Faktor yang mendukung Indonesia memiliki potensi besar untuk menghadapi pasar bebas dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Serbuan barang impor menjadi kekhawatiran ketika perjanjian dagang Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) akan diterapkan pada 2020.Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo, menilai persoalan tersebut perlu dilihat secara cermat. Indonesia akan bersaing dalam perdagangan global. Untuk menghadapinya, peningkatan daya saing menjadi kunci."Pertahanan yang bagus adalah meyerang. Ke depan Indonesia dan dunia tidak ada batasnya, apalagi dalam era digital ekonomi. Misalnya, sepuluh tahun dari sekarang produk bisa dikirim lewat 3D printing," kata Iman di kantor Kemendag usai memaparkan perkembangan perundingan RCEP, Selasa (22/10/2019).
Kualitas SDM akan mempengaruhi tingkat daya saing Indonesia. Perdagangan global semestinya tidak direspon dengan langkah proteksi berlebihan."Melihat Indonesia seperti pintu bertahan dari serangan impor, kalau konsepnya begitu Indonesia akan semakin ketinggalan, kita nggak akan dapat akselerasi dalam perdagangan global," katanya.Menurutnya produk barang dan jasa yang berdaya saing dari segi harga dan kualitas akan mampu menyaingi barang luar negeri yang akan masuk ke Indonesia. Karena itu kualitas SDM, sambungnya, merupakan suatu keharusan untuk dipenuhi."SDM itu harus banget, itu menjadi salah satu hambatan kita mendorong industrialisasi. Padahal kita mempunyai banyak ahli, contoh desainer mobil VW, produk Sritex dipakai tentara NATO.

"Kita punya potensi luar biasa tetapi kita cenderung melihat sebagai victim, kita kayak katak dalam tempurung padahal kita anggota G20, diprediksi pada 2030 menjadi ekonomi terbesar ke-7, tahun 2050 menempati peringkat ke-4 ekonomi terbesar, tapi sikap kita seperti orang ketakutan," katanya.

Indonesia menjadi negara yang memprakarsai terbentuknya RCEP pada 2011. Sekarang ada 16 negara yang terlibat dalam perundingan. Awal November 2019 mendatang, penyelesaian perundingan rencananya akan diumumkan Kepala Negara/Pemerintahan peserta RCEP dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) RCEP ke-3 di Bangkok, Thailand.Adapun RCEP mencakup akses pasar untuk barang, jasa dan investasi untuk 16 negara, di mana dua di antaranya adalah Indonesia, China dan India dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Selebihnya adalah negara Asia Tenggara, ditambah Australia, Selandia Baru, Jepang dan Korea Selatan.

Selain akses pasar, cakupan RCEP juga meliputi trade remedies, customs procedure and trade facilitation, ketentuan standardisasi dan sebagainya. Proses perundingan diharap dapat selesai tahun ini dan residual issues, kajian hukum, translation dapat ditandatangani pada November 2020.


(hoi/hoi)



JAKARTA. Kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan berlaku mulai 2015 mendatang. Agar tetap mampu bersaaing, Indonesia harus fokus perbaiki beberapa sektor perdagangan utama.Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Widodo memprediksi, Asia akan menjadi keuatan ekonomi baru dengan disokong oleh India, China, dan negara-negara ASEAN.Kekuatan ekonomi ASEAN sendiri semakin besar. Pada tahun lalu, ekonomi kawasan ini yang didukung penduduk sebanyak 617,68 juta orang berhasil menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$ 3,36 triliun. Angka ini tumbuh sebesar 5,6% dari tahun sebelumnya."Faktor-faktor tersebut menjadikan kawasan Ekonomi ASEAN memiliki nilai strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Asia,"tutur Widodo Jumat (13/12) saat menyampaikan kata sambutan dalam pembukaan Seminar Nasional Standardisasi di Hotel Aryaduta, Jakarta.Tentu saja, posisi strategis ASEAN itu menyediakan peluang besar bagi Indonesia. Masalahnya, Widodo menjelaskan, hingga saat ini, Indonesia belum optimal dalam menggali potensi pasar ekspor ASEAN. Buktinya, pada periode Januari-Agustus 2013, ekspor non migas Indonesia ke pasar ASEAN baru mencapai sekitar 23% dari nilai total ekspor non migas atau sebesar US$ 22,7 juta.Ekspor Indonesia ke ASEAN tumbuh lamban karena selama ini kita masih fokus menggarap pasar-pasar tradisonal seperti Amerika Serikat, China, dan Jepang. Daya saing rendah Selain itu, saat ini, peringkat Indonesia berdasarkan global competitivenes index berada di posisi 38 dari 148 negara di dunia. Sementara Singapura menempati posisi ke-2, Malaysia di posisi ke-24, Thailand di posisi 37, Vietnam di urutan 70, dan Filipina ada di posisi 59. "Kalau dilihat, hal ini menandakan daya saing produk Indonesia masih kalah dibandingkan dengan produk Malaysia, Thailand, dan Singapura,"jelasnya.Melihat kondisi ini, pemerintah harus mendorong peningkatan daya saing industri untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Ada 12 sektor yang menjadi prioritas untuk dikembangkan dalam menghadapi pasar bebas tahun 2015 mendatang. Mereka adalah: elektronik, kesehatan (healthcare), pertanian (agro-based products), produk berbasis karet (rubber based products), produk kayu (wood based product), otomotif, tekstil dan apparels, perikanan, transportasi udara, pariwisata, dan logistik."Saya yakin, Indonesia memiliki kemampuan untuk bersaing karena penduduk Indonesia mempunyai semangat untuk dapat bersaing. Dengan melihat kemampuan bisnis yang kokoh, ditambah dengan kreativitas, pelaku usaha dapat menciptakan produk dan jasa yang sanggup bersaing dengan produsen negara lain,"jelasnya. Editor: Cipta Wahyana

Faktor yang mendukung Indonesia memiliki potensi besar untuk menghadapi pasar bebas dunia

Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN ini tentu menjadi sebuah peluang dan tantangan bagi Indonesia dan Masyarakat Indonesia pada khususnya. Hal ini tidak mudah mengingat Indonesia harus bersaing keras dengan negara anggota ASEAN lainnya. Indonesia bisa dikatakan masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yang berupa aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal dapat berakibat positif atau negatif bagi perekonomian Indonesia.

Dari sisi pemerintah harus dilakukan strategi dan langkah-langkah agar Indonesia siap dan dapat memanfaatkan momentum MEA. Kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA masih menjadi pertanyaan karena MEA sudah berlangsung pada awal Januari 2016. Faktanya, dari segi kesiapan, Indonesia banyak menghadapi masalah dari segi kualitas terutama barang, jasa dan tenaga kerja. Perdagangan bebas di era MEA diharapkan berjalan baik dan tanpa banyak kendala. Indonesia berkepentingan di MEA karena beberapa komoditas berbasis alam diprediksi melimpah pada tahun 2015-2020.

Sejalan dengan diberlakukannya MEA 2015, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan memiliki basis produksi tunggal. Hal ini mengakibatkan arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil dapat leluasa atau bebas bergerak di negara ASEAN. Sebuah pertanyaan besar apakah masyarakat Indonesia siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN? Erwin Aksa menegaskan pentingnya belajar dari kegagalan Indonesia ketika berdagang dengan China. Kesalahan terbesar Indonesia adalah Indonesia tidak pernah belajar dari sejarah. Enam tahun sebelum perdagangan bebas dengan China diberlakukan, Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik dan bahkan tampak santai menghadapinya dan Indonesia hanya ikut arus dan mengalir begitu saja. Sedangkan China telah bekerja keras membangun daya saingnya sehingga ketika memasuki perdagangan bebas, otot-otot bisnisnya sudah kuat. Dan Indonesia terkaget-kaget dalam menghadapinya karena ternyata daerah Glodok, Kemayoran, Tanah Abang, Cipulir diserbu produk-produk China. Kala itu Indonesia hanya mengandalkan ekspor sumber daya alam. Padahal sebelum perdagangan bebas dimulai Indonesia telah mengekspor sumber daya alam karena menjadi kebutuhan dasar industri disana. Dalam hal daya saing Indonesia saat ini masih kalah dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Dan Indonesia harus mempercepat meningkatkan daya saing tanpa mengulur-ulur waktu, karena negara lain juga cepat berbenah.

Salah satu cara untuk merebut pasar ASEAN yaitu lebih dulu dengan merebut pasar domestik yaitu misalnya memperketat penerapan SNI dan membuka kesempatan bagi produk lokal untuk berkembang. Selain itu mewujudkan iklim usaha yang kondusif karena masih ada kebijakan pemerintah yang kurang mendukung sektor usaha seperti misalnya proses doing business yang masih makan waktu berhari-hari dan melewati berbagai birokrasi yang berbelit. Kemudian mempercepat pembangunan infrastruktur. Jika dilihat infrastruktur di Indonesia masih jauh ketinggalan dibanding dengan beberapa negara tetangga. Dan kondisi infrastruktur ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Pemerintah juga harus bersiap meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan penguasaan bahasa asing. Sebab pasar MEA bukan hanya berkaitan dengan dunia usaha namun juga berkenaan dengan persaingan tenaga kerja lintas negara ASEAN. Human Development Index di Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura dan Thailand. Selain itu tenaga kerja asal Filipina dikenal mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan bahasa asing (Inggris) yang lebih baik daripada tenaga kerja Indonesia.

Peluang Indonesia dalam menghadapi MEA yaitu dapat memperluas pangsa pasar Indonesia dimana Indonesia dapat menjajakan barang produksi dalam negeri untuk dieskpor keluar Indonesia terutama ke negara-negara anggota MEA. Selain itu, mendorong kerjasama Iptek dimana kerjasama ini dapat menghasilkan transfer teknologi dari negara-negara anggota MEA. Dan yang terakhir memperluas lapangan pekerjaan yang mana Indonesia dengan penduduk terbesar dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya berpeluang untuk mengirimkan tenaga kerjanya dengan mempersiapkan peningkatan kualitas dan keterampilan (hard skill dan soft skill). SDM yang berkualitas akan mampu bersaing dan kuat menghadapi tantangan. Adapun tantangan yang tentunya harus dihadapi masyarakat Indonesia antara lain:

Terganggunya industri dalam negeri. Kerjasama MEA 2015 ini tentunya menghilangkan nilai-nilai kebijakan perdagangan internasional seperti kebijakan proteksi, sehingga industri-industri dalam negeri yang sedang tumbuh tidak dapat terlindungi dari persaingan barang-barang import.

Pasar dibanjiri barang-barang impor. Dimana saat ini barang-barang import negara lain sudah membanjiri pasar Indonesia serta menutupi barang produksi asli Indonesia. Hal ini diakibatkan dari penghapusan tarif di dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN sehingga negara-negara dapat menjual produknya lebih murah.

Daya saing sumber daya manusia. Hardskill dan softskill tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan minimal memenuhi ketentuan standar yang telah disepakati. Untuk itu, Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik didalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk membendung tenaga kerja terampil dari luar sehingga indonesia tidak menjadi budak di negeri sendiri.

Laju inflasi. Laju inflasi indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya. Tingkat kemakmuran Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain dan juga stabilitas makro menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia.

Upaya-upaya tentunya akan terus dilakukan dalam menghadapi MEA. Bagaimana masyarakat Indonesia dalam merespon persaingan regional harus dilakukan koordinasi antar lembaga sehingga faktor penghambat dapat dieliminir. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia harus didukung oleh dunia usaha, lembaga pendidikan formal dan informal serta seluruh lapisan masyarakat agar bisa menyiapkan diri dalam menghadapi MEA.

Tidak bisa dipungkiri banyak masyarakat Indonesia yang belum mengerti apa itu MEA dan bagaimana alurnya. Hal ini tentu menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah. Tidak hanya pada pemerintahan yang menjabat sekarang yakni pemerintahan presiden Jokowi, namun hal ini merupakan tanggung jawab bersama. Untuk melihat hal ini pemerintah harusnya melakukan sosialisasi tentang MEA kepada aparat dan publiknya jangan sampai masyarakat dibuat terkejut akan pemberlakuan MEA. Apakah pelaku usaha asal Indonesia siap berkompetisi di negerinya sendiri dengan pelaku usaha luar negeri? Jangan sampai pelaku usaha dalam negeri kalah saing dalam mengeksploitasi pasar negerinya sendiri. Melihat kenyataan yang ada, bahwa MEA sudah berjalan dan Indonesia belum terlihat bagaimana pemberlakuan MEA dalam hukum nasional dan penerapannya juga belum terlihat. MEA hanya bisa dirasakan bagi segelintir daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara-negara ASEAN. Selain itu, pusat ekonomi dan industri yang semuanya berpusat di pulau Jawa membuat daerah seperti di Kalimantan, Papua, Sumatera, Sulawesi belum terkena dampak dari Masyarakat Ekonomi ASEAN ini.

Maka dari itu sangat diperlukan adanya sosialisasi intensif dan merata mengenai apa itu MEA. SDM di Indonesia perlu memiliki mental yang kuat ketika harus berhadapan dengan pekerja asing yang bebas masuk di Indonesia. Jika pemerintah siap dengan segala konsekuensi yang ada dan mampu berbenah, maka hal ini akan menular ke masyarakatnya yang siap menghadapi persaingan regional di ASEAN. Sebab pasar MEA bukan hanya berkaitan dengan dunia usaha,namun juga berkenaan dengan persaingan tenaga kerja lintas negara ASEAN.

Penulis: Sumiati, pemerhati ekonomi