Contoh kecurangan dalam jual-beli melalui media online adalah

Contoh kecurangan dalam jual-beli melalui media online adalah

Ilustrasi belanja online / e-commerce. freepik.com

TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai kasus penipuan belanja online di platform e-commerce masih terus terjadi. Kementerian Perdagangan mencatat hingga semester I 2021, sebanyak 4.855 konsumen membuat pengaduan mengenai sektor niaga elektronik tersebut.

Jumlah pengaduan ini mendominasi total jumlah pengaduan konsumen yang masuk ke Kementerian, yakni 5.103 selama periode Januari-Juni 2021. Banyaknya pengaduan terjadi karena konsumen semakin intensif menggunakan transaksi secara elektronik selama pandemi Covid-19.

Berikut ini berbagai kasus penipuan dalam transaksi belanja online yang dihimpun dari berbagai sumber, khususnya elektronik.

1. Kasus Grab Toko

Sejumlah pelanggan melaporkan telah tertipu oleh Grab Toko pada Januari 2021. Grab Toko sebelumnya agresif menjual ponsel pintar Android dan iPhone baru dengan harga bersaing, seperti iPhone 11 yang dijual mulai Rp 5 juta dan Poco X3 NFC mulai Rp 1 jutaan.

Aduan muncul karena pelanggan tak kunjung menerima barang yang mereka beli. Sedangkan uang yang keluar dalam transaksi pun tidak kembali. Dugaan penipuan menguat saat diketahui Grab Toko bukan merupakan bagian dari Grab Indonesia.

Dari kasus itu, total kerugian yang dialami pelanggan ditaksir mencapai Rp 17 miliar. Setelah kasus terkuak, media sosial dan situs Grab Toko langsung tidak bisa diakses. Bahkan kantor fisik Grab Toko yang disebut-sebut berada di kawasan Rasuna Said sudah kosong.

2. Elma Theana tertipu

Selebritas Elma Theana menceritakan bahwa ia menjadi korban penipuan saat berbelanja online di salah satu marketplace. Cerita itu dia bagikan baru-baru ini lewat Instagram @elmatheana.

Kasus bermula saat Elma berbelanja kebutuhan rumah tangga, seperti minyak sebanyak 5 kardus untuk usahanya. Namun saat transaksi berlangsung, Elma mendapatkan pesan dari jasa pengirim bahwa ada gangguan sehingga dia diminta mengganti jasa pengirimannya.

<!--more-->

Elma kemudian diminta mengisi formulir penggantian jasa pengiriman. Di dalam formulir itu ia diminta memasukkan pin dompet digital yang digunakan saat pembayaran. Tiba-tiba saja, semua barang yang dia belanjakan hilang berubah menjadi koin game.

Panik karena akun dompet digitalnya dibobol, Elma melaporkan kejadian ini ke pihak e-commerce sehingga kasus itu tertangani. “Alhamdulillah gaes sudah menanggapi masalah aku dengan cepat,dan sudah clear semuanya dibereskan semoga ke depan kita semua lebih berhati-hati," kata Elma lewat Instagram-nya.

3. Beli ponsel, yang datang kardus

Kejadian penipuan dialami seorang pelanggan bernama Chandra M. Warga Kulon Progo itu menjadi korban saat membeli telepon seluler atau ponsel senilai Rp 3,6 juta. Kasus itu ia laporkan ke pihak kepolisian.

Peristiwa ini bermula saat Chandra membeli ponsel lewat akun jual-beli di Facebook. Salah satu merchant menawarkan ponsel POCO C3 NFC dengan harga murah. Dia pun tertarik dan menghubungi merchant melalui pesan.

Transaksi terjadi dan tak lama kemudian Chandra menerima pesanannya. Nahas, barang yang ia terima hanya kardus kosong.

4. Beli iPad, barang tak datang

Dina Christina baru-baru ini mengalami penipuan saat membeli iPad 11 inci berkapasitas 256 gigabita di merchant Tokopedia bernama MA senilai Rp 13,99 juta. Transaksi dilakukan menggunakan fitur spilt payment dengan pembayaran pertama atau invoice 1 sebesar Rp 10 juta lewat aplikasi kredit online. Sedangkan invoice 2 sebesar Rp 3,99 juta dibayar lewat virtual account di salah satu bank.

Pembelian dilakukan pada 20 Juli dengan pengiriman instan menggunakan layanan GoSend milik Gojek. Karena diantar dengan layanan pengiriman instan, semestinya barang segera datang setelah Dina menyelesaikan transaksi. Namun sampai sore, barangnya tak kunjung tiba.

Dina lantas mengecek notifikasi di aplikasi Tokopedia-nya. Ia melihat bahwa kurir sudah menyelesaikan transaksi, namun barang diterima atas nama orang lain. Dina mencoba menghubungi Gojek untuk melacak alamat kurir. Dia mendatangi alamat kurir Gojek tersebut, namun ternyata pemiliknya bukan orang yang mengantarkan pesanan Dina.

<!--more-->

Pemilik akun itu meminjamkannya kepada orang lain berinisial AS. Singkat cerita Dina langsung mendatangi keluarga AS. Namun, lewat keluarganya, AS mengelak melarikan barang Dina dan mengancam menuntut balik dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Dina pun pulang dan berkomunikasi dengan pihak Tokopedia. Dina mengajukan klaim atas kesepakatan dengan penjual. Namun proses tersebut tidak berjalan mulus.

Untuk invoice pertama senilai Rp 10 juta yg dibayar lewat aplikasi kredit, klaim dapat diproses dan dikembalikan utuh. Namun untuk invoice kedua yang dibayar melalui bank, uang yang keluar senilai Rp 3,99 juta hanya kembali Rp 1.99 juta.

Alasannya Tokopedia tidak merekomendasikan pelanggan menggunakan mekanisme transaksi split payment. "Tokopedia bilang kami tidak memperkenankan toko untuk melakukan split payment. Memang banyak toko-toko yang suka nakal untuk melakukan split payment. Jadi ke depannya diharapkan kakak tidak melakukan pembayaran secara split payment," kata Dina. Namun akhirnya, Tokopedia mengembalikan penuh uang Dina.

Kepala Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Aji Warsito sebelumnya mengatakan pengaduan untuk belanja online meningkat selama pandemi Covid-19. Selama semester pertama tahun 2020, Warsito mengatakan jumlah aduan yang berkaitan dengan belanja online tercatat sebanyak 51 pengaduan. Dari jumlah tersebut, Warsito mengatakan ada kenaikan signifikan dibanding tahun sebelumnya.

"Dari jumlah pengaduan belanja online sebetulnya ada peningkatan dibanding laporan akhir tahun 2019 yang hanya 34 pengaduan yang masuk. Saya kira nanti sampai akhir tahun jumlah tersebut akan meningkat," ujar Warsito kepada Tempo, Kamis, 3 September 2020.

Menurut Warsito, bentuk pengaduan belanja online yang masuk secara umum sama dengan kondisi sebelum pandemi. Misalnya saja, ujar Warsito, konsumen tidak menerima barang pesanannya. Selain itu, spesifikasi barang yang diterima tidak sesuai dengan pesanan.

Kemudian, konsumen juga mengadukan pengembalian dana yang tidak dilakukan oleh penjual. Selain itu, ada juga pengaduan pembajakan akun belanja online.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BERBAGAI SUMBER

Baca: Ganjar Pranowo Kritik Keras Syarat Kartu Vaksin untuk ke Mal: Enggak Fair

CNN Indonesia

Senin, 17 Des 2018 17:44 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyampaikan keluhan konsumen belanja online soal layanan yang disediakan sejumlah platform e-commerce. Pada periode Januari sampai Desember 2018 pengaduan konsumen terkait belanja online yang masuk ke BPKN mencapai 40 dari total 500 aduan yang masuk ke lembaga tersebut.

Wakil Ketua BPKN Rolas Sitinjak mengatakan pengaduan belanja online nomor dua tertinggi setelah aduan mengenai pembiayaan perumahan. Mayoritas aduan soal belanja online bahkan ikut menyeret nama platform e-commerce besar, seperti Traveloka, Lazada, dan Tokopedia.

"Paling banyak Traveloka, karena sampai ada gugatan. Nah kalau sampai ada gugatan itu biasanya ke Singapura," tegas Rolas, Senin (17/12).

Aduan lain yang diterima juga berasal dari konsumen Lazada dan Tokopedia. Persoalannya juga masih berkaitan dengan transaksi beli konsumen. Namun, Rolas mengaku tak bisa merinci lebih lanjut jumlah masing-masing aduan dari e-commerce tersebut.

"Mungkin karena mereka besar jadi banyak masalah juga," jelasnya.

Ia mengatakan salah satu contoh kasus berkaitan dengan dugaan kecurangan yang dilakukan karyawan Tokopedia melalui program flash sale. Pada Mei lalu, salah satu pelanggan Tokopedia bernama Yudishtira mengaku kartu kreditnya sudah tertagih pembayaran untuk pembelian flash sale di Tokopedia. Padahal, status transaksinya belum dianggap berhasil di Tokopedia.

"Iya kalau telpon bank-nya pembayaran sudah sukses, tapi transaksinya tidak muncul, tidak ada kabar," katanya.

Rolas memprediksi laporan mengenai belanja di e-commerce semakin banyak seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin melesat. Dengan kata lain, tingkat belanja masyarakat di e-commerce akan semakin banyak dibandingkan belanja langsung di pusat perbelanjaan.


Bila pemerintah tak memberikan aturan tegas terkait perlindungan konsumen, maka kecurangan transaksi dalam e-commerce berpotensi semakin banyak. "Hal ini akan diperkuat oleh semakin tingginya lalu lintas e-commerce lintas batas," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Umum Indonesia E-commerce Asociation (IdEA) Ignatius Untung mengatakan berbagai pengaduan masyarakat terhadap e-commerce perlu dilihat lagi apakah sudah diproses oleh masing-masing pihak yang dituduh atau belum. Menurut keyakinannya, seluruh e-commerce pasti menginginkan seluruh transaksi di platform mereka berjalan lancar demi kenyamanan konsumen.

"Dan jumlah (kesalahan transaksi) pun tidak seberapa dibandingkan dengan jumlah transaksi mereka," kata Untung.

Namun, ia juga mengingatkan kepada konsumen untuk tetap waspada kepada manajemen e-commerce yang tidak merespons pengaduan atau bahkan penyelesaian kesalahan transaksi yang terlalu berbelit-belit. Untuk mengantisipasi kesalahan transaksi yang terus timbul, Untung bilang IdEA saat ini sedang merumuskan peta jalan (roadmap) mengenai perlindungan konsumen.


"Nanti pada akhirnya akan men-sertifikasi platform e-commerce berdasarkan kualitas layanan dan penanganan komplain," tutur dia.

Dalam penyusunan tersebut, pihak asosiasi juga mengajak serta pemerintah dari berbagai kementerian/lembaga, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian dan Informatika. 

"Kami juga terbuka jika BPKN dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) mau bekerja sama untuk menindaklanjuti hal ini dengan kami sebagai mediator," pungkas Untung.

Sementara itu, CNNIndonesia.com mencoba mengkontak perwakilan Lazada. Namun, hingga berita ini diturunkan, PR Manager Lazada Andri Parulian belum merespons. Begitu pula dengan PR Manager Traveloka Busyra Oryza. (aud/agt)

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA