Berapa tahun sekali terjadi gerhana matahari total?

Trending

Asri Ediyati   |   Haibunda

Sabtu, 04 Dec 2021 08:25 WIB

Jakarta -

Untuk Bunda ketahui, Gerhana Matahari terjadi ketika bulan baru lewat di depan wajah Matahari, dari sudut pandang Bumi. Gerhana matahari total terjadi di suatu tempat di Bumi sekitar setiap 18 bulan atau lebih, tetapi frekuensi rata-rata peristiwa untuk setiap titik acak di planet ini kira-kira sekali dalam hampir 400 tahun.

Namun, gerhana matahari sebenarnya lebih sering terjadi daripada gerhana bulan, Bunda. Mengutip Britannica, misalnya, gerhana total dan annular terjadi setiap lima atau enam bulan.

Gerhana bulan, sebaliknya, terjadi sekitar sekali per tahun di setiap lokasi tertentu di planet ini. Meski demikian, karena gerhana matahari hanya dapat dilihat dari wilayah yang sangat terbatas di Bumi pada satu waktu dan gerhana bulan dapat dilihat oleh seluruh belahan bumi, gerhana matahari mungkin tampak lebih jarang.

Nah, kabarnya, gerhana Matahari total akan terjadi pada Sabtu, 4 Desember 2021 ini. Fenomena langka tersebut akan menjadi yang terakhir di tahun ini. Kapan waktu terjadinya gerhana dan bagaimana cara melihatnya?

Sayangnya, Indonesia tidak bisa menyaksikannya, Bunda. Fenomena gerhana Matahari total ini terjadi secara eksklusif di Antartika, dikarenakan wilayah Antartika pas terkena umbra Bulan. Gerhana Matahari total kali ini merupakan gerhana ke-13 dari 70 gerhana dalam Seri Saros ke-152.

Meski tidak bisa menyaksikannya secara langsung, para penyuka fenomena astronomi bisa melihatnya lewat siaran live streaming, salah satunya yang disediakan badan antariksa nasional Amerika Serikat NASA di akun YouTube NASA.

Kita yang berada di Indonesia juga bisa streaming gerhana Matahari 4 Desember 2021 langsung lewat situs resmi NASA.

NASA menyebut akan mulai melakukan live streaming gerhana Matahari total mulai pukul 12.00 IST atau sekitar pukul 13.30 WIB. Gerhana akan dimulai setengah jam kemudian dan fase fenomena gerhana Matahari total akan dimulai pada 13.14 IST atau pada 14.44 WIB.

Sementara Antarktika mengalami fase total, terdapat wilayah-wilayah yang menurut Pusat Riset Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) - BRIN mengalami gerhana Matahari parsial. Apa saja? TERUSKAN MEMBACA KLIK DI SINI.

(aci/fir)

Simak Video di Bawah Ini, Bun:

Berapa tahun sekali terjadi gerhana matahari total?

Jalur Gerhana Matahari Total pada 11 Juni 1983 (infoastronomy.org).

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 38 tahun lalu, tepatnya 11 Juni 1983, Indonesia mengalami fenomena gerhana matahari total atau GMT. Berbeda dengan fenomena gerhana matahari yang terjadi sesudahnya, Indonesia yang berada di bawah pemerintahan Orde Baru kala itu dilarang untuk melihat langsung fenomena tersebut secara langsung. Bahkan Menteri Penerangan kala itu, Harmoko, meminta warga untuk tidak keluar rumah dan melihat fenomena tersebut secara langsung.

Gerhana matahari total saat itu melewati sejumlah daerah di Yogyakarta, Semarang, Solo, Kudus, Madiun, Kediri, Surabaya, Makassar, Kendari, dan Papua. Peristiwa alam saat itu berlangsung pukul 11.00 WIB selama enam menit.

Pemerintah Orde Baru dalam menyikapi fenomena yang juga disebut Total Solar Eclipse tidak hanya melalui pelarangan yang dilakukan oleh Menteri Penerangan saja, melainkan mengerahkan aparat keamanan seperti TNI dan Polri untuk melarang warga menyaksikan langsung secara beramai-ramai. Bahkan di Jawa Timur, aparat menyita teropong yang digunakan warga untuk melihat fenomena gerhana matahari total.

Selain Menteri Penerangan, TNI, dan Polri, kehebohan pemerintah menyikapi fenomena ini juga digemborkan melalui saluran Televisi Republik Indonesia atau TVRI. Stasiun TVRI waktu itu menayaangkan berulang-ulang menganai bahaya melihat GMT secara langsung. "Hanya satu cara melihat gerhana dengan aman, lihatlah melalui layar TVRI Anda," seru TVRI bernada iklan.

Lebih lanjut, Pemerintah membentuk Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total. Setiap berkunjung ke daerah yang terlewati GMT, tim mengkampanyekan larangan menatap langsung GMT. bahkan, dr. Bambang Guntur, ahli penyakit mata Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total, mengatkan, "Jangan sekali-sekali menatap gerhana. Kebutaan oleh gerhana matahari tak bisa disembuhkan."

Beberapa bulan sebelum gerhana tersebut muncul, ada petunjuk yang memperbolehkan masyarakat untuk melihatnya secara langsung menggunakan kaca mata gerhana yang terbuat dari kaca film, namun hal ini tetap dilarang ketika mendekati hari H fenomena gerhana itu muncul. Akibatnya pemerintah menyita lebih dari tiga ribu kaca mata produksi PD Besar Bandung—sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan Stempel dan Digital Printing.

Pendapat ilmuwan. Prof Dr Bambang Hidayat, yang waktu itu menjabat Direktur Peneropong Bintang Bosscha justru mengecam kampanye pemerintah. Ia melarang pemerintah seolah menganggap gerhana matahari total sebagai sebuah bencana. Dia menganggap gerhana matahari total justru aman melihat matahari, asal tidak terus-menerus sampai selesai gerhana.

Sedangkan, menurut peneliti astronomi di Observatorium Bosscha, Moedji Raharto, ketika itu pemerintah melakukan perintah mengenai gerhana matahari total secara instruksional. Menurutnya warga pada saat itu semua patuh karena tidak ada pengalaman tentang gerhana matahari, ditambah menelan mentah-mentah informasi yang disampaikan pemerintah.

GERIN RIO PRANATA

Baca: Begini Jalur dan Waktu Gerhana Matahari Cincin 2021, Pada Hari ini

  • 02 Januari 2020
  • 14590
  • Share

Seperti yang kita ketahui pada tanggal 26 Desember 2019 terjadi fenomena alam yang jarang terjadi di Indonesia, yaitu Gerhana Matahari Cincin (GMC).

GMC melewati sebagian wilayah di Indonesia seperti Padang Sidempuan, Duri, Batam, Siak, Karimunbesar, Tanjung Batu, Bintan, Tanjung Pinang, Singkawang, Pemangkas dan Sambas. Sementara itu, wilayah yang lainnya akan mengalami gerhana matahari sebagian (GMS). GMS bisa terlihat dari seluruh wilayah Indonesia, tergantung lokasi pengamatan. Di Jakarta sendiri, piringan matahari mencapai 72% dengan puncak gerhana sekitar pukul 12.36 WIB.

Gerhana matahari terjadi ketika Matahari - Bulan - Bumi berada pada satu garis lurus. Namun kesegarisan ini tidak terjadi setiap saat karena orbit Bumi mengelilingi Matahari tidak satu bidang dengan orbit Bulan mengelilingi Bumi, melainkan miring sekitar 5,1 derajat terhadap ekliptika. Karena kemiringan orbit Bulan inilah, gerhana Matahari hanya terjadi pada momen Matahari dekat dengan titik simpul orbit Bulan mengelilingi Bumi terhadap ekliptika (bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari). Jadi, tidak setiap fase bulan baru, Bulan berada tepat sejajar dengan Bumi dan Matahari. Ada kalanya bayangan Bulan melintas di atas atau di bawah Bumi sehingga tidak terjadi gerhana.

Seandainya orbit Bulan dan Matahari sebidang, setiap satu bulan sekali akan terjadi gerhana Matahari dan gerhana Bulan silih berganti. Namun karena kenyataannya tidak demikian, maka kita harus menunggu konfigurasi yang tepat saat Bulan dan Matahari, dilihat dari Bumi, bertemu di titik pertemuan bidang ekliptika dengan bidang orbit Bulan.

Jika dibandingkan dengan Bumi, ukuran Bulan jauh lebih kecil. Selain itu jaraknya juga jauh. Oleh karena itu, saat gerhana Matahari hanya sebagian saja area di Bumi yang berada dalam umbra dan mengalami gerhana.

Gerhana Matahari dengan geometri yang persis sama di setiap gerhana akan terjadi lagi dalam rentang 18 tahun 11 hari 8 jam. Siklus ini dinamai siklus Saros. Gerhana yang terjadi dalam satu siklus Saros akan terjadi di titik simpul orbit yang sama dengan bulan berada pada jarak yang sama dari bumi dan di waktu yang sama. Lokasi terjadinya gerhana dalam satu siklus Saros akan bergeser atau tidak di lokasi yang sama.

Satu siklus Saros berlangsung selama 1226 - 1550 tahun dan terdiri dari 69 - 87 gerhana yang merupakan perpaduan gerhana sebagian, total, cincin, dan hibrida. Dari keseluruhan gerhana dalam satu siklus Saros, terdapat 40 - 60 perpaduan gerhana total, cincin, dan hibrida. 

Untuk gerhana matahari total (GMT), rata-rata GMT akan terjadi pada lokasi yang sama di bumi hanya satu kali dalam 375 tahun dengan durasi yang bisa lebih pendek atau lebih lama. Namun, waktu tersebut hanya perhitungan statistik. Pada kenyataannya, satu lokasi yang sama bisa mengalami GMT kurang dari 375 tahun atau bahkan bisa menunggu lebih dari 1000 tahun untuk mengalami kembali GMT. 

sumber: langitselatan.com

#GerhanaMatahariCincin 
#GMC26Desember2019 #PengamatanGMC #GerhanaMatahari #FenomenaSains #Kemenristek #RistekBRIN #PusatPeragaanIptek #PPIPTEK #IndonesiaScienceCenter #Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Gerhana Matahari terakhir tahun 2021 akan terjadi pada 4 Desember. Fenomena alam ini akan bisa dinikmati oleh orang-orang di belahan Bumi Selatan.

Pada 4 Desember 2021 akan terjadi Gerhana Matahari Total, ketika Bulan bergerak di antara Matahari dan Bumi, menimbulkan bayangan di Bumi, sepenuhnya atau sebagian menghalangi cahaya Matahari di beberapa daerah. Namun ini hanya bisa dinikmati di daerah Antartika.

Gerhana Matahari Total di Antariksa terjadi 18 tahun sekali. Gerhana Matahari total terakhir di Antartika pada 1967 dan gerhana Matahari selanjutnya akan terjadi pada 2490.

Sementara beberapa daerah akan menikmati Gerhana Matahari Parsial (sebagian). Diantaranya: Saint Helena, Namibia, Lesotho, Afrika Selatan, Georgia Selatan dan Kepulauan Sandwich, Kepulauan Crozet, Kepulauan Falkland, Chili, Selandia Baru, dan Australia.

Gerhana Matahari 4 Desember akan disiarkan secara langsung melalui akun YouTube NASA Live. Gerhana dimulai pada pukul 10:59 WIB. Gerhana penuh akan terlihat pada pukul 12:30 WIB.

Gerhana maksimal akan terlihat pada pukul 13:03 WIB dan gerhana akan berakhir pada 15:07 WIB, seperti dikutip dari India Today, Kamis (2/12/2021).


(roy/roy)

TAG: gerhana matahari total antariksa