Bagaimana cara membuat hewan menjadi pingsan sebelum disembelih brainly

2020-04-16 10:17:21

Bagaimana cara membuat hewan menjadi pingsan sebelum disembelih brainly

Pernah mendengar istilah stunning?

Stunning (pemingsanan) adalah suatu cara melemahkan hewan melalui pemingsanan sebelum pelaksanaan penyembelihan agar pada waktu disembelih hewan tidak banyak bergerak. Kini, metode stunning di Rumah Potong Hewan (RPH) modern sudah lazim digunakan. 

Pada awal munculnya, metode stunning menimbulkan pro dan kontra. Ada yang berpendapat stunning mengurangi rasa sakit pada hewan saat disembelih. Sebagian lainnya berpendapat stunning justru menambah rasa sakit pada hewan, bahkan berisiko membuat hewan cedera perrmanen hingga mati.

Meski begitu, pendapat umum mengatakan bahwa stunning merupakan bentuk dari animal walfare (kesejahteraan hewan). Hal ini disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Drs. KH. Sholahuddin Al Aiyub, M.Si. 

Hadits Nabi Riwayat Muslim dari Syaddad bin Aus mengatakan, “Bahwanya Allah menetapkan ihsan (berbuat baik) atas tiap-tiap sesuai (tindakan). Apabila kamu ditugaskan membunuh maka dengan cara baiklah kamu membunuh dan apabila engkau hendak menyembelih maka sembelihlah dengan cara baik. Dan hendaklah mempertajam salah seorang kaum akan pisaunya dan memberikan kesenangan kepada yang disembelinya (yaitu tidak disiksa dalam penyembelihannya).”

Hadist ini merupakan salah satu landasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa dibolehkannya stunning dalam proses penyembelihan hewan. Hal ini tercantum dalam Fatwa MUI nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal.

Ada tiga alasan dibolehkannya penyembelihan hewan dengan sistem stunning, yaitu:

  1. Penggunaan mesin untuk stunning dimaksudkan mempermudah roboh dan jatuhnya hewan yang akan disembelih di tempat pemotongan serta untuk meringankan rasa sakit hewan.
  2. Hewan yang roboh karena dipingsankan di tempat penyembelihan, apabila tidak disembelih akan bangun sendiri lagi dalam keadaan segar seperti semula.
  3. Penyembelihan dengan sistem stunning tidak mengurangi keluarnya darah mengalir, bahkan akan lebih banyak dan lebih lancar sehingga dagingnya lebih bersih.

Tentunya, pelaksanaan stunning disertai dengan persyaratan tertentu, diantaranya:

  1. Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta cedera permanen.
  2. Bertujuan untuk mempermudah penyembelihan.
  3. Pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan.
  4. Peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya syarat a, b, c, serta tidak digunakan antara hewa halal dan nonhalal (babi) sebagai langkah preventif.
  5. Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli yang menjamin terwujudnya syarat a, b, c, dan d.

“Meski begitu, penyembelihan semaksimal mungkin dilaksanakan secara manual, tanpa didahului dengan stunning dan semacamnya,” ujar Aiyub. (*)

Sumber foto: saintif.com

Untuk video penjelasannya dapat dilihat di sini:

Dalam keadaan pingsan, sapi menjadi lebih mudah dikendalikan, ia akan jatuh dan langsung disembelih oleh jagal.

Sebuah metode yang digunakan untuk mempermudah penyembelihan hewan adalah dengan memingsankan hewan terlebih dahulu (stunning) sebelum disembelih. Secara teknis cara ini memberikan kemudahan. Sebab hewan yang sudah dipingsankan itu tidak akan meronta dan melakukan gerakan, sehingga penyembelih menjadi lebih mudah melakukan tugasnya. Bagaimana hukumnya jika ditinjau dari aspek kehalalan?

Metode pemingsanan memang lahir dari Barat, ketika jumlah ternak dan kebutuhan daging terus meningkat. Ketika hanya menyembelih satu atau dua ekor sapi, kita masih sanggup mengikat dan merebahkannya secara manual untuk mengeksekusinya. Tetapi ketika sudah ada ratusan bahkan ribuan ekor yang harus disembelih setiap harinya, tentu tidak akan sanggup dilakukan secara manual.

Ada beberapa metode pemingsanan yang sering dilakukan untuk berbagai jenis hewan. Untuk hewan ternak besar, seperti sapi dan kambing, biasanya digunakan metode penembakan atau pemukulan pada bagian kepalanya. Dengan pistol dan peluru khusus proses penembakan ini dilakukan pada ukuran kaliber yang berbeda-beda sesuai dengan besar kecilnya ukuran sapi. Metode ini dikenal dengan captive bolt pistol.

Kepala yang ditembak dengan peluru tumpul ini menyebabkan kerusakan pada jaringan otak, sehingga ternak akan mengalami goyah dan pingsan. Dalam keadaan pingsan inilah sapi menjadi lebih mudah dikendalikan, ia akan jatuh dan langsung disembelih oleh jagal.

Titik kritis pada proses ini adalah, apakah sapi atau binatang ternak itu sudah mati atau hanya pingsan oleh penembakan tersebut. Sebab kalau jenis peluru yang digunakan terlalu besar, maka ada peluang hewan tersebut tidak hanya sekedar pingsan, tetapi langsung mati. Jika hal itu yang terjadi, maka binatang tersebut telah menjadi bangkai. Proses penyembelihan yang dilakukan sesudah itu menjadi sia-sia karena ia telah mati.

Majelis Ulama Indonesia melalui Komisi Fatwa sebenarnya membolehkan metode stunning ini, tetapi dengan syarat ada jaminan bahwa hewan yang mengalami pemingsanan tersebut tidak mati sebelum disembelih. Kematian hewan tersebut harus akibat proses penyembelihan, bukan akibat penembakan atau pemingsanan. Jaminan inilah yang harus dipenuhi pengelola rumah potong untuk menghasilkan daging yang halal.

Jenis pistol, kaliber dan berat peluru sangat berpengaruh terhadap daya pingsan hewan. Beberapa contoh pemingsanan untuk jenis hewan yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Penggunaan metode pemingsanan ini perlu dikaji dengan seksama agar benar-benar memberikan pengaruh yang tepat bagi hewan ternak. Ketika kekuatan peluru yang digunakan terlalu ringan, maka hewan tidak akan pingsan, bahkan akan meradang dan menjadi ganas. Ia akan meronta dan mengeluarkan tenaganya untuk berontak. Hal ini bisa membahayakan pekerja atau jagal yang akan menyembelihnya. Sebaliknya jika kekuatan peluru yang diberikan terlalu kuat, binatang ternak tersebut akan langsung menemui ajalnya menjadi bangkai.

Selain itu waktu untuk menyembelih juga harus dilakukan secara tepat. Jarak waktu yang ideal antara proses stunning dengan proses penyembelihan adalah 20 hingga 30 detik. Kurang dari itu akan sulit melakukannya, sementara lebih dari itu akan menghasilkan dampak kurang baik.

Metode stunning telah diterapkan di banyak negara, di Amerika, Eropa, Australia, termasuk juga di Indonesia. Metode ini di satu sisi memang memberikan banyak kemudahan dalam menyembelih hewan ternak, khususnya dalam skala besar. Namun di sisi lain metode ini juga menyebabkan resiko dalam kehalalan, jika tidak dilakukan dengan tepat dan baik.

Di tengah kekritisan metode stunning ini, sebuah metode lain diperkenalkan oleh beberapa rumah potong hewan di Irlandia. Mereka memasukkan sapi yang akan disembelih ke dalam sebuah ruangan sempit yang bisa dikunci secara mekanis. Dengan demikian sapi tersebut tidak bisa bergerak lagi karena begitu sempitnya kandang tersebu dan sesuai dengan ukuran sapi. Kemudian secara mekanis pula kandang besi tersebut berputar, sehingga sapi yang sudah masuk tadi ikut berputar dan rebah dalam ikatan yang sangat kuat. Si jagal dengan mudaknya memegang bagian leher sapi, yang sudah tidak bisa bergerak tetapi masih sadarkan diri itu, untuk menyembelihnya.

Cara ini tentu saja jauh lebih aman dan mudah dalam mengeksekusi sapi. Kendalanya adalah biaya investasi yang cukup mahal untuk mengadakan peralatan tersebut. Tetapi dalam jangka panjang metode ini tidak membutuhkan biaya operasional tinggi, karena tidak membutuhkan peluru untuk setiap kepala sapi yang akan disembelih. Oleh karena itu secara ekonomis metode ini juga cukup menguntungkan. Selain tentunya jauh lebih aman dalam menjamin kehalalan daging yang dihasilkannya. n Ir Nur Wahid, Msi, auditor LPPOM MUI dan ketua redaksi Jurnal Halal.

Penulis : tri   

REPUBLIKA - Jumat, 14 Juli 2006

Bagaimana cara membuat hewan menjadi pingsan sebelum disembelih brainly

Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University , sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG).Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati.Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb:

Penyembelihan Menurut Syariat Islam

Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:Pertama:pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.Kedua:pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.Ketiga:setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol).Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).Keempat:karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Penyembelihan Cara Barat

Pertama:segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit.Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).Kedua:segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).Ketiga:grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal.Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik darah dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.Keempat:karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia.Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

Bukan Ekspresi Rasa Sakit!

Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit!Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya!Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit.Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras).Mengapa demikian?Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara ilmiah ternyata penyembelihan secara syariat Islam ternyata lebih ‘berperikehewanan’. Apalagi ditambah dengan anjuran untuk menajamkan pisau untuk mengurangi rasa sakit hewan sembelihan.

“Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu. Maka jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih. (Yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya.” (H.R. Muslim).REFERENSIhttp://www.iccservices.org.uk/downloads/reports/stunning_issues__definitions_reasons_humaneness.pdfhttp://www.iupui.edu/~msaiupui/slaugteringanimals.htmhttp://www.scribd.com/doc/61577430/Summary-Report-From-Hanover-University-Prof-Schulze-and-Dr-Hazim

http://chickoorganic.com/penyembelihan-hewan-sesuai-syariat-islam/