Bagaimana perlakuan akuntansi untuk biaya produksi yang dikeluarkan bagi normal spoilage.

Bagaimana perlakuan akuntansi untuk biaya produksi yang dikeluarkan bagi normal spoilage.

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN Alokasi dengan mempergunakan ketiga cara tersebut akan menghasilkan angka yang berbeda. Dari penjelasan di atas, terlihat jelas bahwa metode alokasi reciprocal akan lebih akurat dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Jika demikian, mengapa metode alokasi direct dan step down juga diperbolehkan walaupun hasilnya kurang akurat. Jawabannya adalah karena pada akhirnya perhitungan biaya produksi per unit yang dibebankan ke produk juga tidak akan akurat. Hasil alokasi dari biaya departemen penunjang akan dibebankan pada departemen produksi sebagai penambah dari biaya overhead pabrik. Dengan demikian biaya overhead pabrik dari departemen produksi adalah biaya overhead pabrik yang benar-benar dikeluarkan oleh departemen produksi tersebut ditambah dengan biaya yang merupakan hasil alokasi dari departemen penunjang. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, biaya overhead pabrik akan dialokasikan secara tradisional dengan mempergunakan dasar unit produksi, biaya buruh langsung, dan seterusnya, dan hasil alokasi biaya seperti itu tidak akan menghasilkan pembebanan yang akurat pada masing-masing produknya. Dengan demikian, meskipun pembebanan biaya departemen penunjang ke departemen produksi dilakukan secara akurat dengan mempergunakan metode reciprocal, namun pembebanan biaya departemen produksi ke masing-masing produk dilakukan dengan dasar alokasi tradisional, yang hasilnya adalah perhitungan biaya produksi yang tidak akurat. Jika hasil akhir dari perhitungan biaya produksi adalah tidak akurat, maka juga diperbolehkan pembebanan biaya departemen penunjang yang tidak akurat. DOKUMEN 1.6.5 Perlakuan Akuntansi untuk Barang Cacat Jenis barang cacat dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Rework, yaitu pengerjaan ulang dari barang yang dibuat tidak sesuai dengan spesifikasinya, dan setelah dikerjakan ulang dapat dijual dengan harga normal. 2. Spoilage, yaitu barang yang cacat atau rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga harus dijual dengan harga di bawah normal. IAI Selain kedua golongan tersebut, terdapat pula scrap, yaitu sisa-sisa produksi, misalkan potongan kain dari proses pembuatan baju. Scrap yang terlalu banyak akan merugikan perusahaan, karena dihasilkan dari proses produksi yang tidak efisien. Dalam akuntansi biaya, rework dan spilage yang terjadi dapat dikategorikan sebagai normal loss maupun abnormal loss. Jika itu merupakan normal loss, maka hal tersebut akan meningkatkan biaya per unit dari produk tersebut, sedangkan jika merupakan abnormal loss, maka tidak akan mempengaruhi biaya per unit dari produk tersebut, dan langsung dimasukkan dalam beban pokok penjualan sebagai abnormal loss. Seluruh topik pembahasan mengenai scrap, rework, spoilage adalah mengenai perlakuan akuntansi untuk kasus-kasus tersebut. Jika yang dibahas adalah mengenai peraturan, maka dibutuhkan dalam kaitan untuk menyusun laporan keuangan perusahaan. Kesimpulannya adalah, dari awalnya akuntansi biaya memang dirancang untuk tujuan inventory costing, yaitu memperkirakan nilai dari biaya produksi yang masuk dalam persediaan barang dalam proses, persediaan barang jadi, serta beban pokok penjualan. Karena itu dari awalnya sistem akuntansi biaya dikembangkan tanpa membutuhkan perhitungan biaya per unit yang akurat, dan sistem akuntansi biaya ini memang bukan ditujukan untuk memberikan informasi bagi manajemen dalam pengambilan keputusan. 10 Ikatan Akuntan Indonesia

Pada dasarnya, akuntansi terhadap produk rusak menyangkut pengumpulan data dan penyediaan informasi produk rusak untuk

  1. tujuan penentuan harga pokok produk, dan
  2. untuk perencanaan serta pengawasan manajerial.

Penentuan harga pokok produk, pada dasarnya menyangkut alokasi biaya produksi (yang sudah terjadi) kepada produk. Sedang perencanaan dan pe ngawasan menejerial, menyangkut pembebanan biaya kepada pusat-pusat pertanggungjawaban, pada saat terjadinya suatu biaya. Harga pokok produk rusak, baik yang bersifat normal maupun bersifat abnormal, keduanya merupakan produk costs. Tetapi karena produk rusak yang bersifat abnormal seharusnya tidak perlu terjadi (dan tidak memberikan manfaat di masa mendatang), maka harga pokok produk rusak abnormal tidak bersifat inventoriable. Sebaliknya harus diperlakukan sebagai suatu kerugian dalam periode terjadinya produk rusak tersebut.

Produk rusak tidak berakibat terjadinya tambahan biaya produksi, selain yang telah terjadi sebelum diketahuinya produk rusak tersebut. Karena itu, didalam akuntansinya tidak dihadapkan pada masalah biaya (produksi) yang ditambahkan, sehingga tujuan akuntansinya adalah:

  1. Menyediakan informasi tentang produk rusak beserta harga pokoknya, sehingga manajemen menyadari akan eksistensi dan besarnya (nilai) produk rusak, dan
  2. Mengidentifikasi sifat dan menggolongkan harga pokok produk rusak ke dalam kategori normal dan abnormal.

Tergantung pada tipe produksinya atau departemen-departemen yang tercakup dalam proses produksiya, didalam praktek, terdapat berbagai metode atau perlakuan akuntansi terhadap produk rusak. Dari metode atau perlakuan akuntansi yang sama sekali tidak dapat ditolerir karena menyimpang dari tujuan akuntansinya, sampai yang paling akurat dan sangat informatif. Idealnya, akuntansi terhadap produk rusak harus mencakup tahaptahap sebagai berikut:

  1. Tahap alokasi biaya produksi kepada harga pokok produk akhir, produk rusaknormal dan produk rusak-abnormal.
  2. Tahap pembebanan harga pokok produk rusak baik kepada produk akhir (untuk yang
    rusak normal) maupun kepada Rugi Produk Rusak-Abnormal (untuk yang rusak abnormal).

Perlakuan Akuntansi Produk Rusak
Perlakuan terhadap produk rusak adalah tergantung dari sifat dan sebab terjadinya (Mulyadi, 2012):

  1. Jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu atau faktor luar biasa yang lain, maka harga pokok produk rusak dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan. Jika produk rusak tersebut masih laku dijual, maka hasil penjualannya diperlakukan sebagai pengurang biaya

    produksi pesanan yang menghasilkan produk rusak tersebut.

  2. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk, maka kerugian yang timbul sebagai akibat terjadinya produk rusak dibebankan kepada produk si secara keseluruhan, dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut di dalam

    tarif biaya overhead pabrik.

Perlakuan akuntansi untuk produk rusak menurut Carter (2009), yaitu:
Biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisir dibebankan kepada biaya overhead pabrik (Factory Overhead Control). Perlakuan akuntansi seperti ini dilakukan apabila sifat kerusakannya adalah:

  1. Normal, tetapi tidak terjadi pada tingkat yang sama untuk maisng-masing pekerjaan.

  2. Abnormal, disebabkan oleh kejadian yang tidak diharapkan yang sebetulnya dapat dihindarkan, dengan demikian biaya kerusakan sudah diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik yang ditetapkan di muka (Predetermined Factory Overhead) Pencatatan dalam jurnal untuk produk rusak adalah sebagai berikut:

    Bagaimana perlakuan akuntansi untuk biaya produksi yang dikeluarkan bagi normal spoilage.

    Apabila harga jual barang rusak ini berbeda dengan taksiran harga persediaan yang telah dicatat, maka selisihnya akan ditambahkan atau dikurangi kea kun biaya overhead pabrik. Pencatatan dalam jurnal adalah sebagai berikut:

    Bagaimana perlakuan akuntansi untuk biaya produksi yang dikeluarkan bagi normal spoilage.

Biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisir dibebankan secara langsung kepada pekerjaan yang bersangkutan. Perlakuan akuntansi ini dapt dilakukan jika sifat kerusakannya adalah sebagai berikut:

  1. Normal, terjadi pada satu tingkat yang sama dengan masing-masing pekerjaan. Dalam kondisi ini, maka taksiran biaya kerusakan dapat diperhitungkan sebagai elemen dari tariff biaya overhead pabrik yangditetapkan dimuka (the predetermined overhead rate), dengan demikian masing-masing pekerjaan akan dibebankan dengan biaya kerusakan pada saat pembebanan biaya overhead kepada pekerjaan-pekerjaan tersebut. Altrnatif lain adalah tidak membebankan biaya kerusakan dalam perhitungan overhead pabrik, ahal ini untuk memudahkan pengendalian biaya.

  2. Disebabkan adanya persyaratan secaa langsung oleh pelanggan. Biaya-biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisasi unutk barang rusak tersebut dibebankan kepada pekerjaan yang berangkutan dari taksiran mengenai biaya kerusakan juga tidak dimasukkan dalam perhitungan tariff biaya overhead pabrik. Pencatatn dalam jurnal untuk produk rusak adalah sebagai berikut:

    Bagaimana perlakuan akuntansi untuk biaya produksi yang dikeluarkan bagi normal spoilage.

Apabila persediaan barang rusak dijual dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada harga persediaan semula, maka selisih tersebut dikredit atau dibebankan ke akun beban pokok penjualan. Akan tetapi, apabila penjualan terjadi pada saat pekerjaan belum selesai atau sudah selesai tetapi belum diserahkan ke pelanggan maka dapt dikoreksi kea kun biaya overhead pabrik (Factory Overhead Control) yang sesungguhnya.