur aspirasi-aspirasi dan pendapat-pendapat rakyat.

3.Untuk dapat lebih meningkatkan kesadaran nasional dan untuk dapat mensukseskan dan untuk dapat mensukseskan pembangunan, diperlukan suatu disiplin social dan disiplin nasional yang mantap. Oleh karena disiplin ABRI bersumber pada Saptamarga dan Sumpah Prajurit, sehingga secara masyarakat, maka ABRI dapat berbuat banyak dalam rangka pembinaan serta peningkatan disiplin nasional tersebut.

4.Sifat ABRI yang modern serta penguasaan ilmu dan teknologi serta perlatan yang maju, memberikan kemampuan kepada ABRI untuk juga mempelopori usaha-usaha modernisasi.

b.ABRI sebagai stabilisator :

1.Kemampuan ABRI untuk berkomunikasi dengan rakyat, untuk merasakan dinamika masyarakat dan untuk memahami aspirasi-aspirasi yang hidup dalam masyarakat, membuat ABRI menjadi salah satu jalur penting dalam rangka pengawasan sosial.

2.Kesadaran nasional yang tinggi yang dimiliki oleh setiap prajurit ABRI merupakan suatu penangkal yang efektif terhadap pengaruh social yang bersifat negatif dari budaya serta nilai-nilai asing yang kini membanjiri masyarakat Indonesia.

3.Sifat ABRI yang realistis dan pragmatis dapat mendorong masyarakat agar dalam menanggulangi masalah-masalah berlandaskan tata pilir yang nyata dan berpijak pada kenyataan situasi serta kondisi yang dihadapi, dengan mengutamakan nilai kemanfaatan bagi kepentingan nasional. Kemudian rakyat akan dapat secara tepat waktu menentukan prioritas-prioritas permasalahan dan sasaran-sasaran yang diutamakan.

4.Dengan demikian akan dapat dinetralisasi atau dikurangi ketegangan, gejolak-gejolak dan keresahan-keresahan yang pasti akan melanda masyarakat yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dan karenanya mengalami perubahan social yang sangat cepat.

Pengaturan Dwifungsi ABRI dalam undang-undang sendiri baru dimulai pada era Orde Baru, undang-undang yang mengatur Dwifungsi ABRI ialah Ketetapan MPRS Nomor XXIV/MPRS/1966, yang kemudian disusul oleh UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 16 Tahun 1969, Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978, Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahaan Keamanan Negara, dan UU no. 2 Tahun 1988 tentang Prajurit ABRI.

Adapun penjelasan lebih lanjut tentang beberapa pasal tersebut adalah sebagai berikut :

UU No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD yang antara lain mengatakan :

“Mengingat Dwifungsi ABRI sebagai alat negara dan kekuatan social harus kompak bersatu dan merupakan kesatuan untuk dapat menjadi pengawal Pancasila dan UUG 1945 yang kuat dan sentosa.”

Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara mengukuhkan Dwifungsi ABRI sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional dengan kalimat :

“Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan sosial yang tumbuh dari rakyat bersama rakyat menegakkan kemerdekaan bangsa dan negara.”

UU No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara, pasal 16 berbunyi :

“Angkatan bersenjata mempunyai fungsi sebagai kekuatan pertahanan kemanan negara dan sebagai kekuatan social.”

Dalam Penjelasan Pasal ini dirumuskan :

“Fungsi Angkatan bersenjata sebagai kekuatan social sudah ada sejak kelahirannya serta merupakan bagian dari hasil proses perjuangan dan pertumbuhan bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam marga kesatu sampai marga ketiga Saptamarga dan dinyatakan sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. (Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978).

Selanjutnya dalam pasal 28 dikatakan :

“(1) Angkatan bersenjata sebagai kekuatan social bertindak selaku dinamisator dan stabilisator yang bersama-sama kekuatan social lainnya memikul tugas dan tanggung jawab mengamankan dan mensukseskan perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan serta meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini angkatan bersenjata diarahkan agar secara aktif mampu meningkatkan dan memperkukuh ketahanan nasional dengan ikut serta dalam pengambilan keputusan mengenai maslaah kenegaraan dan pemerintahan, mengembangkan demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam sefala usaha dan kegiatan pembangunan nasional.”

Penjelasan Pasal ini berbunyi :

“Sepanjang sejarah perjuangan bangsa Indonesia terbukti angkatan bersenjata merupakan pengawal dan pengamal Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang setia, sehingga dalam peranannya sebagai kekuatan social, angkatan bersenjata mendayagunakan kempuannya selaku dinamisator dan stabilisator dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab mengamankan dan mensukseskan perjuangan dalam mewujudkan tujuan nasional.

Dalam rangka pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud di atas, angkatan bersenjata diarahkan agar mampu secara aktif dan positif ikut serta memupuk serta memantapkan perseatuan dan kesatuan bangsa dan mampu berpersan dalam pembangunan nasional ke arah terwujudnya ketahanan nasional yang tangguh.”

Terakhir, UU no. 2 Tahun 1988 tentang Prajurit ABRI menegaskan dalam Pasal 6-nya :

“Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia mengemban Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yaitu sebagai kekuatan pertahanan keamanan negara dan kekuatan social politik.”

Secara umum dapat kita jelaskan bahwa kedudukan militer pada masa orde baru ini sangatlah banyak dalam bidang pemerintahan, tidak hanya dari tingkat tertinggi namun juga sampai ke tingkat yang paling rendah pun masih dipimpin oleh orang-orang yang berasaldari ABRI. Hal ini terjadi karena adanya  kepercayaan dari setiap kalangan bahwa ABRI mampu melaksanakan tugas kenegaraan dan juga sudah pasti mampu melaksanakan tugas mengabdi kepada masyarakat.

Keikutsertaan militer dalam bidang politik secara umum bersifat antipartai. Militer percaya bahwa mereka merupakan pihak yang setia kepada modernisasi dan pembangunan. Sedangkan partai politik dipandang memiliki kepentingan-kepentingan golongan tersendiri.

Ø  Hubungan  antara ABRI dan kemunculan beberapa partai politik sepanjang era Orde Baru:

1)      Munculnya partai golkar kelahiran Golkar tidak lepas dari peran dan dukungan militer, yang pada saat itu merupakan bentuk reaksi terhadap meningkatnya kampanye PKI. Embrio Golkar awalnya muncul dengan pembentukan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar)

2)      Munculnya Partai Persatuan Pembangunan lahirlah PPP pada tanggal 5 Januari 1973 yang ditandatangani oleh NU, Parmusi, PSII, dan Perti. Ketersediaan partai-partai tersebut tidak lepas dari tekanan pemerintah dan militer.

3)      Munculnya Partai Demokrasi Indonesia (PDI) PDI juga merupakan partai yang terbentuk pada praktik fusi oleh pemerintah. PDI terfusi atas partai-partai yang cenderung bersifat nasionalis seperti PNI, Murba, IPKI, serta Parkindo dan Partai Katolik (yang menolak dikategorikan dalam kategori material-spiritual). Ketiga partai yang terbentuk ini kemudian mengindikasikan keberhasilan penyederhanaan partai pada Orde Baru (dengan bantuan ABRI atau militer), karena sejak saat itu hingga tahun 1998/1999 hanya PPP, PDI dan Golkar yang mengikuti pemilihan umum.

Ø  Dampak negative dari dwi fungsi ABRI

(a). Banyaknya jabatan pemerintahan mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur, Pejabat Eselon, Menteri, bahkan Duta Besar diisi oleh anggota ABRI yang “dikaryakan”,

(b). Selain dilakukannya pembentukan Fraksi ABRI di parlemen, ABRI bersama-sama Korpri pada waktu itu juga dijadikan sebagai salah satu tulang punggung yang menyangga keberadaan Golkar sebagai “partai politik” yang berkuasa pada waktu itu,

(c). ABRI melalui berbagai yayasan yang dibentuk diperkenankan mempunyai dan menjalankan berbagai bidang usaha dan lain sebagainya.

(d). Kecenderungan ABRI untuk bertidak represif dan tidak demokratis/otoriter. Hal ini dapat terjadi karena kebiasaan masyarakat yang terbiasa taat dan patuh kepada ABRI. Sehingga masyarakat enggan untuk mencari inisiatif dan alternatif karena semua inisiatif dan alternatif harus melalui persetujuan ABRI. Kalaupun masyarakat telah mengungkapkan inisiatifnya, tak jarang inisiatif tersebut ditolak oleh ABRI yang menjabat sebagai petinggi di wilayahnya tersebut,

(e). Menjadi alat penguasa, yakni dengan adanya dwifungsi ABRI ini, maka ABRI dengan bebas bergerak untuk menjabat di pemerintahan. Sehingga untuk mencapai tingkat penguasa tidak mustahil untuk dilakukan oleh seorang ABRI, sehingga dengan mudah ABRI mengatur masyarakat, dan

(f). Tidak berjalannya fungsi kontrol oleh parlemen. Dampak dari kondisi ini adalah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, misalnya dalam bentuk korupsi. Hal tersebut dapat terjadi karena ABRI juga yang bertindak sebagai parlemen sehigga ia tidak ingin repot-repot melakukan kontrol terhadap bawahannya.

#Sekedar Berbagi

Daftar Sumber :

Ø  Scribd, Dwifungsi ABRI Sebagai Bentuk Praktek Politik Praktis Militer di Indonesia

Ø  Scribd, Sejarah Partai Politik PPP

Ø  mirfana.wordpress.com

Ø  www.books4free.in

Ø  http://id.wikipedia.org/wiki/Dwifungsi

Apa yang dimaksud dengan Dwifungsi ABRI?

Dwifungsi adalah gagasan yang diterapkan oleh Pemerintahan Orde Baru yang menyebutkan bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia—terutama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat—memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara.

Apa yang dimaksud dengan Dwifungsi ABRI brainly?

Dwifungsi ABRI adalah suatu doktrin di lingkungan militer Indonesia yang menyebutkan bahwa militer mempunyai dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban Negara, yang kedua memegang kekuasaan dan mengatur Negara.

Apa yang dimaksud dengan ABRI?

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, disingkat ABRI, adalah angkatan bersenjata Indonesia dari tahun 1959 hingga 1999.

Mengapa pemerintah Orde Baru yang menerapkan konsep Dwifungsi ABRI?

Dwi Fungsi ABRI diterapkan untuk memberi kesempatan yang luas kepada perwira tentara untuk berpartisipasi dalam bidang non militer. Kebijakan ini bertujuan agar stabilitas politik tetap berjalan dengan baik.