Berdasarkan pengertiannya kata ritel berasal dari bahasa perancis yaitu

Berdasarkan pengertiannya kata ritel berasal dari bahasa perancis yaitu

Dhafi Quiz

Find Answers To Your Multiple Choice Questions (MCQ) Easily at cp.dhafi.link. with Accurate Answer. >>


Berdasarkan pengertiannya kata ritel berasal dari bahasa perancis yaitu

Ini adalah Daftar Pilihan Jawaban yang Tersedia :

  1. Retailler
  2. Riteller
  3. Ritel
  4. Wholesaler
Klik Untuk Melihat Jawaban

Kuis Dhafi Merupakan situs pendidikan pembelajaran online untuk memberikan bantuan dan wawasan kepada siswa yang sedang dalam tahap pembelajaran. mereka akan dapat dengan mudah menemukan jawaban atas pertanyaan di sekolah. Kami berusaha untuk menerbitkan kuis Ensiklopedia yang bermanfaat bagi siswa. Semua fasilitas di sini 100% Gratis untuk kamu. Semoga Situs Kami Bisa Bermanfaat Bagi kamu. Terima kasih telah berkunjung.

Berdasarkan pengertiannya kata ritel berasal dari bahasa perancis yaitu

Dhafi Quiz

Find Answers To Your Multiple Choice Questions (MCQ) Easily at cp.dhafi.link. with Accurate Answer. >>


Berdasarkan pengertiannya kata ritel berasal dari bahasa perancis yaitu

Berdasarkan pengertiannya, kata ritel berasal dari bahasa Prancis, yaitu

Ini adalah Daftar Pilihan Jawaban yang Tersedia :

  1. Retailer
  2. Franchisor
  3. Ritele
  4. Wholesaler
  5. Retailing

Jawaban terbaik adalah A. Retailer.

Dilansir dari guru Pembuat kuis di seluruh dunia. Jawaban yang benar untuk Pertanyaan ❝Berdasarkan pengertiannya, kata ritel berasal dari bahasa Prancis, yaitu ❞ Adalah A. Retailer.
Saya Menyarankan Anda untuk membaca pertanyaan dan jawaban berikutnya, Yaitu Gudang yang letaknya dfekat dengan pasar pada umumnya diperuntukkan bagi ... dengan jawaban yang sangat akurat.

Klik Untuk Melihat Jawaban

Kuis Dhafi Merupakan situs pendidikan pembelajaran online untuk memberikan bantuan dan wawasan kepada siswa yang sedang dalam tahap pembelajaran. mereka akan dapat dengan mudah menemukan jawaban atas pertanyaan di sekolah. Kami berusaha untuk menerbitkan kuis Ensiklopedia yang bermanfaat bagi siswa. Semua fasilitas di sini 100% Gratis untuk kamu. Semoga Situs Kami Bisa Bermanfaat Bagi kamu. Terima kasih telah berkunjung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retail Management 2.1.1 Pengertian Retailing Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecahkan sesuatu (Utami, 2012 : 5). Menurut Kotler (dalam Dessyana, 2013) mendefinisikan ritel sebagai kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Ritel adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri, keluarga, atau rumah tangga. Menurut Dunne dan Lusch (dalam Abel dan Hussein, 2015) Ritel adalah kegiatan dan langkah akhir dalam menghantarkan barang atau jasa kepada konsumen akhir. Bisnis ritel merupakan semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Dan manajemen ritel dipahami sebagai segala upaya yang dilakukan dalam mengelola bisnis ritel, dimana di dalamnya juga termasuk pengelolaan yang terkait dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, dan operasional bisnis ritel (Utami, 2012 : 5). Jadi dari teori diatas dapat disimpulkan, Retailing adalah suatu kegiatan dan langkah terakhir yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir yang digunakan untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis atau di perjual belikan kembali. 12

2.1.2 Jenis Retailing Menurut Meyer (dalam Harviona, 2010) mengklasifikasikan retailing berdasarkan lima kriteria, yaitu tipe kepemilikan, produk atau jasa yang dijual, non-storeretailing, strategi penetapan harga, dan lokasi. a) Tipe Kepemilikan Berdasarkan tipe kepemilikan, retailing dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Independent retail firm (perusahaan ritel independen), yaitu suatu outlet pengecer yang dimiliki dan dioperasikan secara independen dan tanpa afiliasi (penggabungan). 2. Franchising (waralaba), yaitu suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil atau menengah, hak-hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu, dan disuatu tempat tertentu pula. 3. Corporate chain (rantai perusahaan), yaitu suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih usaha/bisnis yang saling berkaitan atau berhubungan dalam satu manajemen dan dimiliki oleh suatu kelompok pemegang saham. b) Produk atau Jasa yang dijual Berdasarkan kriteria ini, retailing dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu service retailing dan product retailing. 13

1. Service Retailing (Jasa ritel) Ada tiga jenis service retailing, yaitu rented-goods services (jasa sewa barang), owned-goods service (jasa milik barang) dan non-goods services (jasa bukan barang). a. Rented-goods service (jasa sewa barang) Pada jenis ini, konsumen biasanya menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu, namun kepemilikannya tetap berada pada pihak retailer. Contohnya: penyewaan mobil, kaset video dan apartemen. b. Owned-goods service (jasa milik barang) Pada owned-goods service, produk-produk yang dimiliki oleh para konsumen direparasi, ditingkatkan atau dikembangkan untuk kerjanya, atau dipelihara/dirawat. Contohnya: jasa reparasi jam tangan, motor, pencucian mobil, dry cleaning, perawatan taman, dll. c. Non-goods services (jasa bukan barang) Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal yang bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada konsumen. Contohnya: baby-sitter, supir, pemandu wisata, dll. 2. Product Retailing (ritel produk) Product retailing terdiri atas beberapa jenis, diantaranya adalah: a. Toko serba ada (Department store) Department store adalah suatu perusahaan eceran yang mempekerjakan paling sedikit 25 orang dan memiliki penjualan 14

pakaian dan peralatan rumah tangga sejumlah 20 persen atau lebih dari penjualan totalnya. Setiap divisi merupakan gabungan dari beberapa departemen yang menjual lini barang dagangan (mebel, perabotan, peralatan dan perlengkapan rumah tangga, dan pakaian) yang saling berkaitan atau berhubungan. b. Specialty store (toko khusus) Ciri khas specialty store adalah konsentrasinya pada jenis barang dagangan yang terbatas/sedikit. Specialty store biasanya berlokasi di pusat perbelanjaan yang besar. Contohnya:Toys R Us (mainan anakanak), Athlete Foot (sepatu olahraga), dll. c. Katalog Showroom Katalog showroom menawarkan harga rendah, merek nasional,dan daerah perbelanjaan yang kecil dengan yang berdekatan dengan tempat pajangan (display) ecerannya. Biasanya pembeli menelaah katalogkatalog yang terdistribusi luas sebelum mengunjungi toko tersebut. d. Food and Drug Retailer (ritel makanan dan obatan) Ada tiga jenis utama food and drug retailer, yaitu pasar swalayan (supermarket) dan superdrug store, conveniencestore, dan combination store. Superdrug store adalah toko-toko besar yang menjual makanan atau obat-obatan dalam jumlah besar dengan harga yang rendah. Convenience Store adalah toko swalayan mini yang menjual barang kebutuhan sehari-hari dan berlokasi di sekitar tempat pemukiman penduduk, serta biasanya buka 24 jam. Combination store 15

atau superstore merupakan kombinasi pasar swalayan dan toko serba yang menjual barang-barang umum (general merchandise) dengan harga yang di diskon secara periodik, dan umumnya mempunyai luas toko 35.000 hingga 60.000 kaki persegi. c). Non-store retailing (bukan toko ritel) Non-store retailing menjual produk dan jasa dengan menggunakan metodemetode, seperti Telephone and Media Retailers, direct selling, vending machines, mail-orderretailing, dan Electronic Shopping. 1. Telephone and Media Retailers Pengecer menggunakan kontak via telepon (telemarketing) dan media periklanan seperti TV, radio, surat kabar, dan majalah untuk menginformasikan dan membujuk konsumen untuk membeli produkproduknya. 2. Vending Machines (mesin penjual) Mesin khusus ini banyak dijumpai di bank, pasar swalayan, hotel dan kantor kantor tertentu. 3. Mail Order (pesanan melalui pos) Dalam metode ini, penjualan dilakukan melalui pemesanan dengan menggunakan katalog-katalog tertentu via pos. 4. Direct Selling (penjualan langsung) Direct selling merupakan penjualan barang-barang konsumesi langsung ke perorangan, di rumah-rumah maupun di tempat kerja mereka, melalui transaksi yang diawali dan diselesaikan oleh tenaga penjualannya. 16

5. Electronic Shopping (belanja elektronik) Ada dua bentuk utama electronic shopping. Bentuk pertama adalah menggunakan video text, yaitu sistem dua arah, dimana perangkat TV pelanggan dan bank data komputer penjual dihubungkan dengan kabel atau jalur telepon. Bentuk kedua adalah memanfaatkan jaringan internet (cybermarketing) dengan seperangkat peralatan komputer personal (PC) atau modem. d) Strategi Penetapan Harga Setiap pengecer menawarkan harga yang sangat bervariasi, mulai dari yang murah hingga yang sangat mahal. Untuk merek barang yang sama, harga yang ditetapkan bisa berbeda antara retailer yang satu dengan yang lain. Ada pengecer yang menetapkan harga tinggi, karena mereka juga menawarkan pelayanan tertentu seperti suasana toko yang menarik dan nyaman, biasanya department store dan specialty store. Di lain pihak, ada pula retailer yang menetapkan harga lebih rendah, yaitu discount store. e) Lokasi Retailer juga mengelompokkan berdasarkan lokasinya, yaitu downtown central business distict (pusat bisnis kota), strip development (pengembangan jalur) dan pusat perbelanjaan (shopping center). 17

2.1.3 Suasana Toko (Store Atmosphere) 2.1.3.1 Pengertian Suasana toko (Store Atmosphere) Menurut Levy & Weits (dalam Fathoni, dkk, 2015). Store atmosphereadalah Store atmosphere is the combination of the store s physical characteristic, such as architecture, layout, signs and display, colour, lighting, temperature, sounds and smell, which together create and image in customer s minds. Store atmosphere refers to design of an environtment through visual communicatiob, light, colour, music, and scent to stimulate customer, perceptual and emotional responses and ultimately to affect their purchase behavior. Dari definisi diatas bahwa suasasana toko (store atmosphere) adalah kombinasi karakteristik fisik toko seperti, arsitektur, tata ruang, papan tanda dan pajangan, pewarnaan, pencahayaan, suhu udara, suara dan aroma, dimana semua itu bekerja bersama-sama untuk menciptakan citra perusahaan di dalam benak pelanggan. Atmosfer toko juga berhubungan dengan kegiatan mendesain suatu lingkungan melalui kombinasi visual, pencahayaan, warna, musik dan penciuman untuk merangsang persepsi dan emosi dari pelanggan dan pada akhirnya untuk mempengaruhi perilaku pembelian mereka. Menurut Utami (2012 : 255) Suasana toko (store atmosphere) merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen. Menurut Gilbert (dalam Dessyana, 2013), Store atmosphere merupakan kombinasi dari pesan secara fisik yang telah direncanakan. Store atmosphere dapat digambarkan sebagai perubahan terhadap 18

perencanaan lingkungan pembelian yang menghasilkan efek emosional khusus yang dapat menyebabkan konsumen melakukan tindakan pembelian. Benyamin Molan (dalam Sitanggang, 2014) Suasana toko (store atmosphere) merupakan unsur lain dalam perasenjataan produk. Setiap toko mempunyai tata letak fisik yang membuat orang bergerak di dalamnya dengan susah dan mudah. Sutisna (dalam Sitangang, 2014) mengatakan store atmosphere adalah penataan ruang dalam (instore) dan ruang luar (outstore) yang dapat menciptakan kenyamanan bagi pelanggan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Suasana toko (store atmosphere) merupakan suatu karakteristik fisik toko yang harus dimiliki setiap toko dan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Image retailer lebih bergantung besar pada Store atmosphere-nya, karena perasaan psikologi yang dirasakan konsumen didapatkan ketika mengunjungi toko. Toko harus dapat membentuk suasana yang sesuai dengan target konsumennya, sehingga dapat menarik konsumen untuk datang mengunjungi dan melakukan pembelian di dalam toko. 2.1.3.2 Elemen Suasana Toko (Store Atmosphere) Menurut Berman dan Evans (dalam Harviona, 2010), store atmosphere terdiri dari empat elemen sebagai berikut : 19

Eksterior General Interior ATMOSPHERE CREATED BY THE RETAILER Store Layout POP Displays Sumber: Berman and Evans Retail Management (dalam Harviona, 2010). A. Eksterior Gambar 2.1 The Elements of Store atmosphere Eksterior toko mempunyai pengaruh yang kuat pada citra toko tersebut, sehingga harus direncanakan sebaik mungkin. Kombinasi dari eksterior ini dapat membuat bagian luar toko menjadi terlihat unik, menarik, menonjol dan mengundang orang untuk masuk ke dalamtoko. Elemen-elemen eksterior toko ini terdiri dari sub elemen sebagai berikut: 1. Storefront adalah bagian depan dari sebuah toko. Bagian depan dari sebuah toko didesain sedemikian rupa sehingga dapat menarik minat bagi konsumen untuk masuk ke dalam toko dan kemudian melakukan pembelian. 2. Marquee adalah suatu tanda yang digunakan untuk memajang nama atau logo suatu toko. Marquee dapat dibuat dengan diwarnai atau menggunakan lampu neon, dicetak, dan diatur sendiri atau digabungkan dengan slogan atau informasi lainnya. Supaya efektif, marquee harus diletakkan di luar, sehingga terlihat berbeda dan lebih menarik atau mencolok dibandingkan dengan toko lainnya. 20

3. Store Entrances, Pintu masuk toko harus direncanakan sebaik mungkin sehingga dapat mengundang konsumen untuk masuk ke dalam toko dan dapat juga mengurangi lalu lintas ketika konsumen masuk dan keluar toko. Dalam perencanaannya, pintu masuk toko membutuhkan tiga keputusan utama, yaitu: a. Jumlah pintu masuk, disesuaikan dengan besar kecilnya bangunan. Salah satu faktor yang membatasi jumlah pintu masuk adalah untuk menghindari terjadinya pencurian. b. Jenis pintu masuk yang dipilih, apakah pintu masuknya berupa pintu otomatis, pintu tarik-dorong, pintu biasa, pintu yang harus dibuka sendiri, atau pintu dikontrol sesuai dengankeadaan cuaca. c. Lebar pintu masuk, pintu masuk yang lebar akan menciptakansuasana dan kesan yang berbeda dibandingkan dengan pintu masuk yang sempit, kecil, dan berdesak-desakan.selain itu,dapat juga berfungsi untuk menghindari kemacetan arus lalu lintas orang yang masuk dan keluar toko. 4. Height of Building, eksterior tinggi gedung dapat dibedakan menjadi tersembunyi dan tidak tersembunyi. Hal ini dapat mempengaruhi kesan tertentu terhadap toko tersebut. 5.Uniqueness, tujuan utama dari toko dalam mendesain tokonya adalah agar tokonya dapat terlihat unik dan dapat menarik perhatian para konsumennya. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara memilih marquee yang mencolok, jendela dan etalase yang dekoratif, tinggi dan ukuran 21

gedung yang berbeda dari sekitarnya sehingga dapat menarik perhatian konsumen dengan keunikan tokonya. 6. Store surroundings, lingkungan sekitar toko menunjukkan citra toko tersebut, dilihatdari range harga, tingkat servisnya, dan lain-lain. Lingkungan sekitar toko merefleksikan demografis dan gaya hidup dari mereka yang tinggal di sekitar toko. 7. Parking facilities, tempat parkir merupakan hal yang sangat penting bagi konsumen dalam mengunjungi suatu toko atau pusat perbelanjaan. Tempat parkir yang luas, aman, gratis dan mempunyai jarak yang dekat dengan toko yang menciptakan atmosfir yang positif bagi toko. B. General Interior General interior dari suatu toko harus dirancang untuk memaksimalkan visual merchandising. Display yang baik yaitu display yang dapat menarik perhatian pengunjung dan membantu mereka agar mudah mengamati, memeriksa dan memilih barang-barang itu dan akhirnya melakukan pembelian ketika konsumen masuk ke dalam toko, sehingga akan ada banyak hal yang mampu mempengaruhi persepsi mereka terhadap toko tersebut. Elemen-elemen general interior ini terdiri dari: a) Flooring (lantai) b) Colors and Lighting (warna dan pencahayaan) c) Scents and sounds (aroma dan suara) d) Store fixtures (toko perlengkapan) 22

e) Wall textures (tekstur dinding) f) Temperature (suhu) g) Width of aisles (lebar lorong) h) Dressing facilities (fasilitas ganti) i) Multilevel stores (toko bertingkat) j) Dead areas (daerah mati) k) Personnel (personil) l) Merchandise (barang dagangan) m) Prices (levels and displays) (harga (tingkat dan menampilkan)) n) State-of-the-art technology (keadaan teknologi seni) o) Cleanliness (kebersihan) C. Layout Toko Layout toko akan mengundang masuk konsumen atau malah menyebabkan konsumen menjauhi toko tersebut ketika konsumen tersebut melihat bagian dalam toko melalui jendela etalase atau pintu masuk. Layout toko direncanakan sebaik mungkin untuk dapat mengundang konsumen untuk lebih merasa nyaman dan betah berkeliling lebih lama sehingga dapat membelanjakan uangnya lebih banyak di toko tersebut. Hal spesifik dari layout toko yang harus direncanakan secara berurutan adalah: a) Allocation of Floor Space (alokasi dari lantai ruang) b) Classification of store offerings (klasifikasi dari toko persembahan) 23

1. Functional product groupings (pengelompokan produk fungsional) 2. Purchase motivation product groupings (pengelompokan produk motivasi membeli) 3. Market segment product groupings (pengelompokan produk segmen pasar) 4. Storability product groupings (pengelompokan produk daya simpan) c) Traffic-flow pattern (arus lalu lintas) 1. Straight (gridiron) traffic flow (arus lalu lintas yang luas), 2. Curving (free-flowing) traffic flow (arus lalu lintas yang melengkung) d) Space needs (kebutuhan ruang) 1. Model stock approach (model pendekatan saham) 2. Sales-productivity ratio (rasio produktivitas penjualan) e) Mapping out in-store locations (memetakan di lokasi toko) f) Arrangement of individual products (penataan produk individu) D. POP Displays Point-of-purchase (POP) displays menyediakan kepada para konsumen mengenai informasi yang dapat memberikan nilai tambah bagi Store atmosphere dan menyediakan peran promosi yang sangat penting di dalam toko. POP displays terdiri dari: a) Assortment display (tampilan berbagai macam) 24

b) Theme-setting display (tampilan pengaturan tema) c) Ensemble display (tampilan ensembel) d) Racks and cases display (tampilan rak dan kasus) e) Cut cases and dump bins display (tampilan pemotongan kasus dan membuang sampah) f) Posters, signs, and cards (poster, tanda-tanda, dan kartu) 2.1.4 Display Produk 2.1.4.1 Pengertian Display Produk Menurut Willian J. Shultz (dalam Putri, dkk, 2014), display yaitu usaha mendorong perhatian dan minat konsumen pada toko atau barang dan mendorong keinginan membeli melalui daya tarik pengelihatan langsung (direct visual appeal). Menurut Foster (dalam Hartanto dan Haryanto, 2012), Display mempunyai beberapa definisi yaitu keinginan membeli sesuatu yang tidak didorong oleh seseorang tetapi didorong oleh daya tarik, atau oleh pengelihatan ataupun oleh perasaan lainnya. Menurut Berger (dalam Hartanto dan Haryanto, 2012), Display adalah penataan toko yang ditawarkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pengecer. Display berada di dalam promosi point of purchase. Menurut Utami (dalam Hartanto dan Haryanto, 2012), mengemukakan bahwa titik penjualan dapat dilaksanakan dengan cara memajang produk (display) di counter, lantai, dan jendela (window display) yang memungkinkan ritel untuk mengingatkan para pelanggan dan sekaligus merangsang pola perilaku belanja tak 25

terencana. Adakalanya pemajangan pada sebuah ritel disiapkan oleh pemasok atau produsen produk. Dari beberapa pengertian diatas mengenai display maka dapat ditarik kesimpulan bahwa display produk merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan produk suatu perusahaan kepada konsumen agar konsumen dapat mengamati, meneliti dan melakukan pilihan, dimana hal ini dilakukan konsumen karena terdorong oleh daya tarik dari pengelihatan ataupun rasa-rasa tertentu karena adanya peragaan atau penyusunan produk yang menarik. Memajangkan barang didalam toko dan etalase, mempunyai pengaruh besar terhadap penjualan. Biasanya kita lihat salah satu cara untuk menjual barang adalah dengan membiarkan calon pembeli melihat, meraba, mencicipi, mengendari dan sebagainya. 2.1.4.2 Tujuan Display Produk Menurut Willian J. Shultz (dalam Putri, dkk, 2014), tujuan display dapat digolongkan menjadi yaitu : 1. Untuk menarik perhatian (attention interest) para pembeli. Hal ini dilakukan untuk menggunakan warna-warna, lampu-lampu dan sebagainya. 2. Untuk dapat menimbulkan keinginan memiliki barang-barang yang dipamerkan di toko (attention, interest) kemudian para konsumen masuk ke dalam toko dan melakukan pembelian (desire + action). 26

2.1.4.3 Jenis-jenis Display Produk Menurut Willian J. Shultz (dalam Putri, dkk, 2014), membagi display produk menjadi 3 macam yaitu : 1. Windows Display ( Tampilan Etalase) Yaitu memajangkan barang-barang, gambar-gambar kartu harga, simbolsimbol dan sebagainya di bagian toko yang disebut etalase. Dengan demikian calon konsumen yang lewat di muka toko-toko di harapkan kan tertarik oleh barang-barang tersebut dan ingin masuk ke dalam toko. Wajah toko akan berubah jika windows display diganti. Fungsi windows display ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut : a. Untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat b. Menyatakan kualitas yang baik, atau harga yang murah, sebagai ciri khas dari toko tersebut c. Memancing perhatian terhadap barang-barang istimewa yang dijual toko d. Untuk menimbulkan impulse buying (dorongan seketika untuk membeli) e. Agar menimbulkan daya tarik terhadap keseluruhan daya toko 2. Interior Display ( Tampilan dalam Ruangan) Yaitu memajangkan barang-barang, gambar-gambar, kartu-kartu harga, poster-poster didalam toko misalnya di lantai, di meja, di rak-rak, dan sebagainya. Interior display ini ada beberapa macam: 27

a. Merchandise Display ( Tampilan Barang Dagangan) Barang-barang dagangan yang dipajang di dalam toko dan ada tiga bentuk memajangnya : 1. Open display : barang-barang yang dipajangkan pada suatu tempat terbuka sehingga dapat dihampiri dan dipegang, dilihat dan teliti oleh calon pembeli tanpa bantuan dari petugas-petugas penjualnya, misalnya self display, insland display (barang disimpan diatas lantai yang diatur bagus seperti pulau-pulau dan sebaginya). 2. Closed display : barang-barang di pajangkan dalam suasana tempat tertutup. Barang-barang tersebut tidak dapat dihampiri dan dipegang atau diteliti oleh calon pembeli kecuali atas bantuan petugas. Jelas ini bertujuan melindungi barang dari kerusakan, pencurian dan sebagainya. 3. Architecture display : memperlihatkan barang-barang dalam penggunaanya misalnya di ruang tamu, meubel di kamar tidur, dapur dengan perlengkapannya, dan sebagainya. Cara ini dapat memperbesar daya tarik karena barang-barang dipertunjukan secara realistis. b. Store Sign and Decoration ( Simbol dan Dekorasi Toko ) Tanda-tanda, simbol-simbol, lambang-lambang, poster-poster, gambargambar, bendera-bendera, semboyan-semboyan, dan sebagainya disimpan di atas meja atau digantung di dalam toko. Store design digunakan untuk membimbing calon pembeli ke arah barang dagangan 28

dan memberi keterangan kepada mereka tentang kegunaan barangbarang tersebut. Decoration pada umumnya digunakan dalam rangka peristiwa khusus seperti penjualan pada saat Hari Raya, Natal, Tahun Baru dan sebagainya. c. Dealer Display (Petunjuk) Ini dilaksanakan oleh Wholesaler terdiri dari simbol-simbol petunjukpetunjuk tentang penggunaan produk, yang kesemuanya berasal dari produsen. Dengan memperlihatkan kegunaan produk dalam gambar dan petunjuk, maka display ini juga memberi peringatan kepada para petugas penjualan agar mereka tidak memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan petunjuk yang ada dalam gambar tersebut. 3. Exterior Display (Tampilan Luar Toko) Ini dilaksanakan dengan memajangkan barang-barang diluar toko, misalnya pada waktu mengadakan obral, pasar malam. Display ini mempunyai beberapa fungsi antara lain : a. Memperkenalkan suatu produk secara tepat dalam ekonomis b. Membantu para produsen menyalurkan barang-barangnya dengan cepat dan ekonomis c. Membantu mengkoordinasikan advertising dan merchandising d. Membangun hubungan yang baik dengan masyarakat misalnya pada hari Raya, Ulang Tahun dan sebaginya. 29

Menurut Beger (dalam Hartanto dan Haryanto, 2012), ada beberapa macam display yang ada pada usaha ritel, yakni : 1. Floor stand, yaitu merupakan salah satu bentuk display yang digunakan di pasar-pasar swalayan atau departement store yang berupa penataan produk dalam rak khusus di area tertentu di dalam toko yang mempunyai ruang cukup luas. 2. Counter, yaitu merupakan salah satu bentuk display yang sesuai dengan produk kosmetik, obat-obatan, parfum atau barang-barang yang tidak memakan banyak tempat dan cocok bagi toko atau ritel outlet yang mempunyai ruang terbatas. 3. Display stand in front of chasier yaitu jenis display biasanya didepan meja kasir untuk menata produk ringan. 2.1.5 Harga Produk 2.1.5.1 Pengertian Harga Produk Menurut Kotler dan Armstrong (dalam Akbar, 2013), Harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa. Harga merupakan sejumlah pengorbanan yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk (Suharno dan Sutarso, 2010 : 178). Dari sudut pandang pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikkan atau penggunaan suatu barang atau jasa (dalam 30

Akbar, 2013). Menurut Stanton (dalam Imran, 2011) harga adalah jumlah uang (kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, Harga produk merupakan nilai yang ditukarkan terhadap suatu barang atau produk yang diberikan untuk konsumen. 2.1.5.2 Tujuan Penetapan Harga Produk Tjiptono (dalam Akbar, 2013), Pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu : 1. Tujuan Berorientasi pada Laba Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi (maksimisasi laba). Dalam era persaingan global yang kondisinya sangat kompleks dan banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, maksimisasi laba sangat sulit dicapai, karena sukar sekali untuk dapat memperkirakan secara akurat jumlah penjualan yang dapat dicapai pada tingkat harga tertentu. Dengan demikian, tidak mungkin suatu perusahaan dapat mengetahuin secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum. 2. Tujuan Berorientasi pada Volume (volume pricing objectives) Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan (dalam ton, kg, unit, m 3, dan lain-lainnya), nilai penjualan (Rp) 31

atau pangsa pasar (absolut maupun relatif). Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan penerbangan, lembaga pendidikan, perusahaan tour and travel, pengusaha bioskop dan pemilik bisnis pertunjukan lainnya, serta penyelenggaraan seminar-seminar. 3. Tujuan Berorientasi pada Citra Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu. 4. Tujuan Strabilisasi Harga Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, baik suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka. Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader). 5. Tujuan-tujuan lainnya Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah. 32

2.1.5.3 Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangakan dalam Penetapan Harga Produk Menurut Kotler dan Armstrong (dalam Akbar, 2013), secara umum ada dua faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan harga, yaitu: 1. Faktor Internal Perusahaan a. Tujuan Pemasaran Perusahaan Tujuan ini bisa berupa maksimisasi laba, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, meraih pangsa pasar yang besar, menciptakan kepemimpinan dalam hal kualitas, mengatasi persaingan, melaksanakan tanggung jawab sosial, dan lain-lain. b. Strategi Bauran Pemasaran Harga hanyalah salah satu komponen dari bauran pemasaran. Harga perlu dikoordinasikan dan saling mendukung dengan bauran pemasaran lainnya, yaitu produk, distribusi, dan promosi. c. Biaya Biaya merupakan faktor yang menentukan harga minimal yang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Untuk menganalisis pengaruh biaya terhadap strategi penetapan harga ada tiga macam hubungan yang perlu dipertimbangkan. a) Rasio biaya tetap terhadap biaya variabel b) Skala ekonomis yang tersedia bagi suatu perusahaan c) Struktur biaya perusahaan dibandingkan pesaingnya. 33

d. Organisasi Manajemen perlu memutuskan siapa di dalam organisasi yang harus menetapkan harga. Perusahaan kecil ditetapkan oleh manajer puncak. Perusahaan besar ditangani oleh divisi atau manajer suatu lini produk. Dalam pasar industri, para wiraniaga (sales people) diperkenakan untuk bernegoisasi guna menetapkan rentang harga tertentu. 2. Faktor Lingkungan Eksternal a. Sifat Pasar dan Permintaan Dimensi Penting Kekhasan produk masing-masing perusahaan Jumlah peserta persaingan Ukuran para peserta persaingan (dibandingkan dengan ukuran pasar) Elastisitas permintaan yang dihadapi perusahaan Tabel 2.1 Beberapa Dimensi Penting Dalam Berbagai Situasi Pasar Persaingan Sempurna Macam Situasi Persaingan Oligopoli Monopolistik Monopoli Tidak ada Tidak ada Ada Khas Banyak Kecil Sangat elastis Beberapa Besar Kurva permintaan berkelok (elastis dan inelastis) Beberapa sampai banyak Besar sampai kecil Salah satu Tidak ada Tidak ada Salah satu Elastisitas permintaan industri Salah satu Inelastis Salah satu Salah satu Pengendalian harga Ada (harus Tidak ada oleh perusahaan berhati-hati) Ada Sepenuhnya Sumber: Fandy Tjiptono (2008) 34

b. Persaingan Menurut Porter (dalam Tjiptono, 2008 : 156), Ada lima kekuatan pokok yang berpengaruh dalam persaingan suatu industri, yaitu persaingan dalam industri yang bersangkutan, produk substitusi, pemasok, pelanggan, dan ancaman pendatang baru. Informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menganalisis karakteristik persaingan yang dihadapi antara lain meliputi : a) Jumlah perusahaan dalam industri b) Ukuran relatif setiap anggota dalam industri c) Diferensiasi produk d) Kemudahan untuk memasuki industri yang bersangkutan c. Unsur-unsur Lingkungan Eksternal Lainnya Perusahaan juga perlu mempertimbangan faktor-faktor kondisi ekonomi (inflasi, boom atau resesi, tingkat bunga), kebijakan dan peraturan pemerintah, aspek sosial (kepedulian terhadap lingkungan). 2.2 Perilaku Konsumen Menurut Setiadi (2013 : 2), Perilaku Konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurut Utami (2012:45), Perilaku konsumen adalah sebagian perilaku yang terlibat dalam hal perencanaan, pembelian, dan penentuan produk serta jasa yang konsumen harapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Kotler dan Keller (dalam Akbar, 2013), Perilaku konsumen 35

adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah suatu aktivitas yang terlibat langsung dalam memperoleh dan menggunakan barang dan jasa. 2.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Perilaku konsumen menurut Setiadi (2013 : 10) dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu : faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benar-benar diperhitungkan. 1. Faktor-faktor Kebudayaan a. Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila mahluk-mahluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari. b. Subbudaya dapat dibedakan menjadi empat jenis : kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, dan area geografis. c. Kelas Sosial adalah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan yang keanggotaannya mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang serupa. 36

2. Faktor-faktor Sosial a. Kelompok Referensi, seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Beberapa diantaranya: a) Kelompok primer, b) Kelompok sekunder, c) Kelompok aspirasi, d) Kelompok diasosiatif (memisahkan diri). b. Keluarga Kita dapat membedakan dua keluarga dalam kehidupan pembeli, yang pertama ialah : a) Keluarga orientasi, b) Keluarga prokreasi. c. Peran dan Status Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat didefinisikan dalam peran dan status. 3. Faktor Pribadi a. Umur dan tahapan dalam siklus hidup b. Pekerjaan c. Keadaan ekonomi d. Gaya Hidup e. Kepribadian dan konsep diri 37

4. Faktor-faktor Psikologis a. Motivasi Teori-teori motivasi : 1) Teori motivasi Freud, mengasumsikan bahwa kekuatan psikologis yang sebenarnya membentuk perilaku manusia sebagian besar bersifat di bawah sadar. 2) Teori motivasi Maslow, menjelaskan mengapa seseorang didorong oleh kebutuhan tertentu pada saat-saat tertentu. 3) Teori motivasi Herzberg, mengembangkan teori motivasi dua faktor yang membedakan antara faktor yang menyebabkan ketidakpuasaan dan faktor yang menyebabkan kepuasan. b. Persepsi Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk mencipatakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Ada tiga proses persepsi : 1) Perhatian yang selektif 2) Gangguan yang selektif 3) Mengingat kembali yang selektif. c. Proses belajar Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. 38

d. Kepercayaan dan sikap Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. 2.2.2 Proses Pembuatan Keputusan Pembelian Menurut Setiadi (2013 : 14), proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Tugas pemasar adalah memahami perilaku pembeli pada tiap-tiap tahap dan pengaruh apa yang bekerja dalam tahap-tahap tersebut. Mengenali Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Membeli Perilaku Pascapembelian Sumber: Setiadi (2013) Gambar 2.2 Proses Pembelian Secara perinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Pengenalan masalah Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal maupun eksternal. 39

2) Pencarian informasi Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak. 3) Evaluasi alternatif Ada beberapa proses evaluasi keputusan. Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional. 4) Keputusan membeli Ada dua faktor dapat memengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seorang akan tergantung pada dua hal: (1) Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen, dan (2) Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Faktor yang kedua, tujuan pembelian juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor keadaan yang tidak terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti: pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak terduga mungkin timbul dan mengubah tujuam membeli. 5) Perilaku sesudah pembelian Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut 40

juga akan terlibat dalam tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar. Pekerjaan pemasar tidak akan berakhir pada saat produk dibeli, tetapi akan terus berlangsunghingga periode sesudah pembelian. 6) Keputusan sesudah pembelian Setelah membeli suatu produk seorang konsumen mungkin mendeteksi adanya suatu cacat. Beberapa pembeli tidak akan menginginkan produk cacat tersebut, yang lainnya akan bersifat netral dan beberapa bahkan mungkin melihat cacat itu sebagai sesuatu yang meingkatkan nilai dari produk. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari dekatnya antara harapan dari pembeli tentang produk dan kemampuan dari produk tersebut. 7) Tindakan sesudah pembelian Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu produk akan memengaruhi tingkat laku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, maka ia akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen yang tidak puas akan mengambil satu atau dua tindakan. Mereka mungkin akan mengurangi ketidakcocokannya dengan meninggalkan atau mengembalikan produk tersebut, atau mereka mungkin berusaha mengurangi ketidakcocokannya dengan mencari informasi yang mungkin mengkonfirmasikan produk tersebut sebagai bernilai tinggi (atau menghindari informasi yang mengkonfirmasikan produk tersebut sebagai bernilai rendah). 41

8) Penggunaan dan pembuangan sesudah pembelian Para pemasar juga harus mengontrol bagaimana pembeli menggunakan dan membuang suatu produk. Bila konsumen menemukan cara pemakaian penggunaan baru ini haruslah menarik minat pemasar karena penggunaan baru tersebut dapat diiklankan. Bila konsumen menyimpan produk tersebut dilemari mereka, ini merupakan petunjuk bahwa produk tersebut kurang memuaskan dan konsumen tidak akan menjelasakan hal-hal yang baik dan produk tersebut kepada orang lain. Bila mereka menjual atau menukar produk, maka ini berarti penjual produk berikutnya akan menurun. Apabila mereka membuangnya, terutama bila dapat merusak lingkungan seperti kasus kaleng minuman ringan dan popok bayi yang tahan lama. Pada akhirnya, pemasar perlu mempelajari pemakaian dan pembuangan produk untuk mendapatkan isyarat-isyarat dari masalah-masalah dan peluang-peluang yang mungkin ada. 2.2.3 Pembelian Tidak Direncanakan (Impulsive Buying) 2.2.3.1 Pengertian Pembelian Tidak Direncanakan (Impulsive Buying) Menurut Utami (2012 : 50) Perilaku pembelian tidak direncanakan merupakan perilaku pembelian yang dilakukan di dalam toko, dimana pembelian berbeda dari apa yang telah direncanakan oleh konsumen pada saat mereka masuk ke dalam toko. Pembelian tak terencana adalah suatu tindakaan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko. Pembelian tidak direncanakan terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk 42

mendapatkannya, biasanya karena adanya rangsangan yang menarik dari toko tersebut. Menurut Hawkins (dalam Wijaya, dkk, 2014), Pembelian Impulsif didefinisikan sebagai pembelian yang dibuat di dalam toko yang berbeda dari perencanaan konsumen untuk membuat prioritas saat memasuki toko. Menurut Rook (dalam Wijaya, dkk, 2014), Pembelian Impulsif terjadi ketika pengalaman konsumen tiba-tiba, terlalu sering, dan keinginan terus menerus untuk membeli sesuatu dengan segera. Pembelian impulsif juga terjadi dengan tergesa-gesa yang sehubungan dengan berkurangnya pada sebuah konsekuensi dalam pembelian. Menurut Mowen dan Minor (dalam Arifianti, 2011), Pembelian impulsif (Impulsive buying) adalah tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Arifianti, 2011), Impulse buying merupakan keputusan yang emosional atau menurut desakan dari emosi dapat menjadi sangat kuat dan kadang kali berlaku sebagai dasar dari motif pembelian dominan. Menurut Beatty and Ferrel (dalam Wijaya, dkk, 2014), pembelian impulsif adalah terjadi tiba-tiba dan pembelian dengan segera tanpa niat sebelum belanja untuk membeli produk secara spesifik atau untuk memenuhi tugas pembelian secara spesifik. Jadi pembelian tidak direncanakan (impulsive buying) adalah suatu pembelian yang secara spontan tanpa di rencanakan dikarenakan suatu rangsangan yang diberikan di dalam toko tersebut. 43

2.2.3.2 Karakteristik Pembelian Tidak Direncanakan (Impulsive Buying) Menurut Rook dan Fisher (dalam Aprillineva, 2015) Impulsive buying memiliki beberapa karakteristik, yaitu : 1. Spontanitas Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan. 2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika. 3. Kegairahan dan stimulasi Desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang dicirikan sebagai menggairahkan, menggetarkan atau liar. 4. Ketidakpedulian akan akibat Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan. 2.2.3.3 Tipe-tipe Pembelian Tidak Direncanakan (Impulsive Buying) Menurut Stern (dalam Utami, 2012 : 68) menyatakan bahwa ada empat tipe Impulsive buying, yaitu : 44

1. Impuls murni (pure impulse) Pengertian ini mengacu pada tindakan pembelian sesuatu karena alasan menarik, biasanya ketika suatu pembelian terjadi karena loyalitas terhadap merek atau perilaku pembelian yang telah biasa dilakukan. 2. Impuls pengingat (reminder impulse) Ketika konsumen membeli berdasarkan jenis impuls ini, hal ini dikarenakan unit tersebut biasanya memang dibeli juga, tetapi tidak terjadi untuk diantisipasi atau tercatat dalam daftar belanja. 3. Impuls saran (suggestion impulse) Suatu produk yang ditemui konsumen untuk pertama kali akan menstimulus keinginan untuk mencobanya. 4. Impuls terencana (planned impulse) Aspek perencanaan dalam perilaku ini menunjukkan respon konsumen terhadap beberapa insentif spesial untuk membeli unit yang tidak diantisipasi. Impuls ini biasanya distimulasi oleh penggunaan penjualan kupon, potongan kupon, atau penawaran menggiurkan lainnya. 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Penelitian-penelitian sebelumnya telah mengaji masalah suasana toko (store atmosphere), display produk, dan harga produk yang masingmasing berpengaruh terhadap pembelian tidak direncanakan (impulsive buying) 45

dan beberapa penelitian lain yang masih memiliki kaitan dengan variabel dalam penelitian ini. Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Agustina, Nita Bena (2016) Ristyana Prabasari Suprapto, Saryadi, dan Reni Shinta Dewi (2015) Kartini Titin, Djaja Sutrisno, Yogiantoro Very / 2014 Judul Penelitian Pengaruh Store Image, Store Atmospherics, dan Store Theatrics terhadap Pembelian Tak Terencana di Carrefour Citra Garden Padang Bulan Medan pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Pengaruh Store Image dan Store Atmosphere terhadap Impulse Buying (Studi Kasus pada Robinson Department Store Mal Ciputra Semarang) Pengaruh Display Produk dan Suasana Toko terhadap Keputusan Pembelian Impulsif Di Jember Roxy Square Kabupaten Jember Variabel Penelitian Store images, store atmosphere, store theatrics, dan pembelian tak terencana Store image (XI), store atmosphere (X2), dan impulse buying (Y) Display Produk (X1), Suasana Toko (X2), dan Keputusan Pembelian Impulsif (Y) Metode Penelitian Analisis Regresi Logistik Analisis regresi sederhana dan analisis regresi berganda Analisis regresi linier berganda Hasil Penelitian Store images, store atmosphere, store theatrics, berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian tak terencana Secara simultan, variabel store image dan store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap impulse buying Display produk dan suasana toko berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian impulsif 46

Lanjutan Nama Peneliti Rambe, Oki Irawan (2014) Theresia, Vanny Meilany (2014) Damanik, Melissa Silvia (2013) Judul Penelitian Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa terhadap Minat Berkunjung Kembali ke Wonders Water World Waterpark CBD Polonia Medan Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembelian Impulsif pada Remaja Gereja GMIM Wilayah Manado Winangun (studi di Manado Town Square) Pengaruh Harga, Lokasi, Promosi, dan Gaya Hidup Mahasiswa Falkultas Ekonomi USU terhadap Minat Pembelian Ulang pada Sogo Departement Store Sun Plaza Variabel Penelitian Bauran Pemasaran Jasa dan Minat Berkunjung Kembali Respon lingkungan belanja, Promosi, Atmospher e gerai, Emosi, Pembelian Impulsif Harga, Lokasi, Promosi, Gaya Hidup, dan Minat Pembelian Ulang Metode Penelitian Analisis Regresi Logistik Analisis Regresi Linier Berganda Analisis Regresi Logistik Hasil Penelitian Secara simultan, variabel produk, promosi, harga dan proses berpengaruh secara positif tetapi tidak signifikan terhadap minat berkunjung kembali. Lokasi, orang dan bukti fisik berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap minat berkunjung kembali. Respon lingkungan belanja dan promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap emosi, atmosphere gerai berpengaruh tidak positif dan tidak signifikan terhadap emosi. Respon lingkungan belanja, promosi, atmosphere gerai, dan emosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif. Harga, lokasi, secara serentak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap minat pembelian ulang, promosi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap minat pembelian ulang, dan gaya hidup berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap minat pembelian ulang 47

Lanjutan Nama Peneliti Bernard (2011) Judul Penelitian Variabel Metode Penelitian Penelitian Analisis Faktorfaktor Display Analisis yang Produk, Regresi Mempengaruhi Suasana Linear Mahasiswa Fakultas Toko, Tata Berganda Hukum Universitas Letak, Sumatera Utara Promosi dalam Melakukan Penjualan, Pembelian Impulsif dan pada Carrefour Citra Pembelian Garden Padang Impulsif Bulan Medan Sumber : Agustina (2016), Ristyana (2015), Kartini (2014), Rambe (2014), Theresia (2014), Damanik (2013), Bernard (2011) Hasil Penelitian Display produk, suasana toko, tata letak, promosi penjualan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif 2.4 Kerangka Konseptual Untuk memperjelas pelaksanaan penelitian dan mempermudah dalam pemahaman, maka perlu dijelaskan dengan kerangka konseptual sebagai landasan dalam pemahaman. Kerangka konseptual merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang mencerminkan hubungan antar variabel yang diteliti. Keputusan pembelian yang tidak selalu diambil dengan tahapan yang logis dan dengan perencanaan, ada keputusan pembelian yang dibuat tanpa ada perencanaan sebelumnya yang disebut pembelian tidak direncanakan (Impulsive buying). Perilaku pembelian tidak direncanakan (Impulsive buying) merupakan perilaku pembelian yang dilakukan di dalam toko, dimana pembelian berbeda dari apa yang telah direncanakan oleh konsumen pada saat mereka masuk ke dalam toko (Utami, 2012 : 50). Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, 48

biasanya karena adanya rangsangan yang menarik dari toko tersebut. Perilaku pembelian tidak direncanakan didorong oleh suasana toko (store atmosphere) yang nyaman membuat pelanggan tidak merasa bosan untuk berlama-lama berada didalam toko sehingga memperbesar peluang terjadinya pembelian lebih dari pembelian yang ia rencanakan sebelumnya. Suasana toko (store atmosphere) merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen (Utami, 2012 : 255). Menurut Sunarto (dalam Agustina, 2016) bahwa store atmospherics atau atmosfer toko yang nyaman membuat pelanggan tidak merasa bosan untuk berlama-lama di dalam toko sehingga memperbesar peluang terjadinya pembelian lebih dari pembelian yang ia rencanakan sebelumnya. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan oleh ritel, faktor display produk juga membuktikan bahwa konsumen lebih tertarik untuk membeli suatu produk berdasarkan bagaimana produk tersebut dipajang. Pemajangan produk yang menarik akan membuat konsumen melakukan pembelian bahkan pembelian yang tidak direncanakan. Menurut Willian J. Shultz (dalam Putri, dkk, 2014), Display produk yaitu usaha mendorong perhatian dan minat konsumen pada toko atau barang dan mendorong keinginan membeli melalui daya tarik pengelihatan langsung (direct visual appeal). Menurut Utami (dalam Hartanto dan Haryanto, 2012), mengemukakan bahwa titik penjualan dapat dilaksanakan dengan cara memajang produk (display) di counter, lantai, dan jendela (window display) yang memungkinkan ritel untuk mengingatkan para pelanggan dan sekaligus merangsang pola perilaku belanja tidak direncanakan. 49

Faktor pendorong lainnya yaitu harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa, Kotler dan Armstrong (dalam Akbar, 2013). Ketika konsumen membeli produk, mereka menukarkan suatu nilai harga untuk mendapatkan sesuatu yang berharga (manfaat dari memiliki atau menggunakan produk). Sehingga konsumen akan merespon produk atau jasa tersebut. Respon dari konsumen yang baik terhadap harga tersebut akan menimbulkan keputusan pembelian yang tidak direncanakan. Dan sebalikkan respon yang tidak baik akan menimbulkan ketidakpuasan konsumen sehingga tidak ada pembelian yang tidak direncanakan. Hubungan suasana toko (store atmosphere), display toko dan harga dengan pembelian tidak direncanakan adalah dimana keputusan pembelian tidak direncanakan terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya karena adanya rangsangan yang menarik dari toko tersebut misalnya suasana toko (store atmosphere), display produk, dan harga (Utami, 2012 : 51). Menurut Loudon and Bitta (dalam Utami, 2012 : 75), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi konsumen dalam memilih suatu toko, antara lain produk, harga, promosi, layanan dan fasilitas fisik. Adapun kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 50

Suasana toko (store atmosphere) ( X 1 ) Display produk (X 2 ) Pembelian Tidak Direncanakan (Impulsive Buying) ( Y ) Harga produk ( X 3 ) Sumber : Utami (2012),Kotler dan Armstrong (dalam Akbar, 2013), Willian J. Shultz (dalam Putri, dkk, 2014) (diolah peneliti) Gambar 2.3 Kerangka Konseptual 2.5 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2012 : 93). Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan kerangka konseptual maka dapat hipotesis dari penelitian ini adalah 1. Suasana toko (store atmosphere) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian tidak direncanakan (impulsive buying) di outlet Alfamart Jln Pematang Tengah, Tanjung Pura. 2. Display produk berpengaruh positif dan siginifikan terhadap pembelian tidak direncanakan (impulsive buying) di outlet Alfamart Jln Pematang Tengah, Tanjung Pura. 51