Bagaimana lingkungan rumah atau orangtua mampu menjadikan kalian menjadi remaja yang lebih mandiri

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang ditemui individu sejak mereka lahir ke dunia. Lingkungan keluarga pertama adalah Ayah, Ibu dan individu itu sendiri. Hubungan antara individu dengan kedua orangtuanya merupakan hubungan timbal balik dimana terdapat interaksi di dalamnya.

Setiap orangtua tentunya ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka. Keinginan ini kemudian akan membentuk pola asuh yang akan ditanamkan orangtua kepada anak-anak. Pola asuh menurut Diana Baumrind (1967), pada prinsipnya merupakan parental control yaitu bagaimana orangtua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan. Diana Baumrind (1967, dalam Santrock, 2009) membagi pola asuh ke dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:

  • Pola asuh otoriter (authoritarian parenting)

Orangtua dengan tipe pola asuh ini biasanya cenderung membatasi dan menghukum. Mereka secara otoriter mendesak anak untuk mengikuti perintah dan menghormati mereka. Orangtua dengan pola ini sangat ketat dalam memberikan Batasan dan kendali yang tegas terhadap anak-anak, serta komunikasi verbal yang terjadi juga lebih satu arah. Orangtua tipe otoriter umumnya menilai anak sebagai obyek yang harus dibentuk oleh orangtua yang merasa “lebih tahu” mana yang terbaik bagi anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan pola otoriter sering kali terlihat kurang bahagia, ketakutan dalam melakukan sesuatu karena takut salah, minder, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Contoh orangtua dengan tipe pola asuh ini, mereka melarang anak laki-laki bermain dengan anak perempuan, tanpa memberikan penjelasan ataupun alasannya.

  • Pola asuh demokratis/otoritatif (authotitative parenting)

Pola pengasuhan dengan gaya otoritatif bersifat positif dan mendorong anak-anak untuk mandiri, namun orangtua tetap menempatkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, serta pendekatan yang dilakukan orangtua ke anak juga bersifat hangat. Pada pola ini, komunikasi yang terjadi dua arah dan orangtua bersifat mengasuh dan mendukung. Anak yang diasuh dengan pola ini akn terlihat lebih dewasa, mandiri, ceria, mampu mengendalikan diri, beriorientasi pada prestasi, dan mampu mengatasi stresnya dengan baik.

  • Pola asuh permisif (permissive parenting)

Orangtua dengan gaya pengasuhan ini tidak pernah berperan dalam kehidupan anak. Anak diberika kebebasan melakukan apapun tanpa pengawasan dari orangtua. Orangtua cenderung tidak menegur  atau memperingatkan, sedikit bimbingan, sehingga seringkali pola ini disukai oleh anak (Petranto, 2005). Orangtua dengan pola asuh ini tidak mempertimbangkan perkembangan anak secara menyeluruh. Anak yang diasuh dengan pola ini cenderung melakukan pelanggaran-pelanggaran karena mereka tidak ammpu mengendalikan perilakunya, tidak dewasa, memiliki harga diri rendah dan terasingkan dari keluarga.

Dewasa ini, orangtua yang pada dasarnya menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka, tanpa sadar juga melakukan kesalahan dalam penerapan pola asuh terhadap anak-anak. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:

  1. Memberi banyak pilihan à Terlalu banyak memberikan pilihan dapat membuat anak kewalahan.
  2. Terlalu dimanjakan à Berusaha memenuhi setiap permintaan anak akan membuat anak sulit merasa puas dan membuat mereka suka memaksa.
  3. Membuat anak sibuk à Anak yang terlalu sibuk selain kelelahan juga bisa membuatnya jadi korban bullying.
  4. Kepintaran dianggap paling penting à Membangga-banggakan prestasi akademik anak dapat membuat anak menjadi arogan dan merasa orang lain lebih bodoh. Kondisi ini justru membuat anak dijauhi teman-temannya.
  5. Menyembunyikan topik sensitif seperti seks à Kebanyakan orangtua takut membicarakan soal seks dan percaya bahwa menghindari diskusi ini dengan anak-anak mereka bisa membuat anak terhindar dari perilaku seksual tidak pantas. Padahal, topik tentang pendidikan seks bisa dimulai sejak dini, disesuaikan dengan pemahaman anak.
  6. Terlalu sering mengkritik à Anak yang orangtuanya terlalu sering mengritik akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri atau menuntut kesempurnaan dalam segala hal. Saat ia melakukan kesalahan, mereka merasa tidak berguna dan marah.
  7. Membebaskan anak nonton tv atau main gadget à Batasi waktu Anda menatap layar elektronik, entah itu televisi, ponsel, atau gadget lain. Bahkan, seharusnya anak tidak diperkenalkan dengan gadget sebelum mereka berusia di atas dua tahun.
  8. Terlalu melindungi anak à Naluri orangtua adalah melindungi anak, tetapi bukan berarti anak harus “dipagari” dari kesusahan. Pola asuh seperti ini dapat membuat anak kurang bersyukur dan menghargai sesuatu. Terkadang anak juga perlu belajar menghadapi kehilangan atau masalah.

Beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua untuk dapat memberikan pola pengasuhan yang baik pada anak adalah:

  1. Memberikan pujian atas usaha yang sudah dilakukan anak. Hal ini bisa membangun rasa percaya diri anak.
  2. Hindari anak dari trauma fisik dan psikis. Marah kepada anak atas kesalahan yang mereka lakukan adalah hal yang wajar, sebatas tujuannya adalah untuk mengajarkan anak.
  3. Penuh kasih sayang. Dukung perkembangan anak dengan memberikan kasih sayang dan kehangatan. Sikap hangat dari orangtua akan membantu mengembangkan sel saraf dan kecerdasan anak.
  4. Tidak membandingkan anak dengan anak lain. Setiap anak memiliki keunikannya masing-masing, sehingga tiap anak akan memiliki kelebihan dan kekurangannya. Yang perlu dilakukan orangtua adalah fokus mengembangkan kelebihannya.
  5. Tidak otoriter. Jangan memaksakan kehendak orangtua kepada anak. Sebaliknya, orangtua harus menjadi fasilitator yang dapat mengembangkan bakat anak.
  6. Berikan tanggungjawab. Mengajarkan tanggung jawab kepada anak dapat dilakukan sedini mungkin agar anak dapat perduli terhadap sekitarnya.
  7. Penuhi kebutuhan gizi Makanan merupakan faktor penting yang menentukan kecerdasan anak.
  8. Menciptakan lingkungan yang positif. Lingkungan yang mendukung terhadap bakat dan kreativitas anak, orangtua yang selalu memberikan pandangan positif pada anak, akan dapat membentuk anak menjadi individu yang lebih mandiri dan tidak mudah putus asa.
  9. Aktif berkomunikasi dengan anak. Ada baiknya bila anak dan orangtua saling terbuka, sehingga anak akan lebih nyaman untuk bercerita kepada orangtua.

Sumber:

Baumrind, D. (1967). Child Care Practices Anteceding Three Patterns of Preschool Behavior. Genetic Psychology Monographs, 75 (1), 43-88.

Santrock, John W. (2009). Perkembangan Anak edisi 11. Jakarta: Erlangga.

https://lifestyle.kompas.com. “Kesalahan Pola Asuh yang Sering Dilakukan Orangtua “Zaman Now”

Ada berbagai cara melatih anak mandiri yang mudah dilakukan. Cara ini penting diterapkan agar anak kelak tidak selalu bergantung pada orang tua atau orang di sekitarnya sehingga membuatnya sulit beradaptasi dengan lingkungan.

Sikap mandiri perlu dilatih dan dididik sejak masa kanak-kanak. Bila anak mampu melakukan hal-hal sederhana sendiri, setiap orang tua pasti akan bangga. Bukan hanya untuk kebanggaan orang tua semata, sifat mandiri juga merupakan bekal penting bagi anak ketika ia sudah dewasa.

Bagaimana lingkungan rumah atau orangtua mampu menjadikan kalian menjadi remaja yang lebih mandiri

Kiat Cerdas Melatih Anak agar Mandiri

Melatih sikap mandiri pada anak bisa diterapkan dari hal-hal kecil yang biasa ia lakukan. Segala sesuatu yang Anda ajarkan akan memengaruhi kemampuan anak dalam bersikap, termasuk menumbuhkan sikap mandiri pada dirinya.

Namun, caranya harus disesuaikan dengan usia, tumbuh kembang, dan kemampuan Si Kecil. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melatih anak mandiri, yaitu:

1. Mulailah dengan memberi tugas kecil

Cara melatih anak agar mandiri bisa dimulai dari memberi tugas kecil, seperti melibatkan anak untukmengerjakan pekerjaan rumah. Berikan ia tugas yang ringan, misalnya tidur sendiri, membereskan tempat tidur, membersihkan mainan, melipat pakaian, menyapu, atau menjaga adik.

Kegiatan kecil seperti ini bisa mengajarkan anak untuk bertanggung jawab, meningkatkan rasa percaya diri, dan tentunya membentuk karakter mandiri pada dirinya.

2. Biarkan anak menentukan pilihannya sendiri

Anak yang mandiri adalah anak yang tidak terlalu bergantung pada orang lain untuk urusan yang bisa ia selesaikan sendiri. Oleh karena itu, Anda perlu membiasakan Si Kecil untuk mengambil keputusannya dan tidak terlalu memaksakan keinginan Anda padanya.

Sebagai gantinya, Anda bisa memberi masukan mengenai keputusan yang akan dipilih Si Kecil dengan cara yang mendidik. Beri penjelasan dari sisi positif dan negatif bila ia hendak melakukan suatu hal.

Jika pilihan yang dibuat Si Kecil keliru, berikanlah penjelasan yang mudah dimengerti agar ia kelak bisa mengambil pilihan yang lebih baik. Cara ini juga merupakan salah satu bentuk parenting yang baik untuk Si Kecil.

3. Jangan selalu membantu

Semakin besar usia anak, tentunya ia akan tertarik untuk melakukan banyak hal, seperti mengikat tali sepatu, mengancing pakaian, mengambil makanan sendiri, atau belajar memasak. Hal ini bisa Anda manfaatkan untuk melatih Si Kecil agar lebih mandiri.

Saat ia mengalami kesulitan, sebaiknya jangan langsung memberikan bantuan. Biarkan Si Kecil berusaha terlebih dahulu dan berilah dukungan agar ia tidak mudah menyerah. Dukung Si Kecil hingga ia bisa melakukan aktivitas tersebut seorang diri dan lebih mandiri melakukannya di kemudian hari.

4. Berikan lingkungan yang ramah anak

Ketika Si Kecil dalam proses belajar menjadi anak yang mandiri, Anda perlu memastikan lingkungan rumah aman dan ramah baginya. Misalnya, ketika ia belajar untuk mandi sendiri, pastikan lantai kamar mandi dalam keadaan yang bersih dan kesat.

Selain itu, saat Si Kecil belajar untuk mencuci piring atau memasak sendiri, berikan ia piring dan gelas plastik atau pilih kegiatan memasak yang tidak terlalu berisiko, seperti memilih dan mencuci sayuran dan buah-buahan.

5. Hargai setiap usahanya

Saat Si Kecil melakukan suatu hal yang baik dan mampu menumbuhkan sikap kemandiriannya sedikit demi sedikit, pastikan Anda beserta keluarga senantiasa memberikannya pujian.

Meski terlihat sepele, memberikan pujian atas semua usaha yang anak lakukan dapat meningkatkan semangatnya untuk terus maju dan mau mengembangkan sikap mandirinya.

Melatih sikap mandiri pada anak memang tidak bisa dilakukan secara instan. Perlu waktu bagi anak untuk memahami dan menerapkan hal tersebut. Yang paling penting adalah orang tua harus menjadi contoh yang baik supaya anak dapat mengetahui bagaimana harus bersikap dan berperilaku.

Jika perlu, Anda sebagai orang tua bisa mencari cara melatih anak mandiri yang cocok dengan karakter dan sifat Si Kecil dengan berkonsultasi ke psikolog.