Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP)
Jakarta, 20 April 2022 – Ekspor Indonesia pada Maret 2022 mencatatkan surplus sebesar USD 26,50 miliar, tumbuh kuat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 44,36% (yoy). Pertumbuhan ekspor terjadi baik pada komponen migas 54,8% (yoy) maupun non-migas 43,82% (yoy). “Nilai ekspor terus bertumbuh seiring pergerakan harga komoditas global yang masih berada pada tren peningkatan sejak 2021 dan kini semakin tereskalasi karena terjadinya konflik geopolitik. Pertumbuhan ekspor diharapkan berkontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia 2022 yang saat ini juga semakin solid pemulihannya. Meningkatnya ekspor akan berdampak pada aktivitas investasi dan konsumsi domestik” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu. Saat ini, pemulihan ekonomi Indonesia terjaga bahkan diperkirakan menguat di 2022. Ekspor menjadi driver utama kinerja pertumbuhan ekonomi 2021 pada saat konsumsi rumah tangga mengalami tekanan akibat pandemi. Memasuki tahun 2022, selain semakin menguatnya aktivitas konsumsi dan investasi seiring dengan keberhasilan pengendalian Gelombang Omicron, kontribusi ekspor pada pertumbuhan ekonomi Q1 2022 juga diperkirakan cukup signifikan. Secara umum, ketegangan Rusia – Ukraina tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja ekspor impor Indonesia, mengingat kedua negara tersebut bukan merupakan major trading partner bagi Indonesia. Namun, secara tidak langsung, ketegangan tersebut terindikasi berpengaruh terhadap volume perdagangan dan harga komoditas global. Kenaikan harga komoditas global ini membawa dampak positif pada ekspor kita khususnya terkait komoditas energi, mineral dan logam dimana Indonesia mengekspor dalam jumlah yang besar sehingga menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional”, tegas Febrio. Per 18 April 2022, untuk dua komoditas ekspor terbesar yaitu batubara dan minyak nabati harganya meningkat masing-masing sebesar 82,3 dan 26 persen. Hal ini juga diperkirakan membawa dampak pengganda ke kinerja sektor-sektor terkait di dalam negeri. Proyeksi ekspor diperkirakan akan terus menguat dan menopang Neraca Perdagangan Indonesia seiring tren peningkatan harga komoditas yang masih akan berlangsung. Di tengah tingginya harga komoditas global, Pemerintah akan terus memantau dan memastikan ketersediaan energi dan pangan untuk kebutuhan domestik. Kabar baik lainnya adalah pertumbuhan ekspor manufaktur yang ikut tinggi dan menjadi penopang ekspor. Struktur ekspor Indonesia terus membaik dengan peningkatan proporsi komoditas non-SDA. Di sisi sektoral, pada bulan Maret 2022, ekspor sektor manufaktur yang merupakan komponen tertinggi dari total ekspor non-migas tumbuh 29,83% (yoy). “Ekspor manufaktur yang tinggi diharapkan dapat turut menjadi bantalan tidak hanya bagi keseimbangan eksternal tetapi juga ekonomi domestik termasuk dari sisi penciptaan lapangan kerja. Kinerja positif manufaktur menunjukan bahwa ekspor Indonesia semakin bernilai tambah tinggi dan tidak hanya mengandalkan komoditas. Hal ini didorong oleh salah satunya upaya hilirisasi yang kian menampakan hasil, sehingga akan terus diperkuat ke depannya”, lanjut Febrio. Saat ini, pemerintah telah menggalakkan ekspor yang bernilai tambah tinggi dengan hilirisasi SDA Indonesia. Beberapa contoh produk tersebut adalah besi, baja dan feronikel sebagai olahan mineral kini mulai menopang ekspor Indonesia dengan pertumbuhan yang pesat. Prioritas hilirisasi SDA Pemerintah adalah tambang dan mineral (nikel hidrat, besi dan baja), CPO (margarin, sabun mandi), migas dan Batubara (etilena, propilena, dan lain-lain). Sementara itu, kinerja impor Indonesia juga meningkat tajam, terutama untuk memenuhi kebutuhan produktif. Pada bulan Maret 2022 impor bahan baku/penolong, barang modal, dan barang konsumsi mengalami pertumbuhan positif dibandingkan bulan yang sama tahun lalu secara berurutan masing-masing 31,53% (yoy), 30,12% (yoy), dan 26,01% (yoy). Impor bahan bahan baku dan barang modal meningkat sejalan dengan PMI Indonesia yang masih ekspansif. “Peningkatan impor bahan baku dan barang modal mengindikasian semakin pulihnya aktivitas industri dalam negeri. Sementara peningkatan impor barang konsumsi mengindikasikan pulihnya daya beli masyarakat”, lanjut Febrio. Pada bulan Maret 2022 impor tercatat USD 21,97 miliar, naik sebesar 30,85% (yoy) dan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Baik impor migas dan non migas pada bulan Maret 2022 mengalami penguatan terhadap bulan Februari 2022. Impor migas tumbuh 53,22% (yoy) disusul oleh impor non migas yang tumbuh sebesar 27,34% (yoy). Nilai impor migas tahun 2022 diperkirakan masih akan terus menguat seiring dengan ekskalasi tensi geopolitik yang berkontribusi pada peningkatan harga komoditas impor. Dengan kinerja ekspor dan impor yang sangat baik, neraca perdagangan pada bulan Maret 2022 mengalami surplus sebesar USD 4,53 miliar, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat surplus USD 3,83 miliar. Kondisi ini melanjutkan trend surplus selama 23 bulan berturut-turut. Selama triwulan I 2022, surplus neraca perdagangan Indonesia tercatat sebesar USD9,32 miliar meningkat sebesar 68,78% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun 2021 yang tercatat sebesar US$5,52 miliar. Kinerja neraca perdagangan yang masih menguat diperkirakan akan memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2022. Meski ekspor diprediksi masih kuat ke depan dan berkontribusi positif pada perekonomian, Pemerintah akan terus mewaspadai dampak kenaikan harga komoditas global ke ekonomi domestik secara umum. Kenaikan harga komoditas global mendorong naiknya harga – harga di level domestik, terutama ke harga – harga bahan baku. Kenaikan harga ini salah satunya akan berdampak pada belanja pemerintah terutama untuk subsidi energi dan kompensasi BUMN. Pemerintah juga telah dan akan terus menyalurkan anggaran perlindungan sosial untuk melindungi daya beli masyarakat khususnya yang miskin dan rentah ke depan. Ke depan, diperkirakan harga komoditas masih akan mengalami peningkatan, sehingga pemerintah akan terus memantau dan memitigasi perkembangan tersebut agar APBN 2022 dapat tetap sehat dan berkelanjutan. “Saat ini banyak negara di seluruh Dunia menerima akibat yang signifikan dari tensi geopolitik melalui transmisi harga komoditas. Pemerintah akan terus meningkatkan upaya antisipasi dari dampak peristiwa ini termasuk melalui kerja sama di tingkat global agar momentum pemulihan bersama dan lebih kuat tetap dapat dicapai”, tutup Febrio. Baca
Oleh: Eri Hariyanto, Widyaiswara Ahli Madya, Pusdiklat Keuangan Umum BPPK, Kementerian Keuangan 1. Tantangan Era Globalisasi Era globalisasi telah membuat dunia menjadi satu kesatuan wilayah, tanpa ada batas teritori serta terjadinya penyebaran informasi yang sangat cepat tanpa jeda waktu. Dengan adanya kondisi ini menyebabkan gejolak dari suatu wilayah akan sangat mudah tertransmisi ke wilayah lain dalam waktu singkat. Gejolak yang datang dengan tiba-tiba dapat menjadi gangguan terhadap kondisi perekonomian yang harus dihadapi setiap waktu. Dalam era globalisasi ini, memberikan reaksi terhadap adanya gejolak perekonomian boleh dikatakan sebagai suatu tindakan yang terlambat. Mencegah atau membuat perlindungan terhadap adanya suatu gangguan yang akan membuat perekonomian keluar dari jalur merupakan hal yang lebih baik dilakukan dan berbiaya lebih murah. Dengan begitu, seluruh pelaku ekonomi dituntut untuk bersinergi dan mewaspadai semua gejala yang mungkin dapat mengganggu stabilitas perekonomian. Boediono (2016: 285-286) menyebutkan bahwa di era globalisasi ini ada tiga macam gangguan yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian, yaitu: 1) Gangguan yang berasal dari gejolak harga-harga komoditi utama ekspor dan impor. Mengambil pelajaran dari era tahun 1980-an dimana Indonesia saat itu sebagai pengekspor utama minyak mentah merasakan pukulan yang sangat berat atas kejatuhan harga minyak mentah saat itu. Hal ini berdampak serius terhadap pendapatan APBN dan neraca perdagangan. Kemudian hal sebaliknya terjadi pada era tahun 2000-an, dimana harga minyak bumi saat itu melambung tinggi. Namun sayangnya pada waktu itu posisi Indonesia bukan lagi sebagai pengekspor, tetapi saat itu sudah menjadi pengimpor minyak bumi. Hal ini tentu sangat memberatkan APBN, terutama subsidi BBM yang diberikan kepada masyarakat menjadi semakin besar. Beberapa tahun terakhir ini Indonesia menghadapi pelemahan harga komoditi yang berkepanjangan, padahal kita ketahui sampai saat ini Indonesia masih menjadi pengekspor komoditi yang bersumber dari hasil alam seperti batu bara, kelapa sawit, dan karet. Kelompok gangguan ini disebut sebagai gejolak terms of trade, dengan berbagai konsekuensinya pada sektor riil dan sektor keuangan di dalam negeri. 2) Gangguan yang berasal dari gejolak pasar modal. Di era globalisasi, arus uang global yang jumlahnya triliunan dollar dapat berbalik arah dengan cepat dan imbasnya juga dengan cepat dirasakan di dalam negeri berupa gejolak pada kurs, kekeringan likuiditas perbankan, dan defisit neraca modal atau capital account. Pada putaran berikutnya, dampak sektor keuangan ini kemudian merembet ke sektor riil berupa PHK, penutupan perusahaan, dan pertumbuhan ekonomi yang merosot. Kejadian ini pernah dirasakan Indonesia pada saat krisis keuangan era 1997/98, krisis yang meninggalkan luka yang mendalam terhadap perekonomian bangsa. Kemudian Indonesia mengalaminya lagi ketika terjadi krisis keuangan global pada tahun 2008/2009, tetapi kali ini dengan kerusakan yang lebih ringan berkat kesiapan Indonesia yang lebih baik. 3) Gangguan ketiga adalah gangguan yang terkait dengan kondisi alam. Bencana alam seperti gelombang angin El Nino yang menyebakan kemarau berkepanjangan pada tahun 1997/1998 dan pada tahun 2015/2016, tsunami pada tahun 2004, dan bencana-bencana alam lain. Selanjutnya, menurut Boediono (ibid, hlm 286) dari ketiga gangguan tersebut, menurut pengalaman yang beliau alami baik selaku akademisi maupun pengalaman nyata sebagai nahkoda perekonomian bangsa, pembalikan arus dana mempunyai dampak yang paling eksplosif di sektor keuangan, sedangkan perubahan harga ekspor dan impor kurang eksplosif, tetapi langsung masuk ke sektor riil dan dapat berlangsung lebih lama. Sementara itu, gangguan alam biasanya tidak memicu krisis, tetapi dapat memperburuk keadaan. Jadwal kedatangan dari masing-masing gangguan sulit diterka. Tetapi tentunya dampaknya akan terasa lebih berat apabila lebih dari satu macam gangguan terjadi bersamaan. Adanya globalisasi sebenarnya dapat memberikan banyak keuntungan. Globalisasi sebenarnya sebuah kesempatan untuk memperluas jangkauan perekonomian sehingga semakin banyak manfaat yang diperoleh. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh diantaranya adalah semakin meningkatnya kemakmuran masyarakat karena masyarakat dapat memilih barang yang lebih baik dengan harga yang lebih murah, memperluas pasar dari produk dalam negeri disebabkan kebebasan setiap negara untuk memasarkan produknya, mempermudah untuk memperoleh transfer teknologi dan modal karena adanya investasi asing yang masuk, mempermudah pemerintah untuk memperoleh pinjaman dana murah untuk pembangunan. Namun semua hal tersebut dapat diraih apabila Indonesia memiliki daya saing yang baik sehingga dapat berkompetisi di pasar internasional. Selain itu, yang lebih penting adalah menyiapkan perangkat pertahanan diri terhadap segala kemungkinan buruk dari globalisasi yang selalu diliputi oleh suasana ketidakpastian. 2. Membangun Benteng Perekonomian Belajar dari krisis ke krisis, Pemerintah Indonesia telah mengalami banyak kemajuan dalam menyiapkan pertahanan diri untuk menghadapi situasi yang kurang favorable di masa depan. Bentuk dari pertahanan tersebut berupa sistem dan struktur ekonomi yang dirancang agar tahan terhadap goncangan krisis. Sistem yang dibangun merupakan sinergi dari seluruh pemangku kebijakan ekonomi di Indonesia, baik dari kebijakan fiskal, moneter, pengelolaan perbankan dan industri keuangan, lembaga penjamin simpanan, dan para stakeholders perekonomian lainnya. Para pemangku kebijakan tersebut memiliki kekuatan untuk membangun struktur perekonomian bangsa agar lebih tahan terhadap gangguan stabilitas ekonomi. Beberapa ciri struktur ekonomi yang perlu dibangun agar lebih tahan terhadap goncangan ekonomi diantaranya:
Mandiri Institute dan Oliver Wyman (2015: 6) menyebutkan ciri-ciri dari pasar keuangan yang dalam diantaranya adalah:
Di satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan salah satu pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Namun di sisi lain, pasar keuangan Indonesia masih sangat dangkal. Beberapa indikator bahwa pasar keuangan masih dangkal adalah penggunaan jasa keuangan yang masih rendah. Hal ini diketahui dari rasio kredit, rasio dana pihak ketiga, dan rasio jumlah uang beredar terhadap PDB yang masih rendah. Pasar keuangan yang dangkal akan menyebabkan perekonomian tidak stabil dan mudah terkena guncangan. Apalagi mayoritas pelaku pasar keuangan domestik adalah pemodal asing yang mudah memindahkan modal sesuai dengan preferensinya. Untuk mencegah terjadinya krisis, perlu adanya tindakan preventif. Tindakan preventif tersebut dilakukan berdasarkan beberapa indikator yang harus terus dimonitor. Boediono (ibid hlm 290), menyebutkan beberapa indikator yang harus diwaspadai yaitu:
Menjaga indikator-indikator tersebut dalam batas manageable merupakan salah satu pertahanan ekonomi yang dapat mengurangi guncangan dari eksternal. Yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah prosedur standar yang diterapkan apabila sewaktu-waktu terjadi krisis yang sesungguhnya. Posted by Ishaq Hasibuan on Jul 12,2018 12:42:31 |