Hak untuk menyatakan pendapat dan berorganisasi merupakan hak warga masyarakat dalam bidang

Sebuah Materi Podcast “Bincang Hukum”

Narasumber : Kenny Santiadi – Relawan Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” UNPAR

Pembahasan mengenai kebebasan menyampaikan pendapat akan dibagi menjadi 2 (dua) sudut pandang, yaitu sudut pandang konstitusional dan sudut pandang peraturan perundang-undangan. Sudut pandang hukum nasional akan dikaitkan dengan kebebasan berpendapat sebagai hak. Hak kebebasan berpendapat ini bisa memiliki berbagai macam tujuan, tapi dalam tulisan ini akan difokuskan dengan penggunaan hak kebebasan berpendapat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan mencerdasarkan kehidupan bangsa, dapat diupayakan dengan perlindungan kebebasan berpendapat.

Secara teoritik untuk menjelaskan hak kebebasan berpendapat (freedom of speech), bisa merujuk pendapat dari Frederick Schauer. Schauer berpendapat,[1]

“…when a free speech is accepted, there is a principle according to which speech is less subject to regulation (within a political theory) than other forms of conduct having the same or equivalent effects. Under a free speech principle, any govermental action to achieve a goal, whether that goal be positive or negative, must provide stronger justification when the attainment of that goal…”

(…ketika kebebasan berpendapat diterima, ada prinsip yang menyatakan bahwa pendapat kurang tunduk pada regulasi (dalam teori politik) daripada bentuk perilaku lain yang memiliki efek yang sama atau setara. Berdasarkan prinsip kebebasan berbicara, setiap tindakan pemerintah untuk mencapai tujuan, apakah tujuan itu positif atau negatif, harus memberikan justifikasi yang lebih kuat ketika pencapaian tujuan itu …)

Penjelasan di atas tepat untuk menjelaskan kebebasan berpendapat, sebab Schauer menjelaskan bahwa kebebasan berpendapat berkaitan dengan pendapat yang tidak penuh pada aturan tertentu, bisa digunakan untuk tindakan pemerintah, dan memiliki tujuan tertentu. Menimbang beberapa ciri yang disampaikan untuk menjelaskan kebebasan berpendapat, maka penting untuk melihat kesamaannya sesuai dengan regulasi di Indonesia. Kesamaan tersebut untuk mencari tahu terkait dengan tujuan dari penggunaan kebebasan berpendapat di Indonesia.

Pengaturan hukum di Indonesia mengenai hak kebebasan berpendapat terdapat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (selanjutnya disingkat UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum). Jaminan perlindungan hak kebebasan meyampaikan pendapat ini diatur secara umum dalam dua peraturan perundang-undangan tersebut. Perlindungan kebebasan berpendapat diatur secara spesifik dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945,

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**)”

Kemerdekaan pendapat termasuk hak yang sangat dasar, sebab hak kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia. Tujuan kebebasan menyampaikan pendapat berdasarkan bagian menimbang pada UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum untuk mewujudkan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perwujudan kebebasan menyampaikan pendapat dibagi menjadi berbagai macam bentuk, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yaitu:

“Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Kemerdekaan menyampaikan pendapat yang bisa diungkapkan dengan berbagai bentuk mengindikasikan bahwa pendapat bisa disampaikan tidak hanya dengan lisan dan tulisan saja. Pendapat yang disampaikan tentu membutuhkan ruang sebagai sarana ekspresi dari pendapat yang hendak disampaikan. Pendapat yang hendak diekspresikan bisa disampaikan dalam ruang publik, Pasal 1 angka 2 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menjelaskan,

“Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang didatangi dan atau dilihat setiap orang.”

Ruang publik yang digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat menjadi penting, sebab dengan pendapat yang disampaikan di ruang publik bisa memenuhi dua aspek ontologis (berkaitan dengan keadaan). Aspek ontologis pertama yang bisa dipenuhi berkenaan dengan ekspresi kemanusiaan (express themselves) dan keunikan identitas (unique identity). Pemenuhan dua aspek ontologis ini sangat penting, mengacu pada pendapat Arendt,[2]

“Grounding speech as a distinctive characteristic of human beings that express themselves publicly might provide a non-consequentialist aspect to the theory of personal development. In an Arendtian sense, one might attribute to speech an existential signifiance: only by way of speech do human being express their unique identity among others in the public realm.”

(Sebagai ciri khas manusia yang mengekspresikan diri secara terbuka dapat memberikan aspek non-konsekuensialis pada teori pengembangan pribadi. pengertian Arendtian, orang mungkin mengaitkan ucapan dengan makna eksistensial: hanya dengan cara bicara manusia mengekspresikan identitas unik mereka di antara yang lain di ranah publik.)

Pendapat yang dikemukakan oleh Arendt bisa menjembatani tentang hak kebebasan berpendapat dengan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Arendt mengkategorikan kebebasan berpendapat terkait dengan eksistensi manusia yang signifikan untuk mengungkapkan keunikan identitasnya. Pendapat tersebut jika ditarik lebih jauh bisa ditafsirkan bahwa pembatasan kebebasan berpendapat secara sewenang-wenang atau pelarangan kebebasan berpendapat secara mutlak, berdampak manusia tidak dapat mewujudkan eksistensinya. Keterbatasan dalam perwujudan eksistensi manusia, sama halnya dengan membatasi juga upaya untuk membuat manusia lebih cerdas. Hasil akhir dari berbagai macam pembatasan kebebasan berpendapat, tanpa menimbang eksistensi manusia dapat berakhir dengan komunitas yang eksklusif, jauh dari kata inklusif.

Pendapat dari Arendt, diakui juga dalam Pasal 4 huruf c UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,

“Mewujudkan iklim yang kondusif bagi partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.”

Kreativitas dan partisipasi merupakan bagian dari iklim demokrasi. Perlindungan terhadap kebebasan berpendapat termasuk hal yang penting. Pengabaian terhadap perlindungan hak kebebasan berpendapat bisa menyebabkan menurutnya tingkat partisipasi dan kreativitas dari warga negara. Cara untuk menyampaikan pendapat juga aspek yang tidak boleh dilupakan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Arendt berpendapat ruang tersebut dinamakan sebagai ruang penampakan (ersheinungsraum),[3]

“Ruang penampakan terjadi di tempat orang-orang saling berinteraksi dengan bertindak dan berbicara; ruang itulah yang menjadi dasar pendirian dan bentuk negara…Ruang itu ada secara potensial pada setiap himpunan orang, memang hanya secara potensial; ia tidak secara niscaya diaktualisasi di dalam himpunan itu dan juga tidak dipastikan untuk selamanya atau untuk waktu tertentu…”

Partisipasi dan kreativitas ini tidak jarang dibungkam, padahal dengan terwujudnya kedua hal ini bisa mendorong upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kejadian paling baru terjadi teror kepada Constitutional Law Society Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (CLS FH UGM). Pembicara di CLS FH UGM yang berjudul “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sitem Ketatanegaraan”. Pembicara diskusi tersebut Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum mendapat teror dari tanggal 28 Mei 2020 hingga 29 Mei 2020, selain pembicara yang mendapat teror, moderator dan narahubung juga diteror.[4] Meskipun pelaku teror belum terungkap, kejadian itu menunjukan bahwa diskusi ilmiah tidak bebas dari teror pihak-pihak tertentu.

Simpulan yang dapat diberikan atas paparan di atas terkait dengan hak kebebasan menyampaikan pendapat sebagai upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan hal yang patut diperhatikan. Perhatian yang diberikan terhadap hak menyampaikan pendapat bisa digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kreativitas dan partisipasi publik yang pada akhirnya berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan tidak hanya diukur dengan seberapa banyak warga negara bisa menikmati sistem pendidikan konvensional, melainkan tingginya atensi partisipasi publik merupakan hal yang harus diperhatikan.

Tersedia di
Spotify

Anchor

Google Podcast

Referensi:

[1] Schauer, Frederick. 1982. Free Speech: A Philosophical Inquiry. New York: Cambridge University Press.

[2] Arendt, Hannah. 1958. The Human Condition. Chicago: Chicago University Press.

[3] Hardiman, F. Budi. 2010. Ruang Publik: Melacak “Partisipasi Demokratis” dari Polis sampai Cyberspace. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

[4] Pradito Rida Pertana, UGM Ungkap Teror Gegara Diskusi: Ojol ‘Serbu’ Rumah, Ancaman Pembunuhan, https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5034266/ugm-ungkap-teror-gegara-diskusi-ojol-serbu-rumah-ancaman-pembunuhan (diakses pada tanggal 27 Juli 2020).

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 1998

TENTANG

KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang    :     a.   bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang‑Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak‑hak Asasi Manusia;

b.   bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

c.   bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib dan damai;

d.   bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan yang berlaku;

e.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang‑undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum;

Mengingat      :     Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang‑Undang Dasar 1945

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan    :     UNDANG‑UNDANG TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAI-KAN PENDAPAT DI MUKA UMUM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang‑undang ini yang dimaksud dengan:

1.   Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.

2.   Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.

3.   Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan       oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.

4.   Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak‑arakan di jalan umum.

5.   Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu.

6.   Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu.

7.   Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia.

8.   Polri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 2

(1) Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang‑Undang ini.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada :

a.   asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;

b.   asas musyawarah dan mufakat;

c.   asas kepastian hukum dan keadilan;

d.   asas proporsionalitas; dan

e.   asas manfaat.

Pasal 4

Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah :

a.   mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang‑Undang Dasar 1945;

b.   mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;

c.   mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;

d.   menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 5

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:

a.   mengeluarkan pikiran secara bebas;

b.   memperoleh perlindungan hukum.

Pasal 6

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a.   menghormati hak‑hak dan kebebasan orang lain;

b.   menghormati aturan‑aturan moral yang diakui umum;

c.   menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang‑undangan yang berlaku;

d.   menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan

e.   menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal 7

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a.   melindungi hak asasi manusia;

b.   menghargai asas legalitas;

c.   menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan

d.   menyelenggarakan pengamanan.

Pasal 8

Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.

BAB IV

BENTUK‑BENTUK DAN TATA CARA PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

Pasal 9

(1) bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:

      a.   unjuk rasa atau demonstrasi;

      b.   pawai;

      c.   rapat umum; dan atau

      d.   mimbar bebas.

(2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat‑tempat terbuka untuk umum, kecuali:

      a.   di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek‑obyek vital nasional;

      b.   pada hari besar nasional.

(3) Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang membawa benda‑benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.

Pasal 10

 (1)      Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.

(2) pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.

(3) pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat‑lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.

(4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.

Pasal 11

Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat:

a.   maksud dan tujuan;

b.   tempat, lokasi, dan rute;

c.   waktu dan lama;

d.   bentuk;

e.   penanggung jawab;

f.    nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;

g.   alat peraga yang dipergunakan; dan atau

h.   jumlah peserta.

Pasal 12

(1)Penanggung jawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 11 wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman, tertib dan damai.

(2) Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab.

Pasal 13

(1) Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Polri wajib:

      a.   segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan;

      b.   berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum;

      c.   berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat;

      d.   mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.

(2) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.

(3) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Pasal 14

Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat‑lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.

BAB V

SANKSI

Pasal 15

Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10 dan Pasal 11.

Pasal 16

Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.

Pasal 17

Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang‑undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.

Pasal 18

(1) Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang‑halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang‑undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19

      Segala ketentuan peraturan perundang‑undangan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur khusus atau bertentangan dengan ketentuan‑ketentuan dalam Undang‑undang ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

      Undang‑undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang‑undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                                                                                    Disahkan di Jakarta

                                                                                     pada tanggal 26 Oktober 1998

                                                                                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                                                                            ttd.

                                                                                    BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 26 Oktober 1998

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,

               ttd.

AKBAR TANJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 181

PENJELASAN

ATAS

UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 1998

TENTANG

KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

UMUM

            Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang‑Undang Dasar 1945 yang berbunyi " "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang‑undang".

            Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 9 Deklarasi Universal Hak‑hak Asasi Manusia yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas‑batas".

            Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan dan tulisan dan sebagainaya harus tetap dipelihara agar seluruh tatanan sosial dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum sehingga tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat.

            Dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak‑hak Asasi Manusia yang antara lain menetapkan sebagai berikut :

            1.         Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh;

            2.         dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata‑mata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang‑undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat‑syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;

            3.         hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa‑Bangsa.

                        Dikaitkan dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintah Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk sikap politik yang aspiratif terhadap keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.

      Bertitik tolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik yang dilihat dari sisi kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan antar bangsa, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus berlandaskan :

      1.   asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;

      2.   asas musyawarah dan mufakat;

      3.   asas kepastian hukum dan keadilan;

      4.   asas proporsionalitas;

      5.   asas manfaat.

Kelima asas tersebut merupakan landasan kebebasan yang bertanggung jawab dalam berpikir dan bertindak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Berlandaskan atas kelima asas kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut maka pelaksanaannya diharapkan dapat mencapai tujuan untuk :

1.   mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang‑Undang Dasar 1945;

2.   mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;

3.   mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;

4.   menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

            Sejalan dengan tujuan tersebut di atas rambu‑rambu hukum harus memiliki karakteristik otonom, responsif dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif.

            Dengan berpegang teguh pada karakteristik tersebut, maka Undang‑undang tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, merupakan ketentuan peraturan perundang‑undangan yang bersifat regulatif, sehingga di satu sisi dapat melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undang‑Undang Dasar 1945, dan di sisi lain dapat mencegah tekanan‑tekanan, baik fisik maupun psikis, yang dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.


Undang‑undang ini mengatur bentuk dan atau cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

                        Cukup jelas

Pasal 2

            Ayat (1)

                        Cukup jelas

            Ayat (2)

                        Yang dimaksud dengan "penyampaian pendapat di muka umum" adalah penyampaian pendapat secara lisan, tulisan, dan sebagainya.

                        "Penyampaian pendapat secara lisan" antara lain : pidato, dialog, dan diskusi.

                        "Penyampaian pendapat secara tulisan" antara lain : petisi, gambar, pamflet, poster, brosur, selebaran, dan spanduk.

                        Adapun yang dimaksud dengan "dan sebagainya" antara lain " sikap membisu dan mogok makan.

Pasal 3

            Huruf a

                        Cukup jelas

            Huruf b

                        Cukup jelas

            Huruf c

                        Cukup jelas

            Huruf d

                        Yang dimaksud dengan "asas proporsionalitas" adalah asas yang meletakkan segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan oleh warga negara, institusi, maupun aparatur pemerintah, yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional.

            Huruf e

                        Cukup jelas

Pasal 4

                        Cukup jelas

Pasal 5

            Huruf a

                        Yang dimaksud dengan "mengeluarkan pikiran secara bebas" adalah mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang bertentangan dengan tujuan sebagaimana    dimaksud dalam Pasal 4 Undang‑undang ini.

            Huruf b

                        Yang dimaksud dengan "memperoleh perlindungan hukum" termasuk di dalamnya jaminan keamanan.

Pasal 6

            Huruf a

                        Yang dimaksud dengan "menghormati hak‑hak dan kebebasan orang lain" adalah ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang lain untuk hidup aman, tertib, dan damai.

            Huruf b

                        Yang dimaksud dengan "menghormati aturan‑aturan moral yang diakui umum" adalah mengindahkan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan masyarakat.

            Huruf c

                        Cukup jelas

            Huruf d

                        Yang dimaksud dengan "menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum" adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi ketenteraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang maupun kesehatan.

            Huruf e

                        Yang dimaksud dengan "menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa" adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan dalam masyarakat.

Pasal 7

                        Yang dimaksud dengan "aparatur pemerintah" adalah aparatur pemerintah yang menyelenggarakan pengamanan.

            Huruf a

                        Cukup jelas

            Huruf b

                        Cukup jelas

            Huruf c

                        Cukup jelas

            Huruf d

                        Yang dimaksud dengan "menyelenggarakan pengamanan" adalah segala daya upaya untuk menciptakan kondisi aman, tertib, dan damai, termasuk mencegah timbulnya gangguan atau tekanan, baik fisik maupun psikis yang berasal dari mana pun juga.

Pasal 8

                        Yang dimaksud dengan "berperan serta secata bertanggung jawab" adalah hak masyarakat untuk memberi dan memperoleh informasi atau konfirmasi kepada atau dari aparatur pemerintah agar terjamin keamanan dan ketertiban lingkungannya, tanpa menghalangi terlaksananya penyampaian pendapat di muka umum.

Pasal 9

            Ayat (1)

                        Cukup jelas

            Ayat (2)

            Huruf a

                        Yang dimaksud dengan pengecualian "di lingkungan istana kepresidenan" adalah istana presiden dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari pagar luar.

                        Pengecualian untuk "instalasi militer" meliputi radius 150 meter dari pagar luar.

                        Pengecualian untuk "obyek‑obyek vital nasional" meliputi radius 500 meter dari pagar luar.

            Huruf b

                        Yang dimaksud dengan hari‑hari besar nasional adalah :

                        1.         Tahun Baru;

                        2.         Hari Raya Nyepi;

                        3.         Hari Wafat Isa Almasih;

                        4.         Isra Mi'raj;

                        5.         Kenaikan Isa Almasih;

                        6.         Hari Raya Waisak;

                        7.         Hari Raya Idul Fitri;

                        8.         Hari Raya Idul Adha;

                        9.         Hari Maulid Nabi;

                        10.       1 Muharam;

                        11.       Hari Natal;

                        12.       17 Agustus.

            Ayat (3)

                        Cukup jelas

Pasal 10

            Ayat (1)

                        Cukup jelas

Ayat (2)

                        Cukup jelas

            Ayat (3)

                        Yang dimaksud dengan "Polri setempat" adalah satuan Polri terdepan dimana kegiatan penyampaian pendapat akan dilakukan apabila kegiatan dilaksanakan pada:

                        a.         1 (satu) kecamatan, pemberitahuan ditujukan kepada Polsek setempat;

                        b.         2 (dua) kecamatan atau lebih dalam lingkungan kabupaten/kotamadya, pemberitahuan ditujukan kepada Polres setempat;

                        c.         2 (dua) kabupaten/kotamadya atau lebih dalam 1 (satu) propinsi, pemberitahuan ditujukan kepada Polda setempat;

                        d.         2 (dua) propinsi atau lebih pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.

            Ayat (4)

                        Cukup jelas

Pasal 11

            Huruf a

                        Cukup jelas

            Huruf b

                        Yang dimaksud dengan "tempat" dalam Pasal ini adalah tempat peserta berkumpul dan berangkat ke lokasi.

                        Yang dimaksud dengan "lokasi" dalam Pasal ini adalah tempat penyampaian pendapat di muka umum.

                        Yang dimaksud dengan "rute" dalam Pasal ini jalan yang dilalui oleh peserta penyampaian pendapat di muka umum dari tempat berkumpul dan berangkat sampai di lokasi yang dituju dan atau sebaliknya.

            Huruf e

                        Cukup jelas

            Huruf d

                        Yang dimaksud dengan "bentuk" adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

            Huruf e

                        Penanggung jawab adalah orang yang memimpin dan atau menyelenggarakan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang bertanggung jawab agar pelaksanaannya berlangsung dengan aman, tertib, dan damai.

            Huruf f

                        Cukup jelas

            Huruf g

                        Cukup jelas

            Huruf h

                        Cukup jelas

Pasal 12

                        Cukup jelas

Pasal 13

            Ayat (1)

            Huruf a

                        Cukup jelas

            Huruf b

                        Koordinasi antara Polri dengan penanggung jawab dimaksud untuk mempertimbangkan faktor‑faktor yang dapat mengganggu terlaksananya penyampaian pendapat di muka umum secara aman, tertib, dan damai, terutama penyelenggaraan pada malam hari.

            Huruf c

                        Cukup jelas

            Huruf d

                        Cukup jelas

            Ayat (2)

                        Cukup jelas

            Ayat (3)

                        Cukup jelas

Pasal 14

                        Cukup jelas

Pasal 15

                        kewajiban dan tanggung jawab yang dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, b, d, dan e adalah kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.

Pasal 16

                        Yang dimaksud dengan "sanksi hukum" adalah sanksi hukum pidana, sanksi hukum perdata, atau sanksi administrasi.

                        Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang‑undangan" adalah ketentuan peraturan perundang‑undangan hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi.

Pasal 17

                        Yang dimaksud dengan "melakukan tindak pidana" dalam Pasal ini adalah termasuk perbuatan‑perbuatan yang diatur dalam Pasal 55 Kitab Undang‑undang Hukum Pidana.

Pasal 18

                        Cukup jelas

Pasal 19

                        Cukup jelas

Pasal 20

                        Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3789