Bagaimana prinsip prinsip dalam tata urutan peraturan perundang-undangan?

Berikut tata urutan perundang-undangan di Indonesia.

Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 dijelaskan, undang-Undang adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

Sementara peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 juga dijelaskan pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Berdasarkan pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
  4. Peraturan Pemerintah (PP)
  5. Peraturan Presiden (Perpres)
  6. Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota)

Dikutip dari malangkota.go.id, sebelum adanya UU Nomor 12 Tahun 2011, tata urutan peraturan perundang-undangan di atur dalam tiga ketentuan yang saat ini telah tidak berlaku.

1. Tap MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang Memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Republik Indonesia

Urutannya yaitu:

  1. UUD 1945;
  2. Ketetapan MPR;
  3. UU;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Keputusan Presiden;
  6. Peraturan Pelaksana yang terdiri dari: Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri.

2. Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-Undang

Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan RI yaitu:

  1. UUD 1945;
  2. Tap MPR;
  3. UU;
  4. Peraturan pemerintah pengganti UU;
  5. PP;
  6. Keppres;
  7. Peraturan Daerah;

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Berdasarkan ketentuan ini, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. UU/Perppu;
  3. Peraturan Pemerintah;
  4. Peraturan Presiden;
  5. Peraturan Daerah.

Makna Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Dikutip dari Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMP/MTs kelas VIII oleh Lukman Surya Saputra dkk (2017), tata urutan peraturan perundang-undangan mengandung makna bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki hierarki atau tingkatan.

Adapun peraturan yang satu memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan peraturan yang lain.

Tata urutan ini perlu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau asas umum yang berlaku dalam hukum.

Adapun prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan yakni:

  1. Dasar peraturan perundang-undangan selalu peraturan perundang-undangan.
  2. Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan yuridis.
  3. Peraturan perundang-undangan yang masih berlaku hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi.
  4. Peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama.
  5. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
  6. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.
  7. Setiap jenis peraturan perundang-undangan memiliki materi yang berbeda

Indonesia merupakan suatu negara yang besar. Kita mengetahui bahwa negara besar ini memiliki begitu banyak penduduk. Setidaknya terdapat 241.6 juta jiwa penduduk di Indonesia yang pastinya memiliki pola pikir yang berbeda. Perbedaan pola pikir tersebut dapat menjadi penyebab konflik sosial apabila tidak dikelola dengan baik. Jika diteruskan, bukan tidak mungkin jika perbedaan pola pikir dapat pula menjadi penyebab terjadinya disintegrasi nasional bangsa. Maka dari itu, dibutuhkan suatu standar yang menjadikan rakyat Indonesia tertib dan aman.

Standar yang dimaksud yaitu norma dan aturan. Dengan adanya norma ini, maka terdapat suatu standar bagi masyarakat dalam berprilaku. Terdapat beberapa norma yang kita kenal, namun yang akan kita bahas kali ini ialah norma hukum. Di dalam norma hukum, terdapat tata berprilaku yang apabila tidak ditaati maka kita akan mendapatkan sanksi. Wujud dari norma hukum ialah peraturan perundang-undangan. Nah, dalam kesempatan yang indah ini penulis akan mengajak pembaca untuk membahas prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. tapi, alangkah baiknya bila kita memahami terlebih dahulu apa itu tepatnya peraturan perundang-undangan di Indonesia agar pembahasan kali ini dapat berjalan dengan lebih lancar. berikut ini merupakan pembahasannya, tetap disimak ya.

Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

Peraturan perundang-undangan bagi bangsa Indonesia merupakan suatu hal yang sangat penting. Seperti yang kita sadari, bangsa Indonesia termasuk ke dalam salah satu bangsa terbesar di dunia yang memiliki keragaman dan perbedaan yang sangat tinggi sehingga merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menjaga agar seluruh komponen bangsa ini tetap bersatu di bawah semboyan negara kita, yaitu bhineka tunggal ika yang memiliki arti yaitu berbeda-beda namun tetap satu jua. Dengan beberapa ulasan peraturan perundang-undang dalam sifatnya sebagai berikut:

  • Peraturan perundang-undangan dapat kita pahami sebagai peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara atau dibuat oleh pejabat yang berwenang dan memiliki sifat mengikat secara umum kepada objek-objek yang dituju oleh peraturan perundang-undangan tersebut.
  • Dengan adanya peraturan perundang-undangan ini, maka setiap aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan diatur dalam peraturan tertulis sehingga terciptalah standar atau panduan bagi setiap orang yang memiliki hubungan dengan negara ini.

Dengan adanya standar atau panduan ini, maka batas di antara benar dan salah dapat diputuskan secara adil melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap komponen bangsa Indonesia harus mengikuti peraturan undang-undang agar ketertiban dan keamanan di tengah masyarakat dapat terwujud sehingga tujuan pembangunan nasional dapat dengan lancar dicapai.

Ketika kita berbicara mengenai peraturan perundang-undangan, maka kita harus mengingat Pancasila sebagai dasar negara kita dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 sebagai konstitusi negara ini. Keduanya menjadi sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia. maka dari itu, setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hendak dibuat harus memuat nilai-nilai dasar Pancasila, dan beberapa peraturannya sebagai berikut:

  • Karena Pancasila dan UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia, maka tentunya terdapat peraturan perundang-undangan yang tingkatannya ada di bawah mereka.
  • Maka dari itu, berdasarkan Tap MPR RI No. III/MPR/2000 tentang tata urutan peraturan perundang-undangan, tersusunlah suatu hierarki atau tata urutan dari setiap jenis hukum di Indonesia. urutan hierarki sumber hukum dari yang tertinggi yaitu UUD 1945,
  • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres), dan Peraturan Daerah atau biasa disingkat Perda.

Lantas, dimanakah segala peraturan mengenai tindak pidana beserta sanksinya dapat dimasukkan sebagai materi? Berdasarkan tata urutan peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas, setiap peraturan mengenai tindak pidana hanya dapat dicantumkan pembahasannya di dalam Undang-Undang dan peraturan daerah. Selain materi tersebut, setiap peraturan yang memiliki sangkut paut dengan MPR (berikut DPR dan DPD), Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, Bank Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian, Komisi Yudisial, dan lembaga lainnya dibentuk berdasarkan Undang-Undang atau atas perintah dari pemerintah dengan tetap berpegangan pada asas hukum tata negara yang berlaku.

Di dalam Tap MPR RI No. III/MPR/2000 juga disebutkan bahwa sumber hukum terdiri dari sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Dalam pembahasan kali ini, yang akan banyak kita bahas ialah sumber hukum tertulis. Alasan dari ditetapkannya ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 ini adalah agar terdapat pedoman di dalam pembentukan pembuatan aturan hukum di bawahnya.

Adanya ketetapan ini juga diharapkan dapat mempertegas pelaksanaan supremasi hukum di Indonesia. pada masa lalu, banyak terjadi bias di dalam sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan yang dimanfaatkan oleh para penguasa tirani sebagai celah bagi mereka untuk memperkaya dirinya atau memperkuat kekuatan politik dari golongannya. Hingga saat ini, adanya hierarki dalam peraturan perundang-undangan menjadi sebuah solusi bagi tegaknya supremasi hukum di Indonesia.

Prinsip-Prinsip dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan dan Contohnya

Ketika sebuah peraturan perundang-undangan hendak dibentuk, terdapat beberapa prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang harus diikuti sehingga peraturan perundang-undangan tersebut dapat diterima dan diundangkan. Prinsip tersebut tercantum di dalam beberapa peraturan perundang-undangan pula seperti dalam Tap MPR RI No. III/MPR/2000, UU No. 10 Tahun 2014 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, dan di dalam aturan yang dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi Negara. Berikut ini merupakan penjelasan atas prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia:

1. Dasar Yuridis Sebelumnya

Prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang pertama ialah penyusunan peraturan perundang-undangan haruslah memiliki dasar yuridis yang jelas. Makna yuridis berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah berdasarkan hukum atau hukum saja. Maka dari itu, yang dimaksud dengan dasar yuridis yang jelas ialah setiap peraturan perundang-undangan yang hendak dibentuk harus memiliki dasar hukum yang jelas dengan berpegangan pada peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya.

Ketika tidak terdapat landasan hukum yang jelas, maka peraturan perundang-undangan yang hendak disusun tidak akan lolos atau diundangkan. Bukti dari dasar yuridis yang kuat biasanya terdapat pada pendahuluan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku. Jika pembaca memperhatikan, sebelum kita memasuki pasal 1 dari suatu peraturan perundang-undangan, kita akan melihat bagian menimbang dan mengingat. Bagian tersebut menunjukkan dasar yuridis yang digunakan oleh peraturan perundang-undangan tersebut sebagai alasan keberadaannya.

Saat suatu lembaga negara hendak menelurkan sebuah peraturan perundang-undangan, mereka harus mengajukan rancangan peraturan perundang-undangan tersebut beserta dengan dasar yuridis yang dimiliki olehnya. Dasar yuridis yang dimaksud tentu harus mendukung rancangan peraturan perundang-undangan. Oleh karena pentingnya suatu dasar yuridis pada masa sebelumnya, maka pengarsipan dari setiap peraturan perundang-undangan harus dilakukan dengan baik dan benar agar setiap lembaga negara yang hendak mengeluarkan peraturan baru dapat menemukan dasar yuridis yang tepat. Tugas pengarsipan dokumen negara biasanya dilakukan oleh Lembaga Arsip Negara.

2. Hanya Peraturan Perundang-undangan Tertentu yang Dapat Dijadikan Dasar Yuridis

Prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang selanjutnya yaitu peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan hukum bagi peraturan perundang-undangan yang hendak dibuat adalah peraturan yang lebih tinggi atau sederajat. Untuk mengetahui apakah peraturan perundang-undangan yang akan dibuat berada pada tingkatan hierarki yang mana, maka kita perlu memperhatikan Ketatapan MPR RI No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan.

Ccontohnya adalah pembuatan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Di dalam pembukaan dari undang-undang tersebut telah tercantum peraturan perundang-undangan apa saja yang menjadi dasar yuridis dari UU No. 32 tahun 2004 tersebut. dasar yuridis yang dimaksud yaitu Undang-Undang Dasar 1945, terutama pasal 18, pasal 18A, pasal 18B, pasal 20, pasal 21, pasal 22D, dan berbagai pasal yang lainnya. Selain UUD 1945, terdapat dasar yuridis lain yang menjadikan rancangan dari UU No. 32 tahun 2004 menjadi diterima.

Dasar yuridis yang dimaksud ialah UU No. 28 Tahun 1999 yang mengatur tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu UU No. 32 tahun 2004 juga memiliki beberapa dasar yuridis yang lainnya seperti UU No. 17 tahun 2003 yang mengatur tentang keuangan negara dan UU No. 22 tahun 2003 yang mengatur mengenai susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Dewan Perwakilan Rakyat RI, Dewan Perwakilan Daerah RI, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

UU No. 32 tahun 2004 juga masih memiliki dua dasar yuridis lainnya yang menjadikan peraturan perundang-undangan ini sah dan diberlakukan di Indonesia. kedua dasar yuridis yang dimaksud yaitu UU No. 1 tahun 2004 yang mengatur tentang perbendaharaan negara, dan UU No. 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. berdasarkan contoh ini tentunya pembaca dapat mengidentifikasi apa saja yang menjadi dasar yuridis atau landasan hukum ketika suatu peraturan perundang-undangan hendak dibuat.

3. Prinsip Penghapusan, Pencabutan, atau Perubahan Peraturan Perundang-Undangan

Prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang ada dalam urutan ketiga dalam pembahasan kita kali ini ialah prinsip penghapusan, pencabutan, atau perubahan peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-undangan dapat dihapus, dicabut, atau diubah hanya oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang sederajat. Sama halnya dengan prinsip kedua, peraturan perundang-undangan yang ada pada tingkatan lebih tinggi atau sederajat dapat menjadikan penghapusan, pencabutan, atau perubahan menjadi sesuatu yang mungkin.

Contoh dari kasus ini adalah adanya perubahan pada UU No. 32 tahun 2004 yang kemudian diubah melalui UU No. 23 tahun 2014. Perubahan ini dapat terjadi karena perbedaan kebutuhan akan peraturan perundang-undangan yang dipengaruhi oleh perubahan zaman, perkembangan ketatanegaraan, dan dinamika yang terjadi di tengah masyarakat serta tuntutan penyelenggaraan negara. Perubahan yang terjadi pada suatu peraturan perundang-undangan dapat mencakup beberapa pasal saja atau keseluruhan materi dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

Dalam contoh kasus perubahan UU No. 32 tahun 2004, ia diubah (atau lebih tepatnya disempurnakan) oleh UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Di dalam UU No. 23 tahun 2014 ini terdapat aturan mengenai perubahan susunan pemerintahan daerah dan perubahan kewenangan pemerintahan daerah. Susunan pemerintahan daerah yang dimaksud dalam UU ini meliputi pemerintahan daerah tingkat provinsi, pemerintahan daerah tingkat kabupaten, dan DPRD.

Seiring berubahnya susunan pemerintahan daerah, maka kewenangan dari setiap susunan pemerintahan daerah ini turut berubah pula. Berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 tersebut, kewenangan pemerintahan daerah meliputi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dengan berdasarkan asas-asas pemerintahan daerah dan prinsip otonomi seluas-luasnya sesuai dengan sistem NKRI. Selain kewenangan tersebut, pemerintah daerah juga berwenang melaksanakan urusan pemerintahan konkuren yang diberikan oleh pemerintah pusat dengan berdasar asas tugas pembantuan. Kewenangan yang terakhir menurut UU No 23 tahun 2014 ialah mendapatkan pembiayaan dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk setiap pelaksanaan dari tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Adanya penghapusan, pencabutan, dan perubahan dari peraturan perundang-undangan merupakan sebuah solusi atas supremasi hukum agar tidak terjadi tumpang tindih di antara satu peraturan perundang-undangan yang satu dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya.

4. Prinsip Pergeseran Peraturan Perundang-Undangan

Prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mendapat urutan keempat dalam pembahasan kali ini ialah prinsip pergeseran dari peraturan perundang-undangan. Maksud dari hal ini ialah peraturan perundang-undangan yang baru berlaku dapat digunakan untuk mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama. Ketika suatu peraturan perundang-undangan baru dikeluarkan, maka apabila telah ada peraturan perundang-undangan yang sejenis dan sederajat dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang telah diberlakukan, maka secara otomatis peraturan perundang-undangan yang telah diberlakukan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi.

Di dalam bahasa hukum, hal ini biasa disebut dengan istilah atau sebutan lex posteriori lex priori. Dengan adanya prinsip ini, maka peraturan perundang-undangan yang ada tidak akan mengalami tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, hal ini juga menghindari adanya kesalahan di dalam penerapan kebijakan yang ada di dalam undang-undang tersebut. oleh karena satu peraturan perundang-undangan tidak boleh saling tumpang tindih, maka sangat penting untuk menggunakan kode kendali yang sesuai. Contohnya yaitu setiap peraturan perundang-undangan akan diberikan nomor urut dan tahun peraturan perundang-undangan tersebut disahkan.

Contoh pengesampingan dari suatu peraturan perundang-undangan oleh peraturan perundang undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi ialah pengesampingan UU 32 tahun 2004 oleh UU No. 10 tahun 2014.  Kedua UU ini memiliki materi yang sama, yaitu mengenai pemerintahan daerah. Karena UU No. 10 tahun 2014 merupakan undang-undang yang lebih baru dalam hal pengesahannya, maka UU No. 32 tahun 2004 tidak lagi diberlakukan.

5. Peraturan Perundangan-Undangan yang Derajatnya Lebih Tinggi Mengesampingkan Peraturan yang Lebih Rendah

Di dalam pembuatan sebuah peraturan perundang-undangan, lembaga yang hendak mengeluarkannya harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. nah, prinsip kelima yang hendak kita bahas yaitu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam hierarki dapat mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang memiliki hierarki lebih rendah.

Dengan begini, ketika terdapat suatu peraturan perundang-undangan yang secara hierarki memiliki derajat lebih rendah ternyata bertentangan dengan isi peratuan perundang-undangan yang memiliki derajat lebih tinggi, maka secara otomatis,peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tersebut akan dihapuskan dan dinyatakan tidak berlaku lagi demi hukum yang ada.

Contoh dari penerapan prinsip kelima ini adalah dihapuskannya seluruh pasal dalam UU No. 7 tahun 2004 yang mengatur tentang sumber daya air. UU yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai kebijakan privatisasi dan komersialisasi sumber daya air ini dihapuskan karena sangat bertentangan dengan prinsip pengelolaan air seperti yang diizinkan oleh UUD 1945. Secara singkat, UU ini bertentangan dengan UUD 1945 terutama pasal yang membahas mengenai setiap sumber daya alam yang strategis atau mempengaruhi hajat hidup orang banyak harus dikelola oleh negara.

Poin penting dari adanya penghapusan UU ini adalah bahwa pengelolaan sumber daya air merupakan hak prerogatif milik negara. air bukan sesuatu yang dapat dikuasai oleh sektor swasta. Ketika air dikuasai oleh swasta, maka kehidupan orang banyak akan tergantung pada pihak swasta tersebut dan bisa saja air menjadi sesuatu yang diperjualbelikan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa air merupakan sumber kehidupan. Maka dari itu, UU ini menjadi dihapuskan oleh mahkamah konstitusi, sebuah lembaga yang bertugas menegakkan supremasi hukum di Indonesia.

6. Peraturan Perundang-Undangan yang Sifatnya Khusus Mengesampingkan Setiap Peraturan Perundang-Undangan yang Sifatnya Umum

Prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang selanjutnya kita bahas biasa disebut sebagai lex spesialist lex generalist dalam bahasa hukum. Maksud dari hal ini ialah ketika terjadi pertentangan di antara peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum dengan peraturan perundang-undangan yang sifatnya khusus dan derajat mereka dalam hierarki peraturan perundang-undangan sederajat, maka secara otomatis peraturan perundang-undangan yang sifatnya khusus tersebutlah yang akan dimenangkan.

Jika prinsip ini dihubungkan dengan pendapat dari seorang ahli hukum yaitu Dworkin, maka aturan hukum yang bersifat umum tersebut tidak lagi dipandang sebagai sebuah hukum ketika terdapat aturan hukum lain yang bersifat khusus. Berdasarkan hal ini, maka dapat kita simpulkan bahwa aturan hukum yang bersifat khusus inilah yang memiliki kekuatan yang mengikat untuk diterapkan pada peristiwa yang berkaitan dengan aturan khusus tersebut.

Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada aturan pengenai perpajakan. Hukum pajak dapat mengesampingan segala aturan mengenai perpajakan yang terdapat di dalam aturan perundang-undangan yang lainnya seperti ketentuan sanksi pajak yang ada di dalam hukum pidana ataupun hukum perdata. Maka, ketika terdapat persidangan mengenai pajak, yang pertama kali dijadikan dasar sanksi adalah hukum pajak.

7. Tiap Jenis Peraturan Perundang-Undangan Materinya Berbeda

Prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang terakhir kita bahas dalam kesempatan ini yaitu tiap jenis peraturan yang hendak dibuat harus memiliki materi atau pembahasan yang berbeda dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Artinya, materi atau pembahasan di dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan lebih dahulu diberlakukan tidak boleh diatur kembali dalam materi pada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah di dalam hierarki.

Oleh karena sebab di ataslah ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 menjadi penting karena dapat menjadi pegangan untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu materi dibahas di dalam suatu peraturan perundang-undangan yang hendak dibuat. Pada akhirnya, semua peraturan perundang-undangan harus mengikuti prinsip-prinsip yang telah disebutkan sebelumnya agar dapat disahkan dan diberlakukan. Namun, ada kalanya terdapat kesalahan di dalam penerapannya sehingga lembaga yang berhak dan berwenang untuk mengatur hal ini ialah Mahkamah Konstitusi. Ia berwenang untuk menguji peraturan perundang-undangan.

Penyampaian di atas merupakan penjelasan paling lengkap mengenai materi prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang dapat penulis sampaikan kepada pembaca dalam kesempatan yang indah kali ini. Semoga dengan membaca artikel ini pembaca dapat memahami apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, baik yang berupa prinsip umum maupun contoh kasus dari penerapan prinsip tersebut. Dari penyampaian di atas pula kita dapat mengetahui bahwa keberadaan prinsip-prinsip dalam hierarki dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ini merupakan suatu hal yang sangat penting dan menjadi kebutuhan negara ini dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang baik dan benar dan mewujudkan supremasi hukum. Sekian, sampai jumpa pada kesempatan yang lain dan semoga kesuksesan senantiasa mengiringi langkah pembaca.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA