Berapa lama khadijah hidup bersama rasulullah

Ilustrasi Nabi Muhammad Foto: NU Online

Pertemuan antara Nabi Muhammad dengan Sayyidah Khadijah berawal ketika Nabi pergi berdagang ke Negeri Syam dengan modal yang diperoleh dari Khadijah. Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita pedagang yang sangat kaya raya dan memiliki nasab baik. Nabi Muhammad dikenal sosok yang jujur, amanah dan berakhlak mulia menjadikan Khadijah mengutus seseorang untuk menemuinya dan menawarkan barang dagangan miliknya ke Negeri Syam. Nabi menerima tawaran itu dan berangkat ke Syam didampingi oleh pembantu kepercayaan Khadijah bernama Maisarah.

Kecintaan Khadijah untuk menikahi Nabi Muhammad bermula ketika nabi pulang dari Syam. Khadijah melihat keamanahan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad terhadap keberkahan atas hasil dagangannya dan ditambah lagi informasi dari Maisarah tentang budi pekerti, kejeniusan, kejujuran, dan keamanahannya. Kemudian secara fisik Nabi Muhammad merupakan pemuda yang sangat tampan dan masih muda. Hal inilah menjadikan alasan Khadijah ingin menikahi Nabi Muhammad, padahal banyak kaum bangsawan dan pembesar Quraisy sangat berkeinginan untuk melamar Khadijah tetapi semuanya ditolak.

Pernikahan Nabi Muhammad dengan Sayyidah Khadijah tidak terlepas dari peranan Nafisah binti Munyah. Khadijah ketika mengutarakan perasaannya kepada Nabi Muhammad memutuskan untuk curhat dengannya. Khadijah yang merasa minder terhadap Nabi karena beliau seorang janda yang pernah menikah dua kali. Pertama dengan Atiq bin A’idz at Tamimi dan yang kedua dengan Abu Halah at-Tamimi. Kemudian juga perbedaan umurnya yang sangat mencolok yaitu selisih 15 tahun. Khadijah berumur 40 tahun dan pernah menikah dua kali, sementara Nabi Muhammad 25 tahun dan masih perjaka. Nafisah berhasil meyakinkan cinta Khadijah. Nafisah beranggapan bahwa Khadijah layak menjadi istri Nabi walaupun secara usia, Khadijah memang 40 tahun akan tetapi ia masih terlihat muda dan kuat. Selain itu, Khadijah memiliki nasab yang baik dan juga pedagang yang sangat kaya raya dan dihormati di Kota Mekah.

Peranan Nafisah dalam menyampaikan lamaran Khadijah ke Nabi Muhammad sangat cerdik. Nafisah menyampaikan cinta Khadijah kepada Nabi Muhammad dan tidak memintanya untuk menjawab secara langsung itu saja. Nabi diberikan waktu untuk memikirkannya. Jadi Nafisah merupakan salah satu kunci pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Sayyidah Khadijah.

Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah kemudian berdiskusi dengan keluarga besarnya dan menindaklanjuti dari apa yang disampaikan oleh Nafisah. Nabi Muhammad beserta paman-pamannya kemudian menemui paman Sayyidah Khadijah bernama Amr bin As’ad dan mengajukan lamaran untuk mempersunting Sayyidah Khadijah melalui pamannya yang sebagai juru bicara yaitu Abu Thalib.

Abu Thalib menyampaikan khutbah lamaran pernikahan yaitu “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita anak keturunan Ibrahim, hasil tumbuhan Ismail, dan berasal usul dari Ma'ad, serta unsur kejadian dari Mudhar. (Segala puji bagi-Nya) yang menjadikan kami pemelihara rumah-Nya, pengelola tanah suci-Nya, dan menganugerahi kita rumah (Ka'bah) yang dikunjungi, wilayah yang aman, dan menjadikan kita penguasa-penguasa atas manusia. Selanjutnya, anak saudaraku ini, Muhammad, adalah dia yang tidak diukur seorang pemuda pun dari Quraisy, kecuali dia mengunggulinya dalam kemuliaan, keluhuran, keutamaan, dan akal. Kendati dalam hal harta dia memiliki sedikit, tetapi harta adalah bayangan yang hilang dan pinjaman yang harus dikembalikan. Muhammad adalah siapa yang hadirin telah kenal keluarganya. Dia melamar Khadijah putri Khuwailid, dan bersedia memberi mahar dari harta milikku yang jumlahnya secara tunda sekian dan kontan sekian. Di samping itu, dia, demi Allah, sungguh bakal menjadi berita penting dan peristiwa agung.

Khutbah Abu Thalib kemudian dibalas oleh Amr bin As’ad dengan singkat yaitu "Ini adalah unta jantan yang tidak dipotong (ditandai) hidungnya". Kalimat Amr bin As’ad merupakan sebuah perumpamaan. Di dalam masyarakat Arab, unta yang memiliki keturunan yang baik tidak dipotong atau ditandai hidungnya, tetapi diberi kebebasan untuk mendekati unta betina untuk melanjutkan keturunannya. Kemudian jika unta tersebut dari keturunan yang buruk, maka ditandai hidungnya dan dijauhkan dari unta yang betina agar tidak menghasilkan keturunan yang buruk.

Kemudian ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa yang menyambut khutbah Abu Thalib adalah Waraqah bin Naufal. Waraqah menjawab "Segala puji bagi Allah yang menjadikan kita sebagaimana yang anda sebut-sebut. Kita adalah pemuka-pemuka masyarakat Arab dn pemimpin-pemimpinnya. Saudara-saudara wajar untuk kemulian itu, keluarga besar pun tidak mengingkari keutamaan saudara-saudara, tidak juga seorang pun bisa menapik kebanggaan dan kemuliaan saudara-saudara. Kami senang menjalin hubungan dengan saudara-saudara dan menghubungkan (diri) dengan kemuliaan saudara-saudara. Maka bersaksilah atasku wahai masyarakat Quraisy bahwa sesungguhnya aku telah menikahkan Khadijah binti Khuwailid dengan Muhammad bin Abdullah, dengan mahar empat ratus dinar".

Khutbah Waraqah kemudian dibalas oleh Abu Thalib dengan mengucapkan "Aku suka bila pamannya ikut serta denganmu (yakni dalam mengawinkan ini)". Kemudian Paman Sayyidah Khadijah yaitu Amr bin As’ad berkata di depan beberapa pemuka Suku Quraisy "bersaksilah atasku, bahwa aku telah menikahkan Muhammad bin Abdullah dengan Khadijah binti Khuwailid". Dengan demikian Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah resmi menikah.

Pernikahan Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah merupakan perkawinan secara islami sebelum Nabi memperoleh wahyu pada usia 40 tahun. Pernikahan ini diawali dengan proses ta’aruf kemudian dilanjutkan khithbah atau peminangan. Sebelum dilaksanakan proses peminangan, Sayyidah Khadijah sendiri yang meminta kepada Nabi Muhammad untuk menikahi dirinya, walaupun melalui orang ketiga yaitu Nafisah binti Munyah. Kemudian pada tahap prosesi akad nikah dilakukan dengan pemberian mahar dan dinikahkan oleh seorang wali serta disaksikan oleh banyak orang. Dari situlah pernikahan Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah secara tidak langsung sudah islami walaupun islam belum siar pada waktu itu.

Berapa lama khadijah hidup bersama rasulullah

Perbesar

Khadijah adalah istri yang paling dihormati Nabi. Ilustrasi perempuan berdoa di tengah fajar (Liputan6/Istock)

Detik-detik saat Khadijah merasa ajalnya semakin dekat, wanita mulia itu memanggil Fathimah Azzahra dan berbisik, “Fathimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan serbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku.”

Mendengar itu Rasulullah SAW berkata, “Wahai Khadijah, Allah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga.”

Ummul Mukminin, Khadijah, pun mengembuskan nafas terakhirnya di pangkuan suami tercinta, Rasulullah SAW. Khadijah pun didekap dengan perasaan pilu dan sedih yang teramat sangat. Melihat air mata Rasulullah turun, ikut menangis pula semua orang yang ada di situ. Saat itu, Malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan. Rasulullah menjawab salam Jibril dan kemudian bertanya. “Untuk siapa sajakah kain kafan itu, wahai Jibril?

“Kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fathimah, Ali dan Hasan,” jawab Jibril. Kemudian Jibril berhenti berkata dan menangis.

Rasulullah bertanya, Kenapa Ya Jibril? “Cucumu yang satu, Husain (putra Sayyidina Ali) tidak memiliki kafan, dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan,” sahut Jibril.

Rasulullah SAW berkata di dekat jasad Khadijah. "Wahai Khadijah, istriku sayang, demi Allah, aku takkan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Maha Mengetahui semua amalanmu."

"Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar serban?”

Rasulullah semakin sedih mengenang istrinya semasa hidup. Pengorbanan Khadijah sungguh tak ada duanya. Itulah yang menyebabkan Rasulullah sulit melupakan istri pertamanya itu.

Bahkan dikisahkan, saking cintanya Rasulullah SAW pada Khadijah, Aisyah pernah merasa sangat cemburu. Dari penuturan Aisyah, Nabi selalu menyebut nama Khadijah setiap hari sebelum keluar rumah.

Aisyah yang cemburu mengatakan," Bukankah ia hanya seorang tua bangka? Sungguh Allah telah memberimu ganti yang baik," kata Aisyah. Nabi sangat marah mendengar perkataan Aisyah itu sampai rambutnya bergetar.