Diksi yang tepat untuk melengkapi bait pertama puisi tersebut adalah

 Pantun termasuk karya sastra lama. Dalam pantun ini terkadang disajikan dalam bentuk rumpang baik bagian sampiran yang dirumpangkan, maupun isinya. Untuk melengkapi pantun yang rumpang, kita harus memahami makna tersurat dalam pantun. Bagian sampiran dan bagian isi harus berkaitan satu sama lain. Kita juga harus dapat memahami tujuan pantun tersebut. Apakah ini untuk menyindir, bersenda gurau, memberi nasihat, atau sekadar hanya untuk hiburan. Ingat, untuk melengkapi larik pantun yang dirumpangkan, kita harus memperhatikan rima a-b-a-b dan jumlah suku kata pantun tersebut (8-12 suku kata).

Puisi adalah karya sastra seperti halnya pantun. Perbedaannya dengan pantun, puisi merupan karya sastra yang modern. Puisi disusun sesuai ekspresi penyair. Penyair sering menggunakan kata-kata simbolik, kias, dan berlambang. Kita juga dapat melengkapi puisi rumpang dengan cara memahami isi puisi, menentukan kata kunci, dan memilih diksi yang tepat.

Berikut ini contoh kumpulan soal teks pantun dan teks puisi.

Soal nomor 1 

Cermati pantun berikut ini!

Bapak tani menanam tebu.

[. . . .]

Wahai ananda hormati Ibu,

Karena Ibu berhati emas.

Larik tepat untuk melengkapi pantun tersebut adalah ....

A. menanam tebu di panas terik.

B. tebu ditanam di ladang luas.

C. airnya segar hilang dahaga.

D. biawak hidup di dalam rawa.

E. Bu tani datang bawa semangka.

Jawaban: B

Pantun memiliki rima a-b-a-b dan memiliki suku kata berjumlah 8-12 kata. Suku kata akhir larik kedua harus sama dengan larik keempat. Oleh karena itu, larik tepat untuk mengisi yang rumpang pada pantun adalah jawaban B. Larik pada pilihan jawaban A, D, dan E tidak tepat karena suku kata akhir larik tidak samadengan suku kata akhir larik keempat. Larik pada pilihan jawaban C tidak tepat karena tidak sesuai dengan sampiran larik pertama.

Soal nomor 2

Cermati puisi berikut ini!

Alamku Indonesia

Alam yang penuh bahagia

Sawah dan ladang luas menghampar

[ . . . .]

karya Bambang Lukito (Suyono, dkk. 2008.Antologi Puisi Indonesia Modern Anak-Anak. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia)

Larik bermajas perbandingan tepat untuk melengkapi puisi tersebut adalah ...

A. Seperti kain terjuntai di lantai

B. Bak permata dalam genggaman.

C. Bagai bunga mekar di taman.

D. Bagaikan permadani tergelar

E. Bagai sinarmu menerangi bumi.

Jawaban: D

Puisi tersebut membahas kekayaan alam Indonesia, yaitu sawah dan ladang yang luas. Larik perbandingan bermajas tepat untuk melengkapi puisi tersebut terdapat pada pilihan jawaban D. Sawah dan ladang diibaratkan permadani yang digelar. Kuncinya ada pada pemakaian rima. Akhir larik sebelumnya ada kata luas menghampar, pilihan kata yang tepat adalah opsi D permadani tergelar. Di sini kalau kita cermati ada kesamaan bunyi antara  kata menghampar dengan tergelar.

Soal nomor 3

Cermati puisi rumpang berikut!

Nasib Tanah Airku

Panas yang terik datang membakar

Lemahlah kembang hampirkan mati

Tunduk tergantung [. . .]

Mohonkan air kepada akar.

Karya Ipih

Dikutip dari Suyono Suyatno, dkk. 2008. Antologi Puisi Indonesia Modern Anak-Anak.Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Kata berima yang tepat untuk melengkapi bait puisi tersebut adalah . . .

A. seorang diri

B. wajah sedih

C. hujan dinanti

D. belum berhenti

E. bersedih hati.

Jawaban: E

Larik pertama dan keempat puisi tersebut diakhiri bunyi /ar/. Larik ketiga diakhiri bunyi /i/. Agara puisi tersebut menarik, diakhiri bunyi /i/. Pilihan jawaban A, C, dan D diakhiri bunyi /i/. Namun, hanya satu yang memperjelas isi puisi.  Isi puisi tersebut menggambarkan tanah air sedang dilanda kekeringan. Jadi, jawaban tepat untuk melengkapi puisi terdapat pada pilihan jawaban E. Pilihan jawaban A, B, C, dan D tidak sesuai dengan isi puisi.


Page 2

Ia merangkakdi atas bumi yang dicintainyaTiada kuasa lagi menegakTelah ia lepaskan dengan gemilangpelor terakhir dari bedilnyaKe dada musuh yang merebut kotanyaIa merangkakdi atas bumi yang dicintainyaIa sudah tualuka-luka di badannyaBagai harimau tuasusah payah maut menjeratnyaMatanya bagai sagamenatap musuh pergi dari kotanyaSesudah pertempuran yang gemilang itulima pemuda mengangkatnyadi antaranya anaknyaIa menolakdan tetap merangkakmenuju kota kesayangannyaIa merangkakdi atas bumi yang dicintainyaBelumlagi selusin tindakmautpun menghadangnya.Ketika anaknya memegang tangannyaia berkata :" Yang berasal dari tanahkembali rebah pada tanah.Dan aku pun berasal dari tanahtanah Ambarawa yang kucintaKita bukanlah anak jadahKerna kita punya bumi kecintaan.Bumi yang menyusui kitadengan mata airnya.Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.Bumi kita adalah kehormatan.Bumi kita adalah juwa dari jiwa.Ia adalah bumi nenek moyang.Ia adalah bumi waris yang sekarang.Ia adalah bumi waris yang akan datang."Hari pun berangkat malamBumi berpeluh dan terbakarKerna api menyala di kota AmbarawaOrang tua itu kembali berkata :"Lihatlah, hari telah fajar !Wahai bumi yang indah,kita akan berpelukan buat selama-lamanya !Nanti sekali waktuseorang cucukuakan menacapkan bajakdi bumi tempatku berkuburkemudian akan ditanamnya benihdan tumbuh dengan suburMaka ia pun berkata :-Alangkah gemburnya tanah di sini!"Hari pun lengkap malamketika menutup matanya

A. Unsur Intrinsik puisi Gugur
Tema dari puisi Gugur adalah tentang perjuangan membela kemerdekaann di tanah Ambarawa. Dimana seseorang berjuang melawan penjajah hingga tumpah darah, hanya untuk memperjuangkan tanah ambarawa. Karena itu hanya salah satu warisan leluhur yang subur, maka dari itu harus diperjuangkan dan dilestarikan untuk generasi yang akan datang.
Dalam puisi Gugur di atas, terasa bahwa  sedang dalam keadaan haru, karena menggambarkan seorang pejuang yang sedang dalam keadaan sekarat. Ia sangat tangguh, meskipun luka-luka di badannya, ia tak ingin dibopong menuju kota kesayangannya, Ambarawa, meskipun oleh anaknya sendiri. Ia terus merangkak menuju kota kesayangannya, namun maut menjeratnya sebelum ia sampai di kota Ambarawa. Sebelum meninggal ia berkata “yang berasal dari tanah kembali rebah pada tanah”, maksudnya yaitu kita tidak boleh sombong, karena pada hakikatnya kita semua sama, sama-sama berasal dari tanah. 
Gaya atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya demakaian kata, frasa, atau klausa tertentu untuk menghadapi hirarki kebahasaan, pilihan kata secara individual, frasa, atau klausa dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan.
Dalam pemilihan kata puisi yanga berjudul Gugur, W.S. Rendra sangat cekatan dalam pemilihan katanya, ini dapat dilihat dari stuktur kata yang digunakan terikat satu sama lain sehingga dapat menarik pmabaca untuk membaca dan memahami isi puisi tersebut.

Macam Gaya Bahasa atau Majas dalam puisi Gugur
  1. Majas Repetisi → merupakan sebuah penggulangan kata, frasa, dan kalimat yang terdapat dalam sebuah puisi. Adapun penggulangan kata yang berkali-kali dikatakan. Seperti: Ia/ Ia merangkak/di atas bumi yang dicintainya. Kata Ia telah disebutkan berulang kali, yang dimaksud Ia adalah seorang pejuang yaitu perwira yang berusia senja namun Ia tetap berjuang untuk membela bumi tercintnya. Selanjutnya Ia merangkak yang artinya ia tetap berjuang walau tubuhnya tidak mampu lagi untuk menopang. Dan menggambarkan kronologi kisah dalam puisi Gugur, dimana Sang Perwira dalam keadaan sekarat dan ia terus merangkak menuju Ambarawa, walau maut menghadangnya. Dan di atas bumi yang dicintainya yang artinya ia berjuang demi bumi yang dicintainya.
  2. Majas Sarkasme (sindiran) → menyindir secara langsung dan lebih kasar. Adapun penyindiran langsung yang terdapat pada bait: Nanti sekali waktu/seorang cucuku/akan menacapkan bajak/di bumi tempatku berkubur/kemudian akan ditanamnya benih/dan tumbuh dengan subur. Yang menggambarkan bahwa pada suatu saat bumi akan menjadi subur karena hadirnya anak cucu yang akan menanam tumbuhan dibumi tercintanya.
  3. Majas Simbolik → Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Adapun majas simbolik dalam bait untuk sebuah penekanan. Seperti: Bumi yang menyusui kita/dengan mata airnya/Bumi kita adalah tempat pautan yang sah/Bumi kita adalah kehormatan/Bumi kita adalah juwa dari jiwa/Ia adalah bumi nenek moyang/Ia adalah bumi waris yang sekarang/Ia adalah bumi waris yang akan datang. Yang artinya bahwa bumi adalah segala-galanya maka bumi harus diperjuangkan dan dijaga demi keberlangsungan anak cucu. 
  4. Majas Fabel → Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata. Adapun bait yang menyatakan untuk menyamakan binatang. Seperti: Bagai harimau tua/susah payah maut menjeratnya/Matanya bagai saga/menatap musuh pergi dari kotanya. Yang artinya, seperti harimau tua yang banyak rintangan dapat menghadangnya dan mata yang sinis menatap musuh lekas pergi dari kota kesayangannya. Selanjutnya penjelasan tentang imaji dalam puisi Gugur. Pengertian Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Seperti yang terdapat pada puisi Gugur, penggolahan kata dan kalimat seakan memberikan ekspresi kepada pembaca, yang dimana pada puisi ini seorang pembaca dapat ikut serta merasakan apa yan telah digambarkannya.
Penyair selalu berusaha memberikan gambaran tentang apa yang diungkapkannya itu dengan kekuatan imajinasi. Dengan pilihan katanya W.S Rendra berusaha menggugah kemampuan melihat dan meraba. Adapun imajinya sebagai berikut:
  1. Imaji Penglihatan (visual) : /Ia merangkak/ /di atas bumi yang dicintainya/ /Tiada kuasa lagi menegak/ /Telah ia lepaskan dengan gemilang/ /pelor terakhir dari bedilnya/ /Ke dada musuh yang merebut kotanya/ /Ia merangkak/ /di atas bumi yang dicintainya/ /Ia sudah tua/ /luka-luka di badannya/ Dari beberapa bait diatas, dapat membuktikan bahwa imaji penglihatan (visual) sangat menonjol. Karena untuk merasakannya maka dibutuhkan indra penglihatan.
  2. Imaji Raba atau Sentuh (imaji taktil) : /Ketika anaknya memegang tangannya/ /ia berkata :/ /” Yang berasal dari tanah kembali rebah pada tanah./ /Dan aku pun berasal dari tanah tanah Ambarawa yang kucinta/ /Kita bukanlah anak jadah/ /Kerna kita punya bumi kecintaan./ /Bumi yang menyusui kita dengan mata airnya./ /Bumi kita adalah tempat pautan yang sah./ /Bumi kita adalah kehormatan./ /Bumi kita adalah juwa dari jiwa./ /Ia adalah bumi nenek moyang./ /Ia adalah bumi waris yang sekarang./ /Ia adalah bumi waris yang akan datang.”/ /Hari pun berangkat malam/ /Bumi berpeluh dan terbakar/ /Kerna api menyala di kota Ambarawa/ /Orang tua itu kembali berkata :/ /“Lihatlah, hari telah fajar !/ /Wahai bumi yang indah,/ /kita akan berpelukan buat selama-lamanya !/ /Nanti sekali waktu/ /seorang cucuku akan menacapkan bajak/ /di bumi tempatku berkubur /kemudian akan ditanamnya benih dan tumbuh dengan subur/ /Maka ia pun berkata :/ /-Alangkah gemburnya tanah di sini!”/ Dari beberapa bait diatas, jelaslah bahwa imaji raba atau sentuh (imaji taktil) tersebut digunakan. Karna terbukti dari seorang anak yang memegang tanggannya untuk membantunya kembali menuju kota kesayangannya.
Dilihat dari unsur lain yaitu kata-kata konkret pada sajak ini menurut penulis kata kongkritnya terdapat pada kata ‘ia’ karena diulang sebanyak 11 kali. Kata ‘ia’ menggambarkan seorang perwira yang berusia senja, namun tetap semangat dan pantang menyerah demi tanah air Indonesia dan kata kunci pada puisi Gugur terdapat pada kata ‘merangkak’, ‘maut’, ‘menutup matanya’. Ketiga kata tersebut, menggambarkan kronologi kisah dalam puisi Gugur, dimana Sang Perwira dalam keadaan sekarat dan ia terus merangkak menuju Ambarawa, walau maut menghadangnya..Dari pernyataan yang singkat ini mampu mengkonkretkan atau memberikan gambaran yang jelas tentang suasana dalam puisi tersebut

Makna Esensial Yang Terkandung Dari Puisi Gugur, yaitu: Puisi Gugur menggambar tentang seorang pejuang yang keadaannya sangat memperihatinkan, keadaannya sekarat tak berdaya. Ia sangat tangguh, ia tak mudah menyerah melawan musuh meskipun banyak luka dibadannya. Ia tak ingin ditolong untuk menuj kekota kesayangannya, sekalipun itu anaknya sendiri. Ia terus merangkak menuju kota kesayangannya, namun pada akhirnya maut menjeratnya sebelum ia tiba di kota Ambarawa. Dan sebelum ia meninggal, ia berkata “yang berasal dari tanah kembali rebah pada tanah”, yang artinya kita tidak boleh sombong, karena pada hakekatmya kita akan kembali ke tanah, karena berasal dari tanah. Dalam puisi Gugur ini sering disebutkan ‘Ia’, beberapa kali penggulangan ‘Ia’ diperjelas. Kata ‘Ia’ disini digambarkan sebagai seorang perwira yang telah berusia senja, namun tetap semangat dan pantang menyerah demi tanah air Indonesia. Dan terdapat kata ‘merangkak’, ‘maut’, ‘menutup matanya’. Ketiga kata tersebut menggambarkan kronologi kisah dalam puisi Gugur, dimana sang pejuang meski dalam keadaan sekarat namn ia terus merangkak menuju kota kesayangannya, Ambarawa. Walau pada akhirnya maut menjemputnya

B. Unsur ekstrinsik puisi


Pada puisi Gugur, tipografi yang digunakan penulis cukup unik, tidak terikat oleh bait dan larik. Selain bait dan larik, pada puisi tersebut terdapat unsur non bahasa lain, tanda baca seperti: tanda seru (!), titik(.), titik dua(:), petik(“) dan (-). Ini terlihat pada bait berikut:
Maka ia pun berkata :

  1. Alangkah gemburnya tanah di sini!" 
  2. Tempat penulisan puisi “Gugur” tidak cantumkan.  
  3. Waktu Penulisan puisi yang berjudul Gugur tidak dicantumkan.
  4. Nilai nilai yang terkandung:

Nilai moral Nilai moral dapat dilihat dari puisi gugur diatas pada bait berikut, sebelum meninggal ia berkata “yang berasal dari tanah kembali rebah pada tanah”, maksudnya yaitu kita tidak boleh sombong, karena pada hakikatnya kita semua sama, sama-sama berasal dari tanah.