Berikut ini yaitu bentuk penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa orde reformasi ialah

MUHAMMAD FARIZAN
XII MIPA 6

Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terhadap UUD 1945: 1. Pembentukan MPRS:

Presiden Soekarno membentuk sendiri MPRS melalui Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959. Padahal, seharusnya MPRS dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

2. Pengangkatan presiden seumur hidup:
karena tidak ada aturan tentang jabatan presiden seumur hidup. Menurut pasal 7 UUD 1945 (sebelum diamandemen), presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya boleh dipilih kembali.

3. Konfrontasi dengan Malaysia:
Presiden Soekarno menganggap bahwa Federasi Malaysia merupakan proyek Neo Kolonialisme Imperialisme (Nekolim) Inggris yang sangat membahayakan revolusi Indonesia. Oleh sebab itu, Soekarno ingin Indonesia harus mencegah berdirinya Malaysia. Untuk mewujudkan cita-citanya, Presiden Soekarno mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Setelah dikeluarkannya Dwikora, dibentuklah suatu komando penyerangan yang diberi nama Komando Mandala Siaga (Kolaga) di bawah pimpinan Marsekal Madya Oemar Dhani.

4. Indonesia melaksanakan Politik Mercusuar: Politik mercusuar adalah politik yang mengagungkan kemegahan Indonesia di mata dunia luar, seperti: a) Pembangunan Stadion Senayan Jakarta.

b) Penyelenggaraan pesta olahraga negara-negara Nefo di Jakarta yang disebut Ganefo.

5. Indonesia membagi kekuatan politik dunia menjadi dua: a) Nefo (New Emerging Forces), yaitu negara-negara baru penentang imperialisme dan kapitalisme.

b) Oldefo (Old Established Forces), yaitu negara-negara Barat yang menganut imperialisme dan kapitalisme.

6. Lembaga-lembaga negara mempunya inti Nasionalisme Agama Komunis (Nasakom):
Gagasan Nasakom sudah dicetuskan Soekarno sebelum Indonesia merdeka. Pada tahun 1927, ia menulis rangkaian artikel berjudul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme” dalam Indonesia Moeda, sebuah publikasi terbitan “Klub Studi Umum”, klub yang didirikan Soekarno dan rekan-rekannya di Bandung. Ia mengusulkan campuran antara tiga unsur yakni; nasionalisme, agama, dan komunisme menjadi pemerintahan kooperatif yang disingkat ‘Nas-A-Kom’. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan tiga faksi utama dalam politik Indonesia ketika itu, yakni – tentara, kelompok-kelompok Islam, dan komunis. Dengan dukungan dari militer, pada bulan Februari 1956, ia menyatakan ‘Demokrasi Terpimpin’, dan mengusulkan kabinet yang akan mewakili semua partai politik penting (termasuk PKI).

7. Prosedur pembentukan DPAS:
DPAS dibentuk dengan berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959. Tugas DPAS adalah member jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah; DPAS dipimpin oleh presiden sebagai ketua; Sebelum memangku jabatan, Wakil Ketua dan anggota DPAS mengangkat sumpah/janji di hadapan presiden; DPAS dilantik pada pada tanggal 15 Agustus 1945. Pembentukan DPAS ini menyalahi prosedur karena dibentuk oleh presiden sendiri dan dikepalai oleh presiden.

8. Prosedur pembentukan MPRS: Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) adalah cikal bakal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), lembaga tertinggi negara Republik Indonesia. MPRS dibentuk berdasarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh Presiden RI Soekarno. Tugas MPRS adalah mengesahkan GBHN. Dalam sidangnya MPRS sudah mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain, Penetapan manifesto politik sebagai GBHN, Pentapan garis garis besar pembangunan nasional berencana tahap 1 (1961-1969),

Menetapkan presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

9. Kedudukan MPR di bawah presiden:
Pada masa demokrasi terpimpin, MPR tunduk pada presiden. Presiden memiliki kekuasaan yang besar terhadap MPR, keputusan yang dibuat MPR merupakan keputusan dari presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR dan Presiden berkedudukan sejajar, memiliki tugas masing-masing dan saling koordinasi.

10. Prosedur pembentukan DPAS:
DPAS dibentuk dengan berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959. Tugas DPAS adalah member jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah; DPAS dipimpin oleh presiden sebagai ketua; Sebelum memangku jabatan, Wakil Ketua dan anggota DPAS mengangkat sumpah/janji di hadapan presiden; DPAS dilantik pada pada tanggal 15 Agustus 1945. Pembentukan DPAS ini menyalahi prosedur karena dibentuk oleh presiden sendiri dan dikepalai oleh presiden.

11. Prosedur pembentukan DPRGR:
Pada tanggal 5 Maret 1960 DPR hasil Pemilu I tahun 1955 dibubarkan oleh Presiden Soekarno, karena menolak Rencana Anggaran Belanja Negara yang diajukan oleh pemerintah. Tidak lama kemudian Presiden berhasil menyusun daftar anggota DPR. DPR yang baru dibentuk tersebut dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Seluruh DPR-GR ditunjuk oleh Presiden mewakili golongan masing-masing. Anggota DPR-GR dilantik pada tanggal 25 Juni 1960. Dalam upacara pelantikan tersebut, Presiden Soekarno menyatakan bahwa tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manipol, merealisasikan amanat penderitaan rakyat, dan melaksanakan demokrasi terpimpin.

KOMPAS.com – Orde Baru adalah masa pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden selama lebih dari 30 tahun (1968-1998).

Kehadiran Orde Baru (Orba) membawa perubahan terhadap pemahaman Pancasila di Indonesia.

Pancasila berhasil dipertahankan sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia.

Namun, di balik perubahan tersebut, ternyata tetap terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila pada era Orde Baru.

Lalu, apa saja penyimpangan terhadap Pancasila pada Orde Baru?

Baca juga: Sidang Umum IV MPRS 1966, Tonggak Lahirnya Orde Baru

Penyimpangan

Indoktrinasi Pancasila

Pada masa Orde Baru, pemerintah ingin melaksanakan Pancasila secara murni sebagai bentuk kritik terhadap penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama.

Pemerintah pun mencanangkan program P4, yaitu Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila.

Pada dasarnya, pemerintah Orde Baru memang berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.

Akan tetapi, implementasinya mengecewakan, bahkan terbilang menyimpang dari Pancasila.

Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah Orde Baru dan dijadikan sebagai indoktrinasi oleh Presiden Soeharto guna melanggengkan kekuasaannya.

Ada beberapa cara yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila, sebagai berikut:

  • Melalui ajaran di sekolah-sekolah.
  • Presiden Soeharto membolehkan rakyat membentuk organisasi-organisasi dengan syarat harus berasaskan Pancasila.
  • Presiden Soeharto melarang adanya kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintahan.

Baca juga: Pemberedelan Media Massa pada Masa Orde Baru

Demokrasi Sentralistik

Selain itu, Presiden Soeharto juga melakukan penyelewengan dengan menerapkan demokrasi sentralistik, yakni demokrasi yang berpusat pada pemerintah.

Kemudian Presiden Soeharto juga memegang kendali terhadap lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sehingga setiap aturan harus sesuai dengan persetujuannya.

Membentuk Departemen Penerangan

Presiden Soeharto melemahkan beberapa aspek demokrasi, terutama pers karena dinilai dapat menjatuhkan kekuasaannya.

Untuk menjalankan misinya itu, Presiden Soeharto membentuk Departemen Penerangan sebagai lembaga yang berfungsi mengoreksi berita-berita di media massa agar tidak menjatuhkan pemerintah.

Selain itu, penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila paling parah pada era Orde Baru adalah KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).

Baca juga: Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN): Pengertian, Pencegahan dan Sanksi

Pemberedelan pers

Masa kepemimpinan Presiden Soeharto memang banyak menuai kontroversi dari masyarakat, salah satunya kebijakan Fusi Parpol (penggabungan partai politik).

Alhasil, tidak sedikit pemberitaan di media yang mengkritik kebijakan pemerintah.

Pemerintah Orde Baru yang tidak mau menerima kritikan, pun memilih untuk memberedel banyak media massa.

Tujuan pemberedelan pers adalah untuk menghalangi adanya berita kritis terhadap pemerintah.

Soeharto melarang penerbitan beberapa media massa dan melarang mereka beroperasi selama dua pekan.

Baca juga: Krisis Moneter Asia 1997: Penyebab, Dampak, dan Peran IMF

Krisis moneter

Puncak penyimpangan terhadap Pancasila pada Orde Baru adalah terjadinya krisis moneter 1997 yang diduga disebabkan oleh hot money bubble atau gelembung uang panas.

Uang panas adalah dana yang dikelola secara untung-untungan dan mendapat hasil tinggi dalam waktu singkat.

Makin besar gelembung, maka semakin banyak dana yang diperlukan.

Kondisi ini lantas membuat perekonomian Indonesia anjlok dan memicu terjadinya protes besar-besaran untuk menggulingkan rezim Orde Baru. Protes tersebut berujung pada peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Pada akhirnya, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998 dan digantikan oleh wakilnya, BJ Habibie (1998-1999).

Kesimpulannya, penyimpangan Pancasila pada Orde Baru adalah:

  • Melanggengkan Presiden Soeharto berkuasa selama 32 tahun.
  • Penafsiran sepihak terhadap Pancasila melalui program P4.
  • Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
  • Soeharto memimpin rakyat dengan keotoritarian, padahal Indonesia adalah negara demokratis sesuai dengan nilai Pancasila, yang mengutaman rakyat, yakni dari, untuk, dan oleh rakyat.
  • Soeharto memberedel pers.
  • Penerapan demokrasi sentralistik.

Referensi:

  • Dewi, Sandra. Andrew Shandy Utama. (2018). 17-Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia Serta Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi. Jurnal PPKn&Hukum. Vol. 13, No. 1 April 2018.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.