Bagaimana sikap inklusif itu dapat diwujudkan oleh persekutuan umat Katolik

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

A.Makna Sikap Inklusif :

Inklusif berasal dari Bahasa Inggris “inclusive” yang artinya “termasuk di dalamnya”.

Secara istilah berarti menempatkan dirinya ke dalam cara pandang orang lain/ kelompok lain dalam melihat dunia, dengan kata lain berusaha menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami masalah.

Dalam perkembangannya istilah tersebut meluas digunakan untuk membangun sikap dalam beragama sehingga melahirkan pluralisme beragama (semua agama memiliki kebenaran yang sama) karena dilatarbelakangi konflik-konflik agama.

Jika dibedah dengan cermat, sikap inklusif dan eksklusif pada dasarnya adalah cara seseorang memandang perbedaan yang ada.

Sikap inklusif cenderung memandang positif perbedaan yang ada, sedangkan sikap eksklusif cenderung memandang negatif perbedaan tersebut.

Dampak memandang positif perbedaan adalah memunculkan dorongan/ motivasi untuk mempelajari perbedaan tersebut dan mencari sisi-sisi universalnya guna memperoleh manfaat yang menunjang hidup/ cita-citanya.

Sikap positif terhadap perbedaan lahir karena adanya kesadaran bahwa perbedaan adalah fitrah/ alamiah, sehingga tidak menolak perbedaan melainkan mengakui adanya potensi persamaan-persamaan yang bersifat universal.

B.Sikap inklusif yang Dikembangkan :

Kebutuhan individu dan bermasyarakat bersifat luas seiring dengan perkembangan jaman. Kerjasama dengan individu atau kelompok lain menjadi keniscayaan. Prinsip bersikap inklusif muncul karena adanya kebutuhan bekerjasama untuk mencapai cita-cita, titik tolaknya adalah memandang sisi positif perbedaan sehingga mendorong usaha-usaha untuk mempelajari perbedaan dan menarik sisi-sisi universal yang mungkin bernilai positif dan menunjang cita-cita/ misi pembangunan masyarakat. Beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk mengembangkan sikap inklusif :

Menyadari bahwa setiap orang atau kelompok di masyarakat memiliki potensi mencapai kebenaran, sehingga tidak menghindari primordialisme yang berlebihan terhadap keunggulan dirinya dan kelompoknya, setiap orang atau kelompok juga memiliki sisi kelemahan yang membutuhkan kerjasama dengan orang atau kelompok lain.

Mengakui adanya aspek-aspek universal yang mungkin bernilai positif pada orang lain/ kelompok lain yang berbeda pandangan (aliran) agama untuk menunjang tercapainya cita-cita/ misi pembangunan masyarakat.

Menumbuhkan jiwa sportif dalam bersosialisasi dan hidup bersama dengan orang lain/ kelompok lain, sehingga terdorong untuk mengelola perbedaan secara etis atau mengembangkan kompetisi yang sehat meskipun memiliki pandangan dan cara hidup yang berbeda.

Membiasakan berkomunikasi dengan sehat tidak semata-mata didasari persepsi yang sempit dan kacamata kuda, melainkan berdasarkan pengamatan dan pengertian terhadap perbedaan yang ada.


Berikut ini adalah materi ke 2, Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budipekerti kelas XI Semester 1 dengan tema Gereja sebagai Persekutuan yang Terbuka. Pada bagian ini kita diajak untuk memahami makna Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka menurut ajaran Gereja dan ajaran Kitab Suci. Silahkan berdoa mohon terang Roh Kudus sebelum membacabaca pelan-pelan artikel ini, dan selanjutnya silahkan isi form yang telah disiapkan di halaman paling akhir.

Pemikiran Dasar

Umat katolik hidup di tengah dunia bersama sesama manusia lainnya yang bermacam-ragam latarbelakang suku-bangsa, agama, serta keyakinannya. Dalam sejarah panjangnya, Gereja Katolik pernah “menutup diri” dengan ajaran bahwa di luar Gereja (Katolik) tidak ada keselamatan (extra ecllesiam nula salus). Ajaran ini membuat Gereja (Katolik) menutup pintu dialog dengan agama dan kepercayaan serta masyarakat lain pada umumnya. Sejarah Gereja berubah ketika Konsili Vatikan II (1962-1965), membuka pintu-pintu dialog, serta memperbarui diri untuk hidup bersama dengan sesama manusia ciptaan Tuhan dari berbagai latarbelakang agama dan budaya. Meski pintu dialog sudah dibuka lebar-lebar oleh para bapa Gereja kita, di tengah masyarakat kita masih menjumpai banyak Umat Katolik yang hidup secara eksklusif, tertutup.

Paus Fransiskus dalam audensinya dengan para peziarah di Vatikan  menegaskan bahwa Gereja ini lahir dari keinginan Allah untuk memanggil semua orang dalam persekutuan dengan dia, persahabatan dengan dia; untuk berbagi dalam kehidupan ilahi-Nya sendiri sebagai putra-putra dan putri-putri-Nya. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa kata “Gereja”, berasal dari bahasa Yunani “ekklesia”, berarti “orang – orang yang dipanggil. Demikian Paus Fransiskus menegaskan “Allah memanggil kita, Ia mendorong kita untuk keluar dari individualisme kita, dari kecenderungan kita untuk menutup diri kita sendiri, dan Dia memanggil kita untuk menjadi keluarga-Nya. Pada pokok bahasan ini akan kita pelajari secara khusus tentang Gereja sebagai persekutuan yang terbuka. Gereja hadir di dunia dengan persekutuan yang terbuka artinya, Gereja hadir di dunia bukan untuk dirinya sendiri, Gereja hadir untuk dunia, kegembiraan dan harapan serta kabar sukacita sehingga menjadi tanda keselamatan bagi dunia. Gereja sebagai persekutuan terbuka, memperlihatkan kesiapan Gereja untuk berdialog dengan agama dan budaya manapun, dan memiliki partisipasi aktif untuk membangun masyarakat yang adil, damai, dan makmur.

Bagaimana sikap inklusif itu dapat diwujudkan oleh persekutuan umat Katolik
Gereja Umat Allah Model Institusi Piramidal. Sebelum Konsili Vatikan II Gereja mempunyai model/bentuk institusional, hierarkis pyramidal

Sebelum Konsili Vatikan II Gereja mempunyai model/bentuk institusional, hierarkis piramidal:

  • Para hierarki (Paus, Uskup, dan para tahbisan) menguasai Umat.
  • Organisasi (lahiriah) yang berstruktur piramidal, tertata rapi.
  • Mereka memiliki kuasa untuk menentukan segala sesuatu bagi seluruh Gereja.
  • Sedangkan Umat hanya mengikuti saja hasil keputusan hierarki.
  • Model ini cenderung “imamsentris” atau “hierarki sentris” artinya hierarki pusat gerak Gereja.
  • Gereja model piramidal cenderung mementingkan aturan, lebih statis dan sarat dengan aturan.
  • Gereja sering merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan bahkan bersikap triumfalistik (memegahkan diri).
Bagaimana sikap inklusif itu dapat diwujudkan oleh persekutuan umat Katolik
Setelah Konsili Vatikan II, Gereja bukan lagi dipahami sebagai Gereja Pyramidal yang “hierarkis sentris” tetapi diubah menjadi “Kristosentris” Artinya Kristus sebagai pusat hidup Gereja.

Setelah Konsili Vatikan II, ada keterbukaan dan pembaharuan cara pandang pada Gereja sebagai persekutuan Umat.

  • Gereja tidak lagi “hierarki sentris” melainkan Kristosentris” artinya Kristuslah pusat hidup Gereja. Sedangkan kaum hierarki, Awam, dan Biarawan-Biarawati sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbedabeda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.
  • Gereja lebih bersikap terbuka dan rela berdialog untuk semua orang. Gereja meyakini bahwa di luar Gereja pun terdapat keselamatan.
  • Adanya paham Gereja sebagai Umat Allah yang memberikan penekanan pada kolegialitas episkopal (keputusan dalam kebersamaan).
  • Adanya pembaharuan (aggionarmento) yang mendorong Umat untuk terlibat dan berpartisipasi serta bekerjasama dengan para klerus.
  • Kepemimpinan Gereja; Didasarkan pada spiritualitas Yesus yang melayani para murid-Nya, maka konsekuensi yang dihadapi oleh Gereja sebagai Umat Allah adalah: hierarki yang ada dalam Gereja bertindak sebagai pelayan bagi Umat dengan cara mau memperhatikan dan mendengarkan Umat. Selain itu keterlibatan Umat untuk mau aktif dan bertanggung jawab atas perkembangan Gereja juga menjadi hal yang penting. Maka, hierarki dan Umat/awam diharapkan dapat menjalin kerja sama sebagai partner kerja dalam karya penyelamatan Allah di dunia.

Gerakan pembaruan yang terjadi dalam Gereja nampak dalam:

  • Umat punya hak dan wewenang yang sama (tetapi tetap ada batasnya), khususnya ikut menentukan gerak kegiatan liturgi di Paroki melalui wadah Dewan Paroki.
  • Gerakan pembaruan ini tidak hanya menyangkut kepemimpinan Gereja saja melainkan lebih dari itu menjangkau masalah-masalah dunia.
  • Susunan Kepengurusan Dewan Paroki bukan lagi Piramdal , melainkan lebih merupakan kaitan yang saling bekerjasama dan saling melengkapi . Intinya Gereja mengundang orang beriman untuk berkomunikasi terlibat dan diubah.

Bagaimana sikap inklusif itu dapat diwujudkan oleh persekutuan umat Katolik

GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN YANG TERBUKA

  • Apa arti Gereja?
  •  Bagaimana peranmu membangun Gereja           
  •  Siapa saja yang harus terlibat dalam tugas hidup menggereja?

GAMBARAN GEREJA

1.       Model Gereja Prakonsili (sebelum konsili vatikan II).

                Berbentuk piramidal dan tertutup

2.  Model Gereja sesudah Konsili Vatikan II.

                berbentuk lingkaran dan terbuka

MODEL-MODEL GEREJA
DI BAGI 2 YAITU

1)      Gereja Institusional Hierarki Piramidal,

                ciri-cirinya:

                - organisasi yang berstruktur piramidal yang tertata rapi

                - kepemimpinan tertahbis/para kaum hierarki

                - hukum dan peraturan untuk menata dan menjaga kelangsungan institusi

                - sikap agak Triumfalistik dan tertutup.

                Triumfalisti (Extra eclesiam nulla salus=di luar Gereja tidak ada keselamatan)

2)      Gereja sebagai persekutuan umat.

                Ciri-cirinya:

                - hidup persaudaraan karena iman dan harapan yang sama

                - keikutsertaan semua umat dalam hidup menggereja

                - hukum dan peraturan dibutuhkan dari hati nurani dan tanggungjawab pribadi

                - sikap miskin, sederhana, dan terbuka: rela berdialog dengan siapapun karena diluar Gereja masih ada keselamatan juga.

KEANGGOTAAN DALAM GEREJA SEBAGAI PERSEKUTUAN UMAT

                hierarki adalah orang-orang yang ditahbiskan untuk tugas kegembalaan. Mereka sebagai pemimpin dan pemersatu umat dan Kristus sebagai kepala utamanya.

Tugas Hierarki:

                - menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman.

                - menjalankan tugas Gerejani seperti ,merayakan sakramen, mewartakan sabda.

                biarawan/biarawati adalah anggota umat yang mengikrarkan kaul kemiskinan, ketaatan dan kemurnian (keperawanan) yang selalu bersatu dengan Kristus dan menerima pola hidup Yesus. 

                kaum awam adalah semua orang beriman Kristen yang tidak termasuk dalam golongan tertahbis dan biarawan/biarawati. Mereka adalah orang yang dengan pembaptisan menjadi anggota Gereja  dan dengan cara tersendiri mengambil bagian dalam trinitas tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja.  

TEKS KITAB SUCI

  • Gereja sebagai persekutuan umat dapat dilihat dalam teks Kitab Suci tentang

                Jemaat Kristen Perdana  (Kis 4:32-37)

                - Gambaran Gereja model apa yang terdapat dalam teks tersebut?

PERTANYAAN UNTUK DIDISKUSIKAN

Ø  Pada saat ini sering dikatakan bahwa Gereja hendaknya tidak bersifat eklusif (tertutup) tetapi inklusif (terbuka), apa artinya?

Ø  Mengapa Gereja harus bersikap inklusif?

Ø  Bagaimana sikap inklusif itu dapat diwujudkan oleh persekutuan umat Katolik?

MASUKAN DARI GURU

                Gereja hadir di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri melainkan hadir dan berada untuk dunia. Segala harapan, duka cita dan kecemasan yang dirasakan oleh umat Gereja (pengikut Yesus) dipersatukan dalam Kristus dan dibimbing oleh Roh kudus dalam perziarahan menuju Kerajaan Allah. Maka semua murid Yesus yang menerima warta keselamatan harus menyampaikan kepada semua orang. Sengkatnya Gereja harus menjadi Sakramen (tanda) keselamatan bagi dunia.

PERAN GEREJA DALAM MENUNJUKKAN KETERBUKAANNYA

  1. Gereja harus selalu siap untuk berdialog dengan agama dan  budaya lain.

                Sesudah Konsili Vatikan II, Gereja menyadari adanya benih kebenaran dan keselamatan, oleh sebab itu dibutuhkan dialog untuk saling mengenal dan memperkaya.

2.   Kerjasama atau dialog karya

                Lebih pada kerjasama Internasional, biasanya dalam menangani masalah perang, pengungsi, bencana kelaparan.

3.   Berpartisipasi secara aktif dan mau bekerjasama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai dan sejahtera.

HIERARKI DALAM GEREJA KATOLIK

(Organisasi yang ada/pernah diikuti siswa)

q  Apa itu hierarki?

q  Apa tugas hierarki?

q  Sebutkan susunan Hierarki dalam Gererja Katolik?

DASAR KEPEMIMPINAN (HIERARKI) DALAM GEREJA

v  Lumen Gentium, art 20 “atas penetapan Ilahi, para uskup menggantikan para rasul sebagai para gembala Gereja”.

v  Yoh 20:21,Yesus gembala kekal, telah mendirikan Gereja kudus, dengan mengutus para rasul seperti Ia sendiri diutus oleh Bapa.

v  Umat/Gereja perdana, sebagai patokan karena pada Gereja awal sudah mulai terbentuk struktur kepemimpinan dalam Gereja.

STRUKTUR KEPEMIMPINAN (HIERARKI) DALAM GEREJA

  1. Dewan para uskup dengan Paus sebagai kepalanya.

                Dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Seperti dalam Gereja perdana Yesus memilih Petrus sebagai kepala para rasul-Nya. Para uskup itulah yang menggantikan para rasul dengan Paus sebagai kepalanya.

                Paus sebagai pemimpin para uskup. Imam agung di Roma berdasarkan tugasnya sebagai wakil Kristus dan gembala Gereja semesta dan mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan universal. Seperti halnya Petrus sebagai kepala para rasul yang ditunjuk oleh Yesus.

                Tugas pokok uskup adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas pemersatu itu dibagi 3 yaitu: pewartaan, perayaan, dan pelayanan. (mewartakan Injil)

  1. Pembantu uskup; Imam dan Diakon

                - Para Imam adalah wakil uskup, tugasnya mewartakan Injil dan menggembalakan umat beriman.

                - Para Diakon: tingkat hierarki yang paling rendah, yang ditumpangkan tangan bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan.

                (para imam pembantu umum uskup, diakon pembantu khusus uskup)

                kardinal adalah penasehat utama Paus dan pembantu Paus dalam reksa harian tugas Gereja. (kardinal tidak termasuk dalam hierarki)

FUNGSI KHUSUS HIERARKI

                Seluruh umat beriman mengambil bagian tugas Kristus sebagai nabi, imam dan raja (mengajar, menguduskan dan menggembalakan). Tapi umat tidak bersifat seragam. Maka fungsi khusus hierarki adalah:

  1. Menjalankan tugas gerejani seperti melayani sakramen, mengajar agama, dll
  2. Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. (sebagai penunjuk, penasehat dan teladan)

CORAK KEPEMIMPINAN DALAM GEREJA

a)      Kepemimpinan daalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus, dimana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan.

b)      Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti yang semurni-murninya. Pemimpin yang melayani, bukan dilayani.

c)       Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh manusia. Lain halnya dalam kepemimpinan dalam masyarakat yang diturunkan oleh manusia.