Berikut ini termasuk ciri-ciri tangga nada minor kecuali

Daftar isi

  • 1 Dalam teori musik, tangga nada minor atau tangga nada minor adalah salah satu tangga nada diatonik. Tangga nada ini tersusun oleh delapan not. Interval selang not yang berurutan dalam tangga nada minor (asli) adalah: 1, 1/2, 1, 1, 1/2, 1, 1.
  • 2 Ciri-ciri tangga nada minor
    • 2.1 Memiliki pola interval : 1, ½ , 1 , 1 , ½ , 1 , 1
  • 3 Tanda mula tangga nada minor
  • 4 Jenis tangga nada minor
  • 5 Lihat pula

Dalam teori musik, tangga nada minor atau tangga nada minor adalah salah satu tangga nada diatonik. Tangga nada ini tersusun oleh delapan not. Interval selang not yang berurutan dalam tangga nada minor (asli) adalah: 1, 1/2, 1, 1, 1/2, 1, 1.

Sebagai contoh, tangga nada A minor adalah A, B, C, D, E, F, G, A'

Tangga nada minor dapat dijaga sebagai mode musik keenam dalam tangga nada mayor. Tangga nada minor kadangkala dianggap memiliki bunyi yang cenderung lebih sedih dibandingkan dengan tangga nada mayor.

Ciri-ciri tangga nada minor

Ciri-cirinya adalah:

  • Bersifat sedih
  • Kurang Bersemangat
  • Pada umumnya diawali dan diakhiri dengan nada La = A
Memiliki pola interval : 1, ½ , 1 , 1 , ½ , 1 , 1

Tanda mula tangga nada minor

Tangga nada minor menggunakan tanda mula yang sama dengan tangga nada mayor; tanda mula yang sesuai dengan pola interval sebuah tangga nada minor alami dianggap sebagai tanda mula kepada tangga nada minor tersebut. Tangga nada mayor dan minor yang memiliki tanda mula sama dikata sebagai relatif; berlaku tangga nada C mayor merupakan mayor relatif dari tangga nada A minor, dan tangga nada C minor adalah minor relatif dari tangga nada Es mayor.

Tangga nada mayor relatif dari sebuah tangga nada minor dformalkan dengan menaikkan nada tonika tangga nada minor tersebut sejumlah satu nada dan satu seminada (tiga setengah langkah), adalah dengan interval terts minor. Jika tanda mula sebuah tangga nada, contohnya G mayor, terdiri dari satu kres, maka tangga nada minor relatifnya, E minor, juga memiliki satu kres sebagai tanda mula.

Tabel berikut memperlihatkan banyak tanda mula kepada tangga nada minor dan tangga nada mayor relatifnya.

style="background:#ccccff;" colspan="2" align="center">Tangga nada dan Kunci Diatonik

Berikut ini termasuk ciri-ciri tangga nada minor kecuali

                    huruf kecil adalah minor                        

angka memperlihatkan banyak mol atau kres pada tangga nada (F = 1 mol, f = 4 mol, dst)

Jenis tangga nada minor

Tangga nada minor melodi menurun diproduksi dari hanya kunci signature perbandingan mayor kadang saat dikenal sebagai natural minor. Tangga nada natural minor teringkas adalah A natural minor: A B C D E F G A'

Perbedaan ini kadang saat dikenal sebagai tangga nada minor melodi menurun kerana beliau sering digunakan secara menurun dari tonik.

Tangga nada minor melodi meningkat

Tangga nada minor melodi meningkat dibentuk dengan meningkatkan tangga nada not ke 6 dan ke 7 (atau, samajuga, meratakan tahap ketiga dari tangga nada utama). Perbedaan ini digunakan, khususnya, kepada garis meningkat, karena beliau memiliki kecenderungan kepada musik tonik.

Sebagai contoh, dalam key A minor, melodi tangga nada minor meningkat: A B C D E F# G# A'

Tangga nada minor harmonis

Minor harmonik dibentuk dengan meningkatkan tangga nada minor pada not ke-7. Sebagai contoh, dalam tangga nada A minor, harmonik tangga nada minor adalah: A B C D E F G# A'

Tangga nada ini digunakan kepada berproduksi harmoni kerana tangga nada tersebut mengandung kord dominan utama dan sub-dominan minor.

Lihat pula


edunitas.com


Page 2

Daftar isi

  • 1 Dalam teori musik, tangga nada minor atau tangga nada minor adalah salah satu tangga nada diatonik. Tangga nada ini tersusun oleh delapan not. Interval selang not yang berurutan dalam tangga nada minor (asli) adalah: 1, 1/2, 1, 1, 1/2, 1, 1.
  • 2 Ciri-ciri tangga nada minor
    • 2.1 Mempunyai pola interval : 1, ½ , 1 , 1 , ½ , 1 , 1
  • 3 Tanda mula tangga nada minor
  • 4 Jenis tangga nada minor
  • 5 Lihat pula

Dalam teori musik, tangga nada minor atau tangga nada minor adalah salah satu tangga nada diatonik. Tangga nada ini tersusun oleh delapan not. Interval selang not yang berurutan dalam tangga nada minor (asli) adalah: 1, 1/2, 1, 1, 1/2, 1, 1.

Sebagai contoh, tangga nada A minor adalah A, B, C, D, E, F, G, A'

Tangga nada minor dapat dijaga sebagai mode musik keenam dalam tangga nada mayor. Tangga nada minor kadangkala dianggap mempunyai bunyi yang cenderung lebih sedih dibandingkan dengan tangga nada mayor.

Ciri-ciri tangga nada minor

Ciri-cirinya adalah:

  • Bersifat sedih
  • Kurang Bersemangat
  • Biasanya diawali dan diakhiri dengan nada La = A
Mempunyai pola interval : 1, ½ , 1 , 1 , ½ , 1 , 1

Tanda mula tangga nada minor

Tangga nada minor menggunakan tanda mula yang sama dengan tangga nada mayor; tanda mula yang sesuai dengan pola interval suatu tangga nada minor alami dianggap sebagai tanda mula kepada tangga nada minor tersebut. Tangga nada mayor dan minor yang memiliki tanda mula sama dikata sebagai relatif; berlaku tangga nada C mayor merupakan mayor relatif dari tangga nada A minor, dan tangga nada C minor adalah minor relatif dari tangga nada Es mayor.

Tangga nada mayor relatif dari suatu tangga nada minor dikuatkan dengan menaikkan nada tonika tangga nada minor tersebut sejumlah satu nada dan satu seminada (tiga setengah langkah), adalah dengan interval terts minor. Jika tanda mula suatu tangga nada, misalnya G mayor, terdiri dari satu kres, maka tangga nada minor relatifnya, E minor, juga memiliki satu kres sebagai tanda mula.

Tabel berikut memperlihatkan banyak tanda mula kepada tangga nada minor dan tangga nada mayor relatifnya.

style="background:#ccccff;" colspan="2" align="center">Tangga nada dan Kunci Diatonik

Berikut ini termasuk ciri-ciri tangga nada minor kecuali

molkres
mayorminormayorminor
0CaCa
1FdGe
2BgDb
3EcAf
4AfEc
5DbBg
6GeFd
7CaCa
                    huruf kecil adalah minor                        

angka memperlihatkan banyak mol atau kres pada tangga nada (F = 1 mol, f = 4 mol, dst)

Jenis tangga nada minor

Tangga nada minor melodi menurun diproduksi dari hanya kunci signature perbandingan mayor kadang kala diketahui sebagai natural minor. Tangga nada natural minor teringkas adalah A natural minor: A B C D E F G A'

Perbedaan ini kadang kala diketahui sebagai tangga nada minor melodi menurun kerana dia sering digunakan secara menurun dari tonik.

Tangga nada minor melodi meningkat

Tangga nada minor melodi meningkat dibentuk dengan meningkatkan tangga nada not ke 6 dan ke 7 (atau, samajuga, meratakan tahap ketiga dari tangga nada utama). Perbedaan ini digunakan, khususnya, kepada garis meningkat, karena dia mempunyai kecenderungan kepada musik tonik.

Sebagai contoh, dalam key A minor, melodi tangga nada minor meningkat: A B C D E F# G# A'

Tangga nada minor harmonis

Minor harmonik dibentuk dengan meningkatkan tangga nada minor pada not ke-7. Sebagai contoh, dalam tangga nada A minor, harmonik tangga nada minor adalah: A B C D E F G# A'

Tangga nada ini digunakan kepada berproduksi harmoni kerana tangga nada tersebut mengandung kord dominan utama dan sub-dominan minor.

Lihat pula


edunitas.com


Page 3

Daftar isi

  • 1 Dalam teori musik, tangga nada minor atau tangga nada minor adalah salah satu tangga nada diatonik. Tangga nada ini tersusun oleh delapan not. Interval selang not yang berurutan dalam tangga nada minor (asli) adalah: 1, 1/2, 1, 1, 1/2, 1, 1.
  • 2 Ciri-ciri tangga nada minor
    • 2.1 Mempunyai pola interval : 1, ½ , 1 , 1 , ½ , 1 , 1
  • 3 Tanda mula tangga nada minor
  • 4 Jenis tangga nada minor
  • 5 Lihat pula

Dalam teori musik, tangga nada minor atau tangga nada minor adalah salah satu tangga nada diatonik. Tangga nada ini tersusun oleh delapan not. Interval selang not yang berurutan dalam tangga nada minor (asli) adalah: 1, 1/2, 1, 1, 1/2, 1, 1.

Sebagai contoh, tangga nada A minor adalah A, B, C, D, E, F, G, A'

Tangga nada minor dapat dijaga sebagai mode musik keenam dalam tangga nada mayor. Tangga nada minor kadangkala dianggap mempunyai bunyi yang cenderung lebih sedih dibandingkan dengan tangga nada mayor.

Ciri-ciri tangga nada minor

Ciri-cirinya adalah:

  • Bersifat sedih
  • Kurang Bersemangat
  • Biasanya diawali dan diakhiri dengan nada La = A
Mempunyai pola interval : 1, ½ , 1 , 1 , ½ , 1 , 1

Tanda mula tangga nada minor

Tangga nada minor menggunakan tanda mula yang sama dengan tangga nada mayor; tanda mula yang sesuai dengan pola interval suatu tangga nada minor alami dianggap sebagai tanda mula kepada tangga nada minor tersebut. Tangga nada mayor dan minor yang memiliki tanda mula sama dikata sebagai relatif; berlaku tangga nada C mayor merupakan mayor relatif dari tangga nada A minor, dan tangga nada C minor adalah minor relatif dari tangga nada Es mayor.

Tangga nada mayor relatif dari suatu tangga nada minor dikuatkan dengan menaikkan nada tonika tangga nada minor tersebut sejumlah satu nada dan satu seminada (tiga setengah langkah), adalah dengan interval terts minor. Jika tanda mula suatu tangga nada, misalnya G mayor, terdiri dari satu kres, maka tangga nada minor relatifnya, E minor, juga memiliki satu kres sebagai tanda mula.

Tabel berikut memperlihatkan banyak tanda mula kepada tangga nada minor dan tangga nada mayor relatifnya.

style="background:#ccccff;" colspan="2" align="center">Tangga nada dan Kunci Diatonik

Berikut ini termasuk ciri-ciri tangga nada minor kecuali

molkres
mayorminormayorminor
0CaCa
1FdGe
2BgDb
3EcAf
4AfEc
5DbBg
6GeFd
7CaCa
                    huruf kecil adalah minor                        

angka memperlihatkan banyak mol atau kres pada tangga nada (F = 1 mol, f = 4 mol, dst)

Jenis tangga nada minor

Tangga nada minor melodi menurun diproduksi dari hanya kunci signature perbandingan mayor kadang kala diketahui sebagai natural minor. Tangga nada natural minor teringkas adalah A natural minor: A B C D E F G A'

Perbedaan ini kadang kala diketahui sebagai tangga nada minor melodi menurun kerana dia sering digunakan secara menurun dari tonik.

Tangga nada minor melodi meningkat

Tangga nada minor melodi meningkat dibentuk dengan meningkatkan tangga nada not ke 6 dan ke 7 (atau, samajuga, meratakan tahap ketiga dari tangga nada utama). Perbedaan ini digunakan, khususnya, kepada garis meningkat, karena dia mempunyai kecenderungan kepada musik tonik.

Sebagai contoh, dalam key A minor, melodi tangga nada minor meningkat: A B C D E F# G# A'

Tangga nada minor harmonis

Minor harmonik dibentuk dengan meningkatkan tangga nada minor pada not ke-7. Sebagai contoh, dalam tangga nada A minor, harmonik tangga nada minor adalah: A B C D E F G# A'

Tangga nada ini digunakan kepada berproduksi harmoni kerana tangga nada tersebut mengandung kord dominan utama dan sub-dominan minor.

Lihat pula


edunitas.com


Page 4

Tags (tagged): socrates sofyan yoman, unkris, socrates, sofyan, yoman, sofyan yoman, sofyan yoman seorang, pendeta aktivis, ke, amerika serikat melobi, kongres as, pbb, agar, papua barat, pihak terlibat, organisasi, papua merdeka komite, krisis sandera, mapenduma, insiden penembakan timika, 1996, center, of, studies papua pendeta, indonesia aktivis, indonesia, tokoh papua socrates


Page 5

Berikut ini termasuk ciri-ciri tangga nada minor kecuali

Artikel ini berisi teks berbicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau lambang lain, selain watak yang dimaksud.

Soe Hok Gie (kelahiran di Djakarta, 17 Desember 1942 – meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969 pada umur 26 tahun) adalah seorang aktivis Indonesia Tionghoa yang menentang kediktatoran bersambung dari Presiden Soekarno dan Soeharto. Ia adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969.

Biografi

Soe adalah seorang etnis Tionghoa[3] Katolik Roma. Leluhur Soe Hok Gie sendiri adalah bersumber dari provinsi Hainan, Republik Rakyat Tiongkok. Ayahnya bernama Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Ia keempat dari lima bersaudara di keluarganya; kakaknya Arief Budiman, seorang sosiolog dan dosen di Universitas Kristen Satya Wacana, juga cukup kritis dan vokal dalam politik Indonesia.

Pendidikan, karier dan kematian

Setelah menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di SMA Kolese Kanisius, Soe kuliah di Universitas Indonesia (UI) dari tahun 1962 mencapai 1969; setelah menyelesaikan studi di universitas, ia menjadi dosen di almamaternya mencapai kematiannya. Ia selama kurun waktu sebagai mahasiswa menjadi pembangkang aktif, memprotes Presiden Sukarno dan PKI. Soe adalah seorang penulis yang produktif, dengan berbagai artikel yang dipasarkan di koran-koran seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Setelah Riri Riza merilis film berjudul Gie pada tahun 2005, artikel-artikelnya disusun oleh Stanley dan Aris Santoso yang diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan oleh penerbit GagasMedia.

Sebagai seorang pendukung hidup yang tidak jauh dengan dunia, Soe seperti dikutip Walt Whitman dalam buku hariannya: "Sekarang diri sendiri melihat rahasia pembuatan orang terbaik itu adalah untuk tumbuh di udara membuka dan untuk makan dan tidur dengan bumi." Pada tahun 1965, Soe menolong mendirikan Mapala UI, organisasi bidang yang terkait di kalangan mahasiswa. Dia menikmati aktivitas yang dipekerjakan hiking, dan meninggal sebab menghirup gas beracun saat mendaki gunung berapi Semeru sehari sebelum ulang tahun ke 27. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Dia dimakamkan di tempat yang sekarang menjadi Museum Taman Prasasti di Jakarta Pusat.[4]

Soe pernah menulis dalam buku hariannya:

"Seorang filsuf Yunani pernah menulis ..... .... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

Pernyataan Soe serupa dengan komentar Friedrich Nietzsche, kepada seorang filsuf Yunani.

Buku hariannya diterbitkan pada tahun 1983, dengan judul Catatan Seorang Demonstran yang berisi opini dan pengalamannya terhadap tingkah laku yang dibuat demokrasi. Soe dalam tesis universitasnya juga diterbitkan, dengan judul Di Bawah Lantera Merah.

Buku harian Soe ini menjadi inspirasi untuk film 2005, berjudul Gie, yang disutradarai oleh Riri Riza dan dibintangi Nicholas Saputra sebagai Soe Hok Gie. Soe juga adalah subyek dari suatu buku 1997, yang ditulis oleh Dr John Maxwell yang berjudul Soe Hok Gie-: Diary of a Young Indonesian Intellectual. Buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001, dan berjudul Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.

Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995). Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Perlintasan

Lihat pula

  • Mapala UI
  • Gie, film tahun 2005
  • Daftar tokoh Tionghoa-Indonesia

Bibliografi

  • Soe, Hok Gie (1983), Catatan Seorang Demonstran (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. 
  • Soe, Hok Gie (1990), Di Bawah Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang, 1917–1920 (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Frantz Fanon Foundation. 
  • Soe, Hok Gie (1995), Zaman Peralihan (dalam bahasa Indonesian), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. 
  • Soe, Hok Gie (1997), Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan: Kisah Pemberontakan Madiun 1948 (dalam bahasa Indonesian), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, ISBN 978-979-8793-31-8. 

Pustaka

  • Anderson, Ben (April 1970), "In Memoriam: Soe Hok-Gie", Indonesia 9: 225–227, ISSN 0019-7289. 
  • Maxwell, John (2001), Soe Hok-Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, ISBN 978-979-444-422-1.  Translated from Maxwell, John (1997). Soe Hok-Gie: A Biography of a Young Indonesian Intellectual (Ph.D. thesis). Australian National University. OCLC 223012031.
  • Jahja, H. Junus (2002), Peranakan Idealis: Dari Lie Eng Hok mencapai Teguh Karya (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, ISBN 978-979-9023-84-1. 
  • Suryadinata, Leo (1995), Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (ed. 3rd), Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, ISBN 978-981-3055-04-9. 

Tautan luar

Pengawasan otoritas

edunitas.com


Page 6

Berikut ini termasuk ciri-ciri tangga nada minor kecuali

Artikel ini berisi teks berbicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau lambang lain, selain watak yang dimaksud.

Soe Hok Gie (kelahiran di Djakarta, 17 Desember 1942 – meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969 pada umur 26 tahun) adalah seorang aktivis Indonesia Tionghoa yang menentang kediktatoran bersambung dari Presiden Soekarno dan Soeharto. Ia adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969.

Biografi

Soe adalah seorang etnis Tionghoa[3] Katolik Roma. Leluhur Soe Hok Gie sendiri adalah bersumber dari provinsi Hainan, Republik Rakyat Tiongkok. Ayahnya bernama Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Ia keempat dari lima bersaudara di keluarganya; kakaknya Arief Budiman, seorang sosiolog dan dosen di Universitas Kristen Satya Wacana, juga cukup kritis dan vokal dalam politik Indonesia.

Pendidikan, karier dan kematian

Setelah menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di SMA Kolese Kanisius, Soe kuliah di Universitas Indonesia (UI) dari tahun 1962 mencapai 1969; setelah menyelesaikan studi di universitas, ia menjadi dosen di almamaternya mencapai kematiannya. Ia selama kurun waktu sebagai mahasiswa menjadi pembangkang aktif, memprotes Presiden Sukarno dan PKI. Soe adalah seorang penulis yang produktif, dengan berbagai artikel yang dipasarkan di koran-koran seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Setelah Riri Riza merilis film berjudul Gie pada tahun 2005, artikel-artikelnya disusun oleh Stanley dan Aris Santoso yang diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan oleh penerbit GagasMedia.

Sebagai seorang pendukung hidup yang tidak jauh dengan dunia, Soe seperti dikutip Walt Whitman dalam buku hariannya: "Sekarang diri sendiri melihat rahasia pembuatan orang terbaik itu adalah untuk tumbuh di udara membuka dan untuk makan dan tidur dengan bumi." Pada tahun 1965, Soe membantu mendirikan Mapala UI, organisasi bidang yang terkait di kalangan mahasiswa. Dia menikmati aktivitas yang dipekerjakan hiking, dan meninggal sebab menghirup gas beracun saat mendaki gunung berapi Semeru sehari sebelum ulang tahun ke 27. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Dia dimakamkan di tempat yang sekarang menjadi Museum Taman Prasasti di Jakarta Pusat.[4]

Soe pernah menulis dalam buku hariannya:

"Seorang filsuf Yunani pernah menulis ..... .... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

Pernyataan Soe serupa dengan komentar Friedrich Nietzsche, kepada seorang filsuf Yunani.

Buku hariannya diterbitkan pada tahun 1983, dengan judul Catatan Seorang Demonstran yang berisi opini dan pengalamannya terhadap tingkah laku yang dibuat demokrasi. Soe dalam tesis universitasnya juga diterbitkan, dengan judul Di Bawah Lantera Merah.

Buku harian Soe ini menjadi inspirasi untuk film 2005, berjudul Gie, yang disutradarai oleh Riri Riza dan dibintangi Nicholas Saputra sebagai Soe Hok Gie. Soe juga merupakan subyek dari suatu buku 1997, yang ditulis oleh Dr John Maxwell yang berjudul Soe Hok Gie-: Diary of a Young Indonesian Intellectual. Buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001, dan berjudul Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.

Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995). Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Perlintasan

Lihat pula

  • Mapala UI
  • Gie, film tahun 2005
  • Daftar tokoh Tionghoa-Indonesia

Bibliografi

  • Soe, Hok Gie (1983), Catatan Seorang Demonstran (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. 
  • Soe, Hok Gie (1990), Di Bawah Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang, 1917–1920 (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Frantz Fanon Foundation. 
  • Soe, Hok Gie (1995), Zaman Peralihan (dalam bahasa Indonesian), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. 
  • Soe, Hok Gie (1997), Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan: Kisah Pemberontakan Madiun 1948 (dalam bahasa Indonesian), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, ISBN 978-979-8793-31-8. 

Pustaka

  • Anderson, Ben (April 1970), "In Memoriam: Soe Hok-Gie", Indonesia 9: 225–227, ISSN 0019-7289. 
  • Maxwell, John (2001), Soe Hok-Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, ISBN 978-979-444-422-1.  Translated from Maxwell, John (1997). Soe Hok-Gie: A Biography of a Young Indonesian Intellectual (Ph.D. thesis). Australian National University. OCLC 223012031.
  • Jahja, H. Junus (2002), Peranakan Idealis: Dari Lie Eng Hok mencapai Teguh Karya (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, ISBN 978-979-9023-84-1. 
  • Suryadinata, Leo (1995), Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (ed. 3rd), Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, ISBN 978-981-3055-04-9. 

Pranala luar

Pengawasan otoritas

edunitas.com


Page 7

Berikut ini termasuk ciri-ciri tangga nada minor kecuali

Artikel ini berisi teks berbicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau lambang lain, selain watak yang dimaksud.

Soe Hok Gie (kelahiran di Djakarta, 17 Desember 1942 – meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969 pada umur 26 tahun) adalah seorang aktivis Indonesia Tionghoa yang menentang kediktatoran bersambung dari Presiden Soekarno dan Soeharto. Ia adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969.

Biografi

Soe adalah seorang etnis Tionghoa[3] Katolik Roma. Leluhur Soe Hok Gie sendiri adalah bersumber dari provinsi Hainan, Republik Rakyat Tiongkok. Ayahnya bernama Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Ia keempat dari lima bersaudara di keluarganya; kakaknya Arief Budiman, seorang sosiolog dan dosen di Universitas Kristen Satya Wacana, juga cukup kritis dan vokal dalam politik Indonesia.

Pendidikan, karier dan kematian

Setelah menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di SMA Kolese Kanisius, Soe kuliah di Universitas Indonesia (UI) dari tahun 1962 mencapai 1969; setelah menyelesaikan studi di universitas, ia menjadi dosen di almamaternya mencapai kematiannya. Ia selama kurun waktu sebagai mahasiswa menjadi pembangkang aktif, memprotes Presiden Sukarno dan PKI. Soe adalah seorang penulis yang produktif, dengan berbagai artikel yang dipasarkan di koran-koran seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Setelah Riri Riza merilis film berjudul Gie pada tahun 2005, artikel-artikelnya disusun oleh Stanley dan Aris Santoso yang diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan oleh penerbit GagasMedia.

Sebagai seorang pendukung hidup yang tidak jauh dengan dunia, Soe seperti dikutip Walt Whitman dalam buku hariannya: "Sekarang diri sendiri melihat rahasia pembuatan orang terbaik itu adalah untuk tumbuh di udara membuka dan untuk makan dan tidur dengan bumi." Pada tahun 1965, Soe membantu mendirikan Mapala UI, organisasi bidang yang terkait di kalangan mahasiswa. Dia menikmati aktivitas yang dipekerjakan hiking, dan meninggal sebab menghirup gas beracun saat mendaki gunung berapi Semeru sehari sebelum ulang tahun ke 27. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Dia dimakamkan di tempat yang sekarang menjadi Museum Taman Prasasti di Jakarta Pusat.[4]

Soe pernah menulis dalam buku hariannya:

"Seorang filsuf Yunani pernah menulis ..... .... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

Pernyataan Soe serupa dengan komentar Friedrich Nietzsche, kepada seorang filsuf Yunani.

Buku hariannya diterbitkan pada tahun 1983, dengan judul Catatan Seorang Demonstran yang berisi opini dan pengalamannya terhadap tingkah laku yang dibuat demokrasi. Soe dalam tesis universitasnya juga diterbitkan, dengan judul Di Bawah Lantera Merah.

Buku harian Soe ini menjadi inspirasi untuk film 2005, berjudul Gie, yang disutradarai oleh Riri Riza dan dibintangi Nicholas Saputra sebagai Soe Hok Gie. Soe juga merupakan subyek dari suatu buku 1997, yang ditulis oleh Dr John Maxwell yang berjudul Soe Hok Gie-: Diary of a Young Indonesian Intellectual. Buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001, dan berjudul Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.

Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995). Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Perlintasan

Lihat pula

  • Mapala UI
  • Gie, film tahun 2005
  • Daftar tokoh Tionghoa-Indonesia

Bibliografi

  • Soe, Hok Gie (1983), Catatan Seorang Demonstran (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. 
  • Soe, Hok Gie (1990), Di Bawah Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang, 1917–1920 (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Frantz Fanon Foundation. 
  • Soe, Hok Gie (1995), Zaman Peralihan (dalam bahasa Indonesian), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. 
  • Soe, Hok Gie (1997), Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan: Kisah Pemberontakan Madiun 1948 (dalam bahasa Indonesian), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, ISBN 978-979-8793-31-8. 

Pustaka

  • Anderson, Ben (April 1970), "In Memoriam: Soe Hok-Gie", Indonesia 9: 225–227, ISSN 0019-7289. 
  • Maxwell, John (2001), Soe Hok-Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, ISBN 978-979-444-422-1.  Translated from Maxwell, John (1997). Soe Hok-Gie: A Biography of a Young Indonesian Intellectual (Ph.D. thesis). Australian National University. OCLC 223012031.
  • Jahja, H. Junus (2002), Peranakan Idealis: Dari Lie Eng Hok mencapai Teguh Karya (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, ISBN 978-979-9023-84-1. 
  • Suryadinata, Leo (1995), Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (ed. 3rd), Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, ISBN 978-981-3055-04-9. 

Pranala luar

Pengawasan otoritas

edunitas.com


Page 8

Berikut ini termasuk ciri-ciri tangga nada minor kecuali

Artikel ini berisi teks berbicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau lambang lain, selain watak yang dimaksud.

Soe Hok Gie (kelahiran di Djakarta, 17 Desember 1942 – meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969 pada umur 26 tahun) adalah seorang aktivis Indonesia Tionghoa yang menentang kediktatoran bersambung dari Presiden Soekarno dan Soeharto. Ia adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969.

Biografi

Soe adalah seorang etnis Tionghoa[3] Katolik Roma. Leluhur Soe Hok Gie sendiri adalah bersumber dari provinsi Hainan, Republik Rakyat Tiongkok. Ayahnya bernama Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Ia keempat dari lima bersaudara di keluarganya; kakaknya Arief Budiman, seorang sosiolog dan dosen di Universitas Kristen Satya Wacana, juga cukup kritis dan vokal dalam politik Indonesia.

Pendidikan, karier dan kematian

Setelah menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di SMA Kolese Kanisius, Soe kuliah di Universitas Indonesia (UI) dari tahun 1962 mencapai 1969; setelah menyelesaikan studi di universitas, ia menjadi dosen di almamaternya mencapai kematiannya. Ia selama kurun waktu sebagai mahasiswa menjadi pembangkang aktif, memprotes Presiden Sukarno dan PKI. Soe adalah seorang penulis yang produktif, dengan berbagai artikel yang dipasarkan di koran-koran seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Setelah Riri Riza merilis film berjudul Gie pada tahun 2005, artikel-artikelnya disusun oleh Stanley dan Aris Santoso yang diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan oleh penerbit GagasMedia.

Sebagai seorang pendukung hidup yang tidak jauh dengan dunia, Soe seperti dikutip Walt Whitman dalam buku hariannya: "Sekarang diri sendiri melihat rahasia pembuatan orang terbaik itu adalah untuk tumbuh di udara membuka dan untuk makan dan tidur dengan bumi." Pada tahun 1965, Soe menolong mendirikan Mapala UI, organisasi bidang yang terkait di kalangan mahasiswa. Dia menikmati aktivitas yang dipekerjakan hiking, dan meninggal sebab menghirup gas beracun saat mendaki gunung berapi Semeru sehari sebelum ulang tahun ke 27. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Dia dimakamkan di tempat yang sekarang menjadi Museum Taman Prasasti di Jakarta Pusat.[4]

Soe pernah menulis dalam buku hariannya:

"Seorang filsuf Yunani pernah menulis ..... .... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

Pernyataan Soe serupa dengan komentar Friedrich Nietzsche, kepada seorang filsuf Yunani.

Buku hariannya diterbitkan pada tahun 1983, dengan judul Catatan Seorang Demonstran yang berisi opini dan pengalamannya terhadap tingkah laku yang dibuat demokrasi. Soe dalam tesis universitasnya juga diterbitkan, dengan judul Di Bawah Lantera Merah.

Buku harian Soe ini menjadi inspirasi untuk film 2005, berjudul Gie, yang disutradarai oleh Riri Riza dan dibintangi Nicholas Saputra sebagai Soe Hok Gie. Soe juga adalah subyek dari suatu buku 1997, yang ditulis oleh Dr John Maxwell yang berjudul Soe Hok Gie-: Diary of a Young Indonesian Intellectual. Buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001, dan berjudul Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.

Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995). Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Perlintasan

Lihat pula

  • Mapala UI
  • Gie, film tahun 2005
  • Daftar tokoh Tionghoa-Indonesia

Bibliografi

  • Soe, Hok Gie (1983), Catatan Seorang Demonstran (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. 
  • Soe, Hok Gie (1990), Di Bawah Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang, 1917–1920 (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Frantz Fanon Foundation. 
  • Soe, Hok Gie (1995), Zaman Peralihan (dalam bahasa Indonesian), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. 
  • Soe, Hok Gie (1997), Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan: Kisah Pemberontakan Madiun 1948 (dalam bahasa Indonesian), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, ISBN 978-979-8793-31-8. 

Pustaka

  • Anderson, Ben (April 1970), "In Memoriam: Soe Hok-Gie", Indonesia 9: 225–227, ISSN 0019-7289. 
  • Maxwell, John (2001), Soe Hok-Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, ISBN 978-979-444-422-1.  Translated from Maxwell, John (1997). Soe Hok-Gie: A Biography of a Young Indonesian Intellectual (Ph.D. thesis). Australian National University. OCLC 223012031.
  • Jahja, H. Junus (2002), Peranakan Idealis: Dari Lie Eng Hok mencapai Teguh Karya (dalam bahasa Indonesian), Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, ISBN 978-979-9023-84-1. 
  • Suryadinata, Leo (1995), Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (ed. 3rd), Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, ISBN 978-981-3055-04-9. 

Tautan luar

Pengawasan otoritas

edunitas.com


Page 9

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 4, 4 Februari, 4 Januari, 4 Juli, 4 Juni, 4 U, 4 vesta, 4 Vesta, 4-3-3, 402 SM, 403, 403 SM, 404 (film), 411, 411 SM, 412, 412 SM, 427 BC, 427 SM, 429, 42nd Street (film)


Page 10

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 4, 4 Februari, 4 Januari, 4 Juli, 4 Juni, 4 U, 4 vesta, 4 Vesta, 4-3-3, 402 SM, 403, 403 SM, 404 (film), 411, 411 SM, 412, 412 SM, 427 BC, 427 SM, 429, 42nd Street (film)


Page 11

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) C, C-SPAN, C. S. Lewis, C. Th van Deventer, C.A. Bella Vista, C.G.E. Mannerheim, C.G.K. Reinwardt, C.H. Greenblatt, C.I.D. (film), Ca (huruf Arab), CA Bastia, Ca Bastia, Ca Batna, Cabagan, Isabela, Cabai, Cabai (disambiguasi), Cabai benalu, Cabai Panggul-kelabu, Cabai panggul-kuning, Cabai Panggul-kuning, Cabai perut-kuning


Page 12

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) C, C-SPAN, C. S. Lewis, C. Th van Deventer, C.A. Bella Vista, C.G.E. Mannerheim, C.G.K. Reinwardt, C.H. Greenblatt, C.I.D. (film), Ca (huruf Arab), CA Bastia, Ca Bastia, Ca Batna, Cabagan, Isabela, Cabai, Cabai (disambiguasi), Cabai benalu, Cabai Panggul-kelabu, Cabai panggul-kuning, Cabai Panggul-kuning, Cabai perut-kuning


Page 13

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Battle of Wits (film 2006), A battle of wits (film 2006), A Beautiful Mind, A better tomorrow, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, A Fresh Start for Something New, A Funny Thing Happened on the Way to the Forum, A Girl like Me, A Girl Like Me, A Journey (album), A kara, A Kind of Magic, A Kind of Magic (album), A Messenger, A Midsummer Night's Dream, A Midsummer Nights Dream, A Midsummer's Night Dream


Page 14

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Battle of Wits (film 2006), A battle of wits (film 2006), A Beautiful Mind, A better tomorrow, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, A Fresh Start for Something New, A Funny Thing Happened on the Way to the Forum, A Girl like Me, A Girl Like Me, A Journey (album), A kara, A Kind of Magic, A Kind of Magic (album), A Messenger, A Midsummer Night's Dream, A Midsummer Nights Dream, A Midsummer's Night Dream


Page 15

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) D, D'Maestro, D'Maleo Hotel & Convention Mamuju, D'Masiv, D'Plong: Sensasi Rock'n'Dut, D.o.t, D.T. Suzuki, D1 Tower, D14, DAAI TV, Daala Timur, Bulo, Polewali Mandar, Daallo Airlines, Daan Bovenberg, Dacia Nation, Dacia Romawi, Dactylia dichotoma, Dactylia varia, Dadang Wigiarto, Dadanggendis, Nguling, Pasuruan, Dadap, Dadap (disambiguasi)


Page 16

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) D, D'Maestro, D'Maleo Hotel & Convention Mamuju, D'Masiv, D'Plong: Sensasi Rock'n'Dut, D.o.t, D.T. Suzuki, D1 Tower, D14, DAAI TV, Daala Timur, Bulo, Polewali Mandar, Daallo Airlines, Daan Bovenberg, Dacia Nation, Dacia Romawi, Dactylia dichotoma, Dactylia varia, Dadang Wigiarto, Dadanggendis, Nguling, Pasuruan, Dadap, Dadap (disambiguasi)


Page 17

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) F, F-5 Freedom Fighter, F-84 Thunderjet, F-86 Sabre, F. Budi Hardiman, F.C. Gifu, F.C. Hansa Rostock, F.C. Internazionale, F.C. Internazionale Milano, F.L. Tobing, F.L. Wright, F.Scott Fitzgerald's Way Of Love, F.T. Island, F10, F3H Demon, F4F Wildcat, F6F Hellcat, FA Women's Premier League, FA Women's Super League, Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban, Fa-Tal - Gal a Todo Vapor


Page 18

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) F, F-5 Freedom Fighter, F-84 Thunderjet, F-86 Sabre, F. Budi Hardiman, F.C. Gifu, F.C. Hansa Rostock, F.C. Internazionale, F.C. Internazionale Milano, F.L. Tobing, F.L. Wright, F.Scott Fitzgerald's Way Of Love, F.T. Island, F10, F3H Demon, F4F Wildcat, F6F Hellcat, FA Women's Premier League, FA Women's Super League, Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban, Fa-Tal - Gal a Todo Vapor


Page 19

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) I, I AM., I AM. (film), I Ampera Cabinet, I Bajnoksag Nemzeti, I Got a Boy, I Got a Boy (lagu), I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai, I Gusti Ketut Jelantik, I Ketut Mahendra, I Ketut Suardana, I Ketut Sudikerta, I Ketut Untung Yoga Anna, I Love You, Beth Cooper, I Love You, Beth Cooper (film), I Love You, Om, I Love Your Glasses, I Pakubuwana, I Putu Sulastra, I Radio Bandung, I Remember Me (album)


Page 20

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) I, I AM., I AM. (film), I Ampera Cabinet, I Bajnoksag Nemzeti, I Got a Boy, I Got a Boy (lagu), I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai, I Gusti Ketut Jelantik, I Ketut Mahendra, I Ketut Suardana, I Ketut Sudikerta, I Ketut Untung Yoga Anna, I Love You, Beth Cooper, I Love You, Beth Cooper (film), I Love You, Om, I Love Your Glasses, I Pakubuwana, I Putu Sulastra, I Radio Bandung, I Remember Me (album)


Page 21

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) L, L'Hospitalet de Llobregat, L'Huisserie, L-3 Communications, L-dagang, La (aksara Bali), La (aksara Jawa), La 2 (Spanyol), La Academia Junior Indonesia, La Capelle-les-Boulogne, La Carlota City, La Celle-Saint-Cloud, La Chaine Info, La Chapelle-aux-Lys, La Chapelle-aux-Naux, La Chapelle-Basse-Mer, La Chapelle-Bayvel, La Chapelle-du-Chatelard, La Chapelle-du-Lou, La Chapelle-du-Mont-du-Chat, La Chapelle-du-Noyer


Page 22

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) L, L'Hospitalet de Llobregat, L'Huisserie, L-3 Communications, L-dagang, La (aksara Bali), La (aksara Jawa), La 2 (Spanyol), La Academia Junior Indonesia, La Capelle-les-Boulogne, La Carlota City, La Celle-Saint-Cloud, La Chaine Info, La Chapelle-aux-Lys, La Chapelle-aux-Naux, La Chapelle-Basse-Mer, La Chapelle-Bayvel, La Chapelle-du-Chatelard, La Chapelle-du-Lou, La Chapelle-du-Mont-du-Chat, La Chapelle-du-Noyer


Page 23

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) N, N'harak Said, N-butana, N-diaeresis, N-I (roket), Nabarua, Nabire, Nabire, Nabath, Nabelena, Bajawa Utara, Ngada, Nabemono, Nabi Ishaq, Nabi Islam, Nabi Ismail, Nabi Ismail a.s., Nabi Syu'aib, Nabi Yahya, Nabi Yakub, Nabi Yaqub, Nabila Aurelia Kinanti, Nabila Putri, Nabila Syakieb, Nabilah Haizmyth


Page 24

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) N, N'harak Said, N-butana, N-diaeresis, N-I (roket), Nabarua, Nabire, Nabire, Nabath, Nabelena, Bajawa Utara, Ngada, Nabemono, Nabi Ishaq, Nabi Islam, Nabi Ismail, Nabi Ismail a.s., Nabi Syu'aib, Nabi Yahya, Nabi Yakub, Nabi Yaqub, Nabila Aurelia Kinanti, Nabila Putri, Nabila Syakieb, Nabilah Haizmyth


Page 25

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) Q, Qada, Qadar, qadar, Qaddafi, Qasim bin Muhammad, Qasr Kharana, Qassim Bassim, Qat, Qi Jiguang, Qiang (tombak), Qibla, Qin Shi Huang, Qom, Qory Sandioriva, Qotzman, QQ, Qualifying Championship U-19 AFC 2014, Qualifying play-off AFC Champions League 2009, Qualifying Play-off UEFA European Football Championship 2012, Qualifying UEFA European Football Championship 2012


Page 26

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) Q, Qada, Qadar, qadar, Qaddafi, Qasim bin Muhammad, Qasr Kharana, Qassim Bassim, Qat, Qi Jiguang, Qiang (tombak), Qibla, Qin Shi Huang, Qom, Qory Sandioriva, Qotzman, QQ, Qualifying Championship U-19 AFC 2014, Qualifying play-off AFC Champions League 2009, Qualifying Play-off UEFA European Football Championship 2012, Qualifying UEFA European Football Championship 2012