Bagaimana implementasi kebijakan tersebut

Implementasi merupakan proses kegiatan antar aktor yang terlibat. Implementasi bukanlah merupakan proses mekanis dimana sikap aktor akan secara otomatis melakukan apa saja yang seharusnya dilakukan. Sesuai apa yang diformulasikan dalam kebijakan, hal tersebut seuai dengan pendapat Muhajir Darwin (1992), Bahwa proses implementasi bukanlah proses mekanisme dimana setiap aktor akan secara otomatis melakukan apa saja yang seharusnya dilakukan sesuai dengan scenario pembuat kebijakan, tetapi merupakan proses kegiatan yang acap kali rumit, diwarnai pembuatan kepentingan antara aktor yang terlibat baik sebagai administrator. Petugas lapangan atau kelompok sasaran.

Menurut Hoogerwerf (1983: 157), akan tetapi banyak sekali kebijaksanaan yang didasarkan pada ide-ide yang kelihatannya sangat layak akan tetapi ternyata menemani kesulitan ketika harus dipraktekkan di dalam lapangan. Selama proses implementasi beragam interpretasi dan asumsi atas tujuan, target dan strategi pencapaian tujuan dapat berkembang bahkan dalam lembaga implementasi selalu melakukan diskresi atau keleluasaan dalam mengimplementasikan kebijaksanaan. Hal ini dilakukan Karena kondisi social ekonomi maupun politik masyarakat yang tidak memungkinkan sehingga kebijakan yang seharusnya tinggal dilaksanakan akhirnya banyak menimbulkan penundaan, penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan arah kebijaksanaan.

Dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan sebuah kebijakan tidak terlepas dari penggunaan sarana-sarana yang terpilih, seperti yang dikatakan oleh Hoogerwerf: pelaksanaan kebijakan dapat didefinisikan sebagai penggunaan sarana-sarana yang dipilih.

Jadi yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kebijakan adalah Tindakan-tindakan seperti umpamanya tindakan-tindakan yang sah/pelaksanaan suatu rencana yang sudah ditetapkan dalam kebijakan suatu program kebijakan meliputi penyusunan acara tertentu dari tindakan-tindakan yang harus dijadikan, umpamanya dalam bentuk tat acara yang yang harus diikuti di dalam pelaksanaan Patokan-patokan yang harus disediakan pada keputusan-keputusan pelaksanaan atau proyek. Proyek yang konkrit yang akan dilaksanakan dalam suatu jangka waktu tertentu yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

Berikut ini adalah model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn. Van Meter dan Van Horn mengungkapkan bahwa variable-variabel kebijakan bersangkut paut dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada bahan-bahan pelaksana meliputi sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada bahan-bahan meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antara hubungan di dalam lingkungan system politik dan dengan kelompok-kelompok sasaran, akhirnya pusat perhatian adalah sikap para pelaksana mengantarkan pada telah mengenai orientasi dari mereka yang mengoprasionalkan program di lapangan (Wibawa, 1991: 66).

Apabila pelaksanaan suatu kebijakan menemui kegagalan dalam arti tujuan tidak tercapai sesuai dengan yang diharapkan, maka timbullah pertanyaan tentang sebab-sebabnya. Pengetahuan tentang sebab-sebab itu dapat memberikan jawaban bagaimana seharusnya kebijaksanaan itu dilaksanakan.

Agar pelaksanaa kebijakan dapat mencapi tujuan dan maksud yang telah ditetapkan, maka seharusnya memperhatikan aspek-aspek pelaksanaan kebijakan yang harus dipatuhi. Dalam hal ini Hoogerwef mengutip pendapat Marse yang menyatakan sebab musibah kegagalan suatu kebijakan ada sangkut pautnya denga nisi kebijakn yang harus dilaksanakan, banyaknya dukungan dari pelaksanaan kebijaksanaan yang harus dilaksanakan dan pembagian potensi-potensi yang ada (Samudra Wibawa, 1991 :6).

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang paling sulit dilakukan, sehingga untuk mewujudkan proses implementasi kebijakan engan baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Kesulitan dalam implementasi juga sering kali disebabkan adanya perbedaan kepentingan pada masing-masing jenjang pemerintah, misalnya antara daerah kabupaten/kota dan daerah propinsi. Dalam usaha memahami pelaksanaan kebijakan perlu diidentifikasi mengenai factor-faktor yang akan mempengaruhi proses pelaksanaan kebijakan. Implementasi kebijakan banyak ditentukan oleh para pelaksana dan prosedur implementasi dalam organisasi.

Menurut Solichin (1991: 43), Dengan melihat berbagai pendapat dari para ahli tentang implemntasi kebijakan seperti yang diuraikan di muka terdapat beberapa kesamaan dalm pendekatan implemntasi. Hal ini terlihat Karena ada elemen yang sama sekali terminology yang dikemukakan berlainan.

Suatu implemntasi tentunya mempunyai tujuan untuk memperoleh keberhasilan jika memenuhi lima kriteria keberhasilan. Menurut nakamura sebagai berikut: a. Pencapaian tujuan kebijakan b. Efisien c. Kepuasan kelompok sasaran d. Daya tanggap klien

e. System pemeliharaan

Setiap implementasi dilakukan berhasil jika mencapai yang diharapkan atau memperoleh hasil. Karena pada prinsipnya suatu kebijaksanaan dibuat adalah untuk memperoleh hasil yang diinginkan yang dapat dinikmati atau dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Efiensi kebijaksanaan berkaitan dengan keseimbangan antara biyaya atau dan yang dikeluarkan. Waktu pelaksanaan, sumber daya manusia yang digunakan dan kualitas pelaksanaan, sumber daya masnusia yang digunakan dan kualitas pelaksanaan kebijakan. Kepuasan kelompok sasaran memberi nilai arti pada pelaksanaan program Karena kelompok sasaran inilah yang terkena dampak langsung dari program yang dilaksanakan.
Partisipasi dan peran serta aktif dari masyarakat merupakan daya tanggap yang positif untuk mendukung keberhasilan kebijakan Karena masyarakat, ikut memiliki terhadap kebijakan dan ikut bertanggung jawab dengan berhasil tidaknya suatu kebijakan dan ikut bertanggung jawab dengan berhasil tidaknya suatu kebijakan diimplementasikan. System pemeliharaan dimaksudkan untuk keberlangsungab dan kelancaran suatu kebijakan yang dilaksanakan. Dengan pemeliharaan yang intensif dan kontinyu maka suatu kebijakan akan lebih mudah diimplementasikan.

Senada dengannpendapat sebelumnya, menurut George C.Edward III dalam Widodo (2010:96) faktor-faktorryang mempengaruhikebijakan antara lain:

1. Komunikasi, merupakan pprosess penyaluran informasi dari para pembut kebijakan kepada para pelaksana sehingga mereka mengetahui apa yang harus dikerjakan. Agar komunikasi menjadi efektif maka harus dipilih orang-orang yang tepat untuk menyampaikan dan menerima informasi agar informasi itu akurat.

Ada tiga hal dalam komunikasi ini yang perlu mendapatkan perhatian:

  • Transmisi
    Sebuah kebijakan yang akan diimplementasikan harus disalurkan pada pejabat yang akan melaksanakannya. Seringkali masalah transmisi terjadi manakala pelaksana tidak menyetujui kebijakan (disposisi) tersebut dengan mendistorsikan perintah kebijakan atau bahkan menutup komunikasi yang diperlukan. Masalah transmisi juga terjadi manakala kebijakan yang akan diimplementasikan harus melalui struktur birokrasi yang berlapis atau karena tidak tersedianya saluran komunikasi yang memadai (sumberdaya).
  • Kejelasan (Clarity) Kejelasan tujuan dan cara yang akan digunakan dalam sebuah kebijakan merupakan hal yang mutlak agar dapat diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan. Namun hal tersebut tidak selalu terjadi. Ada berbagai alasan yang menyebabkan sebuah kebijakan tidak dirumuskan secara jelas, diantaranya adalah: i). kerumitan dalam pembuatan kebijakan yang terjadi antara eksekutif dan legislatif, sehingga mereka cenderung menyerahkan detil pelaksanaannya pada bawahan; ii) Adanya oposisi dari masyarakat atas kebijakan tersebut; iii). Kebutuhan mencapai konsensus antara tujuan yang saling bersaing saat merumuskan kebijakan tersebut; iv). Kebijakan baru yang para perumusnya belum terlalu menguasai masalah (tentang ini sering dikatakan sebagai upaya untuk menghindar dari tanggung jawab); v). Biasanya terjadi pada kebijakan yang menyangkut aturan hukum.

    Pada bagian ini selain mengaitkan implementasi dengan tipe/jenis kebijakan, tampaknya Edwards III juga banyak mengacu pada hasil studi Bardach dalam Implementation Game.

  • Konsistensi
    Implementasi yang efektif selain membutuhkan komunikasi yang jelas, juga yang konsisten. Proses transmisi yang baik namun dengan perintah yang tidak konsisten akan menyebabkan membingungkan pelaksana. Banyak hal yang bisa menyebabkan arah kebijakan menjadi tidak konsisten, diantaranya karena : i). Kompleksitas kebijakan yang harus dilaksanakan; ii). Kesulitan yang biasa muncul saat memulai implementasi sebuah kebijakan baru; iii). Kebijakan memiliki beragam tujuan dan sasaran, aau kadang karena bertentangan dengan kebijakan yang lain; iv). Banyaknya pengaruh berbagai kelompok kepentingan atas isu yang dibawa oleh kebijakan tersebut.

2. Sumber-sumberdaya, dalam hal ini sumberdaya yang dimaksud adalah jumlah dan kemampuan para staf,kekuatan dann ewenang serta fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan publik.

Yang dimaskud dengan sumberdaya yang diperlukan dalam implementasi menurut Edwards III adalah:

  • Staff, yang jumlah dan skills (kemampuannya) sesuai dengan yang dibutuhkan.
  • Informasi.
    Informasi berbeda dengan komunikasi. Yang diperlukan di sini adalah : i). Informasi yang terkait dengan bagaimana melaksanakan kebijakan tersebut (Juklak-Juknis) serta, ii). Data yang terkait dengan kebijakan yang akan dilaksanakan.
  • Kewenangan
    Kewenangan yang dibutuhkan dan harus tersedia bagi implementor sangat bervariasi tergantung pada kebijakan apa yang harus dillaksanakan. Kewenangan tersebut dapat berwujud : membawa kasus ke meja hijau; menyediakan barang dan jasa; kewenangan untuk memperoleh dan menggunakan dana, staf, dll kewenangan untuk meminta kerjasama dengan badan pemerintah yang lain, dll.
  • Fasilitas
    Kendati implementor telah memiliki jumlah staf yang memadai, telah memahami apa yang diharapkan darinya dan apa yang harus dilaksanakan, juga telah memperoleh kewenangan yang diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan, namun tanpa fasilitas fisik yang memadai, implementasi juga tidak akan efektif. Fasilitas fisik ini beragam tergantung pada kebutuhan kebijakan : ruang kantor, komputer, dll.

3. Disposisi, sikappdari pelaksanaan program akannsangat berpengaruh di dalam pelaksanaan program. Sikap pelaksanaan yang positif terhadap suatu program akan memungkinkan pelaksanaan dengan sukarela sesuai aturan.

4. Strukturrrbirokrasi, dua karakteristik birokrasi adalah SOP dan fergmentasi. SOP dapatmmempengaruhi implementasi yaitu mempengaruhi perubahan-perubahan dalam kebijakan. Hal yang biasa terjadi adalahh pemborosan sumber daya, peningkatan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan, menghambar koordinasi dan membingungkan para pelaksana di tingkat bawah.

Selain adanya faktor-faktor pendukung terkait keberhasilan implementasi kebijakan, adapun faktor-faktor yang menghambat implementasi kebijakan. Sesuai dengan pendapat Jam Marse (Solichin, 1997:19) mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang dapat menimbulkan kegagalan dalam implementasi kebijakan yaitu:

  • Isu kebijakan.
    Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih ketidaktetapan atau ketidak tegasan intern maupun ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukan adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.
  • Informasi.
    Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari kebijakan itu.
  • Dukungan.
    Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaanya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.