Dibawah ini tradisi buruk masyarakat arab sebelum islam yang tidak patut dicontoh adalah

Jakarta -

Kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam berada di masa jahiliah. Namun mengutip dari repository Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN SUSKA), jahiliah tidak merujuk pada bodoh.

"Arti dari kata jahiliah adalah kesombongan, kemarahan, dan ketidaktahuan. Penggunaan kata ini kepada masa pra Islam menunjukkan pada era saat ketiganya sangat menonjol di masyarakat," tulis respository mengutip bukku Fajr al-Islam yang ditulis Amin Ahmad.

Jahiliah juga berkaitan dengan kepercayaan sesat, peribadatan yang salah, kekuasaan yang sewenang-wenang, dan ketidakadilan hukum. Kondisi ini menimbulkan rasa takut, khawatir, dan kekacaauan yang tidak kunjung berakhir.

Kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam ditulis Masudul Hasan dalam History of Islam. Buku tersebut menceritakan, masyarakat Arab mengalami kemerosotan moral. Minuman keras, judi, cabul, dan seks bebas adalah hal biasa.

"Kaum wanita diperlakukan seperti barang bergerak yang dapat dijual atau dibeli. Para penyair mendendangkan
keburukan moral dengan penuh kebanggaan. Jika ada yang meninggal, maka anak mewarisi ibu tiri dan barang lainnya," tulis buku tersebut.

Anak bahkan bisa menikahi ibu tiri mereka. Yang lebih parah, anak perempuan yang baru lahir akan dicekik atau dikubur hidup-hidup. Selain itu, perbudakan adalah hal wajar dengan majikan yang berkuasa penuh hingga hidup mati.

Dengan kondisi tersebut, mereka yang kaya hidup bergelimang harta sedangkan yang miskin semakin kekurangan. Jurang pemisah antara masyarakat kaya dan miskin terasa makin dalam dan jauh. Masyarakat kaya dapat mengeksploitas yang lebih miskin.

Kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam ini berubah usai kedatangan Rasulullah SAW, yang membawa ajaran Islam dari Allah SWT. Namun Islam sejatinya tidak mengubah seluruh tatanan dan nilai yang dianut masyarakat Arab.

Repository yang mengutip The Makkan Crubicle karya Zakaria Bashier menyatakan, Islam mengarahkan nilai-nilai masyarakat Arab hingga sesuai syariat. Nilai yang baik dipertahankan meski cara dan tujuan mencapainya diubah.

Tentunya tradisi dan kebiasaan buruk yang tidak sesuai ajaran Islam dihapus. Misalnya membunuh anak perempuan baru lahir, seks bebas, berjudi, dan merendahkan wanita. Perubahan dilakukan meski membutuhkan pengorbanan dan waktu yang tidak sebentar.

Dengan penjelasan ini, semoga kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam dan perubahannya dapat digambarkan dengan baik. Selamat membaca detikers.

Lihat juga Video: Arab Saudi Buka Pintu untuk Warga Indonesia, Ini Syaratnya!

(row/erd)

Selasa, 08 Oktober 2019 - 05:30 WIB

Beginilah Gambaran Bangsa Arab Sebelum Datangnya Islam

Kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam dikenal dengan istilah Jahiliyah. Masyarakat Jahiliyah ini identik dengan peradaban yang sangat buruk, pelacuran dimana-mana, pertumpahan darah, perbuatan keji yang tak dapat diterima akal sehat.

Sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW , orang-orang Arab menganut agama Yahudi, Nasrani, Majusi, Shabi'ah dan penyembah berhala (paganisme). Seperti apa kondisi sosial dan peradaban bangsa Arab masa zaman Jahiliyah? Berikut ulasan singkat yang dirangkum dari Sirah Nabawiyah karya Syeikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury (bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum).

Kondisi sosial bangsa Arab Jahiliyah memiliki klasifikasi berbeda-beda dimana kaum bangsawan mendapat kedudukan terpandang. Mereka memiliki otoritas dan pendapat yang mesti didengar. Adapun gaya hidup masyarakat Arab Jahiliyah terbiasa bercampur baur antara kaum laki-laki dan perempuan. Boleh dikatakan kehidupan mereka jauh dari akal sehat. Selain pelacuran, gila-gilaan, pertumpahan darah sudah biasa di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah.

Imam Bukhari meriwayatkan dari 'Aisyah radhiallahu 'anha (RA), bahwa pernikahan pada masa Jahiliyah terdiri dari empat macam:

1. Pernikahan seperti pernikahan orang sekarang, yaitu seorang laki-laki mendatangi laki-laki yang lain dan melamar wanita yang di bawah perwaliannya atau anak perempuannya, kemudian dia menentukan maharnya dan menikahkannya.2. Seorang laki-laki berkata kepada istrinya manakala ia sudah suci dari haidnya, "pergilah kepada si fulan dan bersenggamalah dengannya". Kemudian setelah itu, istrinya ditinggalkan dan tidak disentuh selamanya hingga tampak tanda kehamilannya dari laki-laki tersebut. Apabila tampak tanda kehamilannya, apabila si suaminya masih berselera kepadanya maka dia akan menggaulinya. Hal tersebut dilakukan hanyalah lantaran ingin mendapatkan anak yang pintar. Pernikahan semacam ini dinamakan dengan nikah Al-Istibdha'.3. Sekelompok orang dalam jumlah yang kurang dari sepuluh berkumpul, kemudian mendatangi seorang perempuan dan masing-masing menggaulinya. Jika perempuan ini hamil dan melahirkan, setelah beberapa malam dia mengutus kepada mereka (sekelompok orang tadi). Ketika itu tak seorang pun dari mereka yang dapat mengelak hingga semuanya berkumpul kembali dengannya, lalu si perempuan itu berkata kepada mereka: "Kalian telah mengetahui apa yang telah kalian lakukan dan aku sekarang telah melahirkan, dan dia ini adalah anakmu wahai si fulan!". Dia menyebutkan nama laki-laki yang dia senangi dari mereka, maka anaknya dinasabkan kepadanya.4. Banyak laki-laki mendatangi seorang perempuan, sedangkan si perempuan ini tidak menolak sedikitpun siapa pun yang mendatanginya. Mereka ini adalah para pelacur, di pintu-pintu rumah mereka ditancapkan bendera yang menjadi simbol siapa pun yang menghendaki mereka maka dia bisa masuk. Jika dia hamil dan melahirkan, laki-laki yang pernah mendatanginya itu berkumpul lalu mengundang ahli pelacak (Al-Qaafah), kemudian si ahli ini menentukan nasab si anak tersebut kepada siapa yang mereka cocokkan ada kemiripannya dengan si anak itu. Dalam hal ini, laki-laki yang ditunjuk tidak boleh menyangkal. Maka ketika Allah Ta'ala mengutus Nabi Muhammad SAW, beliau menghapuskan semua pernikahan kaum Jahiliyah itu kecuali pernikahan yang ada saat ini.Dalam tradisi Arab Jahiliyah, antara laki-laki dan perempuan selalu berkumpul dan diadakan di bawah tajamnya pedang dan tombak. Pemenang dalam perang antarsuku berhak menyandera perempuan-perempuan suku yang kalah dan menghalalkannya. Anak-anak yang ibunya mendapatkan perlakuan semacam ini akan mendapatkan kehinaan semasa hidupnya.Kaum Jahiliyah juga terkenal dengan kehidupan dengan banyak istri (poligami) tanpa batasan. Mereka mengawini dua bersaudara, mereka juga mengawini istri bapak-bapak mereka apabila telah ditalak atau karena ditinggal mati oleh bapak mereka. Perbuatan zina merata di semua lapisan masyarakat. Namun, ada sekelompok laki-laki dan perempuan yang terbebas dari hal tersebut. Mereka adalah orang-orang yang memiliki jiwa besar dan menolak keterjerumusan ke dalam kemaksiatan. Kondisi hina lebih banyak dialami para budak perempuan.Imam Abu Daud meriwayatkan dari 'Amru bin Syu'aib, dia berkata: seorang laki-laki berdiri sembari berkata: "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya si fulan adalah anakku dari hasil perzinaanku dengan seorang budak wanita pada masa Jahiliyah. Rasulullah SAW kemudian bersabda: "Tidak ada dakwaan dalam Islam (yang berkaitan dengan masa Jahiliyah). Urusan yang terkait dengan masa Jahiliyah telah lenyap. Seorang anak adalah dari hasil ranjang (dinasabkan kepada suami yang menikah sah), sedangkan kehinaan adalah hanya bagi wanita pezina". Mengenai pergaulan masyarakat Arab Jahiliyah, hubungan seorang laki-laki dengan saudaranya, anak-anak paman dan kerabatnya sangat kental dan kuat. Mereka hidup dan mati demi fanatisme kesukuan. Semangat untuk bersatu begitu membudaya antar sesama suku. Bahkan prinsip yang dipakai dalam sistem sosial adalah fanatisme rasial dan hubungan tali rahim.

Mereka hidup di bawah semboyan: "Tolonglah saudaramu baik dia berbuat zhalim ataupun dizhalimi". Mereka menerapkan semboyan ini sebagaimana adanya, tidak seperti arti yang telah diralat oleh Islam yaitu menolong orang yang berbuat zhalim maksudnya mencegahnya melakukan perbuatan itu.

Meskipun begitu, persaingan memperebutkan martabat dan kepemimpinan seringkali menyebabkan perang antarsuku yang masih memiliki hubungan se-bapak. Seperti yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj, 'Abs dan Dzubyan, Bakr dan Taghlib, dan lain-lain.Di lain pihak, hubungan yang terjadi antarsuku benar-benar berantakan. Kekuatan yang mereka miliki digunakan untuk berjibaku dalam peperangan. Satu-satunya yang menolong mereka adalah adanya bulan-bulan yang diharamkan berperang (Asyhurul Hurum) sehingga mereka hidup damai dan mencari rezeki untuk kebutuhan sehari-hari.Kesimpulannya, kondisi sosial masyarakat Arab Jahiliyah benar-benar rapuh dan jauh dari akal sehat. Kebodohan mencapai puncaknya dan khurafat merajalela dimana-mana. Orang-Orang hidup layaknya binatang ternak. Wanita diperjualbelikan, bahkan terkadang diperlakukan seperti benda mati. Hubungan antarumat sangat lemah, saling berperang menjadi tradisi mereka ketika ada yang mengancam kekuasaan dan melukai kehormatan. Selain itu, kebiasaan masyarakat Arab Jahiliyah juga tak lepas dari minum khamr, mabuk-mabukan dan perjudian.

Masyarakat Jahiliyah memang dikenal memiliki peradaban yang buruk, namun masih ada akhlak mulia dan terpuji yang menjadi kelebihan mereka. Di antaranya, kemurahan hati, kedermawanan, pantang menyerah, memenuhi janji, suka menolong orang lain.

Bangsa Arab sejak dahulu dikenal dengan sejumlah akhlak mulia

Pixabay

Bangsa Arab sejak dahulu dikenal dengan sejumlah akhlak mulia. Ilustrasi Padang Pasir

Rep: Imas Damayanti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Era Jahiliyah yang pernah ada di masyarakat Jazirah Arab banyak tercatat dalam sejarah-sejarah Islam. Namun demikian, tak sedikit pula munculnya decak kagum atas akhlak-akhlak terpuji dari tradisi masyarakat Arab kala itu.

Baca Juga

Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam kitab Sirah Nabawiyah menjelaskan sejumlah hal mengenai akhlak-akhlak terpuji masyarakat Arab. Di  antara akhlak-akhlak itu adalah:

Pertama, kedermawanan. Mereka saling berlomba-lomba dan membanggakan diri dalam masalah kedermawanan dan kemurahan hati. 

Bahkan separuh syair-syair mereka bisa dipenuhi dengan pujian dan sanjungan terhadap kedermawanan ini. Meski sikap kedermawanan bangsa Arab terkadang melampaui batas dan berbeda dengan akhlak kedermawanan yang diajarkan Islam, namun sejatinya sikap ini merupakan tradisi yang cukup mengakar bagi mereka.

Kedua, memenuhi janji. Di mata bangsa Arab Jahiliyah, jani sama dengan utang yang harus dibayar. Bahkan mereka kerap membunuh anaknya sendiri dan membakar rumahnya daripada meremehkan janji, dan tentu saja konsep memenuhi janji antara tradisi Jahiliyah Arab dengan Islam sangatlah berbeda.

Kisah mengenai menepati janji bangsa Arab ini dapat dilihat dari kisah-kisah yang terjadi pada Hani bin Mas’ud As Syaibani, As Samau’al bin Adiya, dan Hajib bin Zararah.

Ketiga, kemuliaan jiwa dan keengganan menerima kehinaan dan kelaliman. Akibatnya, mereka bersikap berlebih-lebihan dalam masalah keberanian, sangat pencemburu, dan cepat naik darah (sumbu pendek).

Mereka tidak mau mendengar ata-kata yang menggambarkan kehinaan dan kemerosotan, melainkan mereka bangkit menghunus pedang, lalu pecah peperangan yang berkepanjangan hingga mereka tidak memedulkan kematian yang bisa menimpa diri sendiri.

Tentunya, konsep kemuliaan jiwa dan keengganan menerima kehinaan dan kelaliman ini berbeda dengan konsep kemuliaan jiwa dalam Islam. Sebab di dalam Islam, tak dibenarkan menggadaikan nyawa sendiri untuk mati konyol, kecuali untuk mati di jalan Allah SWT.

Keempat, pantang mundur. Jika mereka sudah menginginkan sesuatu yang di situ ada keluhuran dan kemudliaan, maka tak ada sesuatu pun yang dapat menghadap atau mengalihkannya.

Kelima, kelemahlembutan dan suka menolong orang lain. Mereka biasa membuat sanjungan tentang sifat ini. Hanya saja sifat ini kurang tampak karena mereka berlebih-lebihan dalam masalah keberanian dan mudah terseret kepada peperangan.

Keenam, kesederhanaan pola kehidupan Badui. Mereka tidak mau dilumuri warna-warni peradapan dan gemerlapnya. Hasilnya adalah kejujuran, dapat dipercaya, meninggalkan dusta, dan meninggalkan pengkhianatan.

Dijelaskan bahwa akhlak-akhlak yang sangat berharha tersebut di samping letak geografis Jazirah Arab, merupakan sebab mengapa mereka dipilih untuk mengemban beban risalah yang menyeluruh, menjadi pemimpin umat dan masyarakat manusia.

Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri menjelaskan bahwa sebab akhlak-akhlak seperti itu, sekaipun sebagian di antaranya ada yang menjurus kepada kejahatan dan menyeret kepada kejadian-kejadian yang mengenaskan, namun pada dasarnya hal itu dinilai merupakan akhlak yang berharga.

Yang mana bisa mendatangkan manfaat secara menyeluruh bagi masyarakat manusia jika mendapat sentuhan perbaikan. Di sinilah kemudian, kata dia, tugas Islam berperan ketika datang.

Dia menekankan bahwa barangkali akhlak yang paling menonjol dan paling banyak mendatangkan manfaat setelah pemenuhan janji adalah kemuliaan jiwa dan semangat pantang mundur. Sebab kejahatan dan kerusakan tidak bisa disingkirkan, keadilan dan kebaikan tidak bisa ditegakkan kecuali dengan kekuatan dan ambisi seperti demikian.    

  • arab
  • bangsa arab
  • keutamaan bangsa arab
  • arab jahiliyah
  • dermawan

Dibawah ini tradisi buruk masyarakat arab sebelum islam yang tidak patut dicontoh adalah