Dampak negatif dari penggunaan mesin di pabrik adalah brainly

KOMPAS.com - Bahan bakar fosil terbentuk setelah tumbuhan dan hewan terurai selama jutaan tahun.

Fosil tumbuhan dan hewan tersebut mengandung karbon dan hidrogen yang terkubur jauh di dalam kerak bumi. 

Ada beberapa jenis utama bahan bakar fosil, termasuk batu bara, minyak, dan gas alam. 

Meskipun bahan bakar fosil menjadi sumber energi yang banyak, dampak negatifnya adalah bahan bakar fosil bertanggung jawab atas hampir 75% emisi yang berhubungan dengan manusia selama 20 tahun terakhir. 

Secara sederhana, penyebab bahan bakar fosil merugikan lingkungan adalah karena ia menghasilkan polusi.

Baca juga: Demi Efisiensi, Ahli Bakal Bikin Bahan Bakar Roket dari Mikroba di Mars

Dilansir dari Sciencing, ketika membakar bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas alam, terdapat sejumlah besar karbondioksida yang dikeluarkan ke atmosfer. 

Karbondioksida tersebut kemudian memerangkap panas di atmosfer dan menyebabkan perubahan iklim.

Karbon dioksida bukan satu-satunya jenis emisi yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil.

Saat membakar batu bara sebagai pembangkit listrik, emisi merkuri yang berbahaya juga dihasilkan.

Selain itu, pembakaran batubara mengeluarkan jelaga dan sulfur dioksida. 

Baca juga: 4 Fakta Bahan Bakar Nabati Bioavtur Buatan Indonesia

Berikut adalah 4 dampak negatif penggunaan bahan bakar fosil terhadap lingkungan:

1. Perusahaan bahan bakar fosil menyebabkan polusi udara yang mematikan

Dilansir dari Greenpeace, penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan emisi gas rumah kaca yang menghangatkan Bumi. 

Penggunaan bahan bakar fosil juga menghasilkan polutan udara, seperti jelaga (partikel halus atau PM2.5) dan kabut asap (ozon).

Polutan-polutan tersebut dapat meningkatkan risiko kematian akibat stroke, penyakit jantung , kanker paru-paru, dan penyakit pernapasan lainnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, paparan terhadap PM2.5 menyebabkan sekitar 4 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun (belum termasuk paparan dari polusi udara dalam ruangan).

Baca juga: Solusi Limbah Medis, Sarung Tangan Lateks Diolah Jadi Bahan Bakar Diesel

2. Penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan pencemaran air

Tak jarang tumpahan minyak menyebabkan masalah pencemaran di air, tanah, dan pemukiman masyarakat. 

Insiden besar, seperti Deepwater Horizon BP, yang menumpahkan 4,9 juta barel minyak ke Teluk Meksiko, menunjukkan bahwa tidak ada cara yang aman untuk mengekstrak, memproses, atau transportasi bahan bakar fosil. 

Selain itu, ledakan minyak dan gas telah menempatkan air tanah pada risiko kontaminasi air limbah dan telah menghabiskan sumber daya air yang langka.

3. Penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan kerusakan tanah

Ekstraksi bahan bakar fosil tidak hanya membutuhkan lokasi ekstraksi utama yang terganggu (seperti tambang), tetapi juga membutuhkan lahan yang luas untuk infrastruktur seperti jalan akses, jaringan pipa, fasilitas pengolahan dan penyimpanan limbah. 

Hal ini dapat sangat merusak sehingga tanah tidak akan dapat pulih, meski operasi ekstraksi selesai. 

Hilangnya habitat ini merupakan dampak lingkungan negatif yang serius dari bahan bakar fosil.

Baca juga: Polusi Udara Bahan Bakar Fosil Tewaskan 8 Juta Orang pada 2018

4. Penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan pengasaman laut

Penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi karbon yang masuk ke atmosfer juga berdampak pada kimia laut. 

Ketika laut menjadi lebih asam, maka semakin sedikit kalsium karbonat yang tersedia untuk tiram, lobster, dan banyak organisme laut lainnya. 

Tentunya ini dapat memberikan dampak negatif bagi keseluruhan rantai makanan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Belakangan ini kata Industry 4.0 sering digemakan oleh banyak orang. Akan tetapi, hingga saat ini masih banyak masyarakat yang masih belum mengerti apa itu Industry 4.0 dan bagaimana hal tersebut akan memberikan sumbangsih terhadap kemajuan Indonesia.

Istilah Industry 4.0 pertama kali digemakan pada Hannover Fair, 4-8 April 2011. Istilah ini digunakan oleh pemerintah Jerman untuk memajukan bidang industri ke tingkat selanjutnya, dengan bantuan teknologi.

Mengutip dari laman Forbes, revolusi industri generasi keempat bisa diartikan sebagai adanya ikut campur sebuah sistem cerdas dan otomasi dalam industri. Hal ini digerakkan oleh data melalui teknologi machine learning dan AI.

Sebenarnya, campur tangan komputer sudah ikut dalam Industry 3.0. Kala itu, komputer dinilai sebagai ‘disruptive’, atau bisa diartikan sesuatu yang mampu menciptakan peluang pasar baru. Setelah dapat diterima, saat ini machine learning dan AI ada di tahap tersebut.

Secara singkat, Industry 4.0, pelaku industri membiarkan komputer saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain untuk akhirnya membuat keputusan tanpa keterlibatan manusia. Kombinasi dari sistem fisik-cyber, Internet of Things (IoT), dan Internet of Systems membuat Industry 4.0 menjadi mungkin, serta membuat pabrik pintar menjadi kenyataan.

Di Indonesia, perkembangan Industry 4.0 sangat didorong oleh Kementerian Perindustrian. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain di bidang industri, Indonesia juga harus mengikuti tren.

“Revolusi Industri 4.0 merupakan upaya transformasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri, di mana semua proses produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama,” kata Airlangga.

“Kami juga sedang mempelajari dari negara-negara lain yang telah menerapkan, sehingga bisa kita kembangkan Industry 4.0 dengan kebijakan berbasis kepentingan industri dalam negeri,” ungkapnya.

Airlangga juga menyebutkan, sejumlah sektor industri nasional telah siap memasuki era Industry 4.0. Beberapa di antaranya seperti industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman. 

“Misalnya industri otomotif, dalam proses produksinya, mereka sudah menggunakan sistem robotik dan infrastruktur IoT,” kata Airlangga.

Lantas, faktor penggerak apakah yang harus diperkuat untuk menyambut Industry 4.0 di Indonesia? Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Haris Munandar menjelaskan, ada beberapa bidang yang harus dipersiapkan.

Beberapa di antaranya adalah melakukan peningkatan otomatisasi, komunikasi machine-to-machine, komunikasi human-to-machine, AI, serta pengembangan teknologi berkelanjutan.

Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa untuk melakukan implementasi, ada empat dasar faktor penggerak. Pertama adalah peningkatan volume data, daya komputasi, dan konektivitas. Harusnya juga adanya peningkatan kemampuan analitis dan bisnis intelijen di Industri ini.

“Bentuk baru dari interaksi human-machine, seperti touch interface dan sistem augmented-reality juga merupakan hal yang penting. Tak ketinggalan, pengembangan transfer instruksi digital ke dalam bentuk fisik, seperti robotik dan cetak 3D,” tegasnya.

Kemenperin juga sudah mulai memberikan dorongan untuk mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan oleh pelaku industri. Mereka telah melakukan beberapa hal, seperti pemberian insentif kepada pelaku usaha padat karya berupa infrastruktur industri, melakukan kolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam optimalisasi bandwidth, serta penyediaan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) yang memudahkan integrasi data untuk membangun industri elektronik.

Tak ketinggalan, persiapan SDM industri melalui pendidikan vokasi yang mengarah pada high skill serta meningkatkan keterampilan SDM industri yang dominan low/middle ke level high skill juga telah dilakukan.

Lantas, perusahaan mana yang sudah mengimplementasikan Industry 4.0 di Indonesia? Ternyata, salah satu pabrik yang sudah mengadopsi langsung adalah pabrik alat listrik asal Jerman yang ada di Indonesia, yakni PT Schneider Electric Manufacturing Batam (SEMB).

Dalam situs resmi Kemenperin, kedua pihak melakukan kerjasama mengenai pengaplikasian teknologi Virtual Reality untuk mengontrol kondisi mesin. Kerjasama ini dilakukan pada saat Airlangga mengunjungi pabrik tersebut pada 16 November 2018 silam.

Di sisi lain, Telkomsel sebagai salah satu pihak enabler Industry 4.0 juga sudah siap mendukung terlaksananya hal tersebut di Indonesia. Mereka akan menyediakan sistem IoT, melalui program Telkomsel Innovation Center (TINC).

"Program TINC merangkum berbagai kegiatan dalam membentuk ekosistem IoT Indonesia, berupa penyediaan laboratorium IoT, program mentoring dan bootcamp bersama expertise di bidang IoT, serta networking access bagi para startup, developer, maupun system integrator dengan para pemain industri terkait," ujar Denny Abidin, General Manager External Corporate Communications Telkomsel.

Telkomsel pun mengembangkan layanan IoT yang bersifat lintas industri. Salah satu contoh bidang yang sudah bekerjasama dengan mereka adalah di bidang perbankan. Telkomsel menjadi mitra penyedia IoT connectivity dan IoT platform.

Begitu juga di sektor transportasi, otomotif dan logistik. Mereka telah menyediakan solusi IoT secara total. Tak ketinggalan, mereka juga mempersiapkan diri untuk membantu industri yang bergerak di agriculture, aquaculture, environmental dan monitoring. Perusahaan berplat merah ini sudah menjadi penghubung, inkubator, serta akselerator.

Satu hal lagi yang harus dipersiapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menyongsong Industri 4.0. Salah satunya adalah melalui persiapan hadirnya jaringan generasi kelima atau yang lebih dikenal sebagai jaringan 5G.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara pun dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa jaringan 5G memang diprioritaskan untuk kebutuhan industri. Bukannya untuk pengguna individual semata.

“Penerapan teknologi 5G awalnya untuk industri, mesin ke mesin. Bagaimana robot bisa menggantikan kendaraan forklift dalam mengangkat barang-barang, jadi aplikasinya untuk hal-hal ini bukan aplikasi untuk individu,” kata Rudiantara.

Hingga saat ini, ada beberapa operator yang sudah mencoba jaringan 5G di Indonesia. Sebut saja Telkomsel yang sudah melakukan uji coba pada saat pagelaran Asian Games 2018, disusul XL dengan mengadakan tes jaringan di Kota Tua pertengahan tahun lalu.

Di sisi lain, Indosat telah memperlihatkan bagaimana jaringan 5G dapat diterapkan dalam Industri 4.0. Dalam acara ulang tahun mereka yang ke-51 pada 21 September tahun lalu, mereka telah menunjukkan bagaimana cara mereka bisa membantu industri.

Kala itu, Menkominfo Rudiantara mencoba menggunakan headset AR yang terhubung di jaringan 5G. Dengan menggunakan teknologi jaringan tersebut, dia dapat mengontrol peralatan di dunia virtual tanpa adanya gangguan lag jaringan.

“Industri kita saat ini, di digital, ini luar biasa berubah cepat dan memang dinamikanya luar biasa. Meski belum dipasarkan secara resmi, saat ini teknologi 5G menjadi tren yang terus diupayakan agar dapat diimplementasikan oleh semua operator telekomunikasi di dunia. Adopsi teknologi 5G ini dilakukan untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan industri,” katanya.

Sumber Berita : tek.id