Hubungan indikator kesehatan Reproduksi dengan derajat kesehatan masyarakat

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol 28 No 2 [2018] /
  4. Articles

DOI: //doi.org/10.22435/mpk.v28i2.180

Keywords: IPKM, kesehatan reproduksi, sub indeks

In Indonesia, measuring the success of development of a region is increasingly needed with the enactment of the Regional Autonomy System [OTDA]. There are many methods or indicators that can be used as a measuring tool. The Public Health Development Index [IPKM] is one of the indicators that can be used to measure the success of community health development.

This study aims to explore the correlation between several indicators of sub-index of Health Service [Yankes] and sub-index of Reproductive Health [Kespro] which become part of IPKM. Another purpose of this analysis is to find out which indicators are most leveraging for the Kespro sub-index.

The method to analyse the data used Multiple Linear Regression with the district as the unit of analysis. According to the RISKESDAS 2013 data, there are 497 districts/cities in 33 provinces in Indonesia. RISKESDAS 2013 and Podes 2011 data are used by IPKM 2013.

The results of the analysis show that the largest indicator giving the leverage of Kespro sub-index. That are the coverage of birth delivery by health worker in health facilities after controlled by the proportion of physicians per sub-district, the proportion of adequate posyandu per region and the health service coverage ownership [Jaminan Pelayanan Kesehatan/JPK] in each district.

Abstrak

Pengukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah semakin dibutuhkan dengan berlakunya sistim Otonomi Daerah [Otda] di Indonesia.  Banyak metode atau indikator yang dijadikan alat ukurnya. Untuk mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat, Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat [IPKM] menjadi salah satu indikator yang digunakan. 

Penelitian ini bertujuan menggali hubungan beberapa indikator pembentuk sub indeks Pelayanan Kesehatan [Yankes] terhadap sub indeks Kesehatan Reproduksi [Kespro] yang menjadi bagian dari IPKM. Tujuan lain dari analisa ini yakni menggali indikator mana yang paling memberi efek ungkit bagi sub indeks Kespro.

Metode analisa yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda dengan kabupaten sebagai unit analisanya. Terdapat 497 kabupaten di 33 provinsi di Indonesia sesuai dengan jumlah kabupaten pada saat Riset Kesehatan Dasar [Riskesdas] dikumpulkan pada tahun 2013. Riskesdas 2013 dan Podes 2011 menjadi sumber data yang digunakan IPKM 2013.

Hasil dari analisa didapat indikator yang paling besar memberikan daya ungkit sub indeks Kespro yakni cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan setelah dikontrol proporsi jumlah dokter per kecamatan, proporsi jumlah posyandu per desa dan kepemilikan Jaminan Pelayanan Kesehatan [JPK] di setiap kabupaten.

Oleh : Lina Siti Nuryawati, SKM, S.ST., M.Kes

Indikator kesehatan wanita adalah ukuran yang menggambarkan atau menunjukan status kesehatan wanita dalam populasi tertentu. Adapun indicator kesehatan ibu dapat ditinjau dari pendidikan, penghasilan, usia harapan hidup, aki, dan tingkat kesuburan.

Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari liang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat

Penghasilan perempuan meningkat, maka pola pemenuhan kebutuhan akan bergeser dari pemenuhan kebutuhan pokok saja, menjadi pemenuhan kebutuhan lain, khususnyapeningkatan kesehatan perempuan.

Penghasilan berkaitan dengan status sosial ekonomi, di mana sering kali status ekonomi menjadi penyebab terjadinya masalah kesehatan pada wanita.Misalnya banyak kejadian anemia defisiensi fe pada wanita usia subur yang sering kali disebabkan kurangnya asupan makanan yang bergizi seimbang. Anemia pada ibu hamil akan lebih memberikan dampak yang bisa mengancam keselamatan ibu.

  1. Kekurangan gizi dan Kesehatan yang buruk

Menurut WHO di negara berkembang terrnasuk Indonesia diperkirakan 450 juta wanita tumbuh tidak sempurna karena kurang gizi pada masa kanak-kanak, akibat kemiskinan. Jika pun berkecukupan, budaya menentukan bahwa suami dan anak laki-laki mendapat porsi yang banyak dan terbaik dan terakhir sang ibu memakan sisa yang ada. Wanita sejak ia mengalami menstruasi akan membutuhkan gizi yang lebih banyak dari pria untuk mengganti darah yang keluar. Zat yang sangat dibutuhkan adalah zat besi yaitu 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Di samping itu wanita juga membutuhkan zat yodium lebih banyak dari pria, kekurangan zat ini akan menyebabkan gondok yang membahayakan perkembangan janin baik fisik maupun mental.

Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis, stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu.

Kehamilan, persalinan dan nifas  merupakan penyebab kematian, penyakit dan kecacatan pada perempuan usia reproduksi di Indonesia. Rendahnya kualitas hidup sebagian besar perempuan Indonesia disebabkan oleh masih terbatasnya wawasan, lingkungan sosial budaya yang belum kondusif terhadap kemajuan perempuan dan belum dipahaminya konsep gender di dalam kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga.

Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu  kerena kehamilan, persalinan, nifas dalam satu tahun dibagi dengan jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama  dengan persen atau permil.

Kematian maternal juga sering dipakai sebagai indikator kesejahteraan rakyat atau kualitas pembanguan Manusia [IPM/HDI], hal ini didasarkan angka kematian maternal sangat erat kaitannya dengan perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kematian maternal, seperti Gerakan Sayang Ibu [GSI], Buku KIA, Safe Motherhood: Partnership Family Approach,Penempatan bidan di desa, Maternal and Neonatal Health [MNH], Making Pregnancy Safer [MPS], dan program-program lainnya. Namun program dan strategi tersebut belum mampu mempercepat penurunan angka kematian ibu.

Faktor reproduksi ibu turut menambah besar risiko kematian maternal. Jumlah paritas satu dan Paritas diatas tiga telah terbukti meningkatkan angka kematian maternal dibanding paritas 2-3, selain itu faktor umur ibu melahirkan juga menjadi faktor risiko kematian ibu, dimana usia muda yaitu < 20 tahun dan usia tua ≥35 tahun pada saat melahirkan menjadi faktor risiko kematian maternal, sedangkan jarak antara tiap kehamilan yang dianggap cukup aman adalah 3-4 tahun. Faktor kematian maternal ini kemudian diidentifikasi sebagai 4 Terlalu [terlalu muda, terlalu tua, terlalu rapat jarak kehamilan dan terlalu banyak] Selain faktor medis dan reproduksi, faktor non-medis turut menambah parah risiko kematian maternal. faktor non-medis/tidak langsung tersebut yaitu kondisi sosial budaya, ekonomi, pendidikan, Kedudukan dan peran wanita, kondisi geografis, dan transportasi, ini kemudian diidentifikasi sebagai tiga terlambat [3T].

Usia harapan hidup [Life Expectancy Rate] merupakan lama hidup manusia di dunia. Usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Harapan hidup penduduk Indonesia mengalami peningkatan jumlah dan proporsi sejak 1980. Harapan hidup perempuan adalah 54 tahun pada 1980, kemudian 64,7 tahun pada 1990, dan 70 tahun pada 2000.

Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa implikasi bertambahnya jumlah lansia. Berdasarkan data, wanita Indonesia yang memasuki masa menopause saat ini semakim meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah itu sebagai akibat bertambahnya populasi penduduk usia lanjut dan tingginya usia harapan hidup diiringi membaiknya derajat kesehatan masyarakat.

Begitu banyak pasangan suami istri yang sangat menginginkan kehadiran si buah hati namun belum juga dikaruniani seorang anak. Banyak pula dari mereka yang mengikuti beberapa program guna mengharapkan terjadinya suatu kehamilan. Kemandulan atau ketidak suburan sering kali hanya dituduhkan ke pihak wanita, padahal pihak pria juga memiliki faktor penyebabnya.

Masa subur adalah suatu masa dalam siklus menstruasi perempuan dimana terdapat sel telur yang matang yang siap dibuahi, sehingga bila perempuan tersebut melakukan hubungan seksual maka dimungkinkan terjadi kehamilan.

Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormon seks perempuan yaitu esterogen dan progesteron. Hormon-hormon ini menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh perempuan yang dapat dilihat melalui beberapa indikator klinis seperti, perubahan suhu basal tubuh, perubahan sekresi lendir leher rahim [serviks], perubahan pada serviks, panjangnya siklus menstruasi [metode kalender] dan indikator minor kesuburan seperti nyeri perut dan perubahan payudara.

Terlalu kurus bisa membuat siklus haid wanita tidak teratur dan bisa melahirkan bayi yang juga memiliki berat badan rendah.  Sebaliknya terlalu gemuk juga tidak berakibat baik untuk kesuburan karena keseimbangan hormon terganggu dan berisiko mengalami tekanan darah tinggi dan diabetes semasa hamil. Wanita yang minum empat gelas kopi per hari memiliki risiko tidak subur lebih besar. Sebabnya, kafein mengurangi kandungan darah dalam hormon prolactin. Rendahnya hormon prolactin berhubungan dengan semakin rendahnya tingkat kesuburan. Jadi pilihan makanan juga turut mempengaruhi kesuburan.

DAFTAR PUSTAKA

A  August Burns, Ronnie Lovich, Jane Maxwell, Katharine Shapiro. 2008. Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Yayasan Esentia Medica

Asrori, Muhammad. 2009. Psikologi Pembelajaran. Bandung. C.V. Wacana Prima.

Fitramaya Yuni, 2008. Kesehatan Reproduksi.. Yogyakarta

Ida Bagus Gde Manuaba, Prof. Dr. SpoG. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.  Jakarta : Arcan

Kartono Muhamad, Dr.  1998. Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika.

Manuaba. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. EGC; Jakarta

Mohamad, Kartono. 1998. Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Romauli, Suryati dan Anna Vida Vindari, S.ST. 2009. Kesehatan Reproduksi buat Mahasiswi Kebidanan. Bantul : Nuha Medika.

Sarwono Prawirohardjo, Bunga rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Yani Widyatuti, SSiT, Anita Rahmawati, SSiT, Yuliasti Eka Purnamaningrum, SST. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya

Susunan Dewan Redaksi

Video yang berhubungan