Gejala serangan ulat api pada kelapa sawit

Bagi perkebunan kelapa sawit, serangan ulat api dan ulat kantung menjadi gangguan yang umum terjadi  di pergantian musim. Hama ini muncul di daun kelapa sawit yang perlahan-lahan akan merusak sehingga mengganggu proses fotosintesis, dapat ditebak dampaknya akan terjadi penurunan produksi panen. Dari pengalaman Dwi Asmono, Direktur R&D PT Sampoerna Agro Tbk, hama ulat  api jenis ploneta deducta pernah menyerang beberapa blok kebun di Gading Jaya, Sumatera Selatan, pada dekade 2006. Begitupula dengan blok kebun di  Aek Tarum didatangi ulat api jenis thosea vitusta  pada 2002.

“Baru-baru ini, lahan plasma kami juga sempat diserang ulat api tipe setora nitens tetapi dapat dikendalikan dengan baik. Kalau ulat kantong jarang muncul, umumnya di areal tanaman belum menghasilkan tetapi tidak terlalu luas,” jelas lulusan S3 Iowa State University. 

Agus Susanto, Ketua Kelompok Peneliti Proteksi Tanaman Pusat Penelitian Kelapa Sawit, menjelaskan kemunculan hama ulat kantong (metis plana) dan ulat api (sethotosea asigna) tidak lagi dibatasi pergantian iklim sebagaimana dipahami selama ini. Pasalnya, sumber pakan atau inang yaitu tanaman sawit tetap ada. Jadi, keberadaan hama ulat kantong dan ulat api akan terus ada di perkebunan sawit.  

Karakteristik kedua ulat ini sangat berbeda walaupun sama-sama pemakan daun. Agus Susanto menyebutkan serangan Setothosea asigna di lapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat sehingga melidi. Umumnya gejala serangan mulai daun bagian bawah berlubang sampai, tinggal tersisa tulang daun saja. “Larva ulat api ini sangat rakus, konsumsinya mencapai  300-500 cm persegi daun sawit per hari.  Hingga akhirnya helaian daun,” tutur Agus Susanto.

Sedangkan ulat kantong, hama ini memakan bagian epidermis atas daun ketika masih larva instar awal. Ketika memasuki larva instar akhir, bagian epidermis bawah daung yang dikonsumsinya. 

Dwi Asmono menceritakan dampak yang ditimbulkan ulat kantong dan ulat api membuat pertumbuhan tanaman muda terhambat sehingga memperpanjang masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). Selain itu, defoliasi daun yang serius pada Tanaman Menghasilkan (TM) mengakibatkan penurunan produksi. Apabila serangan telah meluas dibutuhkan biaya pengendalian yang mahal.

Agus Susanto menambahkan serangan ulat api maupun ulat kantong jarang mematikan tanaman, karena hanya merusak dapur fotosintesis  saja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kelapa sawit. Berdasarkan analisanya, kerugian yang ditimbulkan berupa penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan ± 27% pada tahun kedua setelah serangan, bahkan jika serangan berat, tanaman kelapa sawit tidak dapat berbuah selama 1-2 tahun berikutnya.

Di perkebunan, kedua hama ini menyerang semua tanaman baik sudah menghasilkan maupun belum menghasilkan. “Jika populasi sudah sangat tinggi dapat menyerang di pembibitan kelapa sawit juga,” papar Agus.

Pada awal tahun lalu, sempat muncul  laporan di beberapa daerah mengenai  serangan ulat api. Di Jambi, ulat api menghabisi tanaman milik perusahaan  perkebunan seluas 1.000 hektare  tepatnya daerah Tabir  Selatan, Kabupaten Merangin. Di Palembang, lahan petani juga menjadi sasaran ulat petani.

Di Kalimantan Barat, ulat api juga menyerang perkebunan milik rakyat seluas 9.000 hektare di Pemenang Selatan, Kalimantan Barat. Berdasarkan laporan Dinas Kehutanan dan Perkebunan setempat, ulat api ini menyebar ke belasan desa eks-transmigrasi sehingga membuat daun sawit seperti lidi.

Pengendalian Ulat

Di Sampoerna Agro, antisipasi terhadap serangan hama ulat kantong dan ulat appi dijalankan unit-unit khusus seperti R&D untuk mengelola pengendalian hama dan penyakit. Adapula,  unit Field Quality Assurance (FQA) mengenai rekomendasi pengendalian, dan Field Research Operation (FRO) untuk monitoring langsung di lapangan.  

Langkah antisipasi juga dijalankan dengan impelementasi early warning system untuk mendeteksi dan sensus hama setiap bulan. Dwi Asmono memaparkan sewaktu-waktu terdapat serangan yang bersifat eksplosif,  sensus diterapkan sebanyak dua kali per bulan. Metode lain menerapkan fixed grip point system supaya tahun posisi hama dan fase hidup hama.

Menurut Agus Susanto, sudah terdapat  beberapa teknologi yang digunakan untuk menekan ulat api maupun ulat kantung seperti aplikasi virus ulat api NPV. Dosis yang biasa dilakukan adalah 400 gram per hektare. “Hasilnya,  virus akan tahan lama dan ulat api tidak menjadi outbreak lagi,” jelas lulusan S-3 Penyakit Tumbuhan Institut Pertanian  Bogor ini.

Selain pengendalian kimiawi, PT Sampoerna Agro mempunyai metode non kimiawi untuk menekan populasi   ulat api dan ulat kantong. Caranya, memperbanyak musuh alami seperti predator dan parasitoid  di perkebunan kelapa sawit.  Dwi Asmono  memaparkan dapat dilakukan beberapa langkah seperti mengurangi penggunaan insektisida yang disubsitusi dengan penggunaan pestisida biologis  dan pengembangan tanaman inang (host) untuk menjadi  media singgah ataupun penyedia makanan bagi imago parasitoid tersebut.  Makanan (nektar/madu) parasitoid tersedia pada tanaman turnera subulata, turnera ulmifolia, cassia cobanensis, euphorbia heterophylla, borreria alata, dan antigonon sp.,   

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), menurut Agus Susanto, memiliki metode lain untuk pengendalian hayati lain lewat aplikasi biopestisida yang berbahan aktif cordyceps militaris. Biopestisida ini sangat cocok untuk mengendalikan pupa ulat api yang berada di gawangan mati perkebunan kelapa sawit. Atau menggunakan predator yang sering menyerang ulat api adalah eocanthecona furcellata. 

Berbagai macam metode tadi dapat disesuaikan  dengan kebutuhan pelaku usaha perkebunan, dengan mempertimbangkan beberapa aspek mulai dari intensitas serangan ulat dan jangka waktu pengendalian. Paling utama, perkebunan jangan sampai turun produksinya akibat hama ulat  kantong dan ulat api. (Qayuum Amri)

Apa itu ulat api?

Ulat api adalah salah satu musuh yang sangat ditakuti dalam perkebunan kelapa sawit, karena serangan ulat api akan menurunkan produktifitas tanaman kelapa sawit. Pada tahap pembibitan, serangan ulat api akan berdampak jangka panjang dan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi dimasa yang akan datang.

Mikroorganisme apakah yang mengendalikan hama ulat api kelapa sawit?

Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu bakteri Bacillus thuringiensis (Wahyuono, 2015).

Apa yang dimaksud Updks?

Ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit, dan sering menimbulkan kerugian. Serangan hama tersebut mengakibatkan kelapa sawit kehilangan daun, dan akhirnya akan menurunkan produksi kelapa sawit.

Apa saja penyakit pada kelapa sawit?

Penyakit Pada Tanaman Kelapa Sawit dan Cara Mencegahnya.
Penyakit Akar / Busuk Akar Sawit (Blast disease) ... .
Penyakit Busuk Pangkal Batang (Basal stem rot atau Ganoderma) ... .
Penyakit Busuk Kuncup (Spear rot) ... .
Penyakit Garis Kuning (Patch yellow) ... .
Anthracnose. ... .
Penyakit Tajuk (Crown disease).