Dalilnya manusia tempatnya salah dan lupa

Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 26 Oktober 2020 06:27:28 WIB

Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberikan karunia akal dan pikiran bagi setiap manusia. 

Dengan kelebihan itu, manusia dapat mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari 

hari ke hari. Namun Allah SWT juga mentakdirkan sifat lupa akan dialami juga oleh setiap 

manusia, dan ini tentu ada hikmahnya. Kenapa?

Karena dengan sifat lupa pada diri manusia, dia bisa melupakan kesedihan yang mendalam 

ketika mendapat musibah, lupa akan kemarahan yang menyebabkan perpisahan atau putusnya 

hubungan silaturahim, lupa akan rasa malu karena kesalahan, dan beberapa hal lainnya yang 

begitu inginnya kita lupakan.

Dalam bahasa Arab mengapa manusia disebut atau dinamai dengan insan ? Ada yang 

berpendapat bahwa manusia dikatakan insan karena kata insan diambil dari kata س 

ن /ينس /

نسيان / nasiya yang artinya lupa dan memang manusia sering lupa atau tempat lupa.

Dan karena lupa ini adalah sebuah fitrah manusia, maka kesalahan, kekhilafan, bahkan 

pelanggaran yang dilakukannya karena lupa, tidak dicatat sebagai sebuah dosa. Sekalipun hal ini 

berkaitan dengan ibadah khusus kepada Allah SWT semisal makan atau minum di siang hari 

Ramadhan. Dia lupa, ketika tersadar, puasanya dilanjutkan.

Secara umum, banyak faktor yang mempengaruhi mudah atau sulitnya sesuatu untuk 

dilupakan. Diantaranya adalah faktor fisik. Ada orang yang kuat daya ingatnya, tetapi ada juga 

yang kemampuan merekam memori dalam otaknya lemah walaupun masih muda, dia 

pelupa.Faktor lain karena intensitas serta seberapa dalam pengaruh suatu hal atau kejadian 

membekas pada diri seseorang, dia tidak akan lupa hal itu.

Tetapi di luar faktor alami tadi, khusus untuk masalah lupa yang disebabkan oleh 

pengabaian, ada faktor kendali diri yang sangat besar peranannya. Lihat saja kasus Nabi Adam 

'Alaihis Salam yang dikeluarkan dari Syurga karena memakan buah Khuldi. Kekhilafan Nabi 

Adam AS ini merupakan pengabaiannya pada larangan Allah SWT.Kendali diri yang melemah 

tetap saja berujung pada teguran Allah SWT, meskipun beliau dikatakan 'lupa'. Nabi Adam AS 

memohon ampun kepada Allah SWT dan diampuni.

Pelajaran bagi kita bahwa sebagai manusia ,

kita bertanggung jawab atas apa- apa yang bisa membuat kita lupa pada berbagai larangan atau 

perintah Allah SWT.

Kita meyakini bahwa hanya Allah SWT yang tidak pernah lupa dan Maha mengetahui apa -

apa yang kita kerjakan, dan yang kita lupakan. Hal ini sesuai Firman-Nya dalam Al Qur'an Surat 

Maryam ayat 64.

َو َما َكا َن َرل َكۚو َما بَ ْي َن ذَفَنَاو َما َخلْيِدينَاَما بَ ْي َن أِ َكۖ لَهُۥمِر َرب أََّّل بو َما نَتَنَ َّز ُل إبُّ َك نَ ِسيًّا

Terjemah arti: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. 

Kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan 

apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.

Semoga bermanfaat, selalu berhati-hati dalam melakukan apa saja.Wallahu a'lam. (SZ)

tolong baca ini dan jadiin ke latin plss aku ngga bisa bacanya... aku mohon tolong jawab ini... ㅠㅠ​

jelaskan macam-macam haji​

jelaskan macam-macam haji​

Bantu jawab dong yg bisa pleasee !إختر المناسب بما بين القوسين 1 - أشترك في ( يقرأ – قراءة) الكتب الدينية 2 - يرسم - رسم) أحمد الطبيعة والنّاس) 3 - … أنا أفضل (يدبر - التدبير) المنزلي 4 - أنا (أصور - تصوير) الناس وأستعمل آلة التصوير 5 - أفضل (يحفظ – حفظ) الآيات القرآنية

apakah bahasa Arab dari ! Saya pergi ke rumah paman dengan bus. ​

tolong bacain ini dan terjemahin ke bahasa latin pplis aku gabisa bacainnnya tolong bantuin... ㅠㅠ​

10 hari pertama ramadan disebut?

disajikan penggalan kisah tanggung jawab sahabat nabi,peserta didik dapat menentukan perilaku kehidupan sehari hari sesuai dengan kisah tersebut​

15.tokoh cendekiawan islam di bidang ilmu tafsir adalah …

bagi seseorang yang ingin memberikan wakafnya perlu memperkatikan sesuatu yang disebut denngan sighat. yang dimaksud dengan sihgat aadalah

Oleh: Dr. Misno, MEI

Allah Ta’ala menciptakan manusia dengan sempurna, dari jiwa mulia dan raga sempurna yang membalutnya. Kesempurnaan manusia bukan berarti tanpa cela, justru karena segalanya ada (amal mulia dan dosa) ia disebut manusia. Ketika imannya meningkat maka amal mulia dilakukannya, maka ia mendulang pahala dari Allah Azza wa Jalla. Namun ketika imannya turun dan berkurang adanya, ia terjatuh ke dalam lembah dosa, hingga kemaksiatan membelenggunya. Inilah hakikat dari manusia, tempat salah dan dosa, mahal al-khotho’ wa nisyan.

Pemahaman ini bukan berarti kita membiarkan dosa dan kesalahan ada pada diri manusia, tidak pula memberikan toleransi kepada diri ini untuk dimengerti. Sekadar berbagi cerita tentang hakikat manusia. Bahwa ianya adalah insan penuh dosa dan kesalahan, termasuk diri kita yang mungkin di mata manusia dianggap mulia.

Bukan alasan yang tepat untuk membela diri yang masih terjerat dalam maksiat, tidak pula menghibur jiwa ketika dosa masih terasa indah dirasa. Tapi memahami dari hakikat manusia itulah yang lebih utama. Bagaimana tidak? kita yang terus berusaha dan sekuat tenaga untuk menjadi manusia yang “sempurna tanpa dosa” namun seringkali kembali terjerembab ke dalam kesalahan serupa. Ya… mungkin ini adalah kelemahan kita.

Ketika dosa dilakukan dengan kesadaran nyata, diri kita tak mampu untuk melawannya. Bahkan terkadang menikmatinya dengan sepenuh jiwa dan raga, kita larut ke dalamnya hingga terlupa akan neraka di akhirat sana. Saat dosa terlaksana, penyesalan muncul di dalam jiwa hingga diri merasa tak ada lagi guna. Namun, ketika dosa itu berulang di berbagai masa maka hati mulai keras dan tak lagi merasa akan apa yang dilakukannya, hingga jiwa cenderung membelanya sekuat tenaga.

Kita sadar sepenuh rasa, bahwa apa yang kita lakukan itu adalah dosa. Namun jiwa ini masih belum bisa melepaskannya, mungkin terbebas sementara tapi kemudian kembali melakukannya. Sulit memang meninggalkannya, apalagi jika telah membalut jiwa, ia perlu perjuangan tiada tara agar bisa lepas daripadanya.

Bagi mereka yang melihat manusia berbuat dosa, pasti dengan mudah akan mengatakannya “Jangan dilakukan itu dosa”. Bagi sebagian yang lain akan berkata “Anda memang makhluk pendosa”, sambil menuduhkan telunjuknya ke muka kita. Lebih dari itu mereka akan mencela dan mengucilkan “para pendosa” karena jijik ketika bersamanya. Tentu saja tindakan mereka tidak salah, karena memang demikian adanya. Namun akan lebih bijak apabila mendatanginya dengan penuh kasih sayang, mengajak bicara dengan penuh adab dan kesopanan, membawanya dari tengah manusia dan menasehatinya dengan nita ikhlas karena Allah Ta’ala.

Para Pendosa memang makhluk durjana, tapi bukan berarti ia ahli neraka, selagi hayat masih di badannya maka pintu taubat dan hidayahNya akan selalu terbuka. Jangan mudah mencela para pendosa, bahkan kita pun tak lepas darinya. Karena kita adalah manusia tempat salah dan dosa…

Banyak manusia yang memang tidak bisa memahami jiwa para pelaku dosa, karena mereka hanya melihat dari sisi dhahirnya saja. Bahkan kalau perlu para pendosa itu segera diberi hukuman yang nyata, dipotong tangan atau dirajam di hadapan manusia. Tindakan ini tidak salah, tapi lagi-lagi memahami mereka yang melakukan dosa dan kesalahan itu dengan lebih mendalam mutla diperlukan. banyak orang yang melakukan dosa dan kesalahan, kemudian mereka bersenang-senang dengannya tanpa memperhatikan syariat agama. Mereka bangga dan bahkan menyiarkan dosa dan kesalahannya di hadapan manusia, mengajak manusia untuk menjadi teman-temannya dalam dosa. Mereka itulah para pendosa yang harus diberikan hukuman dan peringatan karena telah nyata dosa dan maksiat yang dilakukannya.

Namun, ada di antara manusia yang melakukan dosa bukan karena mereka suka dengan perbuatannya. Mereka hanya lalai dan alpa, terjatuh ke dalam dosa dan kemaksiatan karena kejahilan, ketidakpahaman dan ketidakkuasaan dalam membimbing dirinya. Mereka sadar itu dosa dan maksiat, namun mereka belum bisa untuk meninggalkannya. Keinginan itu terbebas dari perbuata dosa dan maksiatnya selalu ada, tapi seringkali ia terjatuh kembali dengannya. Maka bagi mereka kita harus lebih bijak, mendoakan dan selalu menasehatinya dengan kasih sayang itulah yang diharapkan. Karena bisa jadi suatu masa ia akan kuat dan dengan penuh kesadaran untuk kembali ke jalan yang benar dengan meninggalkan segala dosa dan kesalahan.

Kembali kepada hakikat dari manusia, maka teruslah kita belajar agama dan memahami hakikat manusia sebagai tempat salah dan dosa. Tapi bukan membiarkan saudara kita terlena dengannya, menasehatinya dengan penuh kasih sayang. Itulah yang menjadi tuntunan agama. Semoga menjadi penghapus dosa, Bogor, 23092021. []

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA