Bagaimanakah cara Mensyukuri kemerdekaan Indonesia

Bentuk Syukur Dalam Mengisi Kemerdekaan

Oleh Haiman Arif Fitriadi

Bahwa atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa bangsa tercinta ini menikmati kemerdekaan hingga menginjak usia ke 74 pada hari ini. Tentu kemerdekaan kita tidaklah didapat dengan mudah atau tanpa perjuangan dan kegigihan, melainkan bahwa dengan darah dan nyawa yang tak terbilang angka pastinya. Bahwa kita menikmati hasil perjuangan para pahlawan dan pendiri banhgsa yang teramat luhur jasa dan pengabdiannya.

Bangsa ini adalah anugrah dengan keluasan wilayahnya yang terbentang dengan ribuan Kilo Meter-nya, luas samudra yang ber Mil-Mil dalamnya, serta kekayaan alam dan sumberdaya yang ada, bahasa yang unik, beragam jenis satwa, suku ras dan agama. Itulah anugrah yang besar Allah titipkan dinegri bernama Indonesia.

Karena itu, sebagai warga negara, dalam rangka mewujudkan rasa syukur atas proklamasi kemerdekaan dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut.

Mensyukuri nikmat kemerdekaan dengan jalan mengisi kemerdekaan sesuai dengan kemampuan, keahlian, dan keterampilan masing-masing.

Menghormati dan menghargai jasa-jasa para pahlawan pejuang bangsa dengan cara meneruskan amanat cita-cita perjuangan bangsa.

Memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan jalan meningkatkan sikap toleran dan kerja sama antarwarga masyarakat.

Menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa dengan cara rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara serta kesiapan dalam rangka bela negara.

Meningkatkan kemandirian bangsa, dengan jalan memperkuat sendi-sendi peri kehidupan bangsa di segala bidang “ipoleksosbudhankam”.

Wujud kesyukuran kita seharusnya dapat diaplikasikan dalam bentuk perilaku yang positif dan berbuat untuk mempertahankan, menjaga, dan mengisi kemerdekaan tersebut. Di antara aktualisasi syukur atas kemerdekaan adalah tidak mengabaikan rahmat pemberian Allah atas kemerdekaan ini.

Ya atau tidak, kemerdekaan ini adalah kuasa. Campur tangan Allah atas kemerdekaan Indonesia tidak terbantahkan. Rasa syukur bisa kita wujudkan dengan, pertama, bersyukur dalam batin dengan menyadari bahwa kemerdekaan dan semua nikmat yang kita rasakan adalah anugerah Allah. Kedua, bersyukur dengan lisan atas kenikmatan kemerdekaan. Bersyukur dengan amal perbuatan atas kenikmatan kemerdekaan, kita harus mampu berbuat baik dengan cara membalas kenikmatan sesuai dengan hakhak kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai penerus perjuangan bangsa, kita harus mengisi kemerdekaan dengan perbuatan yang baik untuk bangsa dan negara.

Kita wujudkan untuk melaksanakan amanat Allah dan amanat pimpinan bangsa pendahulu dengan tidak melakukan tindak kejahatan, tidak korupsi, serta memanipulasi dan merampas hak-hak hidup orang banyak.Sebaliknya kita harus menjadi pahlawan patriotisme dalam mengisi kemerdekaan dengan cara membangun negeri ini, memberikan banyak kebaikan kepada masyarakat yang membutuhkan perlindungan.

Bentuk-bentuk kesyukuran di atas harus kita wujudkan dalam setiap jiwa dan raga kita dengan landasan keikhlasan dan kesabaran. Imam Ali as berkata: ”Hendaknya kalian senantiasa bersyukur dan mengutamakan kesabaran, karena keduanya akan menambah nikmat dan menghilangkan kesulitan.” Jika kita mau dan pandai bersyukur berlandaskan kesabaran dalam hati, maka Allah akan menambah nikmat-Nya. Hal tesebut sesuai dengan firman Allah dalam Surat Ibrahim Ayat 7: ”Ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu tidak bersyukur (dengan mengabaikan nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Sebagai bangsa yang bermartabat, mensyukuri kemerdekaan adalah sebuah keharusan. Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia.

Atas semua uraian diatas maka pentinglah kiranya nasihat untuk kita semua bahwa anugrah yang teramat besar ini hendaklah kita syukuri dengan pengabdian kepada Allah Swt, tidak mengundang amarah dan murka karna ke fasikan akal dan budi manusia-manusia negeri ini, usia ke-74 sudah seharusnya kita semua menginstrofeksi diri, pejabat rakyat semua sama memeikirkan kebaikan bagai bangsa dan negara tercinta. Cukuplah nasihat dan peringatan dari Allah berupa gempa tsunami yang menghantam negri.

Takterlepas bahwa sesungguhnya makna dan hakikat dari pada kemerdekaan ini adalah meluaskan kit semua untuk beramal mengabdi dan menjadi hamba terbaik disis ALLah, dengan semua keleluasaan di anugrahi bangsa yang berada, merdeka dan mandiri peluang untuk berbuat kebaikan, menjadi hamba pilihan harusnya menjadi suatu keharusan yang mesti kita semua siasati, jangan keterlenaan membuat kita lalai, mengisi kemerdekaan ini dengan kesiasian, kemaksiat dan kehancuran.

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengingatkan masyarakat Indonesia untuk bersyukur pada Hari Kemerdekaan.

Apalagi, lebih separuh penduduk saat ini lahir ketika Indonesia telah merdeka, sehingga tidak terlibat langsung dalam perang kemerdekaan. "Jadi kewajiban kita saat ini adalah mensyukurinya," kata Halim Iskandar, Senin (16/8).

Meski begitu, dia mengingatkan, substansi syukur atas Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia tidak harus diwujudkan dengan kemeriahan. Dalam kondisi normal, katanya, ekspresi syukur memang dapat diwujudkan dengan kemeriahan. Mulai dari menggelar berbagai perlombaan, hingga tumpengan.

Berita Terkait : Menteri Desa Siap Bantu Sukseskan Ganti Rugi Korban Kerusuhan Maluku

Namun, dua tahun ini Indonesia sedang mengadaptasi kebiasaan baru karena pandemi Covid-19. Kemeriahan Agustusan tidak seperti biasanya. Berbagai perayaan yang menimbulkan keramaian harus ditunda dulu.

"Tidak masalah karena substansi syukur kemerdekaan adalah mencintai Indonesia dengan 74.961 desanya," tutur Doktor Honoris Causa dari UNY ini.

"Mari syukuri kemerdekaan dengan mencintai sesama, saling melindungi dan menjaga agar Indonesia segera terbebas dari bencana covid-19 yang melanda," sambung pria yang akrab disapa Gus Halim ini.

Berita Terkait : Gus Halim: Pendidikan Variabel Kunci Daya Saing Bangsa

Gus Halim meminta para kepala desa mengedukasi warganya agar mereka memahami bahwa mensyukuri kemerdekaan bukan dengan perayaan semata. Sebab, syukur tidak identik dengan pesta.

Kepala desa, perangkat desa dan pendamping desa, juga mesti bahu membahu membangun desa sebagai bentuk syukur terhadap kemerdekaan.

Caranya, kata Gus Halim, dengan mempercepat pencairan dana desa, memanfaatkannya untuk membangun desa, membagikan BLT Dana Desa dan mengerjakan proyek desa bersama-sama warga dengan Padat Karya.

Berita Terkait : Menteri Halim Ajak Kampus Bersinergi Bangun Desa

"Itulah bentuk syukur sesungguhnya, mensyukuri kemerdekaan dengan cinta, merayakan kemerdekaan dengan mempercepat pembangunan desa membalas jerih perjuangan pahlawan dengan kebangkitan Desa," ucap Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.

Gus Halim pun mengajak semua kalangan untuk kembali meneguhkan rasa syukur dan cinta pada Republik Indonesia.

"Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh. Desa Bisa, Indonesia Percaya. Dirgahayu Republik Indonesia," tandas Gus Halim sembari mengepalkan tangan. [DIR]

Nikmat yang selalu diterima setiap saat seringkali luput dari pantauan. Semuanya dianggap sebagai sebuah kewajaran. Rasa bersyukur pun terlupa atau menjadi lebih jarang. Ini mirip dengan pegawai yang ingat untuk bersyukur ketika menerima gaji sebulan sekali. Berbeda dengan, misalnya, pengemudi ojek daring yang selalu ingat bersyukur ketika ada pesanan masuk. Kata alhamdulillah pun menjadi lebih sering diucapkan.

Sebagai bangsa, bisa jadi kita juga serupa. Rasa syukur atas kemerdekaan dari penjajah teringat ketika 17 Agustus tiba, setahun sekali. Kenyamanan atas semua kebaikan yang hadir karena kemerdekaan telah membuat sebagian dari kita terlena. Tanpa kemerdekaan, sulit membayangkan, sebuah bangsa bisa melaksanakan pembangunan dengan baik.

Pembangunan sebagai kemerdekaan

Pembangunan pada hakekatnya adalah menjamin kemerdekaan (kekebasan). Pembangunan mewujud dalam hal, termasuk akses terhadap pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan yang paripurna, pekerjaan yang layak, keamananan yang terjamin, dan juga kebebasan menjalankan ajaran agama dengan tenang.

Warga negara menjadi merdeka untuk memilih banyak hal. Tentu, dengan rasa tanggung jawab dan kekangan hak publik atau orang lain. Inilah teori pembangunan sebagai kemerdekaan (development as freedom) yang dicetuskan oleh Amartya Sen, pemenang Hadiah Nobel di bidang ekonomika pada 1998.

Sebagai ilustrasi, kemerdekaan seorang warga negara dapat memilih atau tidak memilih akses pendidikan yang berkualitas. Termasuk di dalamnya adalah kemerdekaan untuk tidak bersekolah. Tetapi, ketika tidak bersekolah merupakan satu-satunya pilihan seorang warga negara, maka keberhasilan pembangunan perlu dipertanyakan. Begitu juga di aspek layanan kesehatan dan yang lainnya.

Pembangunan yang berhasil akan memungkinkan warga negara mengakses komoditas dalam beragam bentuk. Penghasilan dari pekerjaan yang layak adalah contohnya. Penghasilan ini akan menjadikan warga negara mempunyai kapabilitas (capabilities) untuk melakukan banyak hal, termasuk mengakses layanan pendidikan yang berkualitas. Kapabilitas tersebut akhirnya diterjemahkan ke dalam keberfungsian (functionings) ketika pilihan tersebut dijalankan.

Tidak semua kapabilitas dapat menjadi keberfungsian. Ada faktor konversi yang terlibat di sana. Termasuk di dalam adalah faktor personal, sosial, dan bahkan lingkungan. Seorang warga yang mampu secara ekonomi tetapi memilih tidak menguliahkan anaknya, adalah contoh pengaruh faktor konversi. Atau amsal lain, anak keluarga mapan yang memilih melakukan ‘bunuh diri sosial’ dan menjadi anak jalanan. Ada faktor konversi yang berperan di sana.

Tugas negaralah untuk menjamin bahwa setiap warga negara mendapatkan kemerdekaannya, dalam mengakses komoditas, mengembangkan kapabilitas, dan mengubahnya menjadi keberfungsian. Ketimpangan yang masih ditemukan di Indonesia merupakan perkerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Warga negara dan kelompok masyarakat sipil, termasuk perguruan tinggi, dapat ikut terlibat.

Persatuan sebagai syarat

Persatuan sebuah bangsa bisa menjadi salah satu faktor konversi. Tanpa persatuan sulit mengimaji keberhasilan pembangunan. Tapi, ikhtiar menjaga persatuan bukan tanpa tantangan.

Indonesia dibangun di atas keragaman. Keragaman adalah fakta sosial tak terbantah. Sejak berdirinya, Republik ini tersusun dari anak bangsa dengan berbagai latar belakang: suku, bahasa, dan agama, untuk menyebut beberapa. Keragaman ini oleh para pendiri bangsa telah dirangkai menjadi mosaik yang indah, yang diikat dengan persatuan. Inilah yang menyusun tenun kebangsaan yang digagas oleh para negarawan paripurna yang sudah selesai dengan dirinya.

Kegandrungan untuk terlibat dalam menjaga persatuan dan menjauhi tindakan anti-perdamaian sudah seharusnya melekat di nurani setiap anak bangsa. Perkembangan mutakhir yang ditandai dengan maraknya ujaran kebencian dan informasi bohong (hoaks) tentu mengusik kita sebagai sebuah bangsa. Tenun kebangsaan terancam. Tidak jarang, fenomena ini telah melahirkan sekelompok warga negara yang tuna empati dan menikmati kehinaan kelompok lain.

Kalimat berikut nampaknya menggambarkan situasi saat ini: “Kritik ke kiri, ejek ke kanan, kecam ke depan, fitnah ke belakang, sanggah ke atas, cemooh ke bawah”. Ungkapan ini ditulis oleh Bung Karno pada tahun 1957 yang terekam dalam salah satu tulisan yang termuat dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi. Ungkapan tersebut menggambarkan situasi Indonesia pada saat itu, ketika demokrasi dipahami sebagai tujuan, dan bukan alat. Sejarah nampaknya berulang. Pendulum kembali kepada titik yang sama.

Persatuan membutuhkan sikap saling memahami, menghormati, dan menguatkan. Di sana ada nilai-nilai abadi, seperti kejujuran dan keadilan, yang membingkainya. Perguruan tinggi dapat ikut berperan melantangkan pesan ini.

Ini juga sebagai ungkapan rasa syukur atas kemerdekaan yang merupakan nikmat besar Allah kepada bangsa Indonesia. Hanya dengan persatuan, kemerdekaan dapat menjadi milik bersama semua anak bangsa.

Tulisan ini dimuat dalam rubrik refleksi UIINews edisi Agustus 2021.