Berikut yang merupakan perilaku-perilaku masyarakat arab sebelum kedatangan islam adalah ….

Berikut yang merupakan perilaku-perilaku masyarakat arab sebelum kedatangan islam adalah ….

Berikut yang merupakan perilaku-perilaku masyarakat arab sebelum kedatangan islam adalah ….
Lihat Foto

Pengunjung menikmati hujan salju yang turun di wilayah Tabuk, Arab Saudi, Sabtu (1/1/2022). Setiap tahun, hujan salju membawa turis dari seluruh Kerajaan Arab Saudi ke wilayah tersebut. Akibat pandemi Covid-19, mungkin akan ada lebih sedikit pengunjung yang datang ke wilayah Tabuk untuk melihat salju.

KOMPAS.com - Sebelum kedatangan Islam, penduduk yang mendiami wilayah Arab dikenal sebagai masyarakat Arab Jahiliyah atau bangsa Jahiliyah.

Jahiliyah sendiri berarti kebodohan. Kondisi masyarakat Arab sebelum Islam sangat buruk dan belum memiliki tatanan kehidupan sosial yang teratur.

Terdapat kesenjangan antara kaum bangsawan dan masyarakat biasa, di mana kaum bangsawan menjadi terpandang dan memiliki otoritas yang lebih.

Selain itu, pada zaman Jahiliyah, sering terjadi peperangan antarsuku di tanah Arab dan masyarakatnya banyak yang memiliki kebiasaan buruk serta perbuatan tidak baik.

Baca juga: Kisah Nabi Muhammad Sebelum Diangkat Menjadi Rasul

Kebiasaan buruk Arab Jahiliyah

Kehidupan sosial era Arab Jahiliyah sangatlah buruk, di mana perbudakan menjadi hal biasa.

Perbudakan dan pelacuran adalah hal yang normal, bahkan seorang anak bisa menikahi ibu tirinya.

Selain itu, pertempuran antarsuku sering terjadi, kecuali pada bulan tertentu yang diharamkan untuk berperang.

Dalam pertempuran, pihak yang kalah akan terhina selama hidupnya dan keterhinaan paling parah menyasar perempuan.

Perempuan pada saat Arab Jahiliyah diperlakukan seperti benda mati. Pelacuran juga membuat perempuan seperti tidak ada harganya.

Selain itu, orang Arab Jahiliyah dikenal memiliki banyak istri atau suka berpoligami. Seorang laki-laki bisa mengawini dua bersaudara, bahkan mengawini istri bapaknya apabila ditalak atau ditinggal mati.

Baca juga: Strategi Dakwah Nabi Muhammad di Madinah

Rabu, 13 November 2019 - 05:15 WIB

Agama Bangsa Arab Sebelum Kedatangan Islam

Banyak yang bertanya bagaimana kondisi kehidupan agama bangsa Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW)? Berikut ulasan singkat Syeikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury dalam Sirah Nabawiyah yang bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum.

Sebelum kedatangan Islam, mayoritas Bangsa Arab masih mengikuti dakwah Nabi Ismail 'alaihissalam (AS) yaitu menyembah Allah dan mentauhidkan-Nya. Setelah beberapa lama akhirnya mereka lupa ajaran tauhid yang dibawa Nabi Ismail.

Hingga muncullah Amru bin Luhai, seorang pemimpin Bani Khuza'ah. Dia dikenal baik dan peduli terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan menganggapnya sebagai ulama besar dan wali yang disegani. Ketika dia mengadakan perjalanan ke Syam, di sana dia melihat penduduk Syam menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik. Apalagi Syam adalah tempat para rasul dan turunnya kitab. Maka dia pulang sambil membawa Hubal (berhala) dan meletakkannya di dalam Ka'bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah untuk menjadikan sekutu bagi Allah. Orang-orang Arab mulai menyembah berhala itu dan melakukan tradisi-tradisi kemusyrikan. Mereka juga mengundi nasib dan melakukan perbuatan jahiliyah. Bagi mereka, tradisi itu adalah sesuatu yang baik dan tidak mengubah ajaran tauhid yang dibawa Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim AS. Amru bin Luhai menjadi tokoh penyembah berhala ini.

Ketika Rasulullah SAW menaklukkan Mekkah, terdapat 360 berhala di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berhala-berhala itu dan memerintahkan agar dikeluarkan dari masjid dan dibakar. Berikut agama bangsa Arab sebelum kedatangan Islam:

1. Agama Yahudi.

Masuknya agama Yahudi di jazirah Arab pertama kali eksis di Yaman melalui penjual jerami, As'ad bin Abi Karb. Ketika itu, dia pergi berperang ke Yatsrib (Madinah) dan disanalah dia memeluk Yahudi. Dia membawa serta dua ulama Yahudi dari suku Bani Quraizhah ke Yaman. Agama Yahudi tumbuh dan berkembang pesat di sana, terlebih lagi ketika anaknya, Yusuf bergelar Dzu Nuwas menjadi penguasa di Yaman. Dia menyerang penganut agama Nashrani dari Najran dan mengajak mereka untuk menganut agama Yahudi, namun mereka menolak. Karena penolakan ini, dia kemudian menggali parit dan mencampakkan mereka ke dalamnya lalu membakarnya hidup-hidup. Sejarah mencatat, jumlah korban pembunuhan massal ini sekitar 20.000 hingga 40.000 jiwa. Peristiwa itu terjadi pada bulan Oktober tahun 523 M. Alqur'an menceritakan sebagian dari peristiwa tragis itu dalam Surah Al-Buruj (tentang Ashhabul Ukhdud).

2. Agama Nasrani.

Agama Nasrani masuk ke jazirah Arab melalui pendudukan orang-orang Habasyah dan Romawi. Pendudukan orang-orang Habasyah pertama kali terjadi di Yaman pada tahun 340 M dan berlangsung hingga tahun 378 M. Pada masa itu, gerakan Kristenisasi mulai merambah permukiman di Yaman. Tak berapa jauh dari masa ini, seorang yang dikenal sebagai orang zuhud, doanya mustajab dan dianggap mempunyai kekeramatan. Orang ini dikenal dengan sebutan Fimiyun; dia datang ke Najran. Dia mengajak penduduk Najran untuk memeluk agama Nasrani. Mereka melihat tanda-tanda kejujuran pada dirinya dan kebenaran agamanya. Karena itu mereka menerima dakwahnya dan bersedia memeluk agama Nasrani.Tatkala orang-orang Habasyah menduduki Yaman untuk kedua kalinya pada tahun 525 M; sebagai balasan atas perlakuan Dzu Nuwas yang dulu pernah dilakukannya, dan tampuk pimpinan dipegang oleh Abrahah, maka dia menyebarkan agama Nasrani dengan gencar dan target sasaran mencapai puncaknya ketika dia membangun sebuah gereja di Yaman, yang diberi nama "Ka'bah Yaman". Dia menginginkan agar haji yang dilakukan oleh Bangsa Arab dialihkan ke gereja ini.Dia juga berniat menghancurkan Baitullah di Mekkah, namun Allah membinasakannya dan mengazabnya di dunia dan akhirat. Agama Nashrani dianut oleh kaum Arab Ghassan, suku-suku Taghlib dan Thayyi' dan selain kedua suku terakhir ini. Hal itu disebabkan mereka bertetangga dengan orang-orang Romawi. Bukan itu saja, bahkan sebagian raja-raja Hirah juga telah memeluknya.

3. Agama Majusi.

Agama Majusi lebih banyak berkembang di kalangan orang-orang Arab yang bertetangga dengan orang-orang Persia yaitu orang-orang Arab di Iraq, Bahrain (tepatnya di Ahsa'), Hajar dan kawasan tepi pantai teluk Arab yang bertetangga dengannya. Elite-elite politik Yaman juga ada yang memeluk agama Majusi pada masa pendudukan Bangsa Persia terhadap Yaman.

4. Agama Shabi'ah.

Selasa, 08 Oktober 2019 - 05:30 WIB

Beginilah Gambaran Bangsa Arab Sebelum Datangnya Islam

Kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam dikenal dengan istilah Jahiliyah. Masyarakat Jahiliyah ini identik dengan peradaban yang sangat buruk, pelacuran dimana-mana, pertumpahan darah, perbuatan keji yang tak dapat diterima akal sehat.

Sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW , orang-orang Arab menganut agama Yahudi, Nasrani, Majusi, Shabi'ah dan penyembah berhala (paganisme). Seperti apa kondisi sosial dan peradaban bangsa Arab masa zaman Jahiliyah? Berikut ulasan singkat yang dirangkum dari Sirah Nabawiyah karya Syeikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury (bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum).

Kondisi sosial bangsa Arab Jahiliyah memiliki klasifikasi berbeda-beda dimana kaum bangsawan mendapat kedudukan terpandang. Mereka memiliki otoritas dan pendapat yang mesti didengar. Adapun gaya hidup masyarakat Arab Jahiliyah terbiasa bercampur baur antara kaum laki-laki dan perempuan. Boleh dikatakan kehidupan mereka jauh dari akal sehat. Selain pelacuran, gila-gilaan, pertumpahan darah sudah biasa di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah.

Imam Bukhari meriwayatkan dari 'Aisyah radhiallahu 'anha (RA), bahwa pernikahan pada masa Jahiliyah terdiri dari empat macam:

1. Pernikahan seperti pernikahan orang sekarang, yaitu seorang laki-laki mendatangi laki-laki yang lain dan melamar wanita yang di bawah perwaliannya atau anak perempuannya, kemudian dia menentukan maharnya dan menikahkannya.2. Seorang laki-laki berkata kepada istrinya manakala ia sudah suci dari haidnya, "pergilah kepada si fulan dan bersenggamalah dengannya". Kemudian setelah itu, istrinya ditinggalkan dan tidak disentuh selamanya hingga tampak tanda kehamilannya dari laki-laki tersebut. Apabila tampak tanda kehamilannya, apabila si suaminya masih berselera kepadanya maka dia akan menggaulinya. Hal tersebut dilakukan hanyalah lantaran ingin mendapatkan anak yang pintar. Pernikahan semacam ini dinamakan dengan nikah Al-Istibdha'.3. Sekelompok orang dalam jumlah yang kurang dari sepuluh berkumpul, kemudian mendatangi seorang perempuan dan masing-masing menggaulinya. Jika perempuan ini hamil dan melahirkan, setelah beberapa malam dia mengutus kepada mereka (sekelompok orang tadi). Ketika itu tak seorang pun dari mereka yang dapat mengelak hingga semuanya berkumpul kembali dengannya, lalu si perempuan itu berkata kepada mereka: "Kalian telah mengetahui apa yang telah kalian lakukan dan aku sekarang telah melahirkan, dan dia ini adalah anakmu wahai si fulan!". Dia menyebutkan nama laki-laki yang dia senangi dari mereka, maka anaknya dinasabkan kepadanya.4. Banyak laki-laki mendatangi seorang perempuan, sedangkan si perempuan ini tidak menolak sedikitpun siapa pun yang mendatanginya. Mereka ini adalah para pelacur, di pintu-pintu rumah mereka ditancapkan bendera yang menjadi simbol siapa pun yang menghendaki mereka maka dia bisa masuk. Jika dia hamil dan melahirkan, laki-laki yang pernah mendatanginya itu berkumpul lalu mengundang ahli pelacak (Al-Qaafah), kemudian si ahli ini menentukan nasab si anak tersebut kepada siapa yang mereka cocokkan ada kemiripannya dengan si anak itu. Dalam hal ini, laki-laki yang ditunjuk tidak boleh menyangkal. Maka ketika Allah Ta'ala mengutus Nabi Muhammad SAW, beliau menghapuskan semua pernikahan kaum Jahiliyah itu kecuali pernikahan yang ada saat ini.Dalam tradisi Arab Jahiliyah, antara laki-laki dan perempuan selalu berkumpul dan diadakan di bawah tajamnya pedang dan tombak. Pemenang dalam perang antarsuku berhak menyandera perempuan-perempuan suku yang kalah dan menghalalkannya. Anak-anak yang ibunya mendapatkan perlakuan semacam ini akan mendapatkan kehinaan semasa hidupnya.Kaum Jahiliyah juga terkenal dengan kehidupan dengan banyak istri (poligami) tanpa batasan. Mereka mengawini dua bersaudara, mereka juga mengawini istri bapak-bapak mereka apabila telah ditalak atau karena ditinggal mati oleh bapak mereka. Perbuatan zina merata di semua lapisan masyarakat. Namun, ada sekelompok laki-laki dan perempuan yang terbebas dari hal tersebut. Mereka adalah orang-orang yang memiliki jiwa besar dan menolak keterjerumusan ke dalam kemaksiatan. Kondisi hina lebih banyak dialami para budak perempuan.Imam Abu Daud meriwayatkan dari 'Amru bin Syu'aib, dia berkata: seorang laki-laki berdiri sembari berkata: "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya si fulan adalah anakku dari hasil perzinaanku dengan seorang budak wanita pada masa Jahiliyah. Rasulullah SAW kemudian bersabda: "Tidak ada dakwaan dalam Islam (yang berkaitan dengan masa Jahiliyah). Urusan yang terkait dengan masa Jahiliyah telah lenyap. Seorang anak adalah dari hasil ranjang (dinasabkan kepada suami yang menikah sah), sedangkan kehinaan adalah hanya bagi wanita pezina". Mengenai pergaulan masyarakat Arab Jahiliyah, hubungan seorang laki-laki dengan saudaranya, anak-anak paman dan kerabatnya sangat kental dan kuat. Mereka hidup dan mati demi fanatisme kesukuan. Semangat untuk bersatu begitu membudaya antar sesama suku. Bahkan prinsip yang dipakai dalam sistem sosial adalah fanatisme rasial dan hubungan tali rahim.

Mereka hidup di bawah semboyan: "Tolonglah saudaramu baik dia berbuat zhalim ataupun dizhalimi". Mereka menerapkan semboyan ini sebagaimana adanya, tidak seperti arti yang telah diralat oleh Islam yaitu menolong orang yang berbuat zhalim maksudnya mencegahnya melakukan perbuatan itu.

Meskipun begitu, persaingan memperebutkan martabat dan kepemimpinan seringkali menyebabkan perang antarsuku yang masih memiliki hubungan se-bapak. Seperti yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj, 'Abs dan Dzubyan, Bakr dan Taghlib, dan lain-lain.Di lain pihak, hubungan yang terjadi antarsuku benar-benar berantakan. Kekuatan yang mereka miliki digunakan untuk berjibaku dalam peperangan. Satu-satunya yang menolong mereka adalah adanya bulan-bulan yang diharamkan berperang (Asyhurul Hurum) sehingga mereka hidup damai dan mencari rezeki untuk kebutuhan sehari-hari.Kesimpulannya, kondisi sosial masyarakat Arab Jahiliyah benar-benar rapuh dan jauh dari akal sehat. Kebodohan mencapai puncaknya dan khurafat merajalela dimana-mana. Orang-Orang hidup layaknya binatang ternak. Wanita diperjualbelikan, bahkan terkadang diperlakukan seperti benda mati. Hubungan antarumat sangat lemah, saling berperang menjadi tradisi mereka ketika ada yang mengancam kekuasaan dan melukai kehormatan. Selain itu, kebiasaan masyarakat Arab Jahiliyah juga tak lepas dari minum khamr, mabuk-mabukan dan perjudian.

Masyarakat Jahiliyah memang dikenal memiliki peradaban yang buruk, namun masih ada akhlak mulia dan terpuji yang menjadi kelebihan mereka. Di antaranya, kemurahan hati, kedermawanan, pantang menyerah, memenuhi janji, suka menolong orang lain.