Ceritakan tentang masalah disintegrasi bangsa pada masa Presiden SBY

(Sebuah Refleksi Tentang Bingkai KeIndonesiaan)

Oleh: Maks Fioh)*

Ceritakan tentang masalah disintegrasi bangsa pada masa Presiden SBY

Perjalanan panjang bangsa Indonesia telah menorehkan berbagai catatan sejarah yang terpatri dalam benak rakyat bangsa ini. Oleh semangat cinta tanah air (nationalism spirit)  yang kuat dalam diri para pejuang kemerdekaan yang rela mengorbankan jiwa dan raga, bangsa inipun akhirnya dapat tegak berdiri menjadi sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat, bebas dari penjajahan bangsa lain. Sebuah perjuangan yang tidak mudah, manakala para pejuang kemerdekaan harus memanggul senjata dan berjibaku di medan pertempuran melawan tirani penjajah. Korban harta benda, jiwa dan raga demi meraih kemerdekaan. Tak terhapuskan dalam sejarah, bagaimana pengorbanan anak-anak bangsa ini demi tegaknya kedaulatan bangsa ini. Tak akan lekang oleh waktu, betapa korban darah dan air mata yang tertumpah bagi tanah tumpah darah tercinta. Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa dan masih diliputi oleh semangat kedaerahan (primordialism spirit) yang kuat akhirnya melebur menjadi satu bangsa. Perasaan senasib dan sepenanggungan sebagai sesama anak bangsa yang tertindas oleh penjajahan bangsa asing menjadi pemicu utama bangkitnya semangat nasionalisme yang merasuki jiwa rakyat, sehingga serentak rakyat bersatu padu mengangkat senjata dan masuk ke medan perang mengusir penjajah. Akhirnya atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan perjuangan yang panjang, Sang Proklamator (Bung Karno dan Bung Hatta) memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Kini, waktu terus bergulir. Setiap lembaran catatan sejarah bangsa telah dilalui. Babak demi babak perjalanan bangsa dilewati dalam bentangan sejarah yang telah terukir. Begitu banyak kisah baik itu cerita suka maupun duka telah menghiasi setiap episode sejarah bangsa. Karena itu, di usia yang sudah tidak muda lagi sebagai satu bangsa ini (66 tahun) marilah kita sejenak berefleksi, merenungkan kembali tapak demi tapak perjalanan yang ditempuh. Betapa tidak mudahnya membangun bangsa ini menjadi satu bangsa yang besar dan berdaulat. Betapa susahnya para founding fathers meletakkan fondasi bangsa ini agar kelak bertumbuh menjadi bangsa yang besar dan disegani di dunia.

Ceritakan tentang masalah disintegrasi bangsa pada masa Presiden SBY

Semenjak kemerdekaan bangsa ini, kita telah melalui beberapa era pemerintahan mulai dari rezim Orde Lama di masa pemerintahan Presiden Soekarno, rezim Orde Baru dengan Presiden Soeharto, masa transisi runtuhnya rezim Orde Baru oleh people power yang dipelopori oleh mahasiswa dan pemuda Indonesia dan menempatkan B.J Habibie sebagai Presiden masa transisi, selanjutnya dalam Pemilihan Umum tahun 1999, K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur terpilih sebagai presiden pertama di era Reformasi. Kala itu, di tengah carut marutnya kehidupan berbangsa dan bernegara, munculnya seorang pemimpin kharismatik seperti Gus Dur diharapkan dapat membawa perubahan yang signifikan dalam menopang tiang utama bangsa yang sempat goyah akibat terjangan tantangan internal bangsa. Rakyat Indonesiapun memiliki ekspektasi yang besar terhadap pemerintahan Gus Dur. Harapannya Presiden berkarakter nasionalis-religius ini dapat menjadi jawaban yang tepat bagi berbagai persoalan yang besar dalam bangsa ini. Namun sayangnya, ekspektasi rakyat yang begitu besar terhadap kepemimpinan Presiden Gus Dur tidak mampu dipikul oleh beliau. Masalah demi masalah yang terus menerpa pemerintahannya, akhirnya membuat beliau meletakkan jabatannya melalui Sidang Istimewa MPR RI tahun 2001. Tokoh kontroversial inipun akhirnya harus meninggalkan Istana Presiden, dan Indonesia kembali berada dalam masa transisi. Sebagai Wakil Presiden yang mendampingi Gus Dur, akhirnya Megawati diberi mandat untuk melanjutkan pemerintahan negeri ini. Alhasil, Megawatipun kembali menjadi Presiden transisi yang melanjutkan masa pemerintahannya dari tahun 2001 hingga tahun 2004. Rakyat Indonesiapun kembali menaruh harap pada Presiden perempuan pertama RI ini. Putri Sang Proklamator inipun diharapkan mampu menyelesaikan sejumlah ‘pekerjaan rumah’ yang belum sempat diselesaikan oleh Presiden terdahulu. Krisis multidimensi yang bertubi-tubi menerpa bangsa ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi pemerintahan Megawati. Meski berbagai tantangan berat terus mengiringi langkah pemerintahannya, Megawati secara perlahan mampu bertahan hingga akhir masa jabatan di tahun 2004.

Pada Pemilihan Umum tahun 2004, Megawati yang ikut bertarung sebagai Calon Presiden akhirnya harus mengakui keunggulan mantan ‘anak buah’nya Susilo Bambang Yudhoyono. Mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam) di era Presiden Megawati yang berpasangan dengan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla akhirnya secara demokratis terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009. Setelah beberapa kali sebelumnya Indonesia dipimpin oleh Presiden yang berlatarbelakang sipil, kini Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden dari latar belakang militer. Rakyat kembali harap-harap cemas. Ekspektasi yang besar dari rakyat Indonesia kembali dibebankan pada pundak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Gaya kepemimpinan yang tegas dan berwibawa sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan bangsa yang kian berat. Namun, bukan tanpa masalah, malahan masih di awal pemerintahan Presiden SBY musibah demi musibah besar pun terjadi. Di tengah peliknya pertarungan para elit politik, di tengah carut marutnya kehidupan ekonomi nasional yang mengancam stabilitas nasional, di tengah krisis multidimensi yang tak kunjung usai, bangsa ini kembali berduka. Masih segar dalam ingatan kita manakala musibah besar melanda Indonesia. Bencana tsunami yang meluluhlantakkan seluruh wilayah Nanggroe Aceh Darrussalam. Seketika seluruh mata dan telinga tertuju pada wilayah ini. Bahkan mata dunia internasional pun seketika diarahkan ke wilayah paling barat Indonesia ini. Korban harta benda yang tak terhitung jumlahnya dan korban jiwa hingga ratusan ribu jiwa merupakan musibah terbesar bangsa ini sekaligus merupakan sebuah pukulan berat bagi pemerintahan Presiden SBY. Kepemimpinan Presiden SBY seolah diuji dengan sebuah ujian maha berat. Begitu banyak sumber daya dan energi yang dikerahkan baik oleh pemerintah, swasta bahkan dunia internasional untuk mengatasi musibah ini. Akhirnya secara perlahan, tahap demi tahap rehabilitasi Aceh pun berlangsung dan berangsur-angsur menjadi pulih. Bencana Tsunami hanyalah merupakan salah satu contoh masalah bangsa dari sekian banyak persoalan yang melanda. Masih ada sejumlah musibah yang melanda sejumlah wilayah seperti gempa Yogyakarta dan meluapnya lumpur Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur yang banyak menyisakan kisah pilu dari para korban. Beberapa contoh masalah itu merupakan ujian awal bagi pemerintahan Presiden SBY. Selanjutnya, setelah mengakhiri masa jabatannya bersama Wapres Jusuf Kalla di tahun 2009, SBY kembali mendapat kepercayaan rakyat untuk mengemban amanah rakyat menjadi Presiden untuk kedua kalinya berpasangan dengan Boediono setelah kembali mengungguli ‘rival’nya Megawati. Di awal pemerintahannya yang kedua, berbagai persoalan terus mendera. Salah satu persoalan berat yang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan duet SBY-Boediono adalah persoalan terorisme yang juga menjadi masalah internasional. Meskipun sejumlah tokoh penting teroris berhasil dilumpuhkan, namun persoalannya tidak berhenti sampai di situ. Berbagai gangguan keamanan nasional yang mengancam stabilitas nasionalpun tak henti-hentinya terjadi. Berbagai aksi teror yang ditebar oleh teroris melalui berbagai aksi bom di tanah air sering sekali terjadi.

Ceritakan tentang masalah disintegrasi bangsa pada masa Presiden SBY
Belum lagi persoalan gerakan separatisme yang tak kunjung usai di beberapa wilayah tanah air seperti di Papua, Maluku dan Aceh. Berbagai masalah global yang juga berekses hingga Indonesia juga dirasakan oleh bangsa ini, seperti naiknya harga minyak dunia yang berujung pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak di tanah air juga menambah berat berbagai pergumulan rakyat, perubahan iklim sebagai akibat dari adanya global warming juga merupakan masalah bagi kita. Betapa tidak, perubahan iklim yang terjadi berdampak pada rusaknya lingkungan dan hasil pertanian yang tidak menentu membuat Indonesia kembali bergantung pada negara lain dengan kebijakan impor beras untuk menghidupi rakyat Indonesia. Ini semua merupakan masalah bangsa yang mesti diantisipasi dan diatasi oleh pemerintah Indonesia. Tak cukup sampai di situ, persoalan-persoalan ekonomi yang sudah bernuansa politik seperti kasus Century, mafia pajak ala Gayus Tambunan, skandal Nazarudin, perseteruan KPK dan DPR, berbagai dugaan kasus korupsi bernilai milyaran rupiah yang belum terkuak secara tuntas juga menambah runyamnya persoalan bangsa. Rakyat Indonesia seolah dipertontonkan dengan berbagai masalah yang usut punya usut berasal dari berbagai intrik politik para elit yang bertarung dengan berbagai kepentingannya entah itu kepentingan pribadi, kelompok, partai dan lain sebagainya. Rakyat Indonesia seolah dituntut untuk memaklumi begitu saja berbagai pergumulan bangsa ini yang disebabkan oleh berbagai kepentingan baik itu di tingkat pusat maupun daerah.

Di tengah krisis multidimensi dan ketidakpastian arah bangsa ini, sepertinya mulai ada yang hilang dari bangsa ini. Kita sepertinya harus berhadapan dengan kenyataan bahwa semangat kebangsaan (nationalism spirit) mulai memudar dari bangsa ini. Lunturnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah sebagai akibat berbagai ketidakadilan dan supremasi hukum yang lemah memperparah kondisi ini. Sering kita lihat, aksi main hakim sendiri terjadi di mana-mana sebagai wujud memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Belum lagi aksi penindasan terhadap kaum minoritas masih terus terjadi. Masih ada saja anak bangsa ini yang termarginalisasi oleh tirani kekuasaan dan lemahnya penegakan hukum. Memudarnya semangat nasionalisme (nationalism spirit) dan munculnya semangat primordialisme (primordialism spirit) yang ekstrim dan sempit. Akumulasi dari berbagai problematika yang muncul merupakan sebuah ancaman tersendiri bagi eksistensi bangsa ini. Semuanya itu ibarat bom waktu yang tersimpan dalam perut bangsa ini dan siap meledak kapanpun.

Kita sadar sepenuhnya bahwa Indonesia yang sangat majemuk ini, yang memiliki keanekaragaman suku, budaya, agama, bahasa,  ras dan lain sebagainya ini merupakan sebuah potensi yang besar. Potensi ini bersifat positif dan negatif. Maksudnya adalah, jika potensi kemajemukan ini diramu dengan baik/positif maka akan menjadi sebuah kekuatan yang dapat dijadikan modal dalam pembangunan bangsa ini. Tetapi jika kemajemukan/pluralitas bangsa ini tidak diramu dengan baik/negatif maka justru akan menjadi sebuah kekuatan penghancur yang menakutkan. Sebagai anak bangsa ini, yang terlahir dari rahim ibu pertiwi tercinta tentu saja kita tidak ingin melihat kehancuran itu terjadi. Sebagai pewaris negeri ini yang hanya menikmati kemerdekaan tanpa pengorbanan apapun, sudah semestinya kita sadar sesadar-sadarnya bahwa betapa berdosanya kita jika bangsa yang dibangun di atas genangan air mata dan kubangan darah para pejuang kemerdekaan ini dihancurkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Ceritakan tentang masalah disintegrasi bangsa pada masa Presiden SBY
Sekali lagi, kita tidak ingin menyaksikan terjadinya disintegrasi bangsa. Namun semuanya kembali pada seluruh entitas bangsa ini baik itu pemerintah maupun rakyatnya. Apakah pemerintah sudah sungguh-sungguh menyadari akan potensi sekaligus ancaman ini? Jika kita tidak ingin melihat bahaya besar yang mungkin saja terjadi itu, pesan saya kepada pemerintah yakni perlakukanlah seluruh rakyatmu secara adil dan manusiawi, jangan sekali-kali membiarkan rakyatmu menangis akibat ketidakadilan dan penindasan, karena jika tidak demikian bisa saja di suatu waktu air mata rakyatmu menjelma menjadi banjir besar yang meluluhlantakkan negeri ini. Pesan saya terhadap rakyat, jadilah rakyat yang bijak, yang tahu mendoakan pemerintah, yang tahu mendukung program-program yang baik dari pemerintah, yang tidak mengutuk tapi justru memberkati pemerintah sehingga bangsa yang sama-sama kita diami ini tetap tegak berdiri sebagai bangsa yang kokoh dan berdiri sejajar dengan bangsa lain.

Penulis, Anggota Komunitas Anak Muda Untuk Rote Ndao