Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada

Home » Pengetahuan » Laras Selendro dan Laras Pelog

Tangga nada pentatonis adalah tangga nada yang menggunakan 5 nada pokok (penta=lima, tone=nada) dengan jarak yang berbeda-beda. Nada-nada dalam tangga nada pentatonis tidak dilihat berdasarkan jarak nada, tetapi berdasarkan urutannya dalam tangga nada. Tangga nada pentatonik pada umumnya digunakan pada musik tradisional (China dan Jepang) termasuk di Indonesia yaitu pada gamelan Jawa. Kata “ Laras” dan “Titi Laras ” berasal dari bahasa Jawa. Kata “laras” dalam dunia musik atau karawitan memiliki dua arti, pertama laras berarti nada dan kedua: laras berarti tangga nada. Kata “Titi Laras”, berarti tanda nada atau notasi, atau not. Dalam dunia Karawitan tangga nada disebut laras sedangkan sistem notasi disebut  titi laras . Istilah titi laras dalam penggunaannya sehari-hari sering disingkat menjadi laras. Laras ini terdiri dari dua macam, yaitu laras slendro dan pelog. Pengertian laras slendro dan pelog tersebut antara lain sebagai berikut. Pada Gamelan Jawa tangga nada pentatonis terbagi atas dua tangga nada, yaitu titi laras Slendro dan titi laras Pelog. Masing-masing tangga nada pentatonis ini memiliki susunan jarak nada yang berbeda. Dua tangga nada ini dalam penyejajarannya dengan tangga nada solmisasi diatonis mayor adalah sebagai berikut (perhatikan interval-intervalnya):

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada

Dengan dasar dua induk tangga nada tersebut, dalam musik Jawa, dibentuk beberapa tangga nada turunan. Tangga nada yang baru tersebut memiliki susunan yang disebut patet.

1. Sistem Tangga Nada Gamelan Slendro

Laras slendro merupakan sistem urutan nada yang terdiri dari lima nada dalam satu gembyang (oktaf), nada tersebut diantaranya ; 1 (ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (mo), 6 (nem). Istilah ji, ro, lu, mo, nem tersebut merupakan nama singkatan angka dari bahasa jawa, ji berarti siji (satu), ro berarti loro (dua) lu berarti telu (tiga), mo berarti limo (lima) dan nem berarti enem (enam). Selain menggunakan singkatan nama, dalam laras juga sering digunakan istilah tradisional lainnya untuk menyebut setiap nada. Istilah tradisional tersebut diantaranya (1) Panunggal yang berarti kepala, (2) gulu yang berarti leher, (3) dada, (5) lima yang berarti lima jari pada tangan, dan (6) enem. Secara emosional gending-gending yang menggunakan laras slendro dapat memunculkan perasaan gembira, ramai dan menyenangkan. Sementara itu dari tangga nada slendro dapat dibentuk susunan tangga nada baru (patet) sebagai berikut:

a. Slendro Patet 6 (Sl. 6)

Slendro patet nem susunan nada dan intervalnya antara lain sebagai berikut :

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada

b. Slendro Patet Songo (Sl. 9) Slendro patet songo susunan nada dan intervalnya antara lain sebagai berikut :

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada

c. Slendro Patet Manyuro (Sl Manyuro) Slendro patet manyuro susunan nada dan intervalnya antara lain sebagai berikut :

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada

Tangga nada slendro biasa disebut dengan
Nomor Angka Jawa Nama Tradisional
Nama penuh Nama pendek Nama penuh Makna harfiah
1 siji ji panunggal kepala
2 loro ro gulu leher
3 telu lu dada dada
5 lima ma lima tangan (lima jari)
6 enam nam enam tidak diketahui

2. Sistem Tangga Nada Gamelan Pelog Dalam karawitan jawa juga dikenal istilah laras pelog, yakni tangga nada yang terdiri dari tujuh nada yang berbeda. Nada-nada tersebut diantaranya nada; 1 (ji), 2 (ro), 3 (lu), 4 (pat), 5 (mo), 6 (nem) dan 7 (pi). Jika dibandingkan dengan tangga nada diatonis, susunan tangga nada pelog kurang lebih sama dengan susunan tangga nada mayor (do, re, mi, fa, so, la, si, do), namun penyebutan untuk karawitan tetap menggunakan bahasa jawa (ji, ro, lu, pat, mo, nem, pi). Dari tangga nada pelog dapat dibentuk tiga susunan tangga nada baru (patet) sebagai berikut:

a. Pelog Patet Limo (Pl. 5)

Pelog patet limo susunan nada dan intervalnya antara lain sebagai berikut :

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada

b. Pelog Patet Nem (Pl. 6) Pelog patet nem susunan nada dan intervalnya antara lain sebagai berikut :

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada

c. Pelog Patet Barang (Pl. Barang) Pelog patet barang susunan nada dan intervalnya antara lain sebagai berikut :

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada

Perbedaan tonalitas slendro dan pelog terdengar jelas jika dipakai dalam bermusik. Tangga nada pentatonis slendro bersifat gembira, semangat, dan kadang fantastis. Sedangkan tangga nada pelog akan memberikan perasaan tenang, hormat, dan memuja.

Berbagai lagu termasuk lagu-lagu nasional dan Kebangsaan Indonesia mengadopsi sistem tangga nada Diatonik. Musik Bangsa Indonesia sendiri secara tradisi turun temurun memiliki sistem tangga nada pentatonik Slendro dan Pelog yang sudah dikenal dikalangan dunia, tetapi tidak populer di negaranya sendiri. Kalau berbicara tentang sistem tangga nada musik  bangsa-bangsa, sistem tangga nada musik bangsa Indonesia adalah pentatonik Slendro dan Pelog.

Posted by Nanang_Ajim

Mikirbae.com Updated at: 10:14 AM

Jawaban:

Sléndro atau kadangkala dieja sebagai saléndro adalah satu di antara dua skala dari gamelan musik. Skala ini lebih mudah untuk mengerti daripada pelog ataupun skala yang lain, karena adalah secara mendasar hanya lima nada dekat yang berjarak hampir sama dalam satu oktaf.

Menurut mitologi Jawa, Gamelan Slendro lebih tua usianya daripada Gamelan Pelog. Slendro memiliki 5 (lima) nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 (C- D E+ G A) dengan interval yang sama atau kalau pun berbeda perbedaan intervalnya sangat kecil. Pelog memiliki 7 (tujuh) nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 (C+ D E- F# G# A B) dengan perbedaan interval yang besar.

Oleh karena itu skala musik ini mempunyai interval sempurna keempat yang lebih sempit, sekitar 480 sen, berbeda dengan interval pelog yang lebih lebar.

Tangga nada slendro biasa disebut dengan

Nomor Angka Jawa Nama Tradisional

Nama penuh Nama pendek Nama penuh Makna harfiah

1 siji ji panunggal kepala

2 loro ro gulu leher

3 telu lu dada dada

5 lima ma lima tangan (lima jari)

6 enam nam enam tidak diketahui

Asal mula skala slendro tidak jelas. Akan tetapi istilah slendro berasal dari nama Sailendra, wangsa penguasa Kerajaan Medang dan Sriwijaya. Skala Slendro diduga dibawa ke Sriwijaya oleh pendeta Buddha Mahayana dari Gandhara di India, melalui Nalanda dan Sriwijaya, dari sana berkembang ke Jawa dan Bali.[3]

Alat musik gamelan Jawa memiliki 2 (dua) laras yaitu : Gamelan Laras Slendro dan Gamelan Laras Pelog. Masing-masing memiliki bentuk dan susunan tangganada sendiri-sendiri. Perhatikan bentuk dan susunannya seperti di bawah ini:

Gamelan laras slendro hanya memiliki 5 (lima) buah nada, sehingga sering disebut tangganada pentatonis (penta = lima, tone = nada). Bentuk dan susunannya seperti di bawah ini :

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada


Bentuk dan susunan tersebut berubah-ubah disesuaikan dengan pathet yang dipergunakan seperti berikut :

1) Gamelan Slendo Pathet 6 (Nem) : 2 3 5 6 1 2 (ro) (lu) (ma) (nem) (ji) (ro)

2) Gamelan Slendro Pathet 9 (Sanga) : 5 6 1 2 3 5 (ma) (nem) (ji) (ro) (lu) (ma)

3) Gamelan Slendro Pathet Manyura : 6 1 2 3 5 6 (nem) (ji) (ro) (lu) (ma) (nem)

Menurut Prof. DR. Poerbotjaroko istilah manyura berasal dari kata ma-nyura (Sank) yang berarti burung merak. Sedangkan kata merak = perak (Jw) cedhak/dekat. Aja perak-perak ke'ne' = Aja cedhak-cedhak kéné.

Jadi tidak mengherankan apabila pathet manyura dimainkan / dipakai iringan wayang pada episode akhir/menjelang pagi.

Susunan tangganada gamelan laras Slendro di atas ternyata pararel dengan susunan tangganada pentatonis non semitone musik umum/barat, yaitu:

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada


Gamelan laras pelog memiliki 7 (tujuh) buah nada, sehingga sering disebut juga tangganada septatonis (septime = tujuh; tone = nada). Bentuk dan susunan tangganada gamelan laras pelog seperti di bawah ini :

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada


Bentuk dan susunan tangganada tersebut dapat berubah-ubah sesuai dengan pathet yang dipergunakan menjadi seperti berikut :

1) Gamelan Laras Pelog Barang: 6 7 2 (4) 5 6 (nem) (pi) (ro) (lu) (pat) (ma) (nem)

2) Gamelan Laras Pelog Pt. Lima: 5 6 1 2 (3) 4 5 (ma) (nem) (ji) (ro) (lu) (pat) (ma)

3) Gamelan Laras Pelog Pt. Enem 2 3 (4) 5 6 1 2 (ro) (lu) (pat) (ma) (nem) (ji) (ro)

Catatan: Pelog Lima dan Pelog Enem sering disebut juga sebagai Gamelan Laras Pelog Pathet Bem.

Susunan tangganada gamelan laras pelog di atas ternyata pararel dengan susunan tangganada pentatonis semitone musik umum/barat yaitu:

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada


Jadi bila dijumlahkan nada-nada gamelan Laras Slendo + Laras Pelog 5 buah nada + 7 buah nada= 12 buah nada. Dan ini sama jumlahnya dengan nada-nada musik umum/barat 12 buah (7 buah nada natural + 5 buah nada kromatis= 12 buah nada).

Istilah interval berasal dari bahasa Latin intervallum yang berarti jarak antara dua nada yang berdekatan/berjauhan letaknya. Interval-interval yang terdapat pada musik barat ternyata berbeda dengan interval gamelan. Tetapi uniknya jumlah interval dalam satu oktaf justru sama yaitu berjarak 1200 cent (c). Perhatikan interval-interval yang terdapat pada gamelan dan alat musik umum/barat di bawah ini!

a. Interval-interval nada musik umum/barat:

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada


Perbandingan interval pada musik barat ini dimanfaatkan dalam menyusun tangganada Mayor dan tangganada minor.

Dalam musik barat kita mengenal 12 buah tangganada Mayor dengan bentuk perbandingan Interval: 1 1 , 1/2 , 1 , 1 , 1 , 1/2 dan 12 buah tangganada minor dengan bentuk perbandingan interval: 1, 1/2 , 1 ,1 ,1 , 1/2 , 1 Perubahan-perubahan nada dasar dalam musik barat ini bermanfaat sekali terutama pentingnya seseorang penyanyi dalam mengantisipasi sebuah Iagu. Penyanyi harus menyesuaikan ambitus melodi yang dipergunakan dalam lagu tersebut supaya tidak lebih rendah/lebih tinggi. Pemilihan nada dasar sebuah lagu harus tepat sehingga klimak lagu dapat dinyanyikan penuh ekspresi penyanyi. 

b. Interval-interval nada pada gamelan

Penelitian yang telah dilakukan terhadap 3 buah gamelan yang dimiliki kraton Yogyakarta, Surakarta dan Mangkunegaran ternyata menunjukkan bahwa ketiga gamelan tersebut memiliki interval berbeda tempi anehnya jumlah interval dalam satu oktaf sama yaitu 1200 cent. Perhatikan interval-interval yang terdapat pada ketiga gamelan yang dimiliki ketiga kraton di atas seperti berikut :

Gamelan laras slendro menggunakan tangga nada