Impor komoditas hortikultura telah semakin sering menjadi bahan pembahasan selama beberapa tahun belakangan. Kebiajkan terkait impor komoditas hortikultura juga semakin menjadi polemik. Tidak dapat dipungkiri bahwa komoditas hortikultura menjadi kebutuhan penting dalam masyarakat. Walaupun tergolong negara yang agraris, pada kenyataannya Indonesia masih harus tergantung pada impor sejumlah komoditas hortikutura. Salah satu yang paling banyak menarik perhatian adalah impor buah-buahan. Jika melihat signifikansi buah-buahnya dalam pola konsumsi masyarakat indonesia tentunya tidak begitu besar mengingat sebagian besar penduduk indonesia masih tidak lazim mengkonsumsi buah-buahan. Akan tetapi hal ini tetunya juga menjadi ladang besar bagi para importir dan pengusaha dengan melihat jumlah penduduk indonesia yang sangat besar yang akan menjadi target pasar mereka. Dalam hal ini, sebagaimana pertarungan kepentingan dalam perumusan kebijakan terkait sektor pertanian, akan ada jurang pemisah yang besar antara kepentingan petani sebagai penghasil buah lokal dan pengusaha atau importir buah. Di indonesia, sebagian besar buah impor didatangkan dari Amerika Serikat, Kanada, Australia, Cina, Thailand, dan Eropa. Dari negara‐negara tersebut, buah impor berlabuh di kota‐kota besar di Indonesia seperti Jabodetabek (Bandara Soekarno‐Hatta dan Tanjung Priok), Medan (Pelabuhan Belawan), Makasar, dan Surabaya (Tanjung Perak) untuk kemudian didistribusikan ke kota‐kota besar lainnya seperti Semarang dan Yogyakarta. Menurut laporan dari Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia, impor produk hortikultura (buah dan sayur) yang dilakukan oleh Indonesia terhitung besar. Saat ini 85% dari seluruh produk Hortikultura yang beredar dan dinikmati oleh konsumen di Indonesia merupakan produk impor. Selain itu, jumlah impor produk tersebut selalu meningkat setiap tahunnya. Sebagai contoh, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) impor buah Indonesia dari Cina (sebagai negara pemasok buah impor terbesar ke Indonesia sepanjang tahun 2011 dan periode Januari‐Februari 2012) mengalami kenaikan dari angka US$46,7 juta pada bulan Desember 2011 menjadi US$62,6 juta pada bulan Januari 2012 dan dari angka US$30 juta pada bulan Februari menjadi US$48,2 juta pada bulan Maret di tahun yang sama. Selain itu impor buah dari Thailand juga mengalami kenaikan dari angka US$10,95 juta pada bulan Juni 2012 menjadi US$35,07 juta pada bulan Juli 2012 dan mencapai angka US$40,55 juta pada bulan Agustus 2012. Menanggapi lonjankan impor buah tersebut, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan pemerintah sangat serius membatasi masuknya buah dan sayur impor. Salah satu penyebab utama karena sudah ditemukan 19 jenis pelanggaran mikro organisme selama 1,5 tahun terakhir, terutama berasal dari produk holtikultura impor yang masuk ke Indonesia. Selain itu, Kementerian Pertanian pada pertengahan Januari 2012 lalu mengeluarkan 2 Permentan. Permentan yang pertama yakni Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buah‐buahan atau sayuran buah segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Sedangkan Permentan yang kedua adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2012 tentang revisi Permentan Nomor 16 Tahun 2012 tentang persyaratan dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Oleh karena alasan‐alasan diatas dan mengingat kondisi pelabuhan Tanjuk Priok sendiri yang dianggap sudah overload dan crowded karena setiap hari volume barang yang masuk kurang lebih antara 1000‐1500 kontainer, pemerintah kemudian memutuskan untuk menutup pintu pelabuhan Tanjung Priok per 19 Juni 2012 dan mengurangi jumlah pintu masuk buah impordari 8 pintu menjadi 4 pintu saja. Hal ini tentunya mengundang protes dari berbagai pihak terutama importir buah. Alasan utama yang dikemukakan pemerintah terkait kebijakan ini adalah untuk melindungi pasar buah domestik dan petani buah lokal. Pemerintah secara berkala akan mengurangi pasokan buah impor. Akan tetapi kebijakan pemerintah ini dianggap tidak maksimal. Kebijakan ini pada kenyataannya tidak hanya merugikan importir dan pengusaha akan tetapi juga merugikan petani. Masih rendahnya akuntabilitas dan transparansi dalam mekanisme ekspor impor telah menjadikan implemetasi yang tidak efektif. Masih banyak pihak yang mengambil keuntungan sepihak dengan melakukan kecurangan. Terlebih lagi jika kebijakan tersebut tidak dibarengi dengan rencana jangka panjang yang jelas. Hingga saat ini petani buah tidak diberi insentif yang cukup dan tidak dibekali dengan pengetahuan teknologi dalam mengembangkan produksi mereka. Sebagian besar petani buah masih sangat tergantung dengan musim sehingga produksi buah juga tidak dapat berkembang dengan signifikan. Yang juga menjadi masalah kemudian adalah ketika petani buah lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik dan terjadi pengurangan buah impor maka peredaran buah di pasaran akan berkurang. Akibatnya harga buah akan naik sehingga yang dirugikan kemudian adalah konsumen buah. Dalam melihat mekanisme pengambilan kebijakan ini sendiri tentunya harus dimulai dengan melakukan pemetaan terhadap aktor dan kepentingan yang menyertainya. Dalam hal ini tentunya melibatkan pemerintah dan birokrasi, pengusaha dan importir buah serta kelompok atau LSM yang mewakili petani lokal. Aktor-aktor yang berperan dalam pengambilan kebijakan ini tentunya menjadi instrumen penting untuk dikaji. Dengan melihat fakta bahwa kebijakan pemerintah justru mendatangkan kerugian baik bagi importir, petani maupun konsumen maka penting untuk melihat kepentingan yang ada dibalik pengambilan kebijakan tersebut. Tidak adanya pengawasan dan lemahnya aturan menjadi poin penting dalam hal ini. Aturan yang tidak disertai dengan mekanisme yang jelas sehingga sangat mudah untuk dimanipulasi dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab juga patut untuk dianalisis lebih lanjut. Dalam hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memberikan kontrol atas pengimplementasian kebijakan. Aturan seharusnya diterapkan sinergis dengan konsep yang ada. Untuk sesuai dengan peran dan fungsinya, pemerintah seharusnya meletakkan kepentingan rakyat baik dalam perumusan maupun pengimplementasian kebijakan, tidak hanya dengan membawa kepentingan golongan tertentu. Keterangan Foto: Nurun Nisa sedang menyampaikan materi diskusi Pemakalah: Nurun Nisa Disadur oleh: Tika Marzaman Foto: Dimas
Jakarta, InfoPublik - Kualitas produk buah hasil dari perkebunan lokal tidak kalah dengan buah dari luar negeri. Indikasinya, dapat dilihat dari kandungan gizi yang dimiliki sama dengan berbagai buah-buahan yang berasal dari luar negeri. "Aneka buah-buahan nusantara yang berlimpah dengan kandungan gizi, tidak kalah dibandingkan buah impor," ujar Presiden Joko Widodo melalui siaran virtual yang ditayangkan Sekretariat Presiden (Setpres) pada Senin (9/8/2021). Menurut dia, petani Indonesia sudah mampu menghasilkan buah-buahan yang berkualitas. Buktinya, ada sejumlah buah dalam negeri yang kerap kali diekspor ke luar negeri yakni mangga, manggis, pisang, dan nanas. Dikirimnya sejumlah buah tersebut, tentunya menjadi modal peningkatan kualitas produksi buah yang akan dihasilkan para petani dalam negeri ke depan. Dengan begitu, peluang buah-buahan lainnya untuk diekspor ke luar negeri akan terbuka sangat lebar. "Semakin berkembang sehingga ekosistem usaha buah nasional bergerak semakin maju," tuturnya. Saat ini, lanjut dia, kunci dalam mendorong pengembangan buah-buahan di dalam negeri adalah buah lokal harus kompetitif dari segi harga dan cita rasa. Dengan begitu, dapat dipastikan bahwa buah yang dihasilkan memiliki kualitas yang dapat bersaing dengan buah impor. Kemudian, kemasan dari buah-buahan tersebut harus dapat menarik perhatian. Dengan bantuan dari teknologi internet, maka penampilan produk yang dijajakan tersebut dapat semenarik mungkin bagi calon konsumen. Pasokan dari buah-buahan lokal juga harus dipastikan tetap konsisten terhadap permintaan dari berbagai belahan dunia. Dengan cara melakukan efisiensi terhadap konektivitas antar daerah yang menjadi penghasil buah berkualitas. Terakhir, promosi yang berkaitan dengan konsumsi buah lokal harus terus dilakukan oleh pemangku kepentingan. Mengingat, hal tersebut juga dapat menjadi medium edukasi masyarakat terhadap buah-buahan lokal. "Saya juga minta edukasi untuk mengkonsumsi buah-buahan nusantara dilakukan secara berkelanjutan masuk dalam muatan pesan dan sistem pendidikan kita," imbuhnya. Baiknya kualitas buah lokal, Presiden mengajak, seluruh elemen masyarakat untuk mengkonsumsi buah-buahan lokal ke depan. Pilih buah produk lokal sebagai asupan utama gizi yang dikonsumsi pada setiap harinya. Apalagi dalam konteks pandemi wabah global COVID-19 yang merebak di tanah air dalam beberapa waktu belakangan ini. Konsumsi buah sangat dibutuhkan dalam meningkatkan imunitas dalam menghadapi ancaman wabah global. "Kita konsumsi lebih banyak, kita bagikan sebagai bentuk solidaritas sebagai bentuk kepedulian dan empati agar semakin tangguh," pungkasnya.
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber InfoPublik.id Liputan6.com, Jakarta - Tim inisiator program Gerakan Revolusi Oranye merekomendasikan 12 buah lokal yang akan didorong untuk berkompetisi di pasar internasional dan menjadi produk unggulan di pasar dalam negeri.Ketua tim inisiator Program Gerakan Revolusi Oranye yang juga menjabat sebagai Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto mengatakan, Indonesia memiliki sumber daya alam dan kapasitas produksi yang sangat potensial, untuk mengembangkan buah lokal."Dengan keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi, untuk memproduksi dan memasok secara konsisten dan berkesinambungan produk-produk buah nusantara berkualitas tinggi, bernilai tambah, dan kompetitif untuk pasar domestik dan internasional," kata Herry, di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (9/5/2016). Menurut Herry, Tim Inisiator Revolusi Oranye telah merekomendasikan untuk memusatkan perhatian pada 12 komoditas buah utama dan 5 buah potensial dari sekitar 60 jenis buah nusantara. Semua buah-buahan ini akan dikembangkan secara komersial untuk tujuan pasar ekspor dan substitusi impor. 12 buah komersial utama tersebut adalah jeruk terutama jeruk keprok dan jeruk Bali, durian, mangga, manggis, alpukat, nanas, rambutan, salak, pisang, pepaya, melon dan semangka.Sedangkan lima buah-buahan komersial yang potensial untuk dikembangkan adalah lengkeng, jambu biji, buah naga, kelapa hijau dan kopyor, serta asam Jawa.Herry Suhardiyanto mengatakan, gerakan tersebut muncul dari keprihatinan adanya impor buah, padahal Indonesia negeri yang memiliki keanekaragaman hayati dan tanah yang subur.Melalui gerakan tersebut, perkebunan buah akan ditata, tanaman buah yang ditanam akan disesuaik dengan kondisi alam di wilayah tersebut, selain itu juga memperbaiki bibit sehingga menghasilkan buah dengan kualitas baik."Selama ini menanam buah secara tersebar pohonya satu dibeli bibit buah dimana tidak tau asal usulnya, setelah bertahun hasilanya, sulit penetrasi pasar karena kualistas tidak konsisten karena itu kita foskuskan," tutup Herry. Untuk diketahui, Revolusi Oranye merupakan buku yang berisi pemikiran dan gagasan dalam meningkatkan konsumsi buah lokal Indonesia, sekaligus strategi pengembangan industri buah tersebut. Oleh Presiden Joko Widodo pun mendukung konsep Revolusi Oranye yang diusung IPB. Dalam festival bunga dan buah nusantara yang digelar Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor, Jawa Barat, pada November 2015 lalu, Jokowi mengatakan bahwa peningkatan produksi dan konsumsi buah dalam negeri sangat penting."Revolusi Oranye gerakan IPB. Memang kita butuh gerakan revolusioner, gerakan yang bertujuan tingkatkan produksi dan kualitas bunga dan buah nusantara," tegas Jokowi, di Bogor, Sabtu (28/11/2015).Jokowi menuturkan bila Revolusi Oranye berhasil dijalankan, maka buah-buahan Indonesia bisa menjadi komoditas ekspor dan mampu memperbaiki neraca perdagangan. Ia juga mengajak agar masyarakat lebih mengonsumsi buah produksi dalam negeri, ketimbang buah impor. "Kita bisa jadi produsen buah dan bunga yang baik, bisa jadi komoditas ekspor. Jangan terbalik-balik, kita sekarang banyak makan buah impor, kebalik-balik kita. Jeruk impor, anggur impor, apa lagi yang impor? Apel impor. Durian impor. Kenapa saya ulang ini? Karena banyak buah kita makan itu impor," papar Jokowi. |