Bandingkan pelaksanaan pemilu pada masa Orde Baru dengan pelaksanaan pemilu 1999 menurut kamu

Bandingkan pelaksanaan pemilu pada masa Orde Baru dengan pelaksanaan pemilu 1999 menurut kamu

Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1955. (freepik)

adjar.id – Pemilu masa orde baru dengan masa orde reformasi memiliki perbedaan.

Pemilu pertama terjadi di Indonesia pada tahun 1955 tepatnya pada zaman orde lama yang diadakan dua kali pada 29 Maret dan 15 Desember 1955.

Pada saat itu, pemilu dilakukan untuk memilih anggota DPR dan memilih anggota konstituate.

Dalam buku Sejarah Indonesia kelas 12 edisi revisi 2018, terdapat satu soal pada Latih Uji Kompetensi di halaman 198.

Pada soal tersebut kita diminta untuk menjelaskan perbandingan antar pemilu yang dilakukan pada masa orde baru dengan masa orde reformasi.

Nah, kali ini kita akan membahas soal materi sejarah kelas 12 SMA tersebut, Adjarian.

Pemilu pada masa orde baru terjadi pada tahun 1971 dan diikuti oleh sepuluh partai politik untuk memilih anggota DPR dengan sistem perwakilan berimbang.

Setelah lengsernya Presiden Soeharto, Indonesia kembali melakukan pemilu pada masa reformasi di tahun 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik.

Yuk, kita cari tahu perbandingan pemilu masa orde baru dengan masa orde reformasi!

Baca Juga: Sejarah Pelaksanaan Pemilu Pertama di Indonesia, Pemilu 1955


Page 2

Bandingkan pelaksanaan pemilu pada masa Orde Baru dengan pelaksanaan pemilu 1999 menurut kamu

Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1955. (freepik)

Perbedaan Pemilu Masa order Baru dengan Masa Orde Reformasi

Berikut ini perbedaan antara pemilu masa orde baru dengan masa order reformasi di Indonesia, yaitu:

Pemilu Masa Orde Baru

Pemilu pada masa orde baru dimulai pada tahun 1971 yang diikuti oleh sepuluh partai politik untuk memilih anggota DPR dengan menggunakan sistem perwakilan berimbang.

Setelah itu, pemerintahan Presiden Soeharto menetapkan pemberlakuan pemilu sebanyak lima kali setiap lima tahun sekali, tepatnya tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Nah, pada masa orde baru ini, partai politik peserta pemilu digabungkan menjadi tiga pantai politik besar saja.

Tiga partai politik tersebut meliputi, Pantai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Golongan Karya (Golka)r.

Landasan hukum dari pelaksanaan pemilu pada masa orde baru adalah UU No.15 tahun 1999 dengan menggunakan asal JURDIL atau jujur dan adil.

Penyelenggaraan pemilu dilakukan pemerintah melalui Komisi Pemilihan Umum atau Pemilu dengan adanya pengawas pemilu melalui Panwaslu atau Panitia Pengawas Pemilu.

Baca Juga: Jawab Soal Asas-Asas Pemilu Indonesia


Page 3

Bandingkan pelaksanaan pemilu pada masa Orde Baru dengan pelaksanaan pemilu 1999 menurut kamu

Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1955. (freepik)

Pemilu Masa Orde Reformasi

Setelah lengsernya Presiden Soeharto, Indonesia masuk ke masa orde reformasi dengan dimulainya pemilu tahun 1999 yang diikuti total 48 partai politik.

Setelah itu, pesta demokrasi pemilihan umum atau pemilu ini kembali dilakukan pada tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019 atau setiap lima tahun sekali.

Nah, landasan hukum pemilu di masa orde reformasi ini menggunakan UU No. 3 tahun 1999.

Asas pemilu yang digunakan yaitu LUBERJURDIL atau Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

Penyelanggaraan pemilu dipegang oleh Komisi Pemilihan umum yang bebas dan mandiri dari unsur-unsur partai politik.

Selain itu, pengawas pemilu atau Panwaslu juga bersifat bebas dan mandiri yang terdiri dari kejaksaan, kepolisian, masyarakat, perguruan tinggi, dan pers.

Hasil pemilu sulit diprediksi karena murni dari hasil perhitungan suara yang dilakukan atas pemilihan warga negara Indonesia.

Nah, itulah perbedaan pemilu masa orde baru dengan masa orde lama yang bisa dilihat dari perbedaan asasnya, Adjarian.

Baca Juga: Jawab Soal Mengenai Fusi Partai yang Terjadi Tahun 1973 di Indonesia

Sejumlah simpatisan berparade dengan menggunakan atribut saat kampanye Partai Nasional Indonesia (PNI) di Kemayoran Gempol, Jakarta Pusat, 22 Mei 1971. ANTARA FOTO/IPPHOS/asf/1971.

Bandingkan pelaksanaan pemilu pada masa Orde Baru dengan pelaksanaan pemilu 1999 menurut kamu

Presiden Republik Indonesia ketiga, Prof. Ing. B.J. Habibie menerima penghargaan dari Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik (kanan) didampingi Komisioner KPU, HadarNafis Gumay (kiri) di kediamannya, di Jakarta, 29 Desember 2014. Habibie menerima penghargaan Lifetime Achievement atas jasanya memastikan adanya percepatan Pemilu 1999. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - BJ Habibie diangkat sebagai Presiden Ke-3 RI setelah mendapatkan mandat dari Soeharto ditandai dengan pengunduran diri dari jabatannya kepresidenan pada 21 Mei 1998. Kemudian Habibie melakukan percepatan Pemilu untuk kali pertama di Era Reformasi setelah runtuhnya rezim Orde Baru. Pemilu ini dilaksanakan pada 7 Juni 1999.

Dilansir dari situs kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemdikbud, sebelum mengadakan Pemilu, pada Mei 1999, BJ Habibie menerima kedatangan sejumlah ulama di Istana Negara, dalam pertemuan tersebut, B.J. Habibie secara mengatakan secara lisan bahwa diperlukan pembentukan partai baru.

Hasil Pemilu yang dilakukan sebelumnya, yakni Pemilu 1997 yang dimenangkan Partai Golkar, di mata rakyat Indonesia Pemilu tersebut tidak memiliki legitimasi setelah lengsernya Soeharto. BJ Habibie lantas memerintahkan agar diadakan Pemilu untuk melegitimasi kekuasaannya agar dapat mengubah situasi krisis yang dialami Indonesia saat itu.

Pemilu tersebut seharusnya diselenggarakan pada 2002, tetapi atas desakan publik untuk mengadakan reformasi serta mengganti anggota-anggota parlemen yang berkaitan dengan pemerintahan sebelumnya yang dianggap tidak memiliki legitimasi, maka Pemilu dipercepat dari 2002 ke tahun 1999.

Pada 25 Mei 1998, BJ Habibie melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR/MPR untuk melakukan konsultasi sekaligus membahas diadakannya Pemilu dan bersepakat melaksanakannya lebih cepat. Kemudian Pemilu diputuskan akan dilaksanakan pada 7 Juni 1999, keputusan tersebut dicetuskan dalam Sidang Istimewa MPR 10 sampai 13 November 1998.

Pemilu ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan setelah runtuhnya Orde Baru dan juga merupakan Pemilu terakhir kali yang diikuti oleh Provinsi Timor Timur, sebelum memisahkan diri dari Indonesia.

Masa transisi pemerintahan Orde Baru ke Era Reformasi juga melahirkan Undang-Undang baru yang berkaitan dengan Pemilu, yaitu UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, dan UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Dengan diterbitkannya UU baru tentang partai politik, bagai jamur di musim hujan, terbentuk sebanyak 171 partai baru dari berbagai macam asas. Dari jumlah tersebut, sebanyak 141 partai yang terdaftar dan 48 partai lolos untuk mengikuti Pemilu 7 Juni 1999.

Kemudian dibentuklah Komisi Pemilihan Umum atau KPU dengan tujuan menghindari campur tangan pemerintah serta menjaga objektivitas pemilihan umum dalam pelaksanaan Pemilu 1999 tersebut. KPU 1999 diketuai oleh Jend (Purn) Rudini didampingi Wakil Ketua Harun Al Rasyid dan beranggotakan sebanyak 48 orang yang mewakili 48 partai yang berpartisipasi dalam Pemilu 1999, dan ditambah empat wakil dari pemerintah.

Pemilu 7 Juni 1999 digelar dengan sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar, menghabiskan dana Rp 1,3 triliun, dengan jumlah peserta 48 partai dan 462 kursi. Pemilu 1999 dimenangi PDI Perjuangan dengan total suara 35.689.073 atau 33.74 persen dengan peraihan sebanyak 154 kursi, disusul Golkar di posisi kedua dengan jumlah suara 23.741.749 atau 22.44 persen dengan perolehan kursi sebanyak 120.

Kemudian posisi ketiga dalam Pemilu pertama era reformasi ini diraih PPP dengan total suara 11.329.905, dengan 59 kursi. PKB berada di posisi keempat meski mendapat suara lebih banyak ketimbang PPP yakni 13.336.98 2 suara, namun jumlah kursi yang didapat lebih banyak PPP, yaitu sebanyak 51 kursi. Posisi kelima dimenangkan oleh PAN dengan jumlah suara 7.528.956 dan 35 kursi.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Baca: KPI Sebut Jadwal Pemilu 2024 Belum Pasti Maju