Bagaimana cara menasehati orang tua jika kelakuannya menyimpang dari ajaran Allah swt

Islam adalah agama nasehat. Ada banyak dalil yang mengungkapkan bagaimana keutamaan memberi nasehat dan berbagi ilmu kepada orang lain. Namun, sering kali saat seseorang diberi nasehat, orang tersebut jadi merasa tersinggung. Lalu, apakah memberi nasehat itu buruk?

Show

Pada dasarnya, setiap orang memang berhak mendapatkan nasehat. Akan tetapi, memberikan nasehat juga tidak bisa sembarangan. Ada etika – etika memberi nasehat yang perlu diperhatikan. Dengan begitu, nasehat yang disampaikan bisa sampai dan diterima dengan baik oleh orang lain. Berikut ini adalah beberapa etika memberi nasehat yang perlu diketahui oleh setiap orang.

1. Niat Memberi Nasehat Harus Ikhlas

Sebelum memberi nasehat, Anda harus meyakini dengan pasti bahwa niat memberi nasehat dilakukan dengan niat yang ikhlas. Sama seperti kebaikan lainnya, memberi nasehat juga merupakan sebagian dari ibadah. Karena itu, setiap ibadah harus dilandasi dengan niat yang ikhlas agar bisa mendapatkan pahala dari Allah.

2. Menasehati Dengan Cara yang Benar

Pemberian nasehat juga harus dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan syariat dan kemampuan orang yang memberi nasehat. Dalam hadits riwayat Muslim disampaikan bahwa ada tiga tingkatan memberi nasehat. Yaitu dengan menggunakan tangan, menggunakan lisan, dan menggunakan hati.

Akan tetapi, memberi nasehat juga harus disesuaikan dengan kemampuan. Jika seseorang tidak mampu memberikan nasehat dengan menggunakan tangan, maka ia bisa dan bahkan harus menyampaikannya dengan lisan. Memberikan nasehat melampaui kemampuan yang dimiliki bisa mendatangkan mudharat dan kesulitan bagi pemberi nasehat.

3. Menggunakan Kata – Kata yang Baik

Nasehat juga harus disampaikan dengan kata – kata yang baik. Bahkan, dalam surat Thaha ayat 44, Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk menasehati Firaun dengan perkataan yang lemah lembut. Sedangkan kita bukan seorang Nabi, dan orang yang kita beri nasehat bukanlah Firaun yang keras kepala, dzalim, dan merasa Tuhan. Karena itu, nasehat yang diberikan haruslah menggunakan kata – kata yang baik.

4. Tabayyun Sebelum Memberi Nasehat

Salah satu hal yang penting dilakukan sebelum memberikan nasehat adalah memastikan kebenaran berita yang kita ketahui. Nasehat yang dilakukan dengan dasar berita yang simpang siur tidak akan memberikan manfaat. Bahkan bisa jadi malah membuat orang yang diberi nasehat menjadi sedih dan kecewa.

5. Jangan Berburuk Sangka Kepada Orang yang Dinasehati

Salah satu etika seorang muslim kepada muslim lainnya adalah berusaha berprasangka baik dan terus mencari kemungkinan – kemungkinan yang baik. Sedangkan menjadi salah satu ciri orang munafik adalah mencari – cari kesalahan orang lain.

6. Jangan Memaksakan Agar Nasehat Diterima

Orang yang menasehati orang dan memaksakan nasehatnya diterima bisa disebut sebagai orang yang zhalim. Karena niat memberi nasehatnya adalah untuk ditaatim bukan untuk menunaikan amanah persaudaraan antar sesame muslim.

Nasehat adalah sebuah ibadah. Dan meskipun orang yang diberi nasehat tidak menerima nasehat tersebut, maka orang yang mendapatkan nasehat akan tetap mendapatkan pahala dari Allah.

7. Tidak Menasehati di Depan Umum

Islam menjaga dengan baik kehormatan seseorang. Karena itu, sudah sewajarnya umat Islam menjaga harga diri dan kehormatan saudaranya. Memberi nasehat kepada seseorang di depan umum bukanlah sebuah nasehat.

Bahkan Imam Syafi’I mengatakan bahwa nasehat di depan umum adalah sebuah bentuk pelecehan kepada orang lain. Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Rajab mengatakan bahwa nasehat di depan umum adalah bentuk mempermalukan orang lain. Nasehat seharusnya dilakukan secara rahasia dan empat mata.

8. Jangan Melakukan Tahrisy

Tahrisy adalah sikap memancing pertengkaran atau provokasi. Tahrisy juga disebut sebagai bagian dari namimah atau adu domba. Dan adu domba termasuk ke dalam dosa besar. Karena itu, nasehat seharusnya dilakukan dengan cara – cara yang baik dan tidak berupa provokasi yang memancing permusuhan sesame muslim.

Nasehat seringkali disebut sebagai obat yang perih. Karena itu, memberi nasehat harus memperhatikan etika memberi nasehat yang baik. Sehingga, meskipun masih terasa perih bagi yang menerima, tapi rasa perihnya bisa diminimalisir sehingga nasehat bisa lebih mudah diterima dan tidak menimbulkan kebencian atau permusuhan.

 MADANINEWS.ID, JAKARTA — Watak Manusia tak selamanya lurus, sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, ini disebabkan banyak perubahan dalam suatu tempat, maupun perubahan waktu, atau kepentingan lain sehingga mampu merubah tatanan kehidupan, lantas manusia sebagai makhluk yang sering pelupa, penting adanya orang yang mengingatkan, baik dari keluarga, baik suami, istri, anaknya atau orang lain dengan cara yang santun dan bijaksana, agar sampai orang yang dituju.

Di dalam Al Qur’an banyak perumpamaan maupun kisah yang sangat inspiratif sebagai petunjuk atau hikmah bagi manusia, terutama dalam menghadapi perubahan zaman yang selalu berubah dengan cepatnya.

Salah satunya adalah  kisah hubungan seorang anak dengan orang tuanya yang berbeda keyakinan. Yaitu seperti Nabi Ibrahim dengan orang tuanya yang berisi tentang petuah yang bijaksana dari anaknya, yang langsung disanggah oleh ayahnya yang bernama Azar sebagai penyembah patung yang dibuatnya sendiri olehnya. Kisah ini tertuang dalam Surat Maryam, Ayat 42-47:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنكَ شَيْئًا (42) يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ عَصِيًّا (44

 ) يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَن يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِّنَ الرَّحْمَٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا (45) قَالَ أَرَاغِبٌ أَنتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ ۖ لَئِن لَّمْ تَنتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ ۖ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا (46)قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ ۖ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي ۖ إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا (47)

Artinya: Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? (42) Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. (43)Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. (44)Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”.(45) Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama”.(46)Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (47)

Ayat diatas menjelaskan tentang dialog Nabi Ibrahim mengajak ayahnya yang bernama Azar, untuk mengikuti kebenaran ajarannya yang sesuai dengan logika manusia, dan dengan cara yang sopan, tanpa menggurui. Dalam Tafsir Thobari disebutkan, bahwa Nabi Ibrahim menasehati orang tuanya dengan dialektika penuh hormat yang ia tunjukkan kepadanya, dengan menanyakan alasan, kenapa tuhan yang tak mendengar keinginanmu, lagi tak mampu mendatangkan manfaat, atau membuat kerusakan, kenapa engkau sembah?

Pendek cerita, Ibnu Kasir dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa Ayah Nabi Ibrahim tak mau menerima nasehat dari anaknya, malah akan mengancaman secara fisik, dan mengusir Nabi Ibrahim, jika tak mau menyembah berhala itu, dan masih mencaci maki, mencela  sesembahan. Mendengar perkataan orang tuanya, Nabi Ibrahim tak lantas marah, tapi selalu menunjukan prilaku santun kepada orang tuanya, dengan selalu berdoa agar orang tuanya mendapatkan keselamatan.

Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan, bahwa seorang anak boleh menasehati orang tuanya dengan cara yang sopan, da bijaksana bila tak sesuai dengan ajaran Agama, karena pada dasarnya, taat kepada orang tua wajib hukumnya, tapi kalau tidak bertentangan dengan Aturan Agama, atau untuk durhaka kepada Allah dan RasulNya, maka dalam hal ini, seseorang tak wajib mengikutinya, seperti keterangan dalam Hadis yang berbunyi:

لاَ طَاعَةَ فِيْ مَعْصِيَةِ  اللهِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِيْ اْلمَعْرُوْفِ) رَوَاهُ البُخَارِيّ)

Artinya: tidak boleh ada ketaatan untuk durhaka kepada Allah, tapi ketaatan hanya dalam kebaikan.(H.R Bukhari)

Dalam kitab At Tanwir Syarah Al Jami’ Al Shogir, disebutkan bahwa tidak diperbolehkan  taat kepada pemimpin, orang tua atau orang lain dengan tujuan untuk durhaka kepada Allah, karena ketaatan kepada Allah dengan tidak mendurhakainya lebih harus didahulukan. Semoga kita menjadi orang yang bisa menasehati diri sendiri, dan orang lain.

MENASEHATI ORANG TUA?

Pertanyaan.
Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk amar ma’ruf dan nahi mungkar. Pertanyaannya, apakah kita boleh menasehati kedua orang tua kita, jika mereka terjatuh dalam sebuah kesalahan? Apakah itu tidak termasuk perbuatan durhaka? Mohon penjelasan! Jazakumullah khairan

Syaikh Shalih Fauzan menjawab[1]:
Alhamdulillah, saudara benar. Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kita amar ma’ruf dan nahi mungkar (menyuruh orang untuk melakukan kebaikan dan mencegah dari kemungkar) sesuai dengan kemampuan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Jika dia tidak bisa merubah dengan tangannya, maka degan lisannya; Jika tidak bisa juga dengan lisan, maka dengan hati dan itu adalah selemah-lemahnya iman.

Dalam riwayat lain:

ولَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيْمَانِ حَبَّةَ خَرْدَلٍ

Tidak ada lagi setelah itu keimanan meskipun hanya sebesar biji sawi.[2]

Dalam masalah ini, kedua orang tua atau yang lainnya sama. Kedua orang tua juga wajib diingkari jika mereka melakukan kesalahan; Mereka harus dinasehati. Dan ini termasuk perbuatan bakti  yang paling baik. Ini tidak termasuk perbuatan durhaka, sebagaimana yang dikira oleh penannya. Bahkan ini termasuk perbuatan bakti, karena saudara ketika melakukan itu berkeinginan agar kedua orang tua saudara selamat dari api neraka. Cobalah dengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim Alaihis Salam saat menasehati orang tuanya:

يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا ﴿٤٣﴾ يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ عَصِيًّا﴿٤٤﴾يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ

Baca Juga  Hukum Mentaati Kedua Orang Tua Dengan Bermaksiat Terhadap Allah

Wahai bapakku! Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku! Niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku! Janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Rabb yang Maha Pemurah. Wahai bapakku! Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Rabb yang Maha pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan. [Maryam/19:43-45]

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa Nabi Ibrahim q menasehati bapaknya dan mengajaknya untuk beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla serta berusaha menyelamatkannya dari siksa api neraka.

Ini menunjukkan bahwa menasehati kedua orang tua termasuk kewajiban yang paling wajib. Perbuatan ini termasuk perbuatan bakti, bahkan termasuk perbuatan bakti yan terbaik.

Akan tetapi untuk menjadi perhatian, nasehat itu harus dilakukan dengan cara yang hikmah, dengan menggunakan bahasa yang lembut.

Hendaklah saat saudara menasehati orang tua dengan cara yang paling lembut, semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan hidayah kepada kedua orang tua kita.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XX/1437H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote

[1] Majmu’ Fatawa Syaikh Shalih Fauzan, 1/588


[2] HR. Muslim, no. 49