Tempe adalah salah satu makanan khas Indonesia yang kini mendunia. Harganya yang murah seringkali dipandang sebelah mata, padahal banyak studi ilmiah yang membuktikan bahwa tempe bisa menjadi alternatif daging yang tinggi protein dan vitamin B12. Dibalik kelezatan tempe yang kita konsumsi ini, ternyata cara pembuatannya memanfaatkan bioteknologi dari mikroorganisme lho. Nah, seperti apa lagi pemanfaatan bioteknologi di bidang pangan ini? Pada dasarnya, bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup atau perekayasaan proses biologi dari suatu agen biologi untuk menghasilkan produk dan jasa yang dapat bermanfaat bagi manusia. Dimana, bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah dari bahan baku terutama di bidang pangan seperti kedelai, tepung terigu, gula, dan sebagainya. Bioteknologi Konvensional Banyak produk makanan yang proses pembuatannya memanfaatkan kerja mikroba misalnya tempe, nata de coco, yogurt, keju, roti, kecap, dan lain sebagainya. Semua produk pangan yang memanfaatkan proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme merupakan produk bioteknologi konvensional yang sampai saat ini masih dimanfaatkan oleh manusia. Berikut ini merupakan beberapa contoh produk bioteknologi konvensional dan mikroorganisme yang membantu dalam proses pembuatannya antara lain :
Baca juga: Melihat Sejarah Singkat Bioteknologi Jamur Aspergillus wenti akan merombak protein menjadi asam amino, komponen rasa, asam, dan aroma khas. Indonesia memanfaatkan mikroorganisme tersebut untuk mengubah campuran kedelai dan padi-padian menjadi kecap.
Bioteknologi Modern Biteknologi modern dalam produksi pangan berupaya dalam meningkatkan produksi tanaman. Selain itu, berupaya mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya agar tidak ikut terkonsumsi oleh manusia dengan cara menetapkan teknik rekayasa genetik. Rekayasa genetik dapat memanipulasi gen sehingga menghasilkan organisme dengan sifat-sifat yang sesuai dengan kebutuhan. Teknik manipulasi gen ini dikenal istilah DNA rekombinan.
BMC – Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna [1992 ] memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip–prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Bioteknologi [1] : Konsep dasar dan perkembangan Bioteknologi di masa lampau [konvensional] Bioteknologi sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu.
Contoh produk bioteknologi konvensional, misalnya:
Bioteknologi modern Sekarang bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal:
Berikut ini adalah daftar kemajuan bidang bioteknologi yang telah diaplikasikan. Mayoritas didominasi oleh bidang peternakan, perikanan, dan kesehatan. Bioteknologi dalam Bidang Peternakan dan Perikanan Penggunaan bioteknologi guna meningkatkan produksi peternakan meliputi :
Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah:
Di Indonesia, transfer embrio mulai dilakukan pada tahun 1987. Dengan teknik ini seekor sapi betina, mampu menghasilkan 20-30 ekor anak sapi [pedet] pertahun. Penelitian terakhir membuktikan bahwa, menciptakan jenis ternak unggul sudah bukan masalah lagi. Dengan teknologi transgenik, yakni dengan jalan mengisolasi gen unggul, memanipulasi, dan kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain, maka ternak unggul yang diinginkan dapat diperoleh. Babi transgenik, di Princeton Amerika Serikat, kini sudah berhasil memproduksi hemoglobin manusia sebanyak 10 – 15 {f96eda6f8618a63bcc95c2e2e67272e5834b316e5a9a9c3aeb9c545dc6b63cdc} dari total hemoglobin manusia, bahkan laporan terakhir mencatat adanya peningkatan persentasi hemoglobin manusia yang dapat dihasilkan oleh babi transgenik ini. Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan dan Pengobatan Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia. Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik “Pra Implantasi genetik diagnosis” dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan. Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil sampel darah dari umbilical cord [pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta] untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah. Kontroversi Dalam perkembangannya, kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai kontroversi. Sebagai contoh:
Bagaimana cara kita menyikapinya? Satu-satunya jalan adalah dengan melakukan beberapa tahapan pengujian, studi kelayakan, serta sistem pengawasan yang ketat oleh instansi yang berwenang. Disini, pihak peneliti memegang peranan penting dalam mengungkap dan membuktikan atau menyanggah berbagai kekhawatiran yang timbul [www.biologimediacenter.com] Video yang berhubungan |