Show Jumat, 11 Jun 2021 13:00 WIB
Perjanjian Giyanti adalah perjanjian antara VOC dan Kerajaan Mataram yang ditandatangani pada 13 Februari 1755.(Foto: National Library of Indonesia via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-3.0) Jakarta, CNN Indonesia --Perjanjian Giyanti adalah perjanjian antara VOC dan Kerajaan Mataram yang ditandatangani pada 13 Februari 1755. Perjanjian Giyanti dikenal juga dengan siasat VOC memecah belah Kerajaan Mataram. Perjanjian Giyanti dianggap menguntungkan Belanda di tanah Jawa karena Kerajaan Mataram terpecah menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejarah Perjanjian Giyanti bermula dari konflik yang terjadi di Kerajaan Mataram. Konflik berawal dari pertikaian tiga calon pewaris Kerajaan Mataram yakni Pangeran Pakubuwono II, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa. Dalam silsilahnya, Pangeran Pakubuwono dan Mangkubumi adalah anak dari Amangkurat IV, penguasa Mataram pada 1719-1726. Sedangkan Raden Mas Said merupakan cucu dari Amangkurat IV. Saat itu, VOC mengangkat Pangeran Pakubuwono II sebagai raja. Pengangkatan ini menimbulkan kecemburuan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. VOC juga memaksa Pangeran Pakubuwono II untuk memberikan mandat penunjukan raja dan petinggi kerajaan harus dengan persetujuan Belanda. Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi memberikan perlawanan kepada VOC dan Pakubuwono II sebagai bentuk protes. Serangan itu membuat Pakubuwono II meninggal dunia.
Sepeninggal Pakubuwono II, Pengeran Mangkubumi naik menjadi raja. Namun, VOC tidak mengakui status Pangeran Mangkubumi ini. Situasi semakin memanas saat VOC mengangkat putra Pakubuwono II, Raden Mas Soerjadi atau Pakubuwono III yang masih remaja sebagai Raja Mataram. Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi kembali melancarkan serangan pada VOC dan Raden Mas Soerjadi. Untuk meredam serangan itu, VOC menjalankan siasat licik dengan memecah belah Raden Mas Said dan Pengeran Mangkubumi. VOC mengirimkan utusan khusus untuk menghasut Raden Mas Said agar berhati-hati terhadap Pangeran Mangkubumi yang bisa mengkhianatinya. Di sisi lain, VOC juga mengirim utusan ke Pangeran Mangkubumi. VOC membujuk Mangkubumi dengan menjanjikan setengah wilayah kekuasaan Mataram yang dipegang Raden Mas Soerjadi. VOC kemudian mengundang kedua orang tersebut untuk merundingkan pembagian kekuasaan. Perundingan terjadi pada 22-23 September 1754 membahas pembagian wilayah kekuasaan Mataram, gelar yang akan digunakan, kerja sama VOC dengan kesultanan, dan sebagainya Hasil pertemuan itu kemudian dituangkan dalam Perjanjian Giyanti ditandatangani pada 13 Februari 1755. Dan dilakukan oleh tiga pihak yakni Pemerintah Hindia-Belanda atau VOC oleh Nicolas Hartingh, Kasunanan Surakarta oleh Pangeran Pakubuwono III dan Kasultanan Ngayogyakarta oleh Pangeran Mangkubumi. Isi Perjanjian Giyanti
Hasil Perjanjian GiyantiDampak dari Perjanjian Giyanti memecah belah Kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua yakni Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Mimpi Kerajaan Mataram yang ingin menyatukan seluruh kerajaan di tanah Jawa pun tak terwujud karena penjajah. Tokoh di Balik Perjanjian GiyantiPerjanjian yang diadakan di Desa Jantiharjo ini dihadiri oleh tiga pihak yakni VOC, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Para tokoh itu adalah: 1. VOC:
2. Kasultanan Ngayogyakarta:
3. Kasunanan Surakarta: Itulah sejarah Perjanjian Giyanti yang dibuat VOC untuk memecah belah kerajaan Mataram. (imb/ptj)Saksikan Video di Bawah Ini:
TOPIK TERKAIT Selengkapnya
LAINNYA DARI DETIKNETWORK
BERDIRINYA Kota Yogyakarta berawal dari ditandatanganinya Perjanjian Giyanti yang ditandatangani Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jenderal Jacob Mossel. Perjanjian Giyanti berisi pembagian wilayah. Negara Mataram dibagi menjadi dua, yaitu setengah bagian menjadi hak Kerajaan Surakarta dan setengah lagi menjadi hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pangeran Mangkubumi diakui oleh raja atas setengah pedalaman Kerajaan Jawa dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah. Daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya ialah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede, dan ditambah daerah mancanegara, yaitu Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, dan Grobogan. Setelah selesai perjanjian pembagian daerah itu, Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribu kota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Perjanjian Giyanti adalah sebuah perjanjian antara VOC, pihak Kesultanan Mataram yang diwakili oleh Sunan Pakubuwana III, dan kelompok Pangeran Mangkubumi. Kelompok Pangeran Sambernyawa tidak ikut dalam perjanjian ini. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755. Inti dari perjanjian ini adalah membagi dua Kesultanan Mataram, sehingga menyebabkan Kesultanan Mataram berakhir. Berikut ini merupakan isi dari perjanjian Giyanti.
Dengan demikian, isi dari perjanjian Giyanti adalah membagi dua Kesultanan Mataram, yang menyebabkan berakhirnya Kesultanan Mataram.
Sebutkan dan jelaskan isi Perjanjian Giyanti beserta latar belakang dan dampaknya? Perjanjian Giyanti adalah kesepakatan antara kelompok Pangeran Mangkubumi, Kesultanan Mataram dan VOC (kongsi dagang Belanda) yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755. Hasil atau isi kesepakatan dalam perjanjian Giyanti membuat secara de facto dan de jure Kesultanan Mataram berakhir. Kenapa dinamakan Perjanjian Giyanti? karena perundingan kesepakatan dilangsungkan di Desa bernama Giyanti, lokasinya berada di sebelah tenggara Karanganyar, tepatnya di Desa Jantiharjo. Hasil perjanjian Giyanti mengakibatkan wilayah Mataram dibagi menjadi dua, sebelah barat diberikan kepada Pangeran Mangkubumi yang nantinya akan diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I, pusatnya berada di Yogyakarta. Sementara sebelah timur Sungai Opak dikuasai oleh Sunan Pakubuwana III (pewaris Mataram). Baca Juga : Isi Perjanjian Konferensi Meja Bundar Berikut ini poin-poin penting isi Perjanjian Giyanti yang ditandatangani oleh W. Fockens, N. Harlight, JJ. Steenmulder, W.V. Ossenbearch dan C Donkel, antara lain :
Apakah isi perjanjian Giyanti menguntungkan kerajaan Mataram? tentu saja tidak, akibat adanya perundingan ini malahan membuat kekuasaan Mataram runtuh karena wilayahnya dibagi menjadi dua bagian. Selain itu, adanya perjanjian membuat kedua wilayah yang terbentuk patuh terhadap Belanda, bisa dibilang budak. Baca Juga :
Latar belakang Perjanjian Giyanti di awali dengan kesepakatan pihak VOC dan Kerajaan Mataram. Demi keuntungan pribadi, Pangeran Mangkubumi memilih untuk melawan pemberontak yang melakukan perlawanan terhadap kerajaan Mataram, salah satunya Pangeran Sambernyawa. Perlawanan yang dilakukan oleh Sambernyawa bukan tanpa sebab. Menurutnya pengaruh Belanda (VOC) terhadap intervensi Kerajaan Mataram terlalu berlebihan, bahkan pergantian pemimpin kerajaan harus disetujui oleh Belanda. Hal ini membuat banyak sekali pemberontakan bermunculan setelah Sultan Agung wafat. Pada tanggal 10 September 1754 atau setelah beberapa bulan sebelum adanya kesepakatan mengenai perjanjian Giyanti, terjadi perundingan tertutup antara pihak VOC dengan Pangeran Mangkubumi, membahas tentang pembagian wilayah Kerajaan Mataram dan mengusulkan gelar Sunan kepadanya. Namun usulan pembagian wilayah Mataram ditolak oleh Pangeran Mangkubumi. Tetapi setelah satu bulan, Pakubuwono III memberikan surat kepada pihak VOC yang isinya menyetujui Mangkubumi dan Gubernur Jawa. Hasil keputusan dilanjutkan melalui meja perundingan bernama Perjanjian Giyanti. Demikian pembahasan mengenai Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti yang meliputi latar belakang, isi dan dampak. Semoga bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih. Share ke teman kamu:Tags : Perjanjian Related : 9 Isi Perjanjian Giyanti : Latar Belakang dan Dampaknya |