ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT BUNGA INVESTASI, INVESTASI PEMERINTAH, INFLASI, PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DAN INVESTASI SWASTA DI INDONESIA (periode 1990. I - 2007. IV)
FATKHUL ARIFIN, 040510350 (2009) ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT BUNGA INVESTASI, INVESTASI PEMERINTAH, INFLASI, PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DAN INVESTASI SWASTA DI INDONESIA (periode 1990. I - 2007. IV). Skripsi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA. Official URL: http://lib.unair.ac.id AbstractIndonesia merupakan salah satu dari negara yang sedang berkembang. Pada umumnya karakteristik dari negara yang sedang berkembang adalah pembentukan modal yang rendah, sehingga diperlukan usaha untuk memperoleh lebih banyak dana dalam melaksanakan pembangunan tersebut melalui pengerahan dana dari pihak swasta baik dalam negeri maupun luar negeri. Investasi memiliki peran yang penting dalam pembangunan perekonomian suatu negara untuk meningkatkan pendapatan negara dan meningkatkan pendapatan perkapita warga negara. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dan pengaruh antar variabel suku bunga kredit invetasi, investasi pemerintah, inflasi, PDB, dan Investasi Swasta. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan metode granger causality test dan VECM. Data yang digunakan adalah time series per kuartal dari tahun 1990 hingga 2007. Hasil uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa terdapat hubungan feed back causality antara variabel Investasi swasta dengan Inflasi, Inflasi dengan suku bunga kredit invetasi, PDB dengan investasi pemerintah, PDB dengan Investasi swasta dan PDB dengan kredit Investasi. Impuls response dari pengolahan VECM menunjukkan bahwa shock suku bunga kredit investasi dan shock inflasi direspon secara negatif oleh Investasi swasta sedangkan shock investasi pemerintah dan shock PDB direspon secara positif oleh Investasi swasta. Adapun hasil variance decomposition menunjukkan bahwa konstribusi suku bunga kredit Investasi terhadap investasi swasta adalah paling besar. Actions (login required)
MAKALAH “HUBUNGAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP INVESTASI” MATA KULIAH : EKONOMI MONETER NAMA DOSEN : Drs. Johnson, M.Si D I S U S U N Oleh Nama : Ismah Pratiwi NIM : 7133141041 Kelas : B Reguler PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2015
Alhamdulilah dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan deadline yang sudah ditentukan. Makalah ini berisikan tentang hubungan tingkat suku bunga terhadap investasi. Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Jhonson, M.Si selaku dosen mata kuliah Ekonomi Moneter yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk membuat dan menyelesaikan makalah ini. Sehingga saya memperoleh banyak ilmu, informasi dan pengetahuan selama membuat dan menyelesaikan makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini berguna bagi pembaca meskipun terdapat banyak kekurangsempurnaan di dalamnya. Akhir kata saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada pihak pembaca maupun pengoreksi jika terdapat kesalahan dalam penulisan, penyusunan maupun kesalahan lain yang tidak berkenan di hati pembaca maupun pengoreksi, karena hingga saat ini saya masih dalam proses belajar. Oleh karena itu saya memohon kritik dan sarannya demi kemajauan bersama. Medan, Mei 2015
Ismah Pratiwi Teori Konsep Marginal Efficiency of Capital 4 Lingkungan ekonomi makro merupakan lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari‐hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Karena harga saham di bursa pasar modal tidak selamanya tetap, ada kalanya meningkat dan bisa pula menurun, tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran. Di pasar modal, terjadinya fluktuasi harga saham tersebut menjadikan bursa efek menarik bagi beberapa kalangan pemodal (investor). Keputusan investasi dan pembiayaan merupakan keputusan yang saling bertalian seperti mata uang dengan dua sisi, dimana satu sisi adalah keputusan investasi maka di sisi lain adalah keputusan pembiayaan. Secara teoritis, keterandalan keputusan investasi dan pembiayaan sangatlah bergantung pada tingkat suku bunga yang berlaku. Pemahaman secara lebih mendalam tentang karateristik tingkat suku bunga sangat membantu keakuratan hasil keputusan investasi dan keputusan pembiayaan. Dalam praktek, tingkat suku bunga diterjemahkan kedalam berbagai terminologi yang beraneka ragam. Keragaman terminologi suku bunga membawa konsekuensi pada penentuan besaran biaya penggunaan dana dan penentuan hasil yang diharapkan dari suatu proyek investasi. Banyak orang terkecoh dengan suku bunga yang ditawarkan, kebanyakan bagian marketing menggunakan suku bunga sebagai alat pamungkas untuk meningkatkan penjualan. Secara teori, tingkat bunga dan harga saham memiliki hubungan yang negative (bertolak belakang). Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang akan ditanggung perusahaan dan juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat. Padahal, suku bunga tersebut memiliki karakteristik yang beraneka ragam, seperti suku bunga flat, suku bunga efektif, suku bunga in advance, suku bunga in arrear, suku bunga fixed, dan suku bunga floating. Bagaimana hubungan tingkat suku bunga dengan investasi dalam suatu Negara Indonesia? Menurut Teori Klasik, teori tingkat suku bunga merupakan teori permintaan penawaran terhadap tabungan. Teori ini membahas tingkat suku bunga sebagai suatu faktor pengimbang antara permintaan dan penawaran daripada investable fund yang bersumber dari tabungan. Teori ekonomi klasik mengasumsikan, bahwa perekonomian senantiasa berada dalam keadaan full employment. Dalam keadaan full employment itu seluruh kapasitas produksi sudah dipergunakan penuh dalam proses produksi. Oleh karena itu, kecuali meningkatkan efisiensi dan mendorong terjadinya spesialisasi pekerjaan, uang tidak dapat mempengaruhi sektor produksi. Dengan perkataan lain sektor moneter, dalam teori ekonomi klasik terpisah sama sekali dari sektor riil dan tidak ada pengaruh timbal balik antara kedua sektor tersebut. Konsep tabungan menurut klasik dikatakan, bahwa seorang dapat melakukan tiga hal terhadap selisih antara pendapatan dan pengeluaran konsumsinya yaitu: pertama, ditambahkan pada saldo tunai yang ditahannya. Kedua, dibelikan obligasi baru dan ketiga, sebagai pengusaha, dibelikan langsung kepada barang-barang modal. Asumsi yang digunakan disini adalah bahwa penabung yang rasional tidak akan menempuh jalan yang pertama. Berdasarkan pada pertimbangan bahwa akumulasi kekayaan dalam bentuk uang tunai adalah tidak menghasilkan. Menurut teori klasik, bahwa tabungan masyarakat adalah fungsi dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya pada tingkat suku bunga yang lebih tinggi masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungannya. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga, maka keinginan masyarakat untuk melakukan investasi menjadi semakin kecil. Hal ini karena biaya penggunaan dana (cost of capital) menjadi semakin mahal, dan sebaliknya makin rendah tingkat suku bunga, maka keinginan untuk melakukan investasi akan semakin meningkat.
Teori penentuan tingkat suku bunga Keynes dikenal dengan teori liquidity prefence. Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga semata-mata merupakan fenomena moneter yang mana pembentukannya terjadi di pasar uang. Artinya tingkat suku bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang. Keynes tidak sependapat dengan pandangan ahli-ahli ekonomi klasik yang mengatakan bahwa tingkat tabungan maupun tingkat investasi sepenuhnya ditentukan oleh tingkat bunga, dan perubahan-perubahan dalam tingkat bunga akan menyebabkan tabungan yang tercipta pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu sama dengan investasi yang dilakukan oleh para pengusaha. Menurut Keynes, besarnya tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga bukan tergantung dari tinggi rendahnya tingkat bunga. Ia terutama tergantung dari besar kecilnya tingkat pendapatan rumah tangga itu. Makin besar jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu rumah tangga, semakin besar pula jumlah tabungan yang akan diperolehnya. Apabila jumlah pendapatan rumah tangga itu tidak mengalami kenaikan atau penurunan, peubahan yang cukup besar dalam tingkat bunga tidak akan menimbulkan pengaruh yang berarti keatas jumlah tabungan yang akan dilakukan oleh rumah tangga dan bukannya tingkat bunga. Berbeda dengan teori klasik, teori Keynes mengasumsikan bahwa perekonomian belum mencapai tingkat full employment. Oleh karena itu, produksi masih dapat ditingkatkan tanpa mengubah tingkat upah maupun tingkat harga-harga. Dengan menurunkan tingkat suku bunga, investasi dapat dirangsang untuk meningkatkan produksi nasional.
Gambar (a) menunjukkan uang kas diperlukan untuk setiap tingkat pendapatan, berapapun tingkat suku bunga yang berlaku nilai MT dan MP tidak elastis terhadap perubahan tingkat suku bunga. Pada gambar (b) permintaan uang untuk spekulasi ditentukan oleh tingkat bunga, yaitu:
Menurut Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal yang menyangkut penggunaan sumber-sumber seperti peralatan, gedung, peralatan produksi dan mesin-mesin baru lainnya atau persediaan yang diharapkan akan memberikan keuntungan dari investasi tersebut. Komarudin (1983) memberikan pengertian investasi yaitu: a. Suatu tindakan membeli barang-barang modal. b. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan dimasa yang akan datang. c. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat penyertaan lainnya. Adam smith menyatakan bahwa investasi dilakukan karena para pemilik modal mengharapkan untung dan harapan masa depan keuntungan bergantung pada iklim investasi pada hari ini dan pada keuntungan nyata. Smith yakin keuntungan cenderung menurun dengan adanya kemajuan ekonomi. Pada waktu laju pemupukan modal meningkat, persaingan yang meningkat antar pemilik modal akan menaikkan upah dan sebaliknya menurunkan keuntungan. Dalam teori makro Keynes keputusan apakah suatu Investasi akan di laksanakan atau tidak, tergantung pada perbandingan antara besarnya keuntungan yang di harapkan (yang menyatakan dalam persentase satuan waktu waktu) di suatu pihak dan biaya penggunaan dana atau tingkat bunga di pihak lain. Apabila tingkat bunga yang berlaku di pasar uang sebesar 3% setiap bulan (atau 36% setahun), sedangkan keuntungan yang di harapkan sebesar 60% maka investasi tersebut masih menguntungkan karena keuntungan (kotor) yang di harapkan 60% jadi melebihi ongkos pendanaan dapat di katakan 60%- 36% = 24% pertahun untuk 10 tahun. Maka jika pengusaha tersebut “rasional” investasi tersebut akan dilaksanakan Secara ringkas : 1. Jika keuntungan yang diharapkan (MEC) lebih besar dari pada tingkat bunga, maka investasi di laksanakan. 2. Jika MEC lebih kecil dari pada tingkat bunga maka investasi tidak dilaksanakan. 3. Jika MEC = tingkat bunga maka investasi bisa di laksanakan dan bisa juga tidak. Tiga hal yang perlu di garis bawahi mengenai fungsi investasi pertama fungsi tersebut mempunyai slope yang negative, artinya semakin rendah tingkat bunga semakin besar pula tingkat pengeluaran investasi yang di inginkan. Kedua, dalam kenyataan fungsi tersebut sulit untuk di peroleh sebab posisinya sangat stabil (mudah berubah dalam jangka waktu yang sangat singkat). Kelebihan fungsi investasi ini akan segera dapat di pahami karena posisinya sangat tergantung pada nilai MEC dari proyek-proyek yang ada dan bahwa MEC adalah keuntungan yang di harapkan oleh investor. Ketiga, yang perlu ditekankan adalah hubungan teori Keynes dengan kenyataan, khususnya masalah tersedianya dana investasi. Salah satu variabel yang dijadikan sebagai indikator untuk menentukan para investor mau menanamkan dananya adalah stabilitas di pasar uang yang ditunjukkan dengan variabel suku bunga. Data mengenai investasi dan suku bunga Indonesia ditunjukkan dengan tabel berikut : Tabel Investasi dan Suku bunga Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik Pengujian Ekonometrika dengan menggunakan IBM SPSS STATISTICS
Model linier A. Investasi = f (Suku bunga) Ŷ = β0 + β1X1 Y = 165519,5915– 1921,367006 X1 β0 = 165519,5915 Jika X1 (Suku bunga) = 0, maka Y (investasi rata-rata Rp 165.519,59 Milyar) β1 = -1921,367006 Jika X1 (Suku bunga) naik 1%, maka Y (investasi) turun Rp 1.921,37 Milyar b. Teori Jika suku bunga naik, maka investasi berkurang (-) ; Jika investasi naik, maka suku bunga bisa naik atau turun (+/-) Uji tanda Y = investasi ; X1 = SKB Persamaan regresi : Y = 165519,59 – 1921,37 X1 (lolos uji tanda) Uji multikolinearitas Nilai VIF ( Variance Inflation Factor) diperoleh = 1,000 maka nilai VIF < 10,00 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas. Nilai Tolerance diperoleh = 1,000 maka nilai tolerance > 0,10 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas. Uji Goodness of Fit R2 = 0,306 = 31 % < 69 %, maka tidak lolos uji goodness of fit Kemampuan semua variable bebas (yaitu Suku bunga) dalam menjelaskan perubahan variable tidak bebas (investasi) adalah 31 % sedangkan sisanya 69 % dijelaskan oleh faktor lain. Dari data diatas dapat diketahui bahwa ketika tingkat suku bunga naik yaitu dari 21,01% pada tahun 1997 ke tingkat 40,07% pada tahun 1998, investasi menurun sebesar Rp38.974,2 milliar. Dan ketika tingkat suku bunga turun yaitu dari 21,2% pada tahun 1999 ke tingkat 13,5% pada tahun 2000, maka investasi meningkat sebesar Rp62.273,8 milliar. Sehingga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ketika tingkat suku bunga naik, maka investasi menurun dan sebaliknya. Namun pada tahun 1999 dengan tingkat suku bunga 21,2%, investasi hanya sebesar Rp125.010,6 milliar sehingga dapat juga diambil kesimpulan bahwa tidak selamanya tingkat investasi sepenuhnya dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Karena dapat diketahui pada tahun 1999 tersebut, keadaan politik Indonesia masih terguncang dan kondisi masyarakat pada saat itu masih tidak stabil karena dikhawatirkan akan kembali terjadi kerusuhan-kerusuhan, ditambah lagi imbas akibat krisis moneter pada tahun 1997-1998 pada investor menyebabkan kondisi ekonomi dalam negeri belum pulih kembali sehingga keadaan politik juga dapat mempengaruhi tingkat investasi di Indonesia. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan tingkat suku bunga dengan investasi adalah negative yaitu ketika tingkat suku bunga naik, maka investasi akan berkurang dan demikian sebaliknya jika tingkat suku bunga turun maka investasi akan bertambah. Tetapi pengaruh tingkat suku bunga terhadap investasi tidak terlalu besar yakni hanya 31% dimana sisanya yaitu 69 % dipengaruhi oleh faktor lain selain tingkat suku bunga. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat suku bunga berhubungan negatif dengan kegiatan investasi benar akan tetapi tidak berlaku lagi di masa sekarang ini. Kegiatan investasi tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat suku bunga akan tetapi dipengaruhi oleh faktor lain seperti situasi politik dan keamanan dalam negeri, keadaan ekonomi (inflasi, kondisi nilai tukar, infrastruktur) , ketidakpastian hukum, dan pergantian kepemimpinan negara dan pejabat yang terkait. Selain itu perubahan tingkat suku bunga hanya berpengaruh pada investor domestik akan tetapi investor asing dipengaruhi oleh faktor eksternal. Peran serta pemerintah sangat berpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia terutama dalam penentuan kebijakan-kebijakan dan perundang-undangan. Pemerintah dalam menciptakan keadaan yang kondusif di dalam negeri dapat meningkatkan kepercayaan investor dalam menanamkan modalnya sehingga tingkat investasi dapat meningkat. Kestabilan ekonomi juga perlu diciptakan guna meningkatkan investasi sehingga pertumbuhan ekonomi dapat tercapai dengan tingkat kemiskinan yang rendah, dan pengangguran yang sedikit. Ekonomi Moneter,Team Pengampuh.Fakultas Ekonomi.Unimed.2015 Teori Ekonomi Makro,Team Pengampuh.Fakultas Ekonomi.Unimed.2015 Page 2 |