Jelaskan apa yang dimaksud dengan uang saku dalam teks di atas

Saat disodorkan amplop berisi uang perjalanan dinas, Hatta menolak: itu uang rakyat!

Wikipedia

Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta. Bung Hatta selalu menolak uang yang bukan haknya.

Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Karta Raharja Ucu

Kisah kejujuran Mohammad Hatta mungkin bagi pejabat di Indonesia adalah sebuah legenda. Bung Hatta, yang pernah menduduki jabatan sangat penting di republik ini, adalah sosok pria yang dikenal sederhana dan tak gila harta. Bahkan, biaya perjalanan dinasnya pun ia kembalikan ke negara ketika mengetahui ada kelebihan uang saku.

Cerita berawal dari tuturan I Wangsa Widjaja, sekretaris pribadi sang wakil presiden. Dalam buku yang ditulisnya berjudul Mengenang Bung Hatta, Wangsa, pria yang puluhan tahun mendampingi Bung Hatta, merawikan jika bosnya selalu mengembalikan kelebihan uang negara yang diberikan sebagai anggaran perjalanan dinas.

Pada 1970, ketika sudah tidak lagi menjadi wapres, Bung Hatta diundang ke Irian Jaya--sekarang bernama Papua. Sebagai catatan, Irian adalah akronim dari Ikut Republik Indonesia Anti Nederland yang diberikan pahlawan nasional asal Papua, Frans Kaisiepo. Namun, nama Irian diubah kembali menjadi Papua oleh Gus Dur saat masih menjadi presiden. (Kisah ini akan saya ceritakan nanti)Kembali ke Papua, eh Bung Hatta. Saat diundang ke Irian Jaya, Bung Hatta juga meninjau tempat ia pernah dibuang pada masa kolonial Belanda. Drama pun terjadi ketika Bung Hatta disodori amplop berisi "uang saku" setelah ia dan rombongan tiba di Irian. "Surat apa ini?" tanya Bung Hatta.Dijawab oleh Sumarno, menteri koordinator keuangan saat itu yang mengatur kunjungannya, "Bukan surat, Bung. Uang, uang saku untuk perjalanan Bung Hatta di sini.""Uang apa lagi? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja saya sudah harus bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa lagi ini?"

"Lho, Bung… ini uang dari pemerintah, termasuk dalam biaya perjalanan Bung Hatta dan rombongan," kata Sumarno coba meyakinkan Bung Hatta.

"Tidak, itu uang rakyat. Saya tidak mau terima. Kembalikan," kata Bung Hatta menolak amplop yang disodorkan kepadanya.Rupanya Sumarno ingin meyakinkan Bung Hatta bahwa dia dan semua rombongan ke Irian dianggap sebagai pejabat. Menurut kebiasaan, pejabat diberi anggaran perjalanan, termasuk uang saku. Tidak mungkin dikembalikan lagi.Setelah terdiam sebentar Bung Hatta berkata, "Maaf, Saudara, saya tidak mau menerima uang itu. Sekali lagi saya tegaskan, bagaimanapun itu uang rakyat, harus dikembalikan pada rakyat."Kemudian, ketika mengunjungi Tanah Merah tempat ia diasingkan, setelah memberikan wejangan kepada masyarakat Digbul, ia memanggil Sumarno. "Amplop yang berisi uang tempo hari apa masih Saudara simpan?" tanya Bung Hatta. Dijawab, "Masih Bung."Lalu, oleh Bung Hatta amplop dan seluruh isinya diserahkan kepada pemuka masyarakat di Digul. "Ini uang berasal dari rakyat dan telah kembali ke tangan rakyat," kata Bung Hatta menegaskan.Cerita Bung Hatta menolak menerima uang lebih berlanjut satu tahun setelahnya, tepatnya pada 1971 ketika ia pergi berobat ke Belanda. Saat tiba di Indonesia, Bung Hatta bertanya kepada Wangsa tentang catatan penerimaan dan pemakaian uang selama perjalanan. Ketika mengetahui ada sisa uang, ia memerintahkan Wangsa mengembalikan kepada negara dan mengucapkan terima kasih kepada presiden.Wangsa pun bergegas mengembalikan uang ke Sekretariat Negara. Namun, Wangsa malah dijadikan bahan tertawaan di sana. Alasannya, uang yang sudah dikeluarkan dianggap sah menjadi orang yang dibiayai. Apalagi, yang dibiayai adalah mantan wakil presiden yang ditanggung negara. Saat itu Wangsa pusing tujuh keliling. Ia menjelasan kepada Bung Hatta jika sisa uang perjalanan dinas adalah uang saku tambahan. Namun, Bung Hatta menegur Wangsa dengan keras. “Kebutuhan rombongan dan saya sudah tercukupi, jadi harus dikembalikan, dan kalau masih ada sisanya itu wajib dikembalikan.”Wangsa menyebut, saat itu tidak ada terlintas dalam kepala Bung Hatta memanfaatkan uang dari negara untuk kepentingan pribadi. Padahal, saat itu ekonomi Bung Hatta morat-marit. Bung Hatta, kata Wangsa, selalu melihat uang dari negara adalah uang rakyat.

Singkat cerita, Wangsa pun berhasil mengembalikan uang kepada Sekneg sembari membawa bukti penyerahan. Setelah itu, Bung Hatta puas.

JANGAN LEWATKAN

Kabar gembira tengah meliputi sosok penyanyi dangdut, Zaskia Gotik yang diketahui sedang hamil anak kedua. Tapi baru-baru ini hal mengejutkan…

Dalam sebuah wawancara baru-baru ini lewat kanal Youtube Qiss You TV, Ayu Ting Ting berhasil mendatangkan sosok di luar dugaan.…

Isu bakal rujuk kembali antara mantan pasangan artis, Gading Marten dan Gisel sempat santer terdengar. Apalagi penyanyi jebolan ajang pencarian…

Telak, sosok artis cantik ini minta cerai usai tangkap basah suami selingkuh dengan sang ibu kandung. Nasib rumah tangga artis…

Kehadiran Ameena Hanna Nur Atta membawa kehangatan dan keceriaan bagi keluarga besar Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar. Apalagi hubungan Aurel…

Rieta Amalia, ibunda dari sultan Andara, Nagita Slavina, baru-baru ini memberikan kabar kurang sedap yang menjadi sorotan publik. Kabarnya, Rieta…

Masih ingat dengan Zarima Mirafsur yang dijuluki ratu ekstasi? Dijuluki ratu ekstasi, begini kisah tragis Zarima Mirafsur yang pernah melahirkan…

Syahrini diketahui sudah 3 tahun dinikahi Reino Barack namun tak kunjung dapat momongan. Sudah 3 tahun dinikahi Reino Barack namun…

Artis cilik, King Faaz kian makin hari makin tenar karena tingkah lucu dan sikap sopan yang dimilikinya, Ya, Putra kandung…

uang saku

  1. uang yang dibawa untuk keperluan sewaktu-waktu; uang jajan
  • Definisi: KBBI daring (KBBI V), SABDA (KBBI III), Kateglo, Kamus BI, KBBI.web.id, KBBI.my.id, KamusBesar.com, KBBI.kata.web.id
  • Tesaurus: Tesaurus Tematis, SABDA
  • Terjemahan: Google Translate, Bing Translator
  • Glosarium Inggris: Kateglo
  • Penggunaan di korpora: Corpora Uni-Leipzig
  • Penggunaan di Wikipedia dan Wikisource: Wikipedia, Wikisource
  • Ilustrasi: Google Images, Bing Images

  sebagian atau seluruh definisi yang termuat pada halaman ini diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia

Bung Hatta (tengah) di masatua nya. Sumber: Wiki Commons.

Ketika Papua baru bergabung dengan Indonesia, berbagai upaya dilakukan untuk memperkenalkan provinsi baru ini. Salah satunya adalah dengan mendatangkan proklamator kemerdekaan ke bumi cendrawasih. Dari dua tokoh proklamator, baru Bung Karno yang telah mengunjungi Papua pada 1963. Waktu itu, Papua masih bernama Irian Barat.

Bung Hatta yang telah lama menjadi orang sipil belum pernah lagi mengunjungi Papua. Padahal, pada masa kolonial, Bung Hatta pernah diasingkan pemerintah Belanda ke pelosok Papua, tepatnya di Boven Digul, Merauke. Kesempatan itu baru tiba pada 1970, ketika Soemarmo, pejabat Departemen Penerangan mendatangi kediaman Bung Hatta. Soemarmo menawarkan kepada Hatta perjalanan untuk meninjau Papua yang sudah resmi menjadi keluarga besar Republik Indonesia.

Hatta sempat menolak tawaran Soemarmo. Pertimbangannya, ongkos perjalanan ke Papua sangat besar dan kesehatannya sudah jauh menurun. Lagi pula, kata Hatta, dirinya bukan lagi pejabat negara. Soemarmo tidak kurang akal dengan meyakinkan Bung Hatta bahwa segala sesuatu yang dibutukan akan dipersiapkan. Semua biaya ditanggung pemerintah.    

Advertising

Advertising

Baca juga: 

Ketika Hatta Menolak Papua

Singkat cerita, Bung Hatta menerima tawaran Soemarno. Bung Hatta bahkan diperkenankan membawa rombongan, termasuk dokter pribadi mengingat kondisinya yang sudah lanjut usia. Ikut pula mendampingi asisten Bung Hatta, I Wangsa Negara yang kemudian menuturkan kisah perjalanan ini dalam buku Mengenang Bung Hatta  

Sampai di Papua, pesawat yang ditumpangi rombongan Bung Hatta mendarat di Bandara Sentani. Gubernur Frans Kaisiepo dan Bupati Anwar Ilmar turut menyambut. Keesokan pagi setelah sempat beristirahat, Seomarmo mendatangi penginapan Bung Hatta. “Saya lihat Mas Marmo membawa amlop ditangannya, saya tidak tahu isi amlop itu,” kenang Wangsanegara.

Setelah ngobrol sejenak, Soemarmo menyodorkan amplop yang dibawanya. Bung Hatta secara spontan pun bertanya, “Surat apa ini?” katanya.

“Bukan surat, Bung…Uang… Uang saku untuk selama perjalanan Bung Hatta di sini,” kata Soemarmo.

“Uang apalagi? Bukankah semua uang perjalanan saya ditanggung pemerintah?” ujar Hatta.

“Lho Bung, ini pun uang dari pemerintah, termasuk dalam biaya perjalanan Bung Hatta dan rombongan ini,” balas Soemarmo.

“Tidak, itu uang rakyat, saya tidak mau terima. Kembalikan,” tegas Bung Hatta.

Baca juga: 

Bung Hatta dan Minuman Keras

Soemarmo jadi bingung melihat sikap Bung Hatta. Menurutnya uang saku itu lazim sebagai bekal dalam perjalanan dinas. Uang tersebut tidak dapat dikembalikan karena sudah dianggarkan. Namun, Hatta tidak mengerti. Dapat menginjakan kaki kembali di Papua saja dia sudah bersyukur.  

Setelah beberapa hari meninjau beberapa tempat penting di Jayapura, rombongan Bung Hatta berkunjung ke Digul. Sesampai di Tanah Merah, Bung Hatta melepas nostalgia masa-masa pembuangannya zaman pergerakan dulu. Setelah berkeliling, Bung Hatta agak termenung menyaksikan keadaan rakyat di sana yang jauh lebih buruk daripada saat dirinya diasingkan. Menurut keterangan penduduk, mereka kesulitan memperoleh obat-obatan dan kebutuhan pokok dari pemerintah karena distribusi ke daerah itu cukup sulit. Kalau terpaksa, mereka mengirim utusan ke Merauke untuk mendapatkan sekedar apa yang diperlukan.  

Saat akan mengakhiri kunjungannya, pemuka masyarakat Digul meminta Hatta menyampaikan wejangan. Dengan senang hati Bung Hatta bersedia. Namun, sebelum berpidato, Hatta setengah berbisik memanggil Soemarmo. Dia menagih kembali amplop berisi uang yang sebelumnya sempat ditolak. Setelah amplop itu diterima, Bung Hatta memberikan wejangan yang tidak terlalu panjang.

Baca juga: 

Bung Hatta dan Orang Kaya-kaya

“Sebelum saya dan rombongan saya meninggalkan daerah Digul ini, saya ingin menitipkan sesuatu. Ini sekedar oleh-oleh dari saya untuk masyakat di sini,” kata Hatta seraya menyerahkan amplop uang sakunya itu kepada camat setempat.

Soemarmo dan Wangsanegara agak tercengang menyaksikan kejadian itu. Mereka tidak menyangka Bung Hatta akan menyerahkan uang sakunya kepada masyarakat Digul. Di tengah perjalanan, Bung Hatta sempat berkata,

“Nah, apa yang saya katakan tempo hari terbukti, bukan? Saudara lihat sendiri, itu uang berasal dari rakyat, dan kini telah kembali ke tangan rakyat.” Semua anggota rombongan Hatta tersenyum mendengar kata-kata Hatta yang bermakna dalam itu.