tirto.id - Rukun iman ada 6 yang mesti diyakini umat Islam. Iman dalam Islam merupakan dasar atau pokok kepercayaan yang harus diyakini setiap muslim. Jika tak memiliki iman, seseorang dianggap tidak sah menganut Islam. Show
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Umar bin Khattab RA, ketika malaikat Jibril menyaru menjadi seorang laki-laki, ia bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: " ... 'Beritahukan kepadaku tentang Iman' Rasulullah SAW menjawab 'Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.' Orang tadi [Jibril] berkata, 'Engkau benar'," (H.R. Muslim).
Hadis di atas menjelaskan enam rukun Iman yang mesti diyakini seorang muslim sebagai berikut:
Aspek-aspek rukun iman dalam Islam dijelaskan dalam uraian sebagai berikut:
1. Iman kepada Allah SWT
Iman kepada Allah SWT dilakukan dengan mempercayai dan meyakini bahwa Allah itu benar-benar ada, kendati seseorang tidak pernah melihat wujud-Nya atau mendengar suara-Nya. Untuk beriman kepada-Nya, seorang muslim harus mengetahui sifat-sifat-Nya, baik itu sifat-sifat wajib, jaiz, atau mumkin, atau dapat juga dilakukan dengan mengenal 99 Asmaul Husna yang tertuang dalam Alquran atau hadis.
2. Iman kepada Malaikat Allah SWT
Iman kepada malaikat Allah SWT dilakukan dengan mempercayai bahwa malaikat itu benar-benar ada. Seorang muslim mesti meyakini adanya malaikat kendati tidak pernah melihat wujudnya, mendengar suaranya, atau menyentuh zatnya. Perintah mengimani malaikat ini tertera dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 285: "Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya," (QS. Al-Baqarah [2]: 285).
Baca juga: 10 Nama-Nama Malaikat dan Tugasnya Menurut Agama Islam
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah SWT
Iman kepada kitab-kitab Allah SWT dilakukan dengan mempercayai bahwa Allah menurunkan kitab kepada utusan-Nya. Kitab ini merupakan pedoman, petunjuk kebenaran dan kebahagiaan, baik itu di dunia maupun akhirat. Keberadaan kitab-kitab Allah SWT ini tertera dalam Alquran surah Al-Hadid ayat 25: “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca [keadilan] supaya manusia dapat melaksanakan keadilan," (QS.Al-Hadid [57]: 25). Dengan beriman kepada kitab Allah, seorang muslim membenarkan secara mutlak bahwa kitab-kitab itu merupakan firman Allah SWT. Isinya adalah kebenaran yang wajib diikuti dan dilaksanakan. Dalam buku Rukun Iman (2007) yang diterbitkan Universitas Islam Madinah, disebutkan bahwa beriman kepada kitab Allah dapat dilakukan dengan dua hal, yaitu beriman secara umum dan terperinci. Pertama, beriman secara umum artinya meyakini bahwa Allah SWT menurunkan kitab-kitab kepada rasul-Nya. Jumlahnya, tiada yang tahu kecuali Allah SWT sendiri. Kedua, beriman secara terperinci artinya mengimani kitab-kitab yang disebutkan Allah SWT secara spesifik dalam Alquran, seperti Taurat, Injil, Zabur, Alquran, serta Suhuf Ibrahim dan Musa.
4. Iman kepada Rasul-rasul Allah SWT
Iman kepada rasul-rasul Allah SWT dilakukan dengan mempercayai bahwa Allah benar-benar menurunkan rasul-Nya kepada suatu masyarakat tertentu untuk menyampaikan ajaran-Nya. Siapa saja yang mengikuti rasul-rasul itu akan memperoleh hidayah dan petunjuk. Sebaliknya, yang mengingkari Rasul-Nya akan tersesat. Keberadaan rasul Allah SWT ini tertera dalam Alquran surah Al-Hajj ayat 75: “Allah memilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan dari manusia, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat," (QS.Al-Haj [22]:75).
Baca juga: Tugas Rasul-Rasul Allah SWT sebagai Penyampai Wahyu kepada Manusia
5. Iman kepada Hari Kiamat
Iman kepada hari kiamat dilakukan dengan mempercayai bahwa suatu hari kehidupan di semesta akan musnah. Selepas itu, manusia akan dibangkitkan dari kubur, dikumpulkan di padang mahsyar, dan diputuskan ke surga atau neraka. Dalam surah Al-Infithar ayat 14 dan 15, Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan [hari kiamat]," (QS. Al-Infithar [82]:14-15).
6. Iman kepada Qada dan Qadar
Iman kepada qada dan qadar dilakukan dengan mempercayai bahwa Allah SWT telah menetapkan takdir manusia, baik itu yang buruk maupun yang baik. Pertama, qada merupakan takdir atau ketetapan yang tertulis di lauh al-mahfuz sejak zaman azali. Takdir dan ketetapan ini sudah diatur oleh Allah SWT bahkan sebelum Dia menciptakan semesta berdasarkan firman-Nya dalam surah Al-Hadid ayat 22: “Tiadalah sesuatu bencana yang menimpa bumi dan pada dirimu sekalian, melainkan sudah tersurat dalam kitab [lauh al-mahfuz] dahulu sebelum kejadiannya," (QS. Al-Hadid [57]: 22). Artinya, qada merupakan ketetapan Allah SWT terhadap segala sesuatu sebelum sesuatu itu terjadi. Hal ini juga tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: "Allah SWT telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi," (H.R. Muslim). Kedua, qadar adalah realisasi dari qada itu sendiri. Artinya, adalah ketetapan atau keputusan Allah SWT yang memiliki sifat Maha Kuasa (qudrah dan qadirun) atas segala ciptaan-Nya, baik berupa takdir yang baik, maupun takdir yang buruk. Jika qada itu ketetapan yang belum terjadi, maka qadar adalah terwujudnya ketetapan yang sudah ditentukan sebelumnya itu. Dilansir dari NU Online, karena qada dan qadar adalah perkara gaib, keduanya tidak bisa menjadi alasan seorang muslim bersikap pasif dan pasrah dengan takdirnya. Dengan beriman kepada qada dan qadar, seorang muslim tetap harus berikhtiar, berusaha, dan mengupayakan potensinya agar dapat terwujud, serta produktif di kehidupan sehari-hari.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
RUKUN IMAN
atau
tulisan menarik lainnya
Abdul Hadi
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
Keimanan dalam Islam adalah pengesahan dan penegasan, dan itu adalah bahan kepercayaan dalam bahasa, di mana buku-buku bahasa telah berkembang dalam perluasan yang memenuhi pemahaman ulama.
Dalam terminologi hukum Islam alias syariah, itu adalah kepercayaan kepada Tuhan, kepercayaan pada malaikat-Nya, dan kepercayaan pada kitab-kitabnya. kepercayaan kepada Rasul-Nya, kepercayaan kepada Hari Akhir, dan kepercayaan kepada takdir, baik dan buruknya. [1] Tafsirkan keimanan dalam arti: pengesahan, dan artinya: “ penerimaan dan penyerahan hati kepada apa yang diketahuinya tentang kebutuhan yang berasal dari agama Muhammad , saw. ” Itu adalah keyakinan di dalam hati, dan hanya Tuhan tahu sifat aslinya. Rukun iman ada enam: percaya kepada Tuhan, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul -rasul-Nya , Hari Akhir, dan takdir, yang baik dan yang buruk, dan ini adalah dasar-dasar iman.Semoga keselamatan dan berkah Allah atasnya dari Allah, dengan penerimaan, penerimaan dan kepastian.” Ini juga termasuk: kepercayaan pada yang gaib, seperti surga dan neraka, hari akhir,hari kebangkitan, hisab, keseimbangan, jalan, dan sebagainya. pada. Perbedaan antara Islam dan iman adalah bahwa Islam adalah pernyataan dan tindakan yang nyata, dan iman adalah keyakinan yang nyata, jadi tempatnya adalah hati. Iman adalah syarat benarnya bekerja dengan Allah, maka barang siapa mengerjakan amal saleh dalam keadaan tidak beriman kepada Allah; Tuhan tidak menerima itu darinya, tetapi dalam aturan duniawi, dia menerima yang nyata dan pertanggung jawabannya ada di sisi Tuhan. Dan iman mendorong pemiliknya untuk melakukan perbuatan yang diperintahkan Allah swt dalam hukum syariat berdasarkan quran dan dahis, tetapi perbuatan bukanlah syarat sahnya keimanan, dan sebagai imbalannya, dosa tidak menghilangkan keimanan sepenuhnya, tetapi keimanan bertambah dengan perbuatan dan ibadah.[2] Pendapat para ulamaNama iman menurut Ahl al-Sunnah wal-Jamaa’ah adalah: “ Beriman dengan hati, berbicara dengan lisan, dan bertindak dengan anggota badan dan rukun; Itu bertambah dengan ketaatan, dan berkurang dengan ketidaktaatan. » , dan di antara ucapan mereka tentang itu: [3]
Perbedaan antara meningkatnya keimanan dan menurunnya iman, dan dampaknya terhadap Islam seseorangkeadilanIman itu ada derajatnya, bertambahnya keimanan dengan mencapainya, dan kebalikan dari itu semua adalah ciri-ciri orang munafik , dan kemunafikan juga ada ciri-cirinya.Mungkin seseorang telah mengumpulkan sebagian orang beriman dan sebagian ciri orang munafik. Semua itu tidak menghilangkan keislaman seseorang secara teori, tetapi berbeda dalam praktiknya, karena Allah mengancam orang-orang munafik dengan siksaan seperti azab orang-orang kafir, dan bahkan dimulai dengan orang-orang munafik; Di mana dia berkata: " Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di Neraka ." Dan di tempat-tempat lain, dengan siksaan yang lebih berat, sebagaimana firman Yang Maha Kuasa: Orang-orang munafik akan berada di kedalaman api neraka yang paling rendah, dan kamu tidak akan menemukan penolong bagi mereka. . Meskipun itu tidak menghilangkannya dari gelar Muslim di kalangan Muslim, selama dia tidak menemukan sesuatu yang menghilangkannya. Kualitas iman dikenal sebagai orang beriman . Adapun kebalikan dari (sifat-sifat orang munafik), sebagian dari apa yang disebutkan Nabi dalam hadits: ((Empat orang yang ada di dalamnya adalah kemunafikan murni, dan siapa pun yang ada di dalamnya adalah salah satu yang istimewa di dalamnya. , dan itu boleh. Dan ketika dia bertengkar, dia bangun).[5] Adapun sikap 'percaya' didapatkan setelah memahami apa yang disampaikan oleh mu'min mubaligh serta visi konsep kehidupan yang dibawakan. Percaya dalam Qur'an selalu dalam konteks sesuatu yang ghaib, atau yang belum terrealisasi, ini artinya sifat orang yang beriman dalam tingkat paling rendah adalah mempercayai perjuangan para pembawa risalah dalam merealisasikan kondisi ideal bagi umat manusia yang dalam Qur'an disebut dengan 'surga', serta meninggalkan kondisi buruk yang diamsalkan dengan 'neraka'. Dalam tingkat selanjutnya orang yang beriman ikut serta dalam misi penegakkan Din Islam. Adapun sebutan orang yang beriman adalah Mu'min Tahap dan Tingkatan Iman serta Keyakinan
Tingkatan Keyakinan terhadap Islam (Yaqin) adalah:
Keimanan dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan persoalan teologi Islam yaitu rukun iman. Lingkup keimanan dalam Islam juga membahas mengenai akidah dan akhlak. Hal demikian memperoleh keterangan salah satunya dalam Surah Al-Kahfi ayat 30.[7] Keluasan lingkup keimanan dalam Islam juga diketahui dari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah mengenai iman. Dalam hadis tersebut, disebutkan bahwa cabang iman berjumlah lebih dari 70 macam. Cabang dengan tingkatan tertinggi adalah tauhid dan yang terendah adalah menghilangkan bahaya yang dapat terjadi di jalan.[7] Pembenaran keimanan dalam Islam dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang menggunakan huruf alif, mim, dan nun. Ayat-ayat yang menggunakan huruf-huruf tersebut dengan arti pembenaran antara lain Surah Yunus ayat 90, Surah Yusuf ayat 17 dan Surah Yasin ayat 25.[8] Sementara dalam Surah Al-Hujurat ayat 15 dijelaskan mengenai pembuktian keimanan dalam Islam. Keimanan harus dibuktikan melalui keyakinan di dalam hati disertai dengan lisan dan amal perbuatan.[9] Seruan pertama di dalam Al-Quran kepada orang-orang yang beriman kepada Allah adalah di Surah Al-Baqarah ayat 104. Ayat ini menyeru kepada orang-orang yang beriman untuk tidak mengatakan ra'ina tetapi unzhurna.[10] Penyebab turunnya ayat ini adalah adanya pengumpatan kata dari orang-orang Yahudi pada masa Nabi Muhammad melalui perbedaan penyebutan ra'ina.[11]
|