Berapa lama sekolah di benua asia

Akhir akhir ini,ada sebuah perbincangan hangat. Mentrei Pendidikan Nasional,Prof.Muhajir Effendy secara mengejutkan menghapus Ujian Nasional (UN) sebagai standar kelulusan siswa sekolah menengah atas di Indonesia (Sumber:CNN Indonesia).Lalu pertanyaannya adalaha sudah siapkah sistem pendidikan di Indonesia menghadapai perubahan ini?apakah penghapusan UN ini sudah tepat?

Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut dapat kita wujudkan melalui pendidikan dalam keluarga, pendidikan masyarakat maupun pendidikan sekolah.Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya bahkan sesama anggota negara ASEAN pun kualitas SDM bangsa Indonesia masuk ke salah satu peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang supaya bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dan agar tidak semakin tertinggal karena arus global yang berjalan cepat.

Indonesia sekarang menganut sistem pendidikan nasional. Namun, sistem pendidikan nasional masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena banyak faktor.Lalu, bagaimana dengan negara negara lain di Asia?Apakah masalahnya juga sama dengan Indonesia? Mari kita lihat lebih dalam lagi tentang sistem pendidikan yang ada di beberapa negara di benua Asia.

Ya,negara negara di Asia terkenal sekali dengan kurikulum pendidikanya yang sangat sulit,bersifat memaksa dan menantang tentunya bagi yang suka tantangan (Sumber: Kompasiana.com).Beberapa negara seperti China, Jepang, Korea Selatan, Singapura, India dan Indonesia adalah contoh negara-negara di Asia yang standar kurikulumnya sangat sulit.Sistem pendidikan seperti ini mengharuskan siswa menguasai banyak mata pelajaran terutama di bidang saintek serta menyajikan tingkat kesulitas soal yang bisa dikatakan susah atau bahkan sangat susah.

Sistem pendidikan seperti ini tidak memberikan siswa banyak pilihan sebagaimana siswa di belahan benua lain mengenyam pendidikan.Ambil saja contoh di Eropa dan Amerika dimana ketika sudah menginjak masa SMA, siswa sudah lebih diarahkan kepada minat pelajaran yang disukainya.Menurut Liem dikatakan bahwa sistem pendidikan di China sangat berorientasi kepada ujian,menggunakan nilai ujian untuk kriteria utama dalam mengevaluasi siswa yang disebutnya sebagai pedagogi yang beracun,menghambat kreativitas,menekan rasa penasaran dan individual serta menyebabkan stress yang sangat tinggi.Selain di China,ternyata banyak negara negara lain di Asia yang menerapkan pendidikan seperti ini contohnya Korea Selatan, Jepang ,dan Indonesia.

Di Indonesia sendiri,contoh kasus nyata yang paling mudah ditemui adalah pelaksanaan  SBMPTN ketika siswa diharuskan untuk mengerjakan hampir semua mata pelajaran dalam hari yang sama dan hasil tes tersebut lah yang akan jadi parameter untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas negeri di Indonesia atau tidak.Banyak yang mengkritik sistem pendidikan seperti ini karena seolah olah kemampuan seseorang hanya ditentukan dari kemampuan kognitifnya melalui serangkaian tes yang dilakukan hanya sekali.Keadaan ini sangat kontras dengan pendidikan di Eropa dan Amerika jika ingin menjadikannya sebagai perbandingan bahwa ternyata disana hal hal seperti kreativitas,self expression,seni dan filosofi sangat dijunjung tinggi.

Namun,sebelum mengrkitik lebih jauh lagi,ada baiknya untuk melihat dari sudut pandang lain dimana kita harus melihat realita yang terjadi bahwa hal pertama yang harus diperhatikan bahwa  populasi penduduk di Asia relatif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk di Eropa dan Amerika.Dengan jumlah sebanyak itu,evaluasi yang bersifat kuantitatif (dalam hal ini ujian) jauh lebih mudah dilaksanakan dan lebih  efektif serta efisien dalam penggunaan waktu.Evaluasi bersifat kuantitatif seperti essay dan wawancara cukup menyita waktu dan tidak memiliki batasan yang jelas karena penilaian setiap individu akan memiliki standar yang berbeda beda.

Kebudayaan tidak lepas memberi kontribusi pada sistem pendidikan yang ada di Asia.Di Asia timur,pendidikan merupakan hal yang paling dijunjung tinggi dimana pendidikan dianggap sebagai satu satunya cara untuk mengangkat harkat martabat bangsa..Di Jepang contohnya,setelah Restorasi Meiji,pendidikan lah yang berandil besar mengubah negara itu dari negeri agraris menjadi sentra Industri di seluruh Asia bahkan dunia. Di Korea Selatan setelah perang dunia kedua,Pendidikan lah yang membawa negeri ginseng tersebut mampu menyamai prestasi yang lebih dahulu didapat tetangga nya,Jepang. Human Factor seperti pengetahuan dan talenta yang terakumulasi dari sistem pendidikan tersebut memegang peranan penting dalam pertumbuhan kedua negara Macan Asia tersebut.

Dan faktor yang paling penting adalah prioritas.Prioritas utama negara negara di Asia adalah kesempatan dan sumberdaya manusia yag masih sangat terbatas dan dibutuhkan untuk Economic Growth.Supaya terjadi pertumbuhan ekonomi,mereka butuh tenaga kerja yang Skilled Work Forced dengan cepat.Sistem edukasi di Asia lebih difokuskan kepada ekonomi praktikal,efektifitas,dan efisiensi. Dengan prioritas seperti ini dan jumlah penduduk yang banyak,rasanya belum memungkinkan bagi pemerintah menyediakan sistem pendidikan yang mampu memfasilitasi segala jenis passion dan kecerdasan.Maka dari itu pemerintah hanya mampu menyediakan sistem edukasi dimana output nya dibutuhkan dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi.

Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Profesor Ng Aik Kwang dari University Of Quennsland,Australia membahas beberapa perbedaan pendidikan yang ada di Asia dan Eropa.Bagi kebanyakan orang Asia, dalam budaya yang ada, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain). Passion (rasa cinta terhadap sesuatu) kurang dihargai. Akibatnya, bidang kreatifitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan seorang untuk memiliki kekayaan banyak.Hal ini juga mempengaruhi sistem pendidikan yang diterapkan di Asia dan sangat berbanding terbalik dengan sistem pendidikan yang ada di Eropa.Pendidikan identik dengan hafalan berbasis “kunci jawaban” bukan pada pengertian. Ujian Nasional, tes masuk perguruan tinggi, dan lain lain yang semuanya berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus rumus ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus rumus tersebut. Oleh karena itu, murid2 di sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi “Jack of all trades, but master of none” (tahu sedikit sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun). Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dalam Olimpiade Fisika,Biologi dan Matematika namun hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreativitas.Berbeda dengan siswa siswa di Eropa yang sistem pendidikannya memberikan kesempatan dan kebebasan kepada siswanya untuk menekuni bidang yang disukai dan diminati sehingga hasilnya banyak murid di Eropa ketika sudah menyelesaikan studinya menjadi ahli di bidangnya masing masing dan menciptakan terobosan baru di banyak hal.

Manajemen pendidikan di Asia sangat tersentralisasi, mulai dari level pusat, propinsi, kotamadya, kabupaten dan termasuk derah otonomi setingkat kotamadya.Kebanyakan pendidikan di Asia terdiri atas empat sektor yaitu basic education, technical dan vocational education, higher education dan adult education. Di samping itu juga terdapat pendidikan prasekolah yang materinya meliputi permainan, olah raga, kegiatan kelas , observasi, pekerjaan fisik, serta aktivitas sehari-hari.

Pendidikan teknik dan vokasional memperoleh tempat dalam masyarakat.Menurut banyak negara di Asia,pendidikan ini merupakan indikator penting bahwa negaranya mengarah pada proses modernisasi. Kemudian, pendidikan bagi orang dewasa merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan Asia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas orang-orang dalam masyarakat dan secara langsung akan menyumbang pada pengembangan sosio ekonomis penduduk.

Untuk memperoleh guru-guru yang bermutu,banyak negara di Asia mendorong lulusan sekolah menengah yang berbakat untuk memasuki lembaga pendidikan guru.Contohnya saja,guru guru di Jepang, sekolah dasar dan sekolah menengah, memperoleh pelatihan dan juga pendidikan di universitas, program pasca sarjana dan junior college. Sekolah sekolah sangat memperhatikan kegiatan ekstrakurikuler seperti organisasi murid (osis), event olah raga, study tour, dan sebagainya. Pada sekolah menengah ada mata pelajaran wajib dan mata pelajaran elektif.

Bandingkan dengan sistem pendidikan di negara negara barat.Karakteristik utama sistem pendidikan di negara negara barat adalah desentralisasi contohnya negara Amerika Serikat yang menerapkan desentralisasi dalam pendidikan. Pemerintah federal, negara bagian, dan pemerintah daerah memiliki aturan dan tanggung jawab administrasi masing-masing yang sangat jelas. Amerika Serikat tidak mempunyai sistem pendidikan yang terpusat atau yang bersifat nasional. Namun bukan berarti pemerintah federal tidak memberikan arah dan pengaruhnya terhadap masalah pendidikan. Badan legislatif, yudikatif dan eksekutif federal sangat aktif dalam proses pembuatan keputusan mengenai pendidikan. Tahun ajaran untuk sekolah dasar dan menengah rata-rata 180 – 200 hari belajar. Biasanya antara bulan September dan akhir Juni. Pendidikan prasekolah juga lazim di negara ini dan kurikulumnya mengintegrasikan aspek pendidikan, kesehatan, sosial dan rekreasi. Pandangan orang Amerika Serikat bahwa pendidikan merupakan persiapan untuk pekerjaan,maka sekolah vokasional, teknik dan bisnis sangat memperoleh apresiasi dalam masyarakat.Bandingkan dengan fenomena di Indonesia yang mengagungkan sekolah SMA, dan entah mengapa masyarakat menjadikan SMK dan MAN sebagai sekolah kelas 2 atau sekolah bagi orang yang kurang mampu menurut kognitif dan finansial

Pengangkatan guru adalah wewenang pemerintah negara bagian. Masing- masing negara bagian mempunyai ketentuan sendiri mengenai persyaratan untuk memperoleh sertifikat mengajar. Ada negara bagian yang meminta persyaratan mengajar, seperti menguasai tentang penyuluhan narkoba, menguasai bidang komputer dan sebagainya. Ada pula negara bagian yang memberikan sertifikat mengajar untuk lulusan sarjana (S.1), tahap sertifikat kedua untuk lulusan Magister (S.2). Kemudian memberikan ujian tertulis dan praktek mengajar sebagai syarat pengangkatan guru. Negara bagian juga mengeluarkan sertifikat untuk staf administrasi sekolah- kepala sekolah dan kakanwil pendidik.

Tentang kurikulum dan metodologi pengajaran di Amerika Serikat, bahwa pemikir dan pendidik selalu mengembangkan inovasi baru. Maka munculah kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat pada siswa (student centered teaching method), pengajaran atas dasar kemampuan dan minat individu (individualized instruction), dan sekolah alternatif (Sumber:OnlineLibrary.co.id).

Lalu bagaimana dengan Indonesia?Model kurikulum di Indonesia sendiri menyerupai kurikulum kebanyakan di negara Asia lainnya,namun tidak se-ekstrim Jepang,China,ataupun Korea Selatan maupun Singapura.Dan pertanyaan yang muncul adalah haruskah kurikulum negara kita mengikuti kurikulum negara-negara tersebut agar ekonomi kita bisa menyamai mereka?Mungkin juga tidak.Pressure yang deiberikan dalam model kurikulum tersebut berfungsi sebagai stimulus dan memacu siswa dimana siswa tidak punya pilihan lain selain belajar agar lulus ujian dan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.Namun sesungguhnya stimulus dari luar tidaklah terlalu dibutuhkan apabila para siswa sudah memiliki kesadaran untuk belajar dan menuntut ilmu dari dalam diri mereka sendiri.Bayangkan apabila para siswa di Indonesia memiliki kesadaran menuntut ilmu tanpa dipaksa, maka pemerintah tak perlu khawatir kekurangan tenaga ahli,Akan bermunculan orang orang seperti Habibie,Sri Mulyani,dan tokoh tokoh lainnya. Dan dengan tingginya tingkat kesadaran menuntut ilmu buat apa diberikan sistem pendidikan yang bersifat memberi tekanan pada siswa?Toh tanpa tekanan mereka sudah mau belajar.Jujur saja sepanjang pengalaman hidup penulis hingga sekarang,apabila tak ada paksaan atau tekanan untuk belajar,rasanya hampir seluruh siswa di Indonesia enggan membuka bukunya bahkan penulis pun demikian.Mungkin faktor literasi yang belum membudaya  juga mempengaruhi kemauan siswa dan masyarakat kita membaca buku.

Hingga sampai ada pada tahap kesimpulan bahwa masih banyak pekerjaan rumah untuk Indonesia memperbaiki sistem pendidikannya.Prof.Ng Aik Kwang menawarkan beberapa solusi untuk negara negara di Asia memperbaiki pendidikannya termasuk pula Indonesia.Yang pertama adalah hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban.Biarkan Murid memahami apa yang disukainya. Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika yang berlebihan.Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban utk X x Y harus dihapalkan?biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar benar dikuasainya.

Selain itu, biarkan murid memilih profesi berdasarkan passion (rasa cinta) nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yg lebih cepat menghasilkan uang.Dalam proses belajar pun,kita harus membudayakan bertanya saat waktu pelajaran berlangsung.Dasar kreativitas adalah rasa penasaran & berani ambil resiko,maka membiasakan bertanya tentang hal yang belum diketahui adalah hal yang baik.

Akhir kata,ada satu pertanyaan yang muncul,untuk mengubah budaya sebuah bangsa,ubahlah budaya pada diri kita sendiri terlebih dahulu.Seberapa besar kemauan individi masing masing  membantu negaranya mencapai kemakmuran? Indonesisa butuh orang orang yang berilmu di bidangnya masing masing.Bisakah murid dan masyarakat Indonesia mati matian belajar tanpa harus dipaksa agar kelak bisa berkontibusi terhadap kemajuan bangsa ini? Silahkan jawab masing masing.

DAFTAR PUSTAKA

Kwang, N. A. (2001). “Why Asians Are Less Creative Than Westerners” . Quennsland.

P, L. .. (2008). Who is Afraid of the Big Bad Dragon? Why China Has the Best (Worst) Education System in the World. Jakarta: Buana Cipta.

Sumber dan Referensi Bacaan:

1.https://www.insidehighered.com/blogs/world-view/good-bad-and-ugly-dimensions-chinese-education diakses pada hari Kamis,1 Desember 2016 pukul 16.35

2.JAPAN’S GROWTH AND EDUCATION 1963 (Publisher : Japan Ministry of Education)

3.Question on @Quora:Why are education and studies in Asian countries ar so though? https://www.quora.com/Why-are-education-and-studies-in-Asian-countries-so-though?srid:1jl9&share:06681bc1

5.http://vickryadjah.blogspot.co.id/2014/10/perbedaan-pendidikan-orang-asia-dan.html diakses pada hari Sabtu,17 Desember 2016.

7.http://www.kompasiana.com/victorhasiholan/reformasipendidikan_55003469a33311a96f510492 diakses pada hari Sabtu,17 Desember 2016.

Penulis adalah Mahasiswa S1 Universitas Brawijaya Malang,Indonesia

Contact: