Bagaimana cara hidup penduduk perkotaan di wilayah jazirah Arab

Suryanti

Alumni Prodi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga

Rahasia Terpilihnya Jazirah Arab sebagai tempat kelahiran dan pertumbuhan Islam dapat diketahui dengan melihat karakteristik dan tabiat mereka Sebelum Islam dan gambaran geografis tempat mereka hidup.

Pada awal abad keenam terjadi konflik antara Negara-negara kecil di Jazirah Arab di bawah kekuasaan Persia dan Romawi. Meski demikian, Jazirah Arab tetap seperti oasis yang tidak tersentuh konflik politik, kecuali di beberapa kawasan perbatasan. Hal tersebut dipengaruhi letak geografis Jazirah Arab itu sendiri. Panjang wilayah Jazirah Arab lebih seribu kilometer, begitu juga lebarnya dengan karakter utama kawasan yang tandus sehingga enggan dilirik oleh Negara-negara kolonial. (M. Husein Haekal: 2015)

Karena lokasinya yang tandus, juga membawa pengaruh pada sifat penduduk Jazirah Arab menjadi keras. Salah satu perilaku masyarakat Arab jahiliyah yang menggambarkan sifat keras mereka adalah menanam bayi perempuan hidup-hidup dengan alasan takut hinaan atau noda. Berbanding terbalik dengan perilaku masayarakat Arab terhadap anak laki-laki yang penuh kasih dan sayang. (Hasan Ibrahim Hasan: 2001)

Bangsa Arab terbagi kedalam dua bagian, penduduk gurun pasir dan penduduk negeri. Berbicara mengenai penduduk gurun, mereka mempunyai nasab murni karena mereka tidak pernah dimasuki oleh bangsa asing dan bangsa tersebut terhindar dari kerusakan bahasa yang disebabkan oleh percampuran bahasa dengan bangsa-bangsa asing. Sehingga padang pasir inilah yang kemudian dijadikan tempat mempelajari dan menerima bahasa Arab yang fasih ketika bahasa Arab di kota-kota telah mengalami kerusakan.

Dengan demikian bangsa Arab sangat terkenal dengan keindahan bahasanya. Syair adalah kesenian paling indah yang sangat mereka senangi. Salah satu tempat khusus dimana para penyair tersebut berkumpul adalah ‘Ukaz. Kemudian syair yang paling bagus akan diagantung di ka’bah. Syair dapat meninggikan derajat seseorang yang tadinya di pandang hina, atau dapat menghinakan orang yang tadinya mulia. Sehingga dapat dikatakan bahwa syair digunakan sebagai tolak ukur kecerdasan bangsa Arab. (A. Syalabi: 1990)

Adapun mengenai penduduk negeri ada satu tradisi yang menarik, yaitu tradisi menyusukan anak kepada orang lain. Bahkan tradisi ini masih berlangsung sampai sekarang di kalangan bangsawan Mekkah. Para pengasuh yang berasal dari gurun atau pegunungan tersebut datang ke kota untuk mencari anak asuhan dari keluarga terhormat serta kaya, dan menghindari anak yang telah ditinggal mati oleh ayahnya. Hal ini tentu saja sesuai dengan logika para pencari nafkah. Apabila mereka menerima anak yang telah yatim sedangkan tidak ada yang membiayai anak tersebut, berarti kemungkinan upah untuk para pengasuh juga akan sedikit.

Tradisi ini dilakukan oleh penduduk negeri tidak lain agar anak mereka diasuh dalam lingkungan pedesaan yang masih alami. Hal tersebut sangatlah baik untuk perkembangan fisik dan mental anak tersebut. Selain dari segi lingkungan yang masih sangat natural dan memiliki udara segar, di pedesaan juga dikelilingi oleh orang-orang yang bersahaja. Dibandingkan dengan lingkungan perkotaan yang mungkin terasa lebih bebas. Sehingga banyak orang-orang perkotaan yang mengalami gangguan fisik maupun mental. Dari segi fisik, banyak orang yang tidak terlalu mengoptimalkan gerak tubuh mereka, di samping menghirup udara yang tercemar polusi. Dari segi mental, banyak persaingan tak sehat yang terjadi antara sesama manusia modern. (Muhammad al-Ghazaliy: tt)

Jazirah Arab yang terletak di bagian tengah ummat-ummat yang ada di sekitarnya sangat kondusif untuk mengemban tugas dakwah Islam. Posisi geografis ini akan menjadikan penyebaran dakwah Islam ke semua bangsa dan negara sekitarnya berjalan dengan mudah dan lancar.

Menyangkut mengenai keyakinan atau agam penduduk jazirah Arab sebelum Islam dikenal sebagai masa jahiliyah dengan memperhatikan praktek-praktek pagan (Pemujaan berhala). Cara penyembahan berhala orang-orang Arab ada banyak sekali macamnya. (sayed Ali Asgher Rezwy: 1996)

Akan tetapi, sebelum bangsa Arab menjadi penyembah berhala. Mereka menganut agama Nabi Ibrahim. Ada bermacam-macam pendapat tentang cara berpindahnya bangsa Arab dari agama Nabi Ibrahim kepada kepercayaan Watsani. Boleh jadi di antara pendapat-pendapat itu, yang lebih dekat kepada yang sebenarnya ialah yang dituturkan oleh Ibnul Kalbi yaitu: yang menyebarkan bangsa Arab akhirnya menyembah berhala dan batu, ialah siapa-siapa yang meninggalkan kota Mekkah selalu membawa sebuah batu, diambilnya sari batu-batu yang ada di Haram Ka’bah, dengan maksud untuk menghormati Haram itu, dan untuk memperlihatkan cinta mereka terhadap kota Mekkah. Dengan demikian jelaslah sudah betapa agama Nabi Ibrahim telah campur aduk dengan kepercayaan Watsani.

Diceritakan saat munculnya Amr bin Luhay al-Khuza’iy. Ia dikenal sebagai orang yang gemar ibadah dan beramal baik sehingga masyarakat waktu itu menempatkannya sebagai seorang ulama. Sampai suatu saat, Amr pergi ke daerah Syam. Ketika mendapati para penduduknya beribadah kepda berhala-berhala, Amr menganggapnya sebagai sesuatu yang baik dan benar. Apalagi, Syam dikenal sebagai tempat turunnya kitab-kitab samawi (kitab-kitab dari langit).

Ketika pulang, Amr membawa oleh-oleh berhala dari Syam yang bernama Hubal. Ia kemudian meletakkannya di dalam Ka’bah dan menyeru penduduk Mekkah untuk menjadikannya sebagai sekutu bagi Allah dengan beribadah kepadanya. Disambutlah seruan itu oleh masayarakat Hijaz, Mekkah, Madinah dan sekitarnya karena disangka sebagai hal yang benar. (Muhammad Ibn Abdul Wahab: 2004).

Dijelaskan bahwa Hubal dibuat dari batu akik dalam bentuk manusia, dan bahwa lengannya pernah rusak dan diganti oleh Kuraisy dengan lengan dari emas. Di antara syirik masyarakt waktu itu adalah menginap di sekitar berhala itu, memohonnya, mencari berkah darinya karena diyakini dapat memberi manfaat-manfaat, thawaf, tunduk dan sujud kepadanya, menghidangkan sembelihan dan sesaji kepdanya, dan lain-lain. Mereka melakukan hal itu karena meyakini itu akan mendekatkan kepda Allah dan memberi syafaat. (M. Husein Haekal: 2015)

Dengan keadaan masyarakat yang sebagian besar ummi (tidak bias baca tulis) hanya bias bersemangat ibadah namun hanya berdasar apa yang ia anggap baik atau disangka memberi manfaat. Sehingga bangsa Arab tetap bertahan dengan praktik paganisme yang telah menjadi agama leluhur mereka. Orang Arab sudah merasa puas dengan paganisme yang telah mereka kenal. Dengan demikian penduduk Jazirah Arab lebih mudah untuk di tuntun. (M. Husein Haekal: 2015)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazaliy, Muhammad. Tt. Fiqhus Sirah. Terj. Abu Laila dan Muhammad Tohir. Bandung: PT. al-Ma’arif.

Hasan, Ibrahim Hasan. 2001. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Husain, Muhammad Haekal. 2015. Sejarah Hidup Muhammad, Terj. Miftah A. Malik. Pustaka Akhlak.

Razwy, Sayyid Ali Ashgar. 1996. A Restatement of the History of Islam and Muslim, Terj. Dede Azwar Nurmansyah.

Syalabi, A. 1990. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Alhusna.

Wahab, Muhammad Ibn Abdul. 2004. Mukhtasar Sirah AlRasul. Beirut Libanon: Dar Kitab Al-Arabi.

Sangat penting untuk kita ketahui tentang keadaan bangsa Arab, baik dari segi budaya, adat istiadat, sosial dan ekonomi, sebelum Islam masuk ke wilayah tersebut,. Karena pada dasarnya bangsa Arablah yang pertama kali menerima agama Islam, dengan kultur yang saat itu penuh dengan perbedaan-perbedaan dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Sebelum datangnya agama Islam ke Arab, Arab telah mempunyai berbagai agama dan peraturan-peraturan kehidupan untuk masyarakatnya.

Jazirah Arab secara bahasa terbagi menjadi dua kosa kata, yaitu “jazirah” yang berarti Pulau, sebagian ahli sejarah menyebut jazirah Arab dengan sebutan ( الجزيرة شبه ) yang berarti “Semenanjung”. Sedangkan kata Arab menurut para sejarawan ( الصحاري والقفار ) yang berarti “padang pasir dan gurun atau tanah gersang yang tidak ada air dan tumbuhannya”. Jadi jazirah Arab merupakan semenanjung yang penuh dengan padang pasir dan gurun, serta gersang tanpa air dan tanaman. Kata ini telah ada semenjak Arab kuno dan masyhur di semenanjung Arab.

Secara geografis, semenanjung Arab berbentuk memanjang dan tidak parallelogram, dan berbatasan dengan batasan geografis yang ada di sekeliling Semenanjung Arab. Semenanjung Arab sendiri di wilayah barat berbatasan dengan laut Merah dan semenanjung Sinai (sebuah semenanjung yang berbentuk segitiga yang terletak di Asia Barat, namun menjadi bagian Mesir di Afrika), dan di wilayah timur berbatasan dengan Teluk Arab (dahulu bernama Teluk Persia), Hira, Dijla, Tigris, Euphrates dan sebagian besar Negara Selatan Irak.

Sementara di wilayah selatan berbatasan dengan laut Arab, yang merupakan perpanjangan dari laut India, dan di bagian utara berbatasan dengan Gurun Syam (kini bernama Suriah) dan Gurun Irak, ada beberapa perbedaan dari para sejarawan terhadap batasan-batasan ini. Sementara panjang dan lebar menurut para sejarawan kira-kira 1000 sampai 3000 Km lebih.

Secara umum semenanjung Arabia termasuk wilayah yang tandus sehingga hal ini melindunginya dari penjajahan dan pengaruh agama, mari kita lihat penduduk Arab sejak zaman kuno, bebas melakukan berbagai hal, meskipun jazirah ini diapit oleh dua kekaisaran besar, yaitu di sebelah timur oleh kekaisaran Persia yang beragama Majusi ( penyembah api, dengan kitab sucinya Zend Avesta), dan kekaisaran Romawi yang Kristen berada di sebelah barat.

Kehidupan penduduk Arab pada masa itu rata-rata hidup Nomaden (suka mengembara dan berpindah-pindah), selain itu, kehidupan mereka dibentuk berdasarkan kabilah-kabilah (suku). Kabilah ini dibentuk oleh kelompok-kelompok keluarga atas dasar pertalian darah (nasab), perkawinan dan sumpah setia.

Tiap kabilah dipimpin  oleh seorang yang paling tua dan dipilih melalui musyawaroh. Secara garis besar, ada dua macam penduduk yang hidup di Arab waktu itu, yaitu; penduduk kota, yang rata-rata pedagang dengan dua kota terkenalnya yaitu Mekkah dan Madinah. Serta penduduk desa atau waktu itu disebut dengan sebutan Badui, mereka rata-rata adalah petani, peternak dan pengembala.

Masa kehidupan Arab sebelum datangnya Islam dinamakan Jahiliyah atau masa kebodohan, disebut jahiliyah bukan karena tidak berilmu, tetapi karena penduduknya kebanyakan suka berbuat kejahatan, suka berperang, membunuh, melecehkan wanita, melakukan takhayul, menyembah berhala dan lain-lain.

Namun di saat itu masyarakat Arab juga mempunyai kebudayaan yang bagus yaitu di bidang seni dan sastra.

Tiga Kaum Arab Terdahulu

Ditilik dari silsilah keturunan dan cikal-bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum arab menjadi tiga bagian;

Pertama adalah Arab Ba’idah, yaitu kaum Arab terdahulu yang sudah punah dan tidak mungkin sejarahnya bisa dilacak secara rinci dan komplit seperti; Kaum Ad, Kaum Tsamud, Kaum Thasm, Kaum Judais, Kaum ‘Imlaq, Umaima, Jasim, ‘Abil, ‘Abd Dhakm, Jurhum Al Ula, ‘Amaliq, Dan Hadhuran, semuanya pada akhirnya menginduk pada Iram yakni kaum yang disebut dalam Alquran surat al-Fajr ayat 6-7.

Kedua adalah Arab ‘Aribah kaum-kaum Arab kedua setelah Arab Ba’idah yang punah dari muka bumi, kaum ini merupakan keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Qahthaniyah. Di antara keturunan Qahthan ini yang masyhur adalah Ya’rub, Hadhramaut, ‘Amman, dan Jurhum Ats-Tsaniyah. Ya’rub menetap di Yaman, Hadhramaut tinggal di tempat yang sekarang bernama Hadhramaut, Amman tinggal di wilayah yang sekarang juga dinamai Amman, dan Jurhum Ats-Tsaniyah menetap di Hijaz.

Ketiga adalah Arab Musta’rabah yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma’il AS yang disebut pula Adnaniyah. Mereka adalah bangsa dari keturunan ‘Adnan, Nazar, dan Ma’add. Disebut dengan Musta’rabah karena mereka berafiliasi dengan Arab al-‘Aribah dengan cara pernikahan.

Tempat kelahiran Arab ‘Aribah atau kaum Qathan adalah Negeri Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa suku dan kabilah, yang terkenal adalah dua kabilah; Kabilah Himyar, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Zaid Al Jumhur, Qudh’ah, dan Saksik. Kahlan, yang terdiri dari beberapa suku terkenal yaitu Hamadan, Anmar, Thayyi’, Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Azd, Aus, Khazraj, anak keturunan Jafnah raja syam dan lain-lainnya. Suku-suku Kahlan banyak yang hijrah meninggalkan Yaman, lalu menyebar ke berbagai penjuru jazirah menjelang terjadinya banjir besar saat mereka mengalami kegagalan dalam berdagang.

Baca juga:  Relasi Mengejutkan Islamisme vis-à-vis Komunisme Timur Tengah

Hal ini sebagai akibat dari tekanan bangsa Romawi dan tindakan mereka menguasai jalur perdagangan laut dan setelah mereka menghancurkan jalur darat serta berhasil menguasai Mesir dan Syam, (dalam riwayat lain) dikatakan: bahwa mereka hijrah setelah terjadinya banjir besar tersebut.