Habitat asli badak bercula satu adalah di Ujung Kulon yang berada di Provinsi

Jakarta - Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon di Provinsi Banten merupakan habitat badak Jawa atau badak bercula satu yang terancam punah. Hingga saat ini, diyakini sekitar 58 ekor badak menetap di kawasan hutan lindung seluas 122.956 hektar ini. Namun penampakan hewan bercula satu itu hingga kini belum dapat disaksikan dengan mata telanjang. Berbagai cara telah dilakukan oleh para penjaga Taman Nasional Ujung Kulon untuk mencari jejak, mengamati perilaku serta perkembangan satwa tersebut dari waktu ke waktu. Pengamatan ini pun tak hanya dilakukan di satu titik saja, namun di beberapa titik kawasan. Beberapa diantaranya adalah kawasan Cidaon dan Cigenter yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.Pencarian jejak pertama dilakukan Detikcom bersama World Wide Fund (WWF) ke kawasan Cidaon. Daerah ini terdiri dari sebuah sabana dan kawasan hutan yang sudah memasuki area taman nasional. Dalam pengamatan di lapangan, rombongan menemukan bahwa ada satwa lain yang ikut hidup berdampingan dengan para badak, yaitu banteng, merak, dan beberapa satwa lainnya.Dalam usaha menemukan dan mengidentifikasi jejak badak, tim WWF Ujung Kulon Project yang bekerjasama dengan pengelola Taman Nasional Ujung Kulon tidak menggunakan tenaga manusia, karena badak merupakan hewan pemalu yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia. Namun staf memasang sebuah kamera pengintai bernama video trap."Video ini dapat mengamati gerakan badak melalui sensor yang ada di kamera. Ada 120 video trap yang terpasang di kawasan Ujung Kulon," ujar staf WWF Ujung Kulon Project, Iwan Jumat (8/5/2014).Videp trap ini, bekerja menggunakan tenaga baterai A4 sebanyak 12 buah dan dapat bertahan di hutan selama satu bulan. Namun untuk pemeliharaan supaya tak mati mendadak, staf mengganti baterai kamera setiap 20 hari sekali."Satu kamera harganya Rp 4 hingga Rp 5 juta. Dari pengamatan di video trap, kita dapat merekam pergerakan badak saat mereka makan, istirahat di kubangan ataupun saat mengasuh anak," jelas Iwan.Beruntung, saat kami menjelajah Cidaon, kami bertemu dengan sebuah jejak badak yang masih utuh. Umur jejak, menurut Iwan baru sekitar 1 hingga 2 minggu, dilihat dari kontur tanah di jejak kaki, rembesan air hingga faktor lainnya."Dari jejak kaki ini, kita dapat melihat dari arah mana badak bergerak dan ingin kemana. Dari jejak kaki yang ada, badak ini diketahui merupakan badak remaja dewasa jantan," ungkapnya.Pemasangan video trap ternyata membuahkan hasil yang cukup memuaskan ketimbang pengawasan manusia. Tahun lalu, video trap menangkap beberapa frame badak jawa yang sedang salt licking (memakan mineral di tanah), istirahat di kubangan serta memandu anaknya.Jejak kedua, kami temukan di pinggir aliran laut di kawasan Cigenter. Jaraknya sekitar 30 menit dari Cidaon menggunakan kapal.Cigenter sendiri merupakan kawasan berupa sebuah muara laut yang dapat ditempuh menggunakan kano/cano. Kawasan alami tak berpenghuni ini rupanya pernah dikunjungi badak jawa belum lama ini, entah untuk mencari makanan atau sekedar bath licking."Jejak kaki ini berusia sekitar 2 mingguan juga. Dari sini dapat dilihat kalau badak juga mencapai kawasan muara laut dan menjadikan daerah ini sebagai rute badak dalam mencari makanan," terang Iwan yang setia dalam pencarian jejak badak jawa selama belasan tahun ini.Pencarian jejak badak jawa memang tak mudah. Hewan bercula satu ini dikenal sebagai hewan soliter yang suka hidup di dalam hutan lebat untuk melindungi diri dari predator dan sinar matahari. Mereka lebih suka berendam di kubangan ketimbang di air bersih dan memakan 253 jenis tanaman hutan.Keputusan Menteri Kehutanan nomor 43 tahun 2007 menargetkan adanya peningkatan 20 persen populasi badak jawa di Ujung Kulon. Untuk tahun 2015, Kemenhut menargetkan penambahan populasi hingga 70-80 ekor. (rni/ndr)

Sebagai salah satu satwa yang terancam punah di dunia, dua dari lima spesies badak di dunia saat ini hidup di Indonesia. Spesies pertama adalah badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula. Badak ini juga merupakan kerabat dekat badak purba dan cenderung lebih berambut daripada spesies badak lainnya. Spesies lainnya yang bertahan di hutan Indonesia adalah Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Berbeda dengan kerabatnya, badak Jawa hanya memiliki satu cula.  Kedua spesies ini bertahan dari ancaman kepunahan akibat penyempitan habitat, penyakit menular, hingga perburuan ilegal.

Namun, kedua spesies tersebut menyandang status kritis (Critically Endangered/CR) dalam Daftar Merah IUCN, sebuah lembaga konservasi internasional dan satwa dilindungi dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Yang menjelaskan bahwa kedua spesies ini tidak boleh disakiti, dibunuh, dipelihara, ataupun diperdagangkan. Bila hukum ini dilanggar, maka pelakunya akan dijerat hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 juta.

Sama halnya seperti gajah yang diburu gadingnya, badak diburu untuk diambil culanya kemudian dijual ke pasar gelap. Perdagangannya bahkan hingga ke pasar internasional dan ini merupakan tindak kejahatan transnasional.

Cula badak dipercaya sebagai obat tradisional yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, kenyataannya hal tersebut tidak terbukti secara ilmiah. Cula badak tersusun dari zat keratin sama halnya seperti kuku dan rambut manusia sehingga tidak memiliki khasiat apapun.

A. BADAK SUMATERA

Ciri-ciri fisik:

  • Memiliki rambut terbanyak dibandingkan seluruh sub-spesies badak di dunia, sehingga sering disebut hairy rhino (badak berambut)
  • Memiliki telinga yang besar
  • Memiliki kulit berwarna coklat keabu-abuan atau kemerahan, sebagian besar ditutupi oleh rambut
  • Memiliki kerut di sekitar matanya
  • Panjang cula depan biasanya berkisar antara 25 – 80 cm, sedangkan cula belakang biasanya relatif pendek dan tidak lebih dari 10 cm.

Saat anak badak Sumatera lahir hingga remaja biasanya kulitnya ditutupi oleh rambut yang lebat berwarna coklat kemerahan. Bersamaan dengan bertambahnya usia satwa ini, rambut yang menutupi kulitnya semakin jarang dan berubah kehitaman. Panjang tubuh satwa dewasa berkisar antara 2 – 3 meter dengan tinggi 1 – 1,5 meter. Berat badan diperkirakan berkisar antara 600 – 950 kg. Para ahli memperkirakan tidak ada satu pun populasi badak Sumatera yang jumlah individunya dalam satu wilayah jelajah melebihi 75 ekor. Kondisi tersebut menyebabkan mamalia besar ini sangat rentan terhadap kepunahan baik akibat bencana alam, penyakit, perburuan, atau kerusakan genetis. Kurang dari 25 ekor diyakini saat ini bertahan hidup di Sabah, sedangkan untuk Kalimantan tidak ada informasi atau data yang akurat tentang keberadaan satwa bercula dua ini.

Habitat badak Sumatera mencakup hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan, meskipun umumnya satwa langka ini sangat menyukai hutan dengan vegetasi yang sangat lebat. Badak Sumatera adalah penjelajah dan pemakan buah (khususnya mangga liar dan buah fikus), daun-daunan, ranting-ranting kecil dan kulit kayu. Mereka lebih menyukai dataran rendah, khususnya di hutan-hutan sekunder di mana banyak terdapat sumber makanan yang tumbuh rendah. Badak Sumatera hidup di alam dalam kelompok kecil dan umumnya menyendiri (soliter).

MENGAPA SPESIES INI PENTING

Sebagai satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula, Badak Sumatera adalah badak yang memiliki ukuran terkecil dibandingkan semua sub-spesies badak di dunia, meskipun masih tergolong hewan mamalia yang besar. Populasi terbesar dan mungkin paling memadai untuk berkembang biak (viable) saat ini terdapat di Sumatera.Sementara populasi yang lebih kecil terdapat di Sabah dan Semenanjung Malaysia. Populasinya di alam saat ini diperkirakan kurang dari 300 ekor. Meskipun indikasi yang ada menunjukkan jumlah populasi sebenarnya lebih rendah dari perkiraan tersebut yang menyebabkan satwa ini termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN, sebuah lembaga konservasi internasional dan satwa dilindungi dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

B. BADAK JAWA

Ciri-ciri Fisik

  • Cula kecil dengan panjang sekitar 25 cm untuk badak jantan sementara badak betina hanya memiliki cula kecil atau tidak sama sekali.
  • Berat badan antara 900 – 2.300 kg, dengan panjang badan 2 – 4 meter dan tinggi 1.7 meter.
  • Berwarna abu-abu dengan tekstur kulit yang tidak rata dan berbintik
  • Badak jantan mencapai fase dewasa setelah 10 tahun, sementara betina pada usia 5 sampai 7 tahun dengan masa mengandung selama 15 – 16 bulan.
  • Bagian atas bibirnya meruncing untuk mempermudah mengambil daun dan ranting.

Badak Jawa pernah hidup di hampir semua gunung-gunung di Jawa Barat, diantaranya berada hingga diatas ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut. Pada tahun 1960-an, diperkirakan sekitar 20 sd 30 ekor badak saja tersisa di TN Ujung Kulon.

Populasinya meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 1967 hingga 1978 setelah upaya perlindungan dilakukan dengan ketat, yang didukung oleh WWF-Indonesia. Sejak akhir tahun 1970-an, jumlah populasi Badak Jawa tampaknya stabil dengan angka maksimum pertumbuhan populasi 1% per tahun. 

Berdasarkan pengamatan terhadap ukuran wilayah jelajah dan kondisi habitat, Ujung Kulon diperkirakan memiliki daya dukung bagi 50 individu badak. Hanya saja, populasi yang stagnan menandakan batas daya dukung sudah dicapai. Karena alasan tersebut serta upaya preventif menghindarkan populasi badak dari ancaman penyakit dan bencana alam, para ahli merekomendasikan adanya habitat kedua bagi Badak Jawa. Beberapa lokasi yang menjadi pertimbangan adalah: Hutan Baduy, Taman Nasional Halimun – Salak, Cagar Alam Sancang dan Cikepuh.

MENGAPA SPESIES INI PENTING

Sebagai satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula, Badak Sumatera adalah badak yang memiliki ukuran terkecil dibandingkan semua sub-spesies badak di dunia, meskipun masih tergolong hewan mamalia yang besar. Populasi terbesar dan mungkin paling memadai untuk berkembang biak (viable) saat ini terdapat di Sumatera.Sementara populasi yang lebih kecil terdapat di Sabah dan Semenanjung Malaysia. Populasinya di alam saat ini diperkirakan kurang dari 300 ekor. Meskipun indikasi yang ada menunjukkan jumlah populasi sebenarnya lebih rendah dari perkiraan tersebut yang menyebabkan satwa ini termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN, sebuah lembaga konservasi internasional dan satwa dilindungi dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus sondaicus) merupakan salah satu mamalia besar terlangka di dunia yang ada diambang kepunahan. Dengan hanya sekitar 50 ekor individu di alam liar, spesies ini diklasifikasikan sebagai sangat terancam (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN. Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi badak Jawa. Populasi badak Jawa di Vietnam telah dinyatakan punah.

Status badak Jawa dilindungi sejak 1931 di Indonesia, yang diperkuat dengan penetapan Ujung Kulon di barat daya pulau Jawa sebagai taman nasional sejak 1992.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA